Sunday, 23 October 2016

Fatwa Ulama Tentang Hukum Membaca "Ushalli" Sebelum Takbiratul Ihram

Berikut ini kita coba perhatikan beberapa fatwa ulama mengenai talaffuz bin-niyyah ini. 

1. Berkata Imarn Nawawi dalam kitab Al-Minhaj :
“Niat itu tempatnya di dalam hati dan disunnatkan melafazkannya sesaat sebelum takbir” 

2. Berkata Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj II/12 :
“Dan disunnatkan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan dapat menolong hati dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya walaupun (pendapat yang mewajibkan ini) adalah syaz yakni menyimpang. Kesunnatan ini juga karena qiyas terhadap adanya pelafazan dalam niat haji”. 


3. Berkata Imam Ramli dalam Nihayatul Muhtaj jilid 1/437:
“Dan disunnatakan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan menolong hati dan karena pelafazan itu dapat menjauhkan dari was-was dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkan “. 

Memperhatikan pernyataan Ibnu Hajar Al-Haitami dan Imarn Ramli yang mengatakan bahwa diantara tujuan pelafazan niat itu adalah “Agar lisan dapat menolong hati” dan “Agar terjauhkan dari was-was” menunjukkan adanya semangat ijtihad dikalangan para ulama agar hati sebagai tempat niat dapat lebih terkonsentrasi (khusyu’) diketika melakukan niat itu. Sehingga dianjurkan agar sebelum hati melakukan niat sebaiknya diucapkan dulu niat tersebut agar setelah itu hati kita dapat lebih mantap melakukannya. Memang sangat dirasakan manfaat dari pengucapan dengan lisan itu. Contoh sederhana ketika seseorang hendak menghitung sesuatu. Andai dicukupkan menghitung dalam hati saja dengan satu, dua, tiga dan seterusnya, maka kemungkinan hati menjadi bimbang sangatlah besar. Tetapi apabila mengucapkan satu, dua , tiga dan seterusnya itu disertai dengan lisan kita, maka hati kita akan lebih mantap dalam melakukan penghitungan. Cobalah anda menghitung sesuatu dengan diam, cukup dengan hati saja. Kemudian anda bandingkan dengan menghitung yang disertai ucapan lisan. Pasti anda akan merasakan perbedaannya. 

Terakhir perlu kiranya kita ketahui bagaimana pendapat Imam Madzhab yang empat dalam masalah talaffuz bin-niyyah ini . 

Tersebut dalam kitab A1-Fiqhul Islami karangan Dr. Wahbah Zuhaili jilid 1/767 :
“Disunnatkan melafazkan niat menurut jumhur ulama selain madzhab Maliki”. 

Adapun menurut madzhab Maliki diterangkan dalam kitab yang sama jilid 1/214 bahwa :
“Yang utama adalah tidak melafazkan niat kecuali bagi orang yang berpenyakit was-was, maka disunnatkanlah baginya melafazkan agar hilang daripadanya keragu-raguan “. 

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa : “Sunnat melafazkan niat shalat atau membaca ushalli sesaat menjelang takbirotul ihram dengan tujuan agar lidah menolong hati atau agar terhindar dari was-was (kebimbangan dan keragu-raguan)”. Fatwa ini adalah fatwa dalam madzhab Hanafi, madzhab Syafi’i dan madzhab Hambali. Adapun madzhab Maliki, maka disunnatkan bagi yang berpenyakit was-was saja. Oleh karena itu mengatakan talaffuz bin-niyyah sebagai amalan yang bid’ah berarti menuduh Imam Madzhab yang empat beserta seluruh pengikutnya sebagai pelaku bid’ah yang akan masuk dalam neraka. Na’uuzubillaahi min zaalik! Semoga kita terhindar dari menuduh sesama muslim apalagi ulama-ulama yang besar dengan tuduhan keji sepenti ini.

Hukum Membaca "Ushalli" Sebelum Takbiratul Ihram Saat Shalat

talaffuz bin-niyyah

Masalah ini disebut juga dengan masalah talaffuz bin-niyyah yakni mengucapkan niat dengan lisan sesaat menjelang takbirotul ihram. Tujuan dari talaffuz bin-niyyah ini menurut kitab-kitab fiqh adalah : 
 “Agar lidah menolong hati”

Hal ini dikarenakan niat yang sebenarnya terletak di dalam hati tetapi untuk memantapkan hadirnya niat di dalam hati, maka boleh dibantu dengan lisan yakni melafazkan niat itu terlebih dahulu sebelum menghadirkannya di dalam hati. 

Dengan demikian melafazkan niat adalah termasuk amalan lisan. Setiap perbuatan atau perkataan yang keluar dari seorang mukallaf selalu dicatat oleh malaikat. Perkataan yang baik tercatat sebagai amalan yang baik, begitu pula halnya perkataan yang jelek akan tercatat sebagai amalan yang jelek. Allah Swt. berfirman :
“Tidaklah seseorang itu mengucapkan suatu perkataan melainkan disisinya ada malaikat pencatat amal kebaikan dan amal kejelekan” (Al-Qaf: 18) 

Kalau kita hendak shalat, lalu kita mengucapkan seumpama : “Ushalli Fardho Subhi Rok’ataini Lillahi Ta’ala”, maka kalimat apakah ini ? Tentu semua sepakat bahwa ini adalah kalimat yang baik. Dan Allah Swt. telah berfirman :
“Kepada Allah jualah naiknya kalimat yang baik” (Al-Faathir : 10) 

Begitu pula halnya kalau seseorang mengucapkan kalimat yang jelek seperti ejekan terhadap orang-orang yang melakukan kebajikan atau ejekan terhadap fatwa-fatwa ulama yang sudah menguasai sumber hukum Islam yang utama yakni Al-Qur’an dan Hadits, baik secara tersurat (tekstual) maupun secara tersirat (kontekstual). Semua ucapan itu akan direkam oleh malaikat sebagai kalimat ejekan yang dapat merugikan pelakunya kelak di hari kiamat. 

Selanjutnya marilah kita perhatikan beberapa keterangan dari hadits-hadits yang sahih yang menunjukkan bahwa Nabi kita Muhammad Saw. ada melakukan talaffuz bin-niyyah itu. 

1. Diriwayatkan dari Abu Bakar Al-Muzanni dari Anas ra. beliau berkata :
“Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melakukan haji dan umrah”. (HR. Bukhari Muslim) 

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. mengucapkan niat atau talaffuz bin-niyyah diwaktu beliau melakukan haji dan umrah. 

2. Diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mukminin ra. beliau berkata :
“Pada suatu hari Rasulullah Saw. berkata kepadaku : “Wahai Aisyah, apakah ada padamu sesuatu untuk dimakan ? Aisyah menjawab “wahai rasulullah, tidak ada pada kami sesuatu-pun. Mendengar itu Rasulullah Saw. bersabda: “Kalau begitu hari ini aku puasa”. (HR. Muslim) 

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. mengucapkan niat atau talaffuz bin-niyyah diketika beliau hendak berpuasa sunnat. 

3. Diriwayatkan dari jabir, beliau berkata :
“Aku pernah shalat Idul Adha bersama Rasulullah Saw., maka ketika beliau hendak pulang dibawakanlah beliau seekor kambing lalu beliau menyembelihnya sambil berkata: “Dengan nama Allah, Allah maha Besar. Ya Allah, inilah kurban dariku dan dari orang-orang yang tidak sempat berkurban diantara ummatku “. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Turmuzi) 

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulutlah Saw. mengucapkan niat atau talaffuz bin-niyyah diketika beliau menyembelih kurban. 

Di dalam kitab Az-Zarqani yang merupakan syarah dari Al Mawahib Al-Ladunniyah karangan Imam Qasthalani jilid X/302 disebutkan sebagai berikut :
“Terlebih lagi yang telah tetap dalam fatwa para sahabat kita (ulama Syafiiyah) bahwa sunnat menuturkan ushalli itu. Sebagian ulama mengqiyaskan hal tersebut kepada riwayat yang tersebut dalam shahihain yakni kitab hadits Bukhari Muslim. Pertama : Hadits riwayat Muslim dan Anas bahwa beliau mendengar Nabi Saw. bertalbiyyah untuk haji dan umrah secara bersamaan sambil berkata : “Labbaik, sengaja saya mengerjakan umrah dan haji. Kedua Hadits riwayat Bukhari dari Umar bahwa beliau mendengar Rasulullah Saw. bersabda ketika tengah berada di Wadi Aqiq: “Shalatlah engkau di lembah yang penuh berkah ini dan ucapkan “Sengaja aku umrah di dalam haji”. Semua ini jelas menunjukkan adanya pelafazan niat. Dan hukum sebagaimana dia tetap dengan nash juga bisa tetap dengan qiyas “. 

Demikian uraian Imam Qasthalani tentang alasan disunnatkannya ucapan ushalli sesaat menjelang takbirotul ihram itu. 

Baca juga fatwa ulama tentang bacaan "Ushalli" atau talaffuz bin-niyyah sebelum takbiratul ikhram : Fatwa Ulama Tentang Bacaan "Ushalli" Sebelum Takbiratul Ihram Saat Shalat

Friday, 9 September 2016

Shalat Istisqa (Shalat Minta Hujan)

bilik islam
Meminta hujan hukumnya sunnah ketika ada hajat. Caranya ada tiga :
a. Sekurang-kurangnya berdoa saja, baik sendiri-sendiri ataupun berjamaah. Rasulullah Saw. pernah meminta hujan hanya dengan doa. (RIWAYAT ABU DAWUD)
 
b. Berdoa di dalam khotbah Jumat. ini juga pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
 
c. Yang lebih sempurna hendaklah dengan salat dua rakaat.
Hadis : “Rasulullah Saw. telah keluar (pergi) untuk meminta hujan. Kemudian beliau berpaling membelakangi orang banyak, beliau menghadap ke kiblat, dan beliau membalikkan kain selendang.” (RIWAYAT MUSLIM)

Caranya

Pergi beramai-ramai laki-laki dan perempuan, tua dan muda, orang dewasa dan anak-anak; orang yang lemah pun diikhtiarkan supaya ikut ke tanah lapang. Sebelum pergi, hendaklah salah seorang yang panda’ di antara mereka memberi nasihat supaya mereka tobat dan segala kesalahan dan berhenti dan kezaliman, serta beramal kebaikan, karena pekerjaan yang tidak baik itu merupakan penyebab hilangnya rezeki dan penyebab kemurkaan Allah, sedangkan amal kebaikan Itu menyebabkan keridaan Allah. 

Firman Allah Swt.:
“Dan jika Kami hendak membinasakan satu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orag yang hidup mewah. di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan di negeri itu, maka sudah sepantasnva belaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami). kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnva. (Al-ISRA : 16)

Sebelum keluar hendaklah mereka puasa empat hari berturut-turut. Sesudah tiga hari berpuasa, keluarlah mereka pada hari yang keempat ke tanah lapang, pagi-pagi, dan mereka masih berpuasa. Mereka keluar memakai pakaian biasa (pakaian untuk bekerja), benjalan dengan tenang serta merendahkan diri sungguh-sungguh mengharapkan pertolongan Allah Swt. Sesampainya mereka di tanah lapang, langsung shalat dan berkhotbah di atas mimbar kalau ada, atau di tempat yang tinggi; dan khotbah hendaklah dirnulai dengan membaca "astagfirullah” (meminta ampun kepada Allah) sembilan kali dalam khotbah pertama, dan tujuh kali dalam khotbah kedua. Kemudian puji-pujian, syahadat, dan shalawat, lalu memberi nasihat apa-apa yang pantas dinasihatkan di saat itu, supaya mereka bertobat, kemudian berdoa.
Lafaz doa Rasulullah Saw.:  



“Segala puji bagi Allah yang memelihara sekalian alam, Pengasih lagi Penyang, menguasai hari pembalasan tidak ada Tuhan melainkan Allah, yang berbuat sekehendak-Nya.Ya Allah, Engkaulah Allah, tidak ada Tuhun melainkan Allah. Engkau kaya (tidak hajat kepada Siapa pun), dan kami yang berhajat kepuda-Mu, turunkanlah hujan atas kami, dan jadikanlah yang Engkau turunkan itu menjadi bekal bagi kami buat beberapa lamanya.” (RIWAYAT ABU DAWUD) 

Kemudian khatib mengangkat tangannya dengan merendahkan din, lalu berpaling membelakangi orang banyak, menghadap kiblat dan memba1ik syaInya kemudian Ia berpaling lagi menghadap orang banyak, lalu salat kalau belum salat.

Mengangkat Tangan Ketika Berdoa
Cara mengangkat tangan waktu berdoa adalah: Kalau berdoa untuk meminta hash sesuatu yang kita ingini, hendaklah kita mengangkat tangan dengan kedua tapak tangan menadah ke langit. Sebaliknya kalau berdoa untuk menolak bala, hendaklah punggung tangan yang dlhadapkafl kelangit. 

Hadis ; “Dari Saib bin Khalad, “Sesungguhnya Nabi Saw. apabila beliau meminta, beliau hadapkan kedua tapak tangannya ke langit. Dan apabila beliau meminta perlindungan dan suatu kejahatan beliau hadapkan punggung kedua tangannya ke langit.” (DIKETENGAHKAN OLEH AHMAD)

“Dari Anas “Sesungguhnya Nabi Saw. telah berdoa meminta hujan, beliau isyaratkan punggung tangannya ke langit.” (RIWAYAT MUSLIM)

Menyapu Muka
Disunatkan menyapu muka dengan kedua tangan sesudah selesai bend o a
“Dari Umar, “Rasulullah Saw. apabila menadahkan kedua tanga dalam berdoa, tidak mengembalikannya hingga beliau menyapu keduanya ke mukanya.” (DIKETENGAHKAN OLEH TIRMIZI)

Shalat Gerhana (Bulan Dan Matahari)

shalat gerhana bulan, shalat gerhana matahari
Shalat gerhana ada dua macam, yakni shalat gerhana bulan dan shalat gerhana matahari
Firman Allah Swt.:
“Janganlah bersujud kepada matahari dan janganIah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya (FUSSILAT. 37)

Sewaktu Ibrahim putra Rasulullah dan Mariah Alqibtiyah meninggal, terjadi gerhana mataharii. Maka orang-orang berkata,”Gerhana matahari tenjadi karena matinya Ibrahim.” Rasulullah Saw. menjawab perkataan yang demikian, agar jangan sampai mereka salah paham. 

Hadis : “Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya menjadi tanda (dalil) dan dalil-dalil adanya Allah dan kekuasaan-Nya. Kedua gerhana (terjadi) bukan karena matinya seseorang, dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka apabila kamu lihat kedua gerhana, hendaklah kamu berdoa kepada Allah, dan shalat sampai gerhana itu lenyap.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Hukum shalat gerhana adalah “sunah istimewa” boleh berjamaah dan boleh juga tidak.

Caranya adalah sebagai berikut :
a. Sekurang-kurangnya dua rakaat sebagaimana salat sunat yang lain. 

b. Hendaklah takbir dengan niat salat gerhana, membaca Fãtihah, rukuk, berdiri kembali, dan membaca Fatihah; kemudian rukuk sekali lagi, i’tidal, lalu sujud dua kali. Ini terhitung satu rakaat. Kemudian hendaklah diteruskan satu rakaat lagi seperti rakaat pertama juga. Jadi, salat gerhana ini dua rakaat dengan empat kali rukuk, empat kali berdiri membaca Fatihah, dan empat kali sujud. 

c. Cara yang ketiga adalah seperti yang kedua, hanya berdirinya agak lama dengan membaca surat yang panjang, dan rukuknya lama pula. Bacaan shalat gerhana ialah dengan bacaan nyaring (keras). baik gerhana bulan ataupun gerhana matahari; karena Rasulullah Saw. sewaktu shalat gerhana, beliau mengeraskan bacaan beliau. Sebagian ulama berpendapat bahwa bacaan shalat gerhana bulan dikeraskan karena terjadi di waktu malam hari, tetapi bacaan salat gerhana matahari tidak dikeraskan karena shalat itu terjadi pada siang hari. Sesudah salat gerhana disunatkan berkhotbah memberi nasihat kepada umum tentang apa-apa yang menjadi kepentingan pada waktu itu; menyuruh mereka tobat (menyesal) dan segala pekerjaan yang salah, serta menyuruh beramal kebaikan, seperti bersedekah, berdoa (meminta apa yang diingini), dan meminta ampun dari segala dosa.

Dalil Shalat Tarawih Dan Jumlah Bilangan Rakaat Tarawih

bilangan rakaat shalat tarawih.
Shalat Tarawih ialah shalat malam pada bulan Ramadan, hukumnya sunat mu’akkad (penting bagi laki-laki dan perempuan), boleh dikerjakan sendiri-sendiri dan boleh berjamaah. Waktunya yaitu sesudah salat Isya sampai terbit fajar (waktu Subuh). 

“Abu Hurairah telah menceritakan bahwasanya Nabi Saw. selalu menganjurkan untuk melakukan qiyam (salat sunat) di bulan Ramadhan, tetapi tidak memerintahkan mereka dengan perintah yang tegas (wajib). Untuk itu beliau bersabda, “Barang siapa mengerjakan Salat (sunat di malam hari) bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (Allah), niscaya dosa-dosanya yang terdahulu dianpuni” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

“Dari Aisyah, “Sesungguhnya Nabi Saw. pada suatu malam telah shalat di masjid, maka shalatpula orang banyak mengikuti beliau. Kemudian beliau shalatpula kedua kalinya, maka bertambah banyak orang mengikutinya. Kemudian pada malam ketigi atau keempatnya mereka berkumpul pula, tetapi beliau tidak datang kepa mereka, Paginya beliau berkata, ‘Saya mengetahui apa yang kamu kerjakan malam tadi (yaitu berkumpul untuk shalat). Saya tidak berhalangan untuk datang kepada kamu, hanya saya takut shalat itu menjadi wajib atas kamu.’ Kejadian tersebut dalam bulan Ramadhan.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)


Jumlah Rakaat Ahalat Tarawih

Menurut riwayat ahil hadis, selama hidupnya Rasulullah Saw. tiga kali shalat Tarawih di masjid bersama-sama dengan orang banyak, yaitu pada malam tanggal 23, 25 dan 27 Ramadan. Sesudah itu beliau tidak salat Tarawih berjamaah lagi karena beliau takut salat itu dijadikan wajib atas mereka di kemudian hari. Jumlah rakaat yang beliau kerjakafl bersama-sama dengan orang-orang itu ialah delapan rakaat. 

“Dari Aisyah. Ia berkata, “Yang dikerjakan oleh Rasulullah Saw. baik dalam bulan Ramadan ataupun lainnya, tidak lebih dari sebelas rakaat.” (DIKETENGAHKAN OLEH BUKHARI DAN LAINNYA)

“Dari Jabir “Sesungguhnya Nabi Saw. telah salat bersamasama mereka delapan rakaat, kemudian beliau salat Witir.” (D1KETENGAHKANN OLEH IBNU HIBBAN)


Ada riwayat yang mengatakan bahwa sesudah mereka salat berjamaah di masjid, mereka salat lagi di rumah. Di masa khalifah kedua (Umar) beliau mengumpulkan orang banyak, lalu shalat bersama-sama mereka dua puluh rakaat, sedangkan yang ikut dalam jamaah khalifah itu ada beberapa sahabat yang terkenal dan terkemuka di masa itu. Tidak seorang pun dari mereka yang membantah beliau. Kemudian di masa Umar bin Abdul Aziz,Tarawih itu dijadikan 36 rakaat. 

Ringkasnya : Bilangan rakaat salat Tarawih itu bermacam-macam dilakukan oleh umat Islam sejak masa Rasulullah Saw. sampai masa sahabat. Yang dapat kita yakini dari hadis-hadis dan amal-amal para sahabat tadi ialah, kita dianjurkan supaya beramal shalat dan amal-amal lain pada malam bulan Ramadan, baik berjamaah maupun sendiri-sendiri. Adapun ketentuan bilangan rakaat dan bacaannya tidak mendapat keterangan yang pasti dari syara melainkan terserah kepada keyakinan kita masing-masing.

Ulama syafi'iyah memilih untuk melaksanakan bilangan rakaat shalat tarawih dengan 20 rakaat, selaras dengan anjuran memperbanyak ibadah dibulan Ramadhan.

Kumpulan Shalat Sunnah Dan Dalilnya

macam shalat sunnah, jenis shalat sunnah, kumpulan shalat sunnah
Shalat Sunah Jumat
Disunatkan shalat dua rakaat atau empat rakaat sesudah shalat Jumat.
“Dari lbnu Umar ; “Bahwasannya Nabi Saw. melakukan shalat dua rakaat sudah shalat Jumut di rumah beliau. (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM) 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah, “Nabi Saw. berkata, apabi1a salah seorang diantar kalian telah shalat jumat, hendaklah ia shalat sesudahnya empat rakaat.’ (RIWAYAT MUSLIM DAN LAIN-LAIN)

Shalat Tahiyatul Masjid
Tahiyatul masjid ialah salat menghormati masjid. Salat ini disunatkan bagi orang yang masuk ke masjid, sebelum ia duduk, yaitu sebanyak dua rakaat.

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Qatadah, “Rasulullah Saw. berkata, apabila salah seorang di antara kalian masuk ke masjid, maka janganlah duduk sebelum salat dua rakaat dahulu” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
Shalat Tatkala Akan Bepergian
Orang yang akan bepergian disunatkan salat dua rakaat tatkala ia hendak keluar rumahnya. Begitu juga orang yang baru datang dan bepergian disunatkan pula salat dua rakaat tatkala ia sampai di rumahnya.
 
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah, “Nabi Saw. berkata, apabi1a engkau keluar rumahmu, hendaklah engkau salat dua rakaat, niscaya salat itu akan memeliharamu dari kemasukan kejahatan. Dan apabila engkau masuk ke ,rumahmu, hendaklah engkau salat dua rakaat, maka salat itu akan meneliharamu dari kemasukan kejahatan” (RIWAYAT BAIHAQI, HADIS HASAN) 

Shalat Sunnah Wudu
Apabila selesai dan berwudu, disunatkan salat dua rakaat.

Shalat Duha
Shalat Duha ialah saat sunah dua rakaat atau lebih, sebanyak-banyaknya dua belas rakaat. Shalat ini dikerjakan ketika waktu duha, yaitu waktu matahari naik setinggi tombak -kira-kira pukul 8 atau pukul 9- sampai tergelincirnya matahari. 

“Dari Abu Hurairah. la berkata, “Kekasihku (Rasulullah Saw.) telah berpesan kepadaku tiga macam pesan: (1) Puasa tiga hari setiap bulan, (2) salat duha dua rakaat, dan (3) salat witir sebelum tidur.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Anas, “Nabi Saw berkata, ‘Barang siapa salat duha dua belas rakaat Allah akan membuatkan baginya istana di surga’” (RIWAYAT DARI IBNU MAJAH) 

Shalat Tahajud
Salat Tahajud ialah salat sunat pada waktu malam, lebih baik jika dikerjakan sesudah larut malam, dan sesudah tidur. Bilangan rakaatnya tidak dibatasi, boleh sekuatnya. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah, “Tatkala Nabi Saw. ditanya orang, apakah shalat yang lebih utama selain dari salat fardu yang lima?’Jawab beliau, Salat pada waktu tengah malam” (RIWAYAT MUSLIM DAN LAINNYA)

Firman Allah Swt.:
“Dan pada sebagian malam hari salat Tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (AL-ISRA : 79) 

Shalat Witir
Salat Witir artinya Salat ganjil (satu rakaat, tiga rakaat, lima rakaat, tujuh rakaat, Sembilan rakaat, atau sebelas rakaat). Sekurang-kurangnya satu rakaat, dan sebanyak-banyaknya sebelas rakaat; boleh memberi salam setiap dua rakaat, dan yang terakhir boleh dilakukan satu atau tiga rakaat. Kalau dikerjakan tiga rakaat,jangan membaca tasyahud awal agar tidak serupa dengan salat Magrib. Waktunya yaitu sesudah mengerjakan salat isya sampai fajar. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Ayyub, “Nabi Saw. berkata, Witir itu hak. Maka siapa yang suka mengerjakan lima rakaat kerjakanlah; siapa yang suka mengerjakan tiga rakaat kerjakanlah; dan siapa yang suka mengerjakan satu rakaat kerjakanlah’.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN NASAI)

“Dari Aisyah, “Nabi Saw shalat sebelas rakaat di antara setelah solat Isya sampai terbit fajar. Beliau memberi salam tiap-tiap dua rakaat, dan yang penghabisannya satu rakaat.” (RIWAYAT BUKHAR1 DAN MUSLIM)

Shalat Sunnah Rawatib (Pembagian Dan Waktu Pelaksanaannya)


shalat sunnah rawatib, tata cara shalat sunnah rawatib
Shalat sunah Rawatib ialah shalat sunah yang mengikuti shalat fardu yang lima. Dikerjakan sebelum mengerjakan shalat fardu yang lima atau sesudahnya.

Sunah Rawatib Muakkad (penting)
a. Dua rakaat sebelum Subuh
“Dari Aisyah, “Tidak ada shalat sunah yang lebih dipentingkan oleh Nabi Saw selain dari dua rakaat Subuh.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM )
b. Dua rakaat sebelum shalat Lohor
c. Dua rakaat sesudah shalat Lohor
d. Dua rakaat sesudah shalat Magrib
e. Dua rakaat sesudah shalat Isya

“Dari Abdullah bin Umar. la berkata, “Saya ingat (hafal) dari RasululIah Saw dua rakaat sebelum Lohor, dua rakaat sesudah Lohor, dua rakaat sesudah Magrib, dua rakaat sesudah Isya, dan dua rakaat sebelum Subuh.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Sunat Rawatib Tidak Muakkad (kurang penting) 

a. Dua rakaat sebelum shalat Lohor dan dua rakaat sesudahnya. Jadi, shalat sunat Lohor yaitu empat rakaat sebelumnya dan empat rakaat sesudahnya; dua rakaat penting, sedangkan dua rakaat lagi kurang penting.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ummu Habibah, “Nabi Saw. berkata, ‘Barang siapa mengerjakan shalat empat rakaat sebelum Lohor dan empat rakaat sesudahnya, Allah mengharamkan api neraka baginya” (RIWAYAT TIRMIZI) 

b. Empat rakaat sebelum Asar

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Umar, “Nabi Saw berkata, Allah memberi rahmat kepada seorang manusia yang shalat empat rakaat sebelum Asar’.” (RIWAYAT TIRMIZI) 

c. Dua rakaat sebelum Magrib
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abdullah bin Mugaffal. “Nabi Saw. berkata, ‘shalatlah kamu sebelum Magrib, shalatlah kamu sebelum Magrib.” Kemudian beliau berkata pada yang ketiga kalinya. “Bagi orang yang menghendakinya. (RIWAYAT BUKHARI)

Shalat Khauf (Shalat Ketika Takut Ada Bahaya)

tata cara shalat khauf
Yaitu cara salat ketika sangat mengkhawatirkan kemungkinan adanya bahaya sewaktu sedang salat. Umpamanya pada waktu peperangan bagi tentara yang masuk medan perang, setiap waktu ada kemungkinan berkobarnya pertempuran yang datang dari pihak musuh. Cara salat ketika itu diatur, berbeda dengan salat pada waktu aman. Cara itulah yang dimaksud pada kesempatan ini. 

Cara yang dijalankan oleh Rasulullah Saw. berbeda-beda riwayatnya. Sebagian ahli meriwayatkan tiga cara sedangkan yang lainnya sepuluh macam, ada yang meriwayatkan 16 cara, bahkan ada pula yang meriwayatkan 24 cara. Semua perbedaan itu mungkin telah dikerjakan oleh Rasulullah Saw. karena keadaan pada waktu itu berbeda-beda yang dimaksud sebenarnya ialah salat wajib dikerjakan sebaik mungkin dari penjagaan serta perlawanan terhadap musuh pun tidak dapat dilalaikan atau disia-siakan.

Di sini hanya akan digambarkan tiga cara yang dikerjakan beliau -dengan tidak membantah cara-cara yang lain- yang benar-benar merupakan riwayat yang sah dari Rasulullah Saw. 

1. Cara yang pertama ialah cara salat ketika musuh tidak berada di sebelah kiblat, ketika kita tidak merasa aman karena akan digempur oleh musuh, serta tentara kaum muslim lebih banyak dengan arti jika hanya dengan sebagian tentara muslimin, musuh dapat di hadapi (dilawan). Dalam keadaan seperti ini pemimpin pertempuran hendaklah membagi prajurit-prajurit atas dua bagian sebagian berdiri menjaga di sebelah musuh, dan sebagian yang lain salat satu rakaat mengikuti imam. Apabila imam telah berdiri pada rakaat kedua, bagian ini meneruskan salat masing-masing untuk menyempurnakan rakaat kedua, dan sesudah mereka memberi salam, mereka terus pergi ke arah pihak musuh untuk menjaga musuh. Dan bagian lain yang tadinya menjaga musuh terus salat mengikuti imam yang sedang menunggu.

Kemudian imam meneruskan salat rakaat kedua bersama-sama mereka. Apabila imam duduk untuk membaca tasyahud, mereka yang baru salat satu rakaat meneruskan salat masing-masing untuk rakaat kedua, lalu imam duduk menunggu mereka selesai. Apabila mereka sudah selesai membaca tasyahud, imam memberi salam bersama-sama mereka.

Salat dengan cara seperti ini diatur dan dilakukan oleh Rasulullah Saw. bersama dengan sahabat-sahabat beliau di medan perang yang dinamakan “zatur-Riqa’
“Dari Salih bin Khawwat, dari orang yang salat bersama-sarna Nabi Saw di masa perang “zatur-Riqa”. Ia berkata, “Sesungguhnya sebagian berbaris bersama-sama dengan Nabi Saw. dan sebagian lagi menghadapi nusuh. Maka Nabi Saw salat satu rakaat bersama-sama dengan barisan yang di belakang beliau, kermudian beliau berdiri menunggu. Maka barisan pertama lalu meneruskan salat, kemudian mereka pergi menjaga musuh, dan datang bagian kedua yang tadinya menjaga musuh. Nabi Saw. salat bersama-sama mereka satu rakaat pula menyempurnakan salat beliau. Kemudian mereka menyempurnakan salat masing-masing, lalu Nabi Saw. memberi salam bersama-sama mereka. (RIWAYAT JAMA’AH,  KECUALI IBNU MAJAH).

2. Cara yang kedua ialah ketika musuh ada di sebelah kiblat. Berarti apabila musuh datang menyerang ketika mereka sedang shalat, niscaya akan dapat dilihat. Jika hal seperti itu terjadi hendak pemimpin mengatur tentaranya menjadi dua saf (dua baris) Imam salat bersama-sama kedua shaf itu, membaca takbiratul ihram bersama-sama, membaca bacaan bersama-sama, rukuk bersama-sama, sampai i’tidal rakaat pertama. Kemudian apabila imam sujud hendaklah sujud pula salah satu dari kedua shaf itu mengikuti imam, sedangkan shaf yang lain tetap berdiri menjaga musuh. Apabila imam dan salah satu shaf yang mengikuti imam itu berdiri dari sujud untuk rakaat kedua, maka shaf yang menjaga tadi hendaklah sujud dan segera bangkit menyusul imam pada rakaat kedua untuk membaca bacaan rukuk dan i’tidal bersama-sama. Apabila imam sujud, hendaklah shaf yang pada rakaat pertama menjaga itu sujud pula, dan yang tadinya sujud bersama imam hendaklah sekarang menjaga musuh. Apabila imam duduk, maka shaf yang menjaga itu hendaklah sujud, kemudian duduk pula untuk memberi salam bersama-sama imam dan shaf yang telah duduk bersama imam tadi.

Kalau tentara muslimin itu banyak, tidak ada halangan diatur beberapa shaf. Berarti tidak mesti hanya dua shaf saja, yang penting hendaklah di waktu imam sujud, shaf-shaf itu berganti-ganti mengi kuti imam sujud, sedangkan yang lain menjaga musuh. Umpamanya ada tiga shaf, hendaklah satu setengah shaf mengikuti imam dan satu setengah shaf lagi menjaga musuh. Apabila shaf itu dijadikan empat, hendaklah berganti-ganti dua shaf mengikuti imam dan dua shaf yang lain menjaga musuh, begitu seterusnya. 

Cara salat takut tersebut adalah cara yang diatur oleh Rasulullah Saw. ketika dalam peperangan Usfar, menurut riwayat Abu Dawud dan lainnya.
“Dari Jabir. Ia berkata, “Saya menyaksikan (melakukan) salat Khauf bersama Rasulullah. Beliau mengaturkami menjadi dua shaf di belakang beliau, sedangkan musuh berada di antara kami dengan kiblat. Beliau membaca takbiratul ihram, maka kami semua membaca takbir pula. Kemudian beliau rukuk, kami pun rukuk semuanya. Kemudian beliau bangkit dari rukuk, kami pun bangkit semuanya. Kemudian beliau sujud beserta satu shaf dan shaf yang lain tetap berdiri menjaga musuh. Sesudah selesai beliau sujud beserta shaf yang bersama beliau, shaf yang lain yang tadinya menjaga itu terus sujud, lalu berdiri. Kemudian shaf yang dibelakang maju dan shaf yang di depan mundur. Kemudian beliau rukuk, kami pun rukuk. Kemudian beliau bangkit, kami pun bangkit. Kemudian beliau sujud beserta shaf yang dekat beliau, dan shaf lain yang tadinya sujud bersama-sama dengan beliau itu menjaga musuh. Sesudah beliau selesai dan sujud bersama-sama dengan shaf yang dekat beliau itu, shaf yang lain yang tadi menjaga musuh lalu sujud pula. Kemudian beliau memberi salam, kami pun memberi salam pula selnuanya.” (RIWAYAT AHMAD, MUSLIM, IBNU MAJAH DAN NASAI)

3. Cara yang ketiga ialah apabila keadaan sudah sangat menakutkan dan mengkhawatirkan sehingga untuk membagi tentara berbaris -baris itu tidak mungkin lagi dijalankan, hal itu karena banyaknya musuh pada semua pihak atau pertempuran sedang berkobar sehingga orang yang berkendaraan tidak dapat turun lagi dari kendaraannya; begitu pula orang yang berjalan kaki, sudah tidak dapat berpaling ke kiri atau ke kanan. Maka ketika keadaan sudah demikian rupa, masing-masing dari balatentara boleh salat sendiri-sendiri menghadap kiblat atau tidak menghadap kiblat, sambil berjalan kaki atau berkendaraan. Ringkasnya, boleh shalat menurut kemungkinan masing-masing, karena salat tidak boleh ditinggalkan dan melawan musuh membela diri pun tidak dapat pula diabaikan. 

Setelah Allah Swt. memerintahkan untuk tetap memelihara salat sebaik-baiknya, maka Allah Swt. menerangkan pula cara salat ketika sangat ditakuti akan adanya bahaya. 

Allah berfirman:
“Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (salatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu.” (AL-BAQRAH: 239)

Menurut Tafsir Ibnu Umar, yang dimaksud dengan “berjalan atau berkendaraan” dalam ayat tersebut ialah menghadap atau tidak menghadap kiblat. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah ,nenerangkan” salat takut. Kata beliau, kalau keadaan takut itu sudah sedemikian rupa, maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan’.” (RIWAYAT IBNU MAJAH)
Keutamaan Shalat Sunnah

Salat sunat di tempat yang tersembunyi lebih utama. Oleh sebab itu, salat (sunat) di rumah masing-masing lebih balk daripada di masjid. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Zaid bin Sabit, “Sesungguhnya Nabi Saw telah berkata, ‘Salat yang sebaik-baiknya ialah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat fardu yang lima.” (RIWAYAT JAMA’AH DAN IBNU MAJAH)

Pekerjaan yang terpenting dalam agama Islam ialah salat. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Anas. Nabi Saw. berkata, “Sesungguhnya yang pertama-tama difardukan Allah atas manusia dalam urusan agama mereka ialah salat. Dan yang pertama-tama dihisab pun adalah salat. Allah berfirman, ‘Lihatlah olehmu salat hamba-Ku.’ Maka jika ia sempurna ditulis sempurna. Dan jika ia kurang, Allah berfirman, ‘Adakah bagi hamba-Ku salat sunah?’ Maka jika ada padanya salat sunah, disempurnakanlah yang wajib dengan sunah.” (RIWAYAT ABU YA’LA)

Friday, 2 September 2016

Waktu Yang Dilarang Untuk Shalat

bilik islam
Sebagaimana telah diterangkan, salat sunat Mutlaq itu tidak mempunyai waktu yang tertentu, tetapi semua waktu boleh dimanfaatkan untuk salat sunat Mutlaq, kecuali beberapa waktu berikut ini : 

1. Shalat sesudah shalat Subuh sampai terbit matahari.
“Dari Abu Hurairah, “Nabi Saw. telah melarang salat sesudah shalat Subuh hingga terbit matahari.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

2. Shalat sesudah shalat Asar sampai terbenam matahari.
“Dari Abu Hurairah, “Rasulullah Saw. telah melarang shalat sesudah shalat Asar.” (RIWAYAT BUKHARI) 

3. SHalat tatkala istiwa (tengah hari) selain hari Jumat.
“Dari Abu Hurairah, “Rasulullah Saw telah melarang shalat pada waktu tengah hari tepat, sampai tergelincir matahari kecuali hari Jumat.” (RIWAYAT ABU DAWUD) 

4. Shalat tatkala terbit matahari sampai matahari setinggi tombak (pukul 8.00-9.00) jam zawaliyah. 

5. Shalat tatkakala matahari hampir terbenam sampai terbenamnya.
“Dari Uqbah bin Amir, “Rasulullah Saw. melarang shalat pada tiga saat. 1. Tatkala terbit matahari sampai tinggi. 2. Tatkala hampir Lohor sampai tergelincir matahari. 3. Tatkala matahari hampir terbenam (RIWAYAT MUSLIM)

Shalat Sunnah Istikharah Dan Shalat Sunnah Mutlaq

bilik islam
Shalat Sunnah lstikharah
Salat lstikharah artinya salat meminta petunjuk yang baik. Umpamanya seseorang akan mengerjakan suatu pekerjaan yang penting, sedangkan Ia masih ragu-ragu, apakah pekerjaan itu baik untuk dia atau tidak. Ketika itu disunatkan baginya salat lstikharah dua rakaat, sesudah itu berdoa, meminta petunjuk kepada Allah atas pekerjaannya yang masih diragukannya itu.
Sabda Rasulullah Saw.: ,
“Dari Jabir bin Abdullah, “Rasulullah Saw. mengajar kami untuk meminta petunjuk dalam beberapa perkara yang pen ting. Beliau berkata, Apabila salah seorang di antara kamu menghendaki suatu pekerjaan, hendaklah ia salat dua rakaat, kemudian berdoalah : Allahumma... sampai akhir” (RIWAYAT BUKHARI)

Lafaz doa Rasulullah Saw.: 

bilik islam, Shalat Sunnah lstikharah Dan Mutlaq

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta petunjuk yang baik dengan pengetahuan-Mu, aku meminta agardiberi kekuatan dengan kekuatan-M u, aku meminta kemurahan-Mu yang luas, karena sesungguhnya Engkau kuasa, aku tidak mempunyai kekuasaan. Engkau mengetahui, sedangkan aku tidak mengetahui, dan engkau yang amat mengetahui yang gaib-gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa pekerjaan ini (disebut pekerjaan apa) baik bagiku, buat agamaku, kehidupanku, dan hari kemudianku, maka berikanlah ia kepadaku, dan mudahkanlah ia bagiku, kemudian berkatilah ia kepadaku. Dan jika Engkau mengetahui bahwa pekerjaan ini buruk bagiku, buat agamaku, kehidupanku dan hari kemudianku, jauhkanlah ia dariku, jauhkanlah aku darinya dan berikanlah kepadaku kebaikan di mana pun adanya, kemudian jadikanlah aku orang yang rida dengan pemberian-Mu itu.” (RIWAYAT BUKHORI)

Shalat Sunah Mutlaq
Salat sunat MuIaq artinya salat sunat yang tidak ditentukan waktunya dan tidak ada sebabnya. Jumlah rakaatnya pun tidak ada batas, berapa saja, dua rakaat atau lebih. Caranya seperti salat sunat yang lain.
Sabda Rasulullah Saw. :
“Salat itu adalah suatu perkara yang terbaik, banyak ataupun sedikit.” (RIWAYAT IBNU MAJAH)

Thursday, 25 August 2016

Tata Cara Shalat Orang Sakit Dan Hukumnya

tata cara shalat orang sakit, hukum shalat orang sakit, dalil shalat orang sakit, shalatnya orang sakit
Orang sakit wajib juga salat sekemampuannya selama akal atau ingatannya masih tetap. Kalau tidak mampu berdiri, ia boleh salat sambil duduk, kalau tidak mampu duduk, boleh berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat, kalau tidak kuat berbaring, boleh menelentang dengan kedua kakinya ke arah kiblat, dan kalau dapat kepalanya diberi bantal agar mukanya menghadap ke kiblat.

Termasuk dalam arti “tidak mampu” ialah apabila ia mendapat kesukaran berdiri atau mendapat kesukaran duduk dan seterusnya, atau takut sakitnya akan bertambah parah apabila ia berdiri; apalagi kalau ia takut binasa.

Sabda Rasulullah Saw.:
“Ali bin Abi Talib menceritakan hadis berikut langsung dari Nabi SaW Beliau telah bersabda, “Salat orang yang sakit sambil berdiri jika mampu. Kalau tidak mampu, salatlah sambil duduk. Jika ia tidak kuat sujud, isyaratkan saja dengan kepalanya, tetapi hendaklah sujudny lebih rendah daripada rukuknya. Kalau Ia tidak mampu salat sambil duduk, salatlah sambil berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat. Dan kalau tidak mampu sambil berbaring ke sebelah kanan, salat sambil menelentang, kedua kakinya ke arah kiblat.” (RIWAYAT DARUQUTNI).

Pengertian Shalat Jamak Dan Jenis Shalat Yang Bisa Dijamak

Pengertian Shalat Jamak, Jenis Shalat Yang Bisa Dijamak, waktu shalat jamak, syarat shalat jamak, jenis shalat jamak, dalil shalat jamak, jamak taqdim, jamak takhir, fikih islam
Sholat jamak adalah penggabungan antara dua waktu sholat kedalam satu waktu sholat.

Salat yang boleh dijamakkan hanya antara Lohor dengan Asar, dan antara Magrib dengan Isya, sedangkan Subuh tetap wajib dikerjakan pada waktunya sendiri.

Salat jamak artinya salat yang dikumpulkan. Yang dimaksudkan ialah dua salat fardu yang lima itu, dikerjakan dalam satu waktu. Umpamanya salat Lohor dan Asar dikerjakan di waktu Lohor atau di waktu Asar.

Hukum salat jamak ini “boleh” bagi orang yang dalam perjalanan, dengan syarat-syarat seperti yang telah disebutkan pada salat qasar. (baca : Shalat qasar)

Shalat jamak terdiri dari dua jenis, Jamak taqdim (dahulu) dan jamak ta’khir (terkemudian).

Jamak taqdim ialah salat Lohor dan Asar yang dikerjakan di waktu Lohor salat Magrib dan Isya dikerjakan di waktu Magrib.

Jamak ta’khir ialah salat Lohor dan Asar yang dikerjakan di waktu Asar, salat Magrib dan Isya dikerjakan di waktu Isya.

Hadis : “Dari Anas. la berkata, “Rasulullah Saw. apabila berangkat dalam perjalanan sebelum tergelincir matahari, maka beliau ta’khirkan salat Lohor ke waktu Asar, kemudian beliau turun (berhenti) Untuk menjamak keduanya (Lohor dan Asar). Jika matahari telah tergelincir sebelum beliau berangkat, maka beliau salat Lohor dahulu, kemudi baru beliau naik kendaraan.” (Riwayat Bukhari Dan Muslim)

“Dari Mu’ad “Bahwasanya Nabi Saw. dalam perang Tabuk, apabila beliau berangkat sebelum tergelincir matahari, beliau ta’khirkan Lohor hingga beliau kumpulkan ke Asar, beliau salat untuk keduanya (Lohor dan Asar di waktu Asar); dan apabila beliau berangkat sesudah tergelincir matahari, beliau kerjakan salat Lohor dan Asar sekaligus, kemudian beliau berjalan. Apabila beliau berangkat sebelum Magrib, beliau ta’khirkan Magrib hingga beliau lakukan salat Magrib beserta Isya; dan apabila beliau berangkat sesudah waktu Magrib, beliau segerakan Isya, dan beliau salatkan Isya beserta Magrib.” (RIWAYAT AHMAD. ABU DAWUD DAN TIRMIZI)

Syarat jamak taqdim
Syarat jamak taqdim menurut pendapat sebagian ulama ada tiga:
  1. Hendaklah dimulai dengan salat yang pertama (Lohor sebelum Asar, atau Magrib sebelum Isya) karena waktunya adalah waktu yang pertama.
  2. Berniat jamak agar berbeda dari salat yang terdahulu karena lupa.
  3. Berturut-turut, sebab keduanya seolah-olah satu salat.

Syarat jamak ta’khir
Pada waktu yang pertama hendaklah berniat akan melakukan salat pertama itu di waktu yang kedua, supaya ada maksud bersungguh-sungguh akan mengerjakan salat pertama itu dan tidak ditinggalkan begitu saja. 

Orang yang menetap (tidak dalam perjalanan) boleh pula salat jamak taqdim karena hujan, dengan syarat seperti yang teah disebut pada jamak taqdim. Disyaratkan pula bahwa salat yang kedua itu berjamaah di tempat yang jauh dari rumahnya, serta ia mendapa kesukaran pergi ke tempat itu karena hujan.

Sujud Tilawah Dan Sujud Syukur

Sujud Tilawah Dan Sujud Syukur, syarat sujud tilawah, rukun sujud tilawah, bacaan sujud tilawah, tata cara sujud tilawah, manfaat sujud tilawah, dalil sujud tilawah.
Sujud tilawah artinya sujud bacaan. Disunatkan sujud bagi, orang yang membaca ayat-ayat Sajdah, begitu juga orang yang mendengarnya. Apabila orang yang membacanya sujud, maka yang mendengar atau makmum sujud pula; tetapi apabila yang membacanya tidak sujud, yang mendengar tidak disunatkan sujud pula.

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. telah berkata, “Apabila manusia membaca ayat Sajdah, kemudian Ia sujud, menghindarlah setan Ia menangis seraya berkata, ‘Hai celaka! Anak Adam (manusia) disuruh sujud, lantas Ia sujud, maka baginya surga; dan saya disuruh sujud juga. tetapi saya enggan (tidak mati), maka bagi saya neraka” (RIWAYAT MUSLIM)

“Dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Nabi Saw pernah membaca Qur’an di depan kami. Ketika bacaannya sampai pada ayat Sajdah, beliau takbir, lalu sujud, maka kami pun sujud bersama-sama beliau.” (RIWAYAT TIRMIZI)

Bacaan Sujud Tilawah  



Rukun Sujud Tilawah
 
Rukun sujud tilawah di luar salat, yaitu: (1) Niat, (2) takbiratul ihram, (3) sujud, (4) memberi salam sesudah duduk.

Syarat-Syarat Sujud Tilawah
 
Syarat-syarat sujud tilawah sebagaimana syarat salat, seperti suci dari hadas dan najis, menghadap ke kiblat serta menutup aurat.

Ini pendapat sebagian ulama. Mereka mendasarkan keadaan sujud itu sebagaimana keadaan dalam salat. Sebagian ulama yang lain berpendapat tidak disyaratkan suci dari hadas dan tidak pula diharuskan suci pakaian dan tempat.

Ayat-Ayat Sajdah


Di dalam. Al-Qur’an ayat-ayat tersebut diberi tanda dengan tulisan yang menunjukkan bahwa ayat itu adalah ayat Sajdah.

Sujud Syukur

Sujud syukur artinya sujud terima kasih karena mendapat nikmat (keuntungan) atau karena terhindar dari bahaya kesusahan yang besar.

Sujud syukur hukumnya sunat. Sada Nabi :
“Dari Abu Bakrah, “Sesungguhnya apabila datang kepada Nabi Saw. sesuatu yang menggembirakan atau kabar suka, beliau langsung berterima kasih kepada Allah.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN TIRMIZI)

Perbandingan Sujud Tilawah Dengan Sujud Syukur
  1. Syarat dan rukun keduanya sama, tetapi para ulama berselisih pendapat dalam hal syarat dan rukun kedua macam sujud itu.
  2. Kedua sujud itu hanya dilakukan satu kali.
  3. Sujud tilawah disunatkan dalam salat dan di luar salat, sedangkan sujud syukur hanya disunatkan di luar salat, tidak boleh dilakukan dalam salat.

Pengertian Dan Sebab Sujud Sahwi

pengertian sujud sahwi, sebab sujud sahwi, tata cara sujud sahwi, bacaan sujud sahwi,
Sujud sahwi adalah sujud tambahan dalam sholat yang dilakukan ketika ada kelupaan dalam gerakan sholat.

Sebab-sebab sujud sahwi adalah : 

1. Ketinggalan tasyahud pertama atau ketinggalan qunut, menurut pendapat-.pendapat yang telah dijelaskan terdahulu dalam pembahasan sunat yang lebih penting. 

Sabda Rasulullah Saw. :
“Dari Al-Mugirah. Rasulullah Saw. telah berkata, “Apabila salah seorung dari kamu berdiri sesudah dua rakaat tetapi ia belurn sampai sempurna berdiri, hendaklah ia duduk kembali (untuk tasyahud pertama); dan, jika Ia sudah berdiri betul, maka ia jangan duduk kembali, dan hendaklah ia sujud dua kali (sujud sahwi)” (RIWAYAT AHMAD)


2. Kelebihan rakaat, rukuk, atau sujud karena lupa. 

Sabda Rasulullah Saw. :
“Dari Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya Nabi Saw. telah salat Lohor lima rakaat. Maka orang bertanya kepada beliau. Jawab beliau, ‘Tidak. Mereka yang melihat beliau salat berkata, ‘Engkau telah salat limu rakaat.’ Mendengar keterangan mereka demikian, maka beliau terus sujud dua kali.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

3. Karena syak (ragu) tentang jumlah rakaat yang telah dikerjakan. Umpamanya ragu apakah rakaat yang sudah dikerjakan itu tiga atau empat, maka hendaklah Ia tetapkan bilangan yang diyakininya, yaitu tiga rakaat, maka Ia tambah satu rakaat lagi, kemudian sujud sahwi sebelum memberi salam. 

Sabda Rasulullah Saw. :
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri. Nabi Saw. berkata, “Apabila salah satu dari kamu ragu dalarn salat, apakah ia sudah mengerjakan tiga atau empat, maka hendaklah dihilangkannya keraguan itu, dan diteruskan salatnya menurut yang diyakini, kemudian hendaklah sujud dua kali sebelum salam.” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

4. Apabila kurang rakaat salat karena lupa. 

Sabda Rasulullah Saw. :

“Abu Hurairah r.a. telah rnenceritakan hadis berikut: Nabi Saw melakukan salah satu dari dua salat sore hari hanya dua rakaat, lalu memberi salam kemudian beliau berdiri menuju ke sebuah tonggak kayu di depan rnasjid, lalu meletakkan tangan di atasnya, sedangkan diantara kaum (yang bermakmum) terdapat Abu Bakar dan Umar, tetapi keduanya merasa segan berbicara kepadanya Kemudian keluarlah (dari masjid) orang-orang yang tergesa-gesa seraya mengatakan “shalat telah dipersingkat”, diantara kaum itu terdapat seorang laki-laki yang dipanggil oleh Nabi Saw dengan nama julukan zu1 Yadain. Lalu laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah apakah engkau lupa, ataukah salat telah diperpendek?’ Nabi Saw menjawab’ “Aku tidak lupa dan salat tidak diperpendek.” Lelaki itu berkata “Memang benar, engkau telah lupa.” Maka Nabi Saw. salat (lagi) dua rakaat, lalu bersalam. Kemudian Nabi Saw. bertakbir dan melakukan sujud seperti sujud sebelumnya atau lebih lama (daripadanya), lalu beliau mengangkat kepalanya seraya hertakbir dan melakukan sujud lagi sama dengan sujud sebelumnya atau lebih lama lagi, lalu beliau mengangkat kepalanya seraya bertakbir. (MUTTAFAQ ‘ALAIH. LAFAZ HADIS INI MENURUT IMAM BUKHARI)
Yang dimaksud dengan “Salah satu dari dua salat sore hari” ialah, riwayat Imam Muslim menafsirkannya sebagai salat Asar. Al-’asyiyyi ialah waktu antara tergelincir hingga terbenamnya matahani. Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa salat yang dimaksud adalah salat Lohor. Perbedaan pendapat ini terjadi mungkin karena kisahnya banyak.

Dengan hadis ini sebagian ulama berpendapat bahwa sujud sahwi itu tempatnya sesudah memberi salam, bukan sebelumnya. Hukum sujud sahwi itu sunat, yang penting ialah untuk imam dan orang yang salat sendiri, sedangkan makmum wajib mengikuti imamnya. Berarti kalau imam sujud, ya wajib pula sujud mengikuti imamnya; dan apabila imam tidak sujud, ia tidak boleh sujud sendiri.

Bacaan sujud sahwi sama dengan bacaan sujud rukun. Begitu juga bacaan duduk antara dua sujud, sama dengan bacaan duduk antara dua sujud yang masuk rukun.

Saturday, 24 October 2015

Tata Cara Shalat Idul Fitri Yang Benar Menurut Islam ?

Tanya : Bulan puasa hampir habis. Hari raya makin dekat. Seperti kita maklumi, pada hari raya inl kita melaksanakan shalat Idul Fitri. Karena shalat ini hariya setahun sekali, saya menjadi sering lupa cara mengerjakannya. Karena itu mohon penjelasan Bapak. (Hening, Semarang)

Jawab : Sebentar lagi, setelah menjalani puasa sebulan penuh, umat Islam akan merayakan Idul Fitri pada 1 Syawal. Pada hari itu kaum Muslimin diperintahkan melakukan shalat Idul Fitri (shalat Id). Shalat tersebut hukumnya sunah muakkad bagi semua orang, lelaki dan perempuan, dalam keadaan bepergian (musafir) atau di rumah. Artinya sangat dianjurkan oleh agama tetapi tidak sampai diwajibkan.

Kali pertama disyariatkan atas nama Nabi Muhammad Saw. pada tahun kedua Hijriyah dan menjadi salah satu khushusiahnya, karena tidak disyariatkan pada umat-umat terdahulu. (Al-Bajurr, I, 224).

Shalat Id dapat dikerjakan setelah matahari terbit, hingga masuk waktu shalat Zhuhur. Jumlah rakaatnya dua. Dapat dikerjakan secara berjamaah dan munfarid atau sendirian. Jadi, kalau karena suatu alasan tidak sempat di masjid, dapat mengerjakan sendirian di rurnah. Lebih baik shalat sendirian daripada tidak sama sekali. Tetapi yang lebih utama adalah berjamaah, karena hal itu dapat mempererat hubungan anggota masyarakat.

Syarat rukun shalat Id sama dengan shalat lain. Begitu pula hal-hal yang membatalkan dan pekerjaan-pekerjaan atau ucapan-ucapan yang disunahkan. Dengan demikian, orang yang shalat Id harus bersih dari hadas dan najis, menutup aurat, membaca Fatihah, dilarang berbicara dan sejenisnya.

Kalaupun terdapat perbedaan, terletak pada nat dan anjuran takbir. Niat shalat tentu saja berbeda-beda. Bunyi niat shalat Idul Fitri adalah, “ushaili rak’ataini sunnata ‘idul fitri” kalau munfarid. Ditambah “imaaman” kalau menjadi imam, dan “ma‘muuman” jika menjadi makmum.

Dalam shalat Id disunahkan takbir seperti takbiratul ibram dengan mengangkat kedua tangan seraya mengucapkan lafal “Allahu akbar” tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakaat kedua.

Pada rakaat pertama, takbir dilakukan setelah membaca doa iftitah, yakni “kabira wa alhamdu lillahi katsiira... -, dan seterusnya dan setelah membaca ta‘awud (a‘udzu bilah minas syaitani ar-rajiim).

Sebagaimana kita ketahui bersama, setelah takbiratul ihram kita disunahkan membaca doa iftitah dan sebelum Fatihah membaca ta’awudz. Kalau tidak membaca doa iftitah, takbir dilakukan langsung setelah takbiratul ihram. Jika tidak membaca ta’awudz, takbir langsung disusul bacaan Fatihah. Bila seseorang setelah takbiratul ihram langsung membaca Fatihah, sudah tidak disunahkan karena waktunya telah lewat (Al-Fiqh Al-Manhaji: I, 224).

Sedangkan pada rakaat kedua, takbir dilakukan setelah takbir ikhram, yakni takbir setelah bangun dari sujud. Di antara dua takbir, baik pada rakaat pertama maupun rakaat kedua disunahkan membaca kalimat “subhariallah wal hamdu liliah wa Iaa ilaaha ilallaah wallaahu akbar.”

Setelah Fatihah pada rakaat pertama, sebaiknya membaca surat Sabbihisma atau Al-Kaafirun, dan rakaat kedua membaca surat A1-Ghaasyiyah atu Al-Ikhlash.

Selesai shalat Id dua rakaat, disunahkan khotbah dua kali jika dilakukan secara berjamaah. Adapun shalat Id sendirian, tidak usah diiukuti khotbah. Ketika khotbah, hendaknya khotib menerangkan hal ihwal zakat fitrah.

Di samping shalat Id, kaum Muslimin dianjurkan atau disunahkan membaca takbir sejak matahari terbenam hari terakhir bulan Ramadhari hingga imam shalat Id jika shalat berjamaah. Atau sampai takbiratulihrarn kalau shalat sendirian.

Hal itu merupakan realisasi perintah Allah dalam Al-Quran:
Artinya: “Allah mengehendaki kemudahari bagimu, dan tidak rnenghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaknya kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan (bertakbir) Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. -, (QS. Al-Baqarah, 185)

Lafal takbir adalah seperti yang biasa kita dengar setiap hari raya, ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allahu akbar, Laa ilaaha Illallaallah wallaahu akbar,Allaahu akbar waliliaahilhamdu. “(Al-Adzkar, 145-146).

Sunah Muakkad Dalam Shalat (Sunat Yang Lebih Penting)

Dalam mazhab Syafii ada dua sunat yang lebih penting daripada yang disebutkan di atas, sehingga bila salah satu dari keduanya ditinggalkan hendaklah diganti dengan sujud sahwi (sujud sahwi ialah sujud dua kali sesudah tasyahud akhir sebelum salam, yaitu sujud karena kelupaan.)

1. Membaca tasyahud pertama sesudah sujud kedua dan rakaat yang kedua sebelum berdiri pada rakaat yang ketiga.
Hadis nabi : “Dari Abdullah bin Buhainah, “Kami telah salat Lohor bersama-sama Rasulullah Saw. Beliau berdiri dan beliau ketinggalan duduk tasyahud pertama. Maka pada akhir salat, beliau sujud dua kali.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

“Dari Ibnu Mas’ud. Ia berkata, “Sesungguhnya Muhammad Saw telah berkata, ‘Apabila kamu duduk pada tiap-tiap dua rakaat salat, hendaklah kamu baca attahiyyatu lillah wa-shalawatu dan seterusnya….” (RIWAYAT AHMAD DAN NASAl)


2. Qunut sesudah i’tidal yang akhir pada salat Subuh dan Witir, sejak. malam tanggal 16 bulan Ramadan sampai akhirnya.

Hadis Nabi : “Dari Anas. Ia berkata “Rasulullah Saw. senantiasa membaca doa qunut pada salat Subuh hingga sampai saat beliau meninggal dunia.” (RIWAYAT IMAM AHMAD)

Lafaz doa qunut : (menyusul diposting)

“Ya Allah, berilah aku petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, berilah aku kesehatan seperti orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan, lindungilah aku seperti orang-orang telah mendapat perlindungan-Mu, berilah berkah pada barang yang telah Engkau berikan kepadaku, jauhkanlah aku dari kejahatan yang telah Engkau pastikan. karena sesungguhnya hanya Engkaulah yang dapat ,memastikan sesusuatu dan tak ada lagi yang berkuasa di atas Engkau, dan sesungguhnya tidak akan terhina orang yang mendapat perlindungun-Mu. dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Ya Allah, bertambah-tambah kebaikan-Mu, dan hilanglah segala yang tidak layak bagi-Mu.” (RIWAYAT ABU DAWUD, TIRMIZI DAN NASAI)

Sebagian ulama berpendapat bahwa qunut pada salat Subuh itu tidak disunatkan. Hadis Anas tersebut menurut penyelidikan mereka adalah hadis daif. Yang disyariatkan hanya qunut nazilah (qunut karena bahaya, bala yang menimpa masyarakat Islam seperti musim penyakit ta’un, kolera, zaman rusuh, musim kemarau) dan disunatkan pada sekalian salat lima waktu.
Hadis Nabi : “Dari Anas, “Sesungguhnya Nabi Saw. telah membaca qunut satu bulan lamanya, beliau mendoakan segolongan masyarakat Arab, kemudian beliau hentikan.” (RIWAYAT AHMAD, MUSLIM, NASAI. DAN IBNU MAJAH)

“Dari Ibnu Abbas. Ia berkata, “Rasulullah Saw. telah membaca doa qunut satu bulan berturut-turut pada salat Lohor, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh pada akhir tiap-tiap salat ketika I‘tidal rakaat penghabisan. Beliau mendoakan mereka dari kabilah Banu Sulaiman, Ra’lin, Zakwan, dan ‘Usaiyah. Orang yang salat mengikuti beliau mengaminkan doa beliau itu.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN AHMAD).

Thursday, 22 October 2015

Apa Hukum Makmum Isya’ Kepada Shalat Tarawih ?

Tanya : Seorang teman datang terlambat ke mushalla. Dia belum shalat Isya . sementara imam telah memasuki shalaf tarawih. Saya lihat dia langsung melakukan shala isya bermakmum kepada imam yang sedang melakukan sholat tarawih. Yang saya tahu tarawih adalah shalat sunah dan isya adalah shalat wajib. Bolehkah melakukan hal itu dan bagaimana hukumnya? (Moh. Rifqi Maulana, Bendomungal Bangil)

Jawab : Seperti kita maklumi bersama, shalat dapat dikerjakan dengan dua cara, berjamaah dan munfarid (sendirian). Berjamaah berasal dari bahasa Arab, yang artinya berkumpul atau berkelompok. Shalat berjamaah minimal terdiri dari dua orang, yakni imam dan makmum. Jumlah maksimalnya tidak terbatas. Tergantung pada kapasitas tempat.

Keabsahan shalat berjamaah menuntut terpenuhinva beberapa persyaratan tambahan. Pertama, makmun tidak mengetahui atau menyakini shalatnya imam batal. Kedua, seorang yang mampu membaca Fatihah tidak boleh makmum kepada orang yang tidak mampu membacanya. Ketiga, orang lelaki tidak boleh makmum kepada orang perempuan. Keempat, tempat makmum tidak berada di depan imam. Kelima, makmum mengikuti gerakan imam. Keenam, makmum mengetahui perpindahan imam dari satu rukun ke rukun yang lain. Ketujuh, imam dan makmum berada dalam satu tempat. Kedelapan, makmum wajib niat menjadi makmum atau berjamaah dengan imam. Kesembilan, shalat imam dan makmum harus sama. (Al-Fiqh Al-Manhaji: I, 179-184).

Berdasarkan persyaratan terakhir, menurut Madzhab Syafi’i, makmum yang mengerjakan shalat Zhuhur tidak boleh mengikuti imam yang sedang mengerjakan shalat Ashar, Maghrib, Isya’ dan Subuh. Tetapi, diperbolehkan seseorang yang shalat sunah mengikuti (menjadi makmum) orang yang tengah menunaikan shalat fardhu. Sah pula, seseoang yang shalat fardhu makmum kepada imam yang shalat sunah, meskipun hukumnya makruh. (Madzahib Al-Arba’ah I, 418).

Berangkat dari itu, sah-sah saja orang mengerjakan shalat Isya’ seraya bermakmum kepada imam yang tengah bertarawih. Meskipun sah, sebaiknya dihindari, sebab hukumnya makruh. Definisi makruh adalah: ma yutsab ‘ala tarkih, wa la yu’aqab ‘ala fi’lih, perkara yang bila ditinggalkan berpahala, kalau dikerjakan tidak méndapat dosa. Kebiasaan menerjang perbuatan yang makruh lama-lama membuat orang memiliki keberanian menerjang perbuatan haram. Sebagaimana menganggap sepele perkara sunah dapat mendorong orang berani mengabaikan perkara wajib.

Lagi pula, menurut Madzhab Hanafi dan Hanbali tidak sah orang shalat fardhu makmum kepada orang yang shalat sunah. Padahal terdapat kaidah yang menyatakan: al-khuruj min al-khilaf mustahabb, keluar dari khilaf hukumnya sunah. Cara keluar dari khilaf, dalam kasus yang ditanyakan saudara penanya adalah: jika teman Anda yang shalat fardhu tidak makmum kepada orang shalat sunah. (Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh: II, 1242-1243).

Sunat-Sunah Shalat Hari Raya

Sunat Shalat Hari Raya
1. Disunatkan berjamaah. 

2. Takbir tujuh kali sesudah membaca doa iftitah dan sebelum membaca a’uzu pada rakaat pertama, dan pada rakaat kedua lima kali takbir sebelum membaca Fatihah selain dan takbir berdiri. 

3. Mengangkat kedua tangan setinggi bahu pada tiap-tiap takbir.

Hadis : “Dari Amr bin Syu’aib, “Sesungguhnya Nabi Saw takbir pada hari raya dua belas takbir : Tujuh pada rakaat pertama, lima pada rakaat yang akhir.” (RIWAYAT AHMAD DAN IBNU HIBBAN)
4. Membaca tasbih di antara beberapa takbir. Lafaznya”Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar” yang artinya “Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan yang sebenarnya patut disembah melainkan Allah. Allah Maha besar. 

5. Membaca surat Qaf sesudah Fatihah pada rakaat pertama, dan surat Qamar pada rakaat kedua. Atau surat Al-‘Ala pada rakaat pertama, dan Al-Gasyyah pada rakaat Kedua. 

6. Menyaringkan (mengeraskan) bacaan, kecuali makmum. 

7. Khotbah dua kali sesudah salat. Keadaan khotbahnya seperti dua khotbah Jumat. 

8. Khotbah pertama hendaklah dimulai dengan takbir sembilan kali. Sebagian ulama mengatakan bahwa khotbah hari raya tidak dimulai dengan takbir seperti itu. Hanya, semua khotbah -baik khotbah Ied ataupun lainnya- hendaklah dimulai dengan puji-pujian (alhamdulillah). 

9. Dalam khotbah Hari Raya Fitri itu hendaklah diadakan penerangan tentang zakat fitrah, dan pada Hari Raya Haji diadakan penerangan tentang hukum-hukum kurban. 

10. Pada hari raya disunatkan mandi dan berhias memakai pakaian yang sebaik-baiknya.
Hadis : “Dari Hasan bin Auf, “Rasulullah Saw. menyuruh kami pada hari raya supaya memakai pakaian sebaik-baiknya yang ada pada kami, dan wangi-wangian sebaik-baiknya yang ada pada kami, dan berkurban dengan binatang segemuk-gemuknya yang ada pada kami.” (RIWAYAT HAKIM DAN IBNU HIBBAN) 

11. Disunatkan makan sebelum pergi salat pada Hari Raya Fitri sedangkan pada Hari Raya Haji disunatkan tidak makan, kecuali sesudah salat.
Hadis : “Dan Anas, “Nabi Saw tidak pergi mengerjakan salat pada Hari Raya Fitri, sebelutn beliau memakan beberapa biji kurma lebih dahulu.” (RIWAYAT AHMAD DAN BUKHARI)

“Dari buraidah, Nabi SAW tidak makan pada hari raya haji hingga beliau kembali dari shalat.” (Riwayat Tirmizi)


12. Ketika pergi salat hendaklah melalui satu jalan, dan kembalinya melalul jalan yang lain. 

13. Pada dua hari raya disunatkan takbir di luar salat. Waktunya, pada Hari Raya Fitri mulai dari terbenam matahari pada malam hari raya sampai imam mulai salat. Takbir ini disunatkan di segala tempat, baik di masjid, di langgar-langgar, di rumah-rumah, di pasar-pasar, atau lain-lainnya, malam ataupun siang, asal pada waktu tersebut, baik orang yang tetap di dalam negeri ataupun orang yang dalam perjalanan.Takbir ini oleh ahli fiqh dinamakan takbir mutlaq. Adapun pada Hari Raya Haji disunatkan takbir sesudah selesai salat fardu yang lima, baik salat ada’an ataupun qada. Begitu juga sesudah salat jenazah atau salat sunat yang lain. Mulai waktu takbir ialah dari terbenam matahari pada malam Hari Raya Haji sampai sesudah salat Asar penghabisan hari Tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah) dinamakan takbir muqayyad.
Firman Allah Swt.:
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, dan hendakkh kamu mengagungkan Allah (takbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (AL-BAQARAH: 185)

“Dan berzikirlah (dengan menyebut) nama Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (AL- BAQARAH: 203)


Kata Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan “Beberapa hari yang berbilang” itu ialah hari Tasyriq.
Lafaz takbir :


“Allah Mahabesar (3 x), tidak ada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah, Allah Maha Besar (2 x), bagi Allah segala puji. Allah Maha besar, Maha agung, dan puji-puji yang banyak itu bagi Allah semata-mata. Mahasuci Allah pagi dan petang; tidak ada Tuhan melainkan Allah benar janji-Nya. Dia menolong hamba-Nya, dan Dia mengusir semua musuh Nabi-Nya, musuh-Nya sendiri. Tidak ada Tuhan melainkan Allah, kami tidak menyembah (beribadat) kecuali hanya kepada-Nya. dengan ikhlas kami beragama kepada-Nya meskiput dibenci orang-orang kafir”.

Jenis Shalat Sunah

Shalat-Shalat Sunat

Yang dimaksud dengan salat sunat ialah semua salat selain dari salat fardu (salat lima waktu), di antaranya adalah : 
 
Salat hari raya
Hari raya di dalam, Islam ada dua:
a. Hari Raya Idul Fitri, yaitu pada setiap tanggal 1 bulan Syawal.
b. Hari Raya Haji, yaitu pada setiap tanggal 10 bulan dzulhijjah. Hukum salat hari raya adalah sunat Muakkad (sunat yang lebih penting) karena Rasulullah Saw. tetap melakukan salat hari raya selama beliau hidup.
Firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, berkurbanlah.” (AL-KAUSAR: 1-2)

Hadis : “Dari Ibnu Umar, “Rasulullah Saw., Abu Bakar, dan Umar pernah melakukan salat dua hari raya sebelum berkhotbah.” (RIWAYAT JAMAAH AHLI HADIS)


Mula-mula Rasulullah Saw. salat hari raya pada tahun kedua (tahun Hijriah). Salat hari raya itu dua rakaat, waktunya sesudah terbit sampai tergelincir matahari. Rukun, syarat, dan sunatnya sama dengan salat yang lain ditambah dengan beberapa sunat yang lain, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti. (baca : sunah-sunah shalat hari raya)

Hadis : “Dan Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Nabi Saw salat han raya 2 rakuat. Beliau tidak salat sebelum dan sesudahnya.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Semua orang dianjurkan untuk berkumpul dan salat pada hari raya, baik orang yang menetap (mukim) maupun orang yang dalam perjalanan, baik laki-laki ataupun perempuan, besar ataupun kecil; hingga perempuan yang berhalangan karena haid pun disuruh juga pergi berkumpul untuk mendengar khotbah (pidato), tetapi mereka tidak boleh salat. Sungguhpun begitu, bila seseorang salat sendirian, sah juga.

Hadis : “Dari Ummi Aisyah. Ia berkata, “Rasulullah Saw. telah menyuruh kami keluar pada Hari Raya Fitri dan Hari Raya Haji, supaya kami membawa gadis-gadis, perempuan yang sedang haid, dan hamba perempuan ke tempat salat hari raya. Adapun perempuan yang sedang haid mereka tidak mengerjakan salat.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Tempat Salat Hari Raya
Tempat yang lebih baik ialah di tanah lapang, kecuali kalau ada halanga seperti hujan dan sebagainya. Keterangannya adalah amlan Rasulullah Saw.
“Allamah Ibnu Al-Qayyim berkata, “Biasanya Rasulullah Saw. melakukan salat dua hari raya (Hari Raya Fitri dan Haji) pada tempat yang dinamakan musalla (Nama tempat di dekat pintu gerbang kota Madinah di sebelah timur kota. Sekarang ia menjadi tempat perhentian kendaraan orang haji yang hendak ke Madinah) Beliau tidak pernah salat hari raya di masjid kecuali hanya satu kali, yaitu ketika mereka kehujanan”. Apalagi kalau dipandang dari sudut keadaan salat hari raya itu guna dijadikan syiar dan semaraknya agama, maka lebih baik dilaksanakan di tanah lapang.

Sebagian ulama berpendapat, “Lebih baik di masjid, sebab masjid itu adalah tempat yang mulia.”

Pada salat hari raya tidak disyariatkan (tidak disunatkan) azan dan tidak pula iqamah. Yang disyariatkan hanyalah menyerukan “Marilah salat berjamaah”
Hadis : “Dari Jabir bin Samurah. Ia berkata, “Salat hari raya bersama-sama Rasulullah Saw. bukan sekali dua kali saja; beliau salat tidak azan dan tidak iqamah.” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

“Dari Zuhri, “Sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah menyuruh tukang azan pada hari raya supaya mengucapkan, ‘Assalata jami’atan’ (Marilah salat berjamaah)’ (RIWAYAT SYAFI’I)


Salat Han Raya Tanggal Dua Syawal

Sebagaimana telah diterangkan, waktu salat Hari Raya Fitri itu adalah tanggal satu bulan Syawal, mulai dari terbit matahari sampa tergelincirnya. Akan tetapi, jika sesudah tergelincir matahari diketahui bahwa hari itu tanggal satu Syawal, jadi waktu salat sudah habis, maka hendaklah salat pada hari kedua (tanggal dua) saja.

Hadis : “Dari Umar bin Anas. Para sahabat berkata, “Telah tertutup atas kami hilal (awal bulan) Syawal. Maka Siang harinya kami puasa kemudian diakhir hari itu datang beberapa orang, mereka menjadi saksi didepan Rasulullah Saw. bahwa mereka telah melihat bulan kemarinnya. makaa Rasulullah Saw. terus menyuruh orang manyak supaya berbuka puasa pada hari itu, dan supaya besoknya mereka pergi shalat hari raya (RIWAYAT LIMA ORANG AHLI HADIS SELAIN TIRMIZI)

(baca shalat sunah lainnya : shalat sunah)

Wednesday, 21 October 2015

Syarat Sah Shalat Qasar Dan Jamak

Salat qasar artinya salat yang diringkaskan bilangan rakaatnya, yaitu di antara salat fardu yang lima; yang mestinya empat rakaat dijadikan dua rakaat saja. Salat lima waktu yang boleh diqasar hanya Lohor, Asar, dan lsya. Adapun Magrib dan Subuh tetap sebagaimana biasa, tidak boleh diqasar.

Hukum salat qasar dalarn mazhab Syafi’i harus (boleh), bahkan lebih baik bagi orang yang dalam perjalanan serta cukup syarat-syaratnya.
Firman Allah Swt.:
“Dan apabila kamu bepergian di muka buni, maka tidaklah mengapa kamu meng-qasar salat(mu). Jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (AN-NISA: 101)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Telah bercerita Ya’la bin Umar,. “Saya telah berkata kepada Umar, Allah berfirman jika kamu takut, sedangkan sekarang telah aman (tidak takut lagi). Umar menjawab, Saya heran juga sebagaimana engkau maka saya tanyakan kepada Rasulullab Saw.. dan beliau menjawab ; “Salat qasar itu sedekah yang diberikan Allah keppada kamu, maka terimalah olehmu sedekah-Nya (pemberianNya) itu’.” (RIWAYAT MUSLIM)


Syarat Sah Salat Qasar

1. Perjalanan yang dilakukan itu bukan perjalanan maksiat (terlarang), seperti pergi haji, silaturahmi; atau berniaga, dan sebagainya. 

2. Perjalanan itu berjarak jauh, sekurang-kurangnya 80,640 km atau lebih (perjalanan sehari semalam).
Sabda Rasulullah Saw.:
“Seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian tidak diizinkan untuk bepergian sejauh perjalanan sehari semalam, kecuali bersama-sama mahramnya.” (RIWAYAT JAMA’AH AHLI HADIS, KECUAILI NASAI)


Sebagian ulama berpendapat, “Tidak hanya disyaratkan dalam perjalanan jauh, tetapi asal dalam perjalanan, jauh ataupun dekat’
Sabda Nabi :
“Dari Syu’bah. Ia berkata, “Saya telah bertanya kepada Anas tentang meng-qasar salat. Jawabnya, ‘Rasulullah Saw. apabila menempuh jarak perjalanan tiga mil (80,640 km) atau tiga farsakh (25,92 km) beliau salat dua rakaat” (RIWAYAT AHMAD, MUSLIM, DAN ABU DAWUD)


3. Salat yang diqasar itu ialah salat ada’an (tunai), bukan salat qada. Adapun salat yang ketinggalan di waktu dalam perjalanan, boleh diqasar kalau diqasar dalam perjalanan; tetapi yang ketinggai sewaktu mukim tidak boleh diqada dengan qasar sewaktu dalam perjalanan. 

4. Berniat qasar ketika takbiratul ihram.

Tabir Wanita