Saturday, 29 October 2016

Perang Mu’tah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

sejarah lengkap nabi muhammad, bilik islam
Sepulang menunaikan ibadah haji, Rasulullah kembali mengirimkan para utusannya untuk menyampaikan surat kepada kepala-kepala suku Arab. Ia mengirim utusan yang berjumlah 50 orang kepada Bani Sulaiman untuk mendakwahkan Islam, tetapi sebagian besar dari utusan Rasulullah saw. itu dibunuh. Demikian halnya dengan 15 orang utusan yang telah dikirim ke Dhat Atla di perbatasan Syam dengan tugas dakwah mengajak mereka menganut Islam.

Kedatangan utusan tersebut dijawab dengan panah. Hampir seluruh utusan terbunuh, kecuali satu orang, yaitu pimpinan utusan Rasulullah yang berhasil melarikan diri. Dialah yang menceritakan nasib mereka. 

Peristiwa serupa juga dilakukan oleh Syahbil bin Amr, seorang kepala negara Kristen dan Bashrah. Ia membunuh Harits bin Amr, seorang utusan Nabi yang membawa surat ke sana. Mendengar hal itu, Nabi Muhammad sangat terluka perasaannya. Beliau hermaksud menginim pasukan untuk membalas perbuatan mereka. 

Pada bulan Jumadil-Awal tahun ke-8 Hijriah, bertepatan dengan tahun 629 M, Nabi memanggil 3.000 orang pilihan yang terdiri dari para sahabat dan menunjuk Zaid bin Haritsah, mantan budaknya sebagai pemimpin pasukan. Pengangkatan ini membuktikan bahwa Nabi tidak membedakan derajat di antara umatnya. 


Setelah selesai mengadakan pembentukan pasukan tentara tersebut, Nabi mengatakan “Apabila Zaid gugur, maka Ja’far bin Abu Thalib yang memegang kepernimpinan pasukan, dan apabila Ja’far gugur, maka Abdullah bin Rawahah yang memegang kepemimpmnan pasukan.” 

Sewaktu pasukan tentara ini berangkat, Khalid bin Walid yang ketika itu baru masuk Islam secara sukarela ikut menggabungkan diri. Dengan keikhlasan dan kesanggupannya dalam perang, ia ingin memperlihatkan iktikad baiknya sebagai muslim. Pada saat itu, Nabi juga turut mengantarkan mereka sampai ke Saniyatul Wada’. 

Setelah beberapa hari mereka melakukan perjalanan, akhirnya sampailah mereka ke suatu tempat yang bernama Ma’ab. Dua malam mereka berada di tempat itu. Di sana mereka, memikirkan tindakan yang harus mereka lakukan, menghadapi pasukan musuh yang jumlahnya begitu besar.

Sementara itu, Syurahbil sudah mengumpulkan kelompok-kelompok kabilah yang ada di sekitarnya ditambah dengan pasukan tentara yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab. Mereka seluruhnya berjumlah 100 ribu orang. 

Tentara muslim mulai bergerak maju, ketika sampai diperbatasan balqa’, disebuah desa bernama musyarif, mereka bertemu dengan pasukan musuh dan segera menghindar ke Mu’tah. Di Mut’ah inilah pertempuran sengit antara 100 ribu tentara musuh dengan 3.000 tentara muslim mulai berkobar.
Bendera Nabi dibawah oleh Zaid bin Haritsah dan dia terus maju ke tcngah-tengah musuh. Ia yakin bahwa kematiannya takkan dapat dielakkan. Tetapi, mati di sini berarti syahid di jalan Allah. Selain kemenangan, hanya ada satu pilihan, yaitu mati syahid. Di sinilah Zaid bertempur mati-matian sehingga akhirnya gugur oleh tombak musuh. 

Saat itu juga, bendera disambut oleh Ja’far bin Abu Thalib dari tangannya. Ketika itu, usianya baru tiga puluh tiga tahun, sebagai pemuda yang berwajah tampan dan berani. 

Ja’far terus bertempur dengan membawa bendera itu. Ketika kudanya dikepung musuh, kuda itu dihentakkan dan dilepaskannya untuk menerobos kepungan musuh, dan dia sendiri terjun ke tengah-tengah musuh, menyerbu dengan mengayunkan pedangnya ke leher siapa saja yang bisa ditebas. 

Bendera dipegang dengan tangan kanan Ja’far. Ketika tangan ini terputus, dipegangnya dengan tangan kirinya, dan saat tangan kirinya terputus, dipeluknya hendera itu dengan kedua pangkal lengannya hingga ia syahid. 

Setelah Ja’far gugur hendera diambil oleh Abdullah bin Rawahah. Dia maju dengan kudanya membawa panji perang. Sementara itu, terpikir olehnya untuk mundur. Ia masih ragu-ragu. Akan tetapi, timbullah kemantangan dalam hatinya; diambilnya pedang dan dia maju bertempur hingga ia pun syahid. 

Akhirnya, Khalid bin Walid tampil mengambil alih komando. Diambilnya hendera itu, setelah dilihatnya barisan muslim mulai tercerai-berai. Mulailah ia memberi komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri kembali ke Madinah setelah berhasil mengelabuhi pihak musuh. 

Dengan demikian, terhindarlah tentara Islam dari bencana yang hampir menimpanya. Peperangan Mu’tah ini menyadarkan kaum muslimin bahwa di antara mereka masih ada musuh yang tidak boleh diabaikan. Peperangan ini merupakari mata rantai pertama dalam rangkaian perluasan Islam keluar jazirah Arab. Peperangan Mu’tah ini terjadi tahun ke-7 H.

Biografi Nabi Muhammad selanjutnya bisa dibaca pada postingan berikutnya yang berjudul : Penaklukan Kota Mekah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Thursday, 27 October 2016

Perang Khaibar (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Biografi Lengkap Rasulullah SAW, bilik islam
Sejak kaum Yahudi diusir dari Madinah, mereka tinggal di Khaibar, kurang lebih 200 mil sebelah utara Madinah. Di sini, mereka hidup merdeka dan tempat itu juga telah dipenuhinya dengan benteng-benteng yang kokoh sehingga pada setiap kesempatan mereka dapat melakukan serangan terhadap umat Islam.

Tidak henti-hentinya kaum Yahudi berupaya hendak menghancurkan Islam; Mereka memandang Perjanjian Hudaibiyah yang secara lahiriah merugikan kaum muslimin itu sebagai kelemahan Islam. Melihat hal itu, timbullah kembali harapan mereka untuk menghancurkan Islam, kemudian mereka bersekutu dengan kaum Ghathafan untuk bersama-sama menyerang Madinah.

Mendengar berita tentang rencana penyerangan tersebut, Nabi segera menyuruh para sahabatnya supaya bersiap-siap untuk menyerbu Khaibar. Orang-orang yang diperbolehkan ikut menyerang adalah orang-orang yang ikut ke Hudaihiyah. Mereka barus rela tidak mendapatkan harta pampasan perang. 


Kurang lebih 1.600 orang dengan 100 pasukan herkuda kaum muslimin itu berangkat menuju Khaibar. Mereka semua merasa optimis akan pertolongan Allah. Mereka masih ingat akan firman Allah yang turun ketika di Hudaibiyah. 

Dengan persiapan persenjataan yang cukup, kaum muslimin sudah berada di depan benteng-benteng Khaibar: Sementara itu, pasukan Yahudi dipimpin oleh Sallam bin Misykam. Kini kedua pasukan tersebut sudah saling berhadapan. Peperangan pun tak dapat dielakkan lagi. Kedua pasukan bertempur mati-matian, hingga Sallam bin Misykam, pimpinan Yahudi pun, berhasil dibunuh ketika itu. 

Selanjutnya, pimpinan. pasukan Yahudi dipegang oleh Harits bin Abi Zainab. Ia keluar dari benteng Na’im dengan maksud hendak menggempur pasukan muslim. 

Akan tetapi, kaum muslimin memperketat pengepungan atas benteng-benteng Khaibar dengan keyakinan bahwa kekalahan Yahudi menghadapi Muhammad berarti penumpasan terakhir yang mereka lakukan terhadap Bani Israil di negeri-negeri Arab. 

Tak lama kemudian, benteng-benteng musuh jatuh ke tangan kaum muslimin dan hanya tinggal dua buah benteng yang masih berdiri kokoh dan kuat, yaitu benteng Watih dan Sulalim yang termasuk dalam kelompok benteng-benteng Khaibar. 

Sejak saat itu, perasaan putus asa mulai merayap ke dalam hati orang-orang Yahudi. Mereka meminta berdamai. Semua harta benda mereka yang ada di dalam benteng diserahkan kepada Nabi. Nabi mengambil alih seluruh daerah kekuasaan dan harta kekayaan mereka dan memberikan kebebasan kepada mereka untuk menjalankan agama mereka serta menarik jizyah (pajak) kepada mereka. 

Beberapa waktu setelah keadaan menjadi aman dan setelah perjanjian perdamaian dibuat, Zainab bin Harits istri Sallam bin Misykam menyampaikan hadiah daging domba beracun kepada Muhammad. Ketika ia bersama para sahabat memakan daging itu, tiba-tiba Nabi mernuntahkannya kembali. Tetapi Basyir bin Bara’ salah seorang sahabat Nabi meninggal saat itu juga. Lalu, Zainab dipanggil dan ia pun mengaku. 

Sebenarnya, kesalahan ini cukup menjadi alasan untuk menghukum kaum itu. Tetapi, Nabi masih memiliki harapan mereka dapat berlaku baik terhadap Islam sehingga hanya Zainab sajalah yang dikenakan hukuman mati.

Demikianlah peperangan yang sangat sengit, yang terjadi antara kaum muslimin dengan Yahudi di daerah pertahanan benteng-benteng Yahudi yang sangat kuat dan kokoh. Peperangan ini terjadi pada permulaan tahun ke-7 Hijriah. Pada akhir tahun tersebut, berangkatlah Nabi bersama kaum muslimin ke Mekah untuk melakukan ibadah haji sebagaimana yang telah dijanjikan. 

Biografi Nabi Muhammad selanjutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul : Perang Mu’tah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Wednesday, 26 October 2016

Seruan Kepada Raja-Raja Untuk Memeluk Islam (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Biografi Lengkap Rasulullah SAW, bilik islam
Sekembalinya kaum muslimin dari Hudaibiyah, Nabi mengumpulkan umatnya. Beliau menjelaskan kepada mereka bahwa Islam diturunkan untuk seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Saat ini, telah tiba saatnya untuk menyebarluaskan Islam ke segala penjuru dunia. Salah satu cara yang ditempuh adalah mengirimkan utusan dan surat kepada raja-raja, di antaranya adalah Ghassan, Mesir, Abessinia (Habasyah), Persia, dan Romawi. 

Para utusan yang membawa surat kepada raja-raja itu menuju tempat yang telah ditugaskan oleh Nabi secara bersama-sama. Surat kepada Ghassan dikirim oleh Syuja’ah bin Wahab. Akan tetapi ia mengalami nasib malang. Ia dibunuh oleh penguasa Ghassan yang bersekutu dengan Romawi. 


Surat yang dikirim kepada raja Mesir memperoleh sambutan baik. Utusannya diterima dengan penuh kehormatan, lalu dikirimkan hadiah untuk Nabi sekalipun ia sendiri tidak masuk Islam.

bilik islam
Adapun surat yang dikirim oleh Abdullah bin Hudhafah mendapatkan respons yang tak terduga. ia kembali dari Persia dengan membawa laporan bahwa Kisra sangat marah membaca surat Nabi karena namanya ditulis di bawah nama Nabi. Surat tersebut dirobek-robek lalu dibuangnya. 

Mendengar laporan itu Nabi berkata, “Allah akan merobek-robek kerajaannya.”  Selanjutnya, Kisra menulis surat untuk Badzan, Gubernur Yaman, yang isinya memerintahkan Gubernur mengirim dua orang yang perkasa untuk menangkap Muhammad. Perintah ini dilaksanakan oleh Badzan. 

Saat dua lelaki itu datang ke Madinah, Rasulullah menyambutnya seraya berkata, “Kembalilah, besok saja kalian menghadapku karena aku ingin mengabarkan tentang sesuatu kepada kalian.” 

Keesokan harinya, kedua orang tersebut datang dan Nabi berkata, “Sampalkan kepada Gubernur kalian bahwa Tuhanku telah membunuh Kisra semalam.” Pada malam hari, 10 Jumadil Ula tahun ke-9 Hijriah, Allah menggerakkan Syirawaih, anak Kisra, untuk membunuhnya. 

Akhirnya, kedua orang tersebut kembali. ke Yaman dan menceritakan berita yang disampaikan oleh Rasulullah. Setelah mendengar berita ini, Badzan dan pengikutnya masuk Islam. 

Sementara itu, surat untuk Heraclius, Kaisar Romawi, dikirim oleh Dihyah bin Khafilah. Surat tersebut berhunyi :
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad bin Abdullah kepada Heraclius pembesar Rornawi. 

Salam sejahtera kepada orang yang bersedia mengikuti petunjuk yang besar. Dengan ini, aku mengajak Tuan untuk mengikuti ajaran Islam. Bila Tuan menerima ajaran Islam, Tuan akan selamat. Allah akan memberi pahala dua kali kepada Tuan. Tetapi, bila Tuan menolak, maka Tuanlah yang menanggung seluruh dosa rakyat Tuan. 

Wahai ahli kitab, marilah kita bersama-sama berpegang teguh pada kalimat yang sama (yang ada di) antara kami dan kamu, yakni bahwa tidak ada tuhan yang wajib disembah selain Allah dan kita tidak akan mempersekutukan-Nya dengan apa pun. Kita tidak akan mengangkat sebagian dari kita (manusia) menjadi Tuhan, bagi yang lainnya. Namun, apabila mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, bahwa kami ini adalah orang-orang Islam.” 

Demikianlah isi surat yang dikirim oleh Nabi. Pada saat itu,’kebetulan Abu Sufyan sedang berada di Suriah. ia dipanggil oleh Raja untuk menjelaskan tentang Muhammad. Abu Sufyan yang ketika itu masih menaruh dendam kepada Muhammad dan pengikutnya secara objektif menerangkan secara panjang lebar mengenai diri Muhammad beserta ajarannya. Dengan penjelasan itu, Heraklius menjadi tertarik pada Islam. Namun demikian, niatnya untuk masuk Islam terhalang oleh para pendeta, sehingga ia hanya mengirim surat balasan kepada Nabi bersama beberapa hadiah sebagai rasa simpatinya kepada Islam. 

Upaya Nabi Muhammad menyebarluaskan Islam dengan cara mengirim utusan-utusan merupakan tindakan yang luar biasa, karena sebelum berselang 30 tahun sesudah itu, daerah-daerah tersebut telah dimasuki kaum muslimin dan sebagian besar penduduknya telah memeluk Islam. Islam sebagai agama yang umurnya relatif muda, telah diperlihatkan oleh Nabi, bahwa ia akan menjadi agama dunia, petunjuk bagi umat manusia, serta kekal hingga akhir zaman.

Biografi Nabi Muhammad selanjutnya bisa dibaca pada postingan berikutnya yang berjudul : Perang Khaibar (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Tuesday, 25 October 2016

Perjanjian Hudaibiyah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Biografi Lengkap Rasulullah SAW, bilik islam
Setahun setelah Perang Ahzab berlalu, Nabi Muhammad mengumumkan kepada kaum muslimin agar mempersiapkan diri untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah. Pada bulan Dzul Qa’dah tahun ke-6 Hijriah, Nabi beserta 1.400 orang pengikutnya berangkat menuju kota Mekah tanpa membawa senjata kecuali pedang yang disarungkan, yang menurut adat bangsa Arab merupakan hiasan yang khas. Hal tersebut dimaksudkan agar orang-orang mengetahui bahwa mereka datang bukan untuk berperang, tetapi untuk berhaji ke Baitullah. 

Setelah melakukan perjalanan selama beberapa hari, sampailah mereka di suatu tempat yang bernama Hudaibiyah. Sebuah tempat yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Di sini, mereka berkemah dan menyembelih binatang kurban seraya mengucap talbiah. 


Untuk mengetaui kekuatan dan untuk merintangi kaum muslimin agar jangan sampai masuk Mekah, diutuslah Budail bin Warqa’, pimpinan suku Khuza’ah. Setelah mengadakan pembicaraan dengan Nabi, Nabi meminta kepada Budail. agar ia memberitahukan kepada kaum Quraisy, bahwa kedatangan kaum muslimin bukan untuk berperang melainkan hendak menunaikan ibadah haji dan hendak memuliakan Baitullah. 

Mereka pun kembali kepada Quraisy. Mereka juga ingin meyakinkan Quraisy supaya kaum muslimin dibiarkan saja mengunjungi Ka’bah. Akan tetapi, mereka justru dituduh dan tidak diterima dengan baik oleh Quraisy. 

Mengenai rombongan kaum muslimin yang segera memasuki kota Mekah, menjadi dilema tersendiri bagi kaum Quraisy. Sebab, masuknya kaum muslimin ke Mekah bisa diartikan 

sebagai takluknya Quraisy tanpa syarat. Tetapi sebaliknya, mereka pun tidak bisa mentah-mentah menolak niat kaum muslimin yang datang untuk menunaikan ibadah haji, bukan untuk berperang karena bulan itu adalah bulan suci, di mana berlaku larangan perang. 

Kaum Quraisy kembali mengirimkan utusan lagi. Kali ini, orang yang diutus adalah Hulais pimpinan Ahabisy. Ketika Nabi melihat ia datang, beliau meminta supaya ternak kurban itu dilepaskan di depan matanya, agar Hulais melihat sendiri adanya bukti yang jelas bahwa kedatangan kaum muslimin hanyalah untuk berhaji ke Baitullah. 

Hulais terharu melihat pemandangan itu. Kembalilah ia kepada kaum Quraisy. ia menceritakan. apa yang telah dilihatnya kepada kaum Quraisy. Namun, begitu mendengar ceritanya itu, pemimpin Quraisy marah kepadanya. 

Dua kali sudah kaum Quraisy mengirimkan utusan kepada Nabi, namun keduanya tidak membawa hasil apa-apa. Akhirnya, diutuslah Urwah bin Ma’ud Ath-Thaqafi. Namun demikian, Urwah tidak berhasil mengadakan perjanjian. 

Terpikir oleh Nabi Muhammad, bahwa mungkin utusan-utusan Quraisy itu tidak berani menyampaikan pendapatnya yang dapat mewakili pihak Quraisy. Oleh karena itu, Nabi berganti mengirimkan utusannya kepada kaum Quraisy. Namun, utusan tersebut justru dianiaya dan untanya dibunuh. 

Sementara mereka sedang berusaha untuk mencapai perdamaian dengan jalan tukar-menukar utusan datanglah pasukan bersenjata musuh yang mengintai kaum muslimin. Pasukan tersebut segera ditangkap. Karena kaum muslimin datang bukan untuk berperang, pasukan itu pun segera dibebaskan, sebagai suatu tanda bahwa kaum muslimin ingin menempuh jalan damai serta ingin menghormati bulan suci. Jangan sampai ada pertumpahan darah di Hudaibiyah yang juga masuk dalam wilayah suci kota Mekah. 

Nabi saw. sekali lagi berusaha hendak menguji kesabaran Quraisy dengan mengirimkan seorang utusan yang akan mengadakan perundingan dengan mereka. Nabi mengirim Utsman bin Affan. ia pun berangkat menemui pimpinan-pimpinan Quraisy itu. Pembicaraan Utsman dengan kaum Quraisy terjadi begitu lama. Kaum muslimin menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum Quraisy. 

Tersiar kabar bahwa Utsman telah dibunuh. Karena itu, Nabi menganjurkan agar kaum muslimin melakukan bai’at kepada beliau. Mereka pun berbai’at kepada Nabi dan akan memerangi kaum Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian tersebut terjadi di bawah pohon yang terkenal dalam sejarah sebagai Bai’atur Ridhwan. 

Perjanjian setia ini telah mendapat ridha Allah sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :
“Sesungguhnya, Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (Al-Fath [48]: 18) 

Bai’atur Ridhwan rnenggetarkan hati kaum Quraisy sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengutus Suhail bin Amr untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Karena perjanjian itu terjadi di Hudaibiyah, maka peranjian tersebut terkenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah. 

Adapun perjanjian ini berlaku untuk masa 10 tahun. Isinya antara lain meliputi :
  1. Kaum muslimin belum diperbolehkan untuk menunaikan haji di tahun ini, tetapi ditangguhkan sampai tahun depan;
  2. Di tahun depan, kaum muslimin diperbolehkan berhaji, tetapi tidak boleh tinggal di Mekah lebih dari tiga hari;
  3. Kaum muslimin Madinah tidak diperbolehkan mengajak orang-orang Islam yang tinggal di Mekah untuk tinggal di Madinah. Demikian juga kaum muslimin, tidak diperbolehkan menghalangi umat Islam Madinah yang ingin tinggal di Mekah;
  4. Apabila di antara orang-orang Islam Mekah ada yang melarikan diri ke Madinah, maka harus dikembalikan ke Mekah dan tidak demikian sebaliknya; dan
  5. Seluruh suku bangsa Arab, bebas menjalin hubungan dengan siapa saja. 

Demikian isi perjanjian tersebut, yang secara lahiriah dipandang sangat merugikan kaum muslimin. Para sahabat hampir seluruhnya merasa keberatan terhadap isi perjanjian tersebut. Namun demikian, pada hakikatnya peranjian itu merupakan suatu kemenangan yang besar bagi kaum muslimin, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah swt., :
“Sesungguhnya, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu pada jalan yang lurus.” (Al-Fath [48]: 1-2) 

Isi perjanjian Hudaibiyah itu juga merupakan bukti nyata bahwa Nabi adalah seorang yang mencintai perdamaian dan membenci peperangan. Demikian juga memperlihatkan kecerdikan dan keunggulan Nabi saw. Adanya ketentuan bahwa Perjanjian Hudaibiyah berlaku untuk masa 10 tahun, ini memberi kesempatan kepada kaum muslimin untuk memperluas dan memperkuat kedudukan mereka terhadap kaum Quraisy. Sebagai akibat dari perjanjian ini, kaum muslimin dapat mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada dakwah secara damai.

Selama dua tahun pertama, jumlah orang yang masuk Islam telah melebihi jumlah kaum muslimin selama dua windu sebelumnya. Ketika di Hudaibiyah, jumlah mereka sebanyak 1.400 orang, tetapi dua tahun kemudian, sewaktu mendatangi kota Mekah, beliau diikuti oleh 10.000 orang. 

Begitulah sukses yang diperoleh kaum muslimin sebagai akibat dari Perjanjian Hudaibiyah. Bila seseorang semakin memikirkan prinsip-prinsip Islam, ia akan semakin yakin padanya. Prajurit-prajurit besar seperti Khalid bin Walid -panglirna perang dan ahli strategi Quraisy yang ulung- dan Amru bin Ash memeluk Islam dalam masa Perjanjian Hudaibiyah.

Biografi Nabi Muhammad selanjutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul : Seruan Kepada Raja-raja untuk Memeluk Islam (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Monday, 24 October 2016

Perang Ahzab (Perang Parit) - Biografi Lengkap Rasulullah SAW

Biografi Lengkap Rasulullah SAW, perang khandak, perang parit
Dengan keluarnya Bani Qainuqa dari Madinah, telah menimbulkan sakit hati di kalangan Bani Nadhir. Sejak saat itulah mereka telah menanti-nanti saat yang paling baik untuk membalas dendam kepada Nabi Muhammad. Dengan cara sembunyi-sembunyi, pada saat Nabi sedang berjalan-jalan di lorong mereka, hampir saja mereka berhasil membunuh Nabi. Rencana mereka tidak berhasil karena Nabi dapat mengetahui maksud mereka sehingga beliau terhindar dari bahaya.

(baca juga biografi Nabi sebelumnya : Perang Uhud - Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Perbuatan Bani Nadhir tersebut telah melanggar perjanjian yang telah dibuat bersama. Karena pelanggaran ini, sesuai dengan perjanjian itu, maka Nabi mengeluarkan perintah agar semua kaum Yahudi keluar dari kota Madinah, Tetapi, mereka menentang perintah ini karena merasa kuat dan mengharapkan bantuan Abdullah bin Ubay. Sesudah dikepung oleh tentara Islam, mereka menyerah. Akhirnya, mereka diusir keluar kota Madinah. 

Di antara mereka, sebagian besar mengungsi ke Khaibar sebagian lagi nenyebar ke berbagai tempat lain, tetapi seluruhnya telah dikoordinasikan oleh kaum Yahudi. 

Lalu, bergabunglah kekuatan Yahudi dengan kekuatan kafir Quraisy Mekah, ditambah orang-orang Arab Badui untuk bersama-sama menentang Islam. 

Pada bulan Syawwal tahun ke-5 Hijriah, pasukan gabungan yang terdiri dari 24 ribu orang bergerak menuju Madinah. Mereka bertekad hendak melancarkan serangan besar-besaran. Sekali serangan untuk yang terakhir. Sementara itu, di pihak Islam, hanya mempersiapkan pasukan sejumlah 2.000 orang. 

Rencana sekutu itu telah diketahui terlebih dahulu oleh Nabi. Dengan segera, Nabi bermusyawarah dengan para sahabatnya untuk menghalau serangan yang bakal dilancarkan itu. 

Salman Al-Farisi adalah orang yang banyak mengetahui seluk-beluk peperangan yang belum dikenal di daerah-daerah Arab. Ia mengusulkan supaya di sekitar Madinah digali parit dan keadaan kota diperkuat dari dalam. 

Usul ini segera dilaksanakan oleh kaum muslimin. Saat menggali parit, Nabi juga turun tangan. Beliau ikut mengangkat tanah dan terus member semangat, dengan menganjurkan kepada mereka supaya terus melipatgandakan kekuatan. 

Setelah pekerjaan penggalian selesai, anak-anak dan kaum wanita dipindahkan ke tempat yang lebih aman, untuk berjaga-jaga jika kaum Yahudi yang masih berada di dalam kota menyerbu kaum muslimin secara tiba- tiba. Semula pasukan gabungan mengira bahwa mereka dapat bertemu dengan pasukan kaum muslimin di Uhud, tetapi ternyata di tempat tersebut kosong. Kemudian mereka meneruskan perjalanannya. Tak lama kemudian tentara sekutupun tiba. Mereka terkejut oleh adanya parit, mereka heran sekali melihat jenis pertahanan yang asing bagi mereka. 

Selama satu bulan lamanya kota Madinah dikepung musuh. Selama pengepungan itu, kaum muslimin menderita kelaparan. Banyak tentara Islam yang takut dan khawatir, terlebih lagi karena pengaruh beberapa orang munafik dalam golongan mereka. 

Setelah lewat satu bulan, tentara musuh tak tahan lagi. Mereka menyerbu dengan melompati. parit yang agak sempit dengan kuda mereka. Peperangan pun tak dapat dihindarkan. Dalam peperangan itu, Ali bin Abu Thalib telah dapat membunuh Amr bin Abdu Wadd yang konon mampu menghadapi 100 orang. 

Begitu berat penderitaan yang dirasakan oleh kaum muslimin pada waktu itu. Mereka harus berperang menghadapi musuh-musuhnya dalam keadaan lapar. Hal ini dilukiskan dalam firman Allah sebagai berikut :
“(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan.” (A1-Ahzab [33]: 10) 

Ayat di atas menggambarkan betapa hebatnya perasaan takut dan perasaan gemetar pada saat itu. Ditambah lagi perasan menderita di pihak kaum muslimin, setelah pimpinan baru Quraizhah, Ka’ab bin As’ad berkhianat, lari ke pihak musuh. Padahal. dia adalah orang yang mengetahui strategi pertahanan Nabi. 

Tiba-tiba, datanglah Nu’aim bin Mas’ud -salah seorang pemuka Yahudi- menghadap Nabi. Ia menyatakan diri masuk Islam atas kesadaran sendiri. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Nabi untuk menghancurkan kekuatan musuh. Beliau mengutus Nuaim menemui musuh. Ia menghasut pemimpin Yahudi untuk tidak percaya kepada Quraisy, dan sebaliknya, menghasut pemimpin Quraisy agar tidak percaya kepada pemimpin Yahudi. Hal ini membuat barisan musuh mulai tidak percaya satu sama lain. Sehingga perpecahan di antara mereka tak dapat dielakkan lagi.

Dalam keadaan seperti itu datanglah angin topan yang bertiup kencang disertai hujan deras yang memporak-porandakan kemah-kemah pasukan gabungan itu. Inilah pertolongan Allah kepada kaum muslimin, sebagaimana disitir di dalam firman Allah :
“Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) ,mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari Peperangan. Dan Allah adalah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (A1-Ahzab [33]: 25) 

Ayat tersebut rnengisyaratkan kepada kaum muslimin bahwa kaum muslimin tidak perlu berperang, karena Allah telah menghalau mereka dengan mengirimkan angin dan Malaikat. Pasukan gabungan itu pun mengundurkan diri dan kembali ke negeri masing-masing dengan tangan hampa. 

Setelah seluruh pasukan gabungan itu kembali pulang ke negeri mereka masing-masing, Nabi Muhammad mulai memikirkan keadaan yang mungkin terjadi pada kesempatan lain. Kali ini, Allah telah menyelamatkan umat Islam dari musuh yang selama ini mengancamnya. Sungguh pun demikian, pihak Yahudi dapat saja mengulangi kembali peristiwa semacam itu. Mereka dapat mencari kesempatan kembali untuk melakukan hal yang sama; tidak pada musim dingin yang begitu dahsyat seperti tahun ini; yang telah berubah wujud menjadi bantuan Allah dalam menghancurkan pihak musuh. 

Keberhasilan kaum muslimin dalam mematahkan serangan yang dilancarkan oleh pasukan gabungan yang jumlahnya begitu besar sangat menakjubkan suku-suku di sekitar Madinah yang kemudian dengan sukarela mereka bergabung dengan umat Islam. Sejak saat itulah, Islam tersiar dengan cepat di antara suku-suku yang berada di sekitar Madinah. 

Sesudah mengusir musuh dari dalam kota, kaum muslimin memutuskan untuk menghukum Bani Quraizhah yang membantu penduduk Mekah sewaktu menyerang Madinah. Kaum Yahudi memohon kepada Nabi agar nasib mereka diputuskan oleh Sa’ad bin Mu’adh, seseorang yang berasal dari kaum mereka sendiri. Nabi pun menunjuk Sa’ad untuk memutuskannya. 

Sa’ad merninta agar Bani Quraizhah mau bersumpah untuk tunduk atas putusan yang akan diambilnya. Keputusan yang diambil oleh Sa’ad adalah :
1) semua laki-laki Bani Quraizhah yang berkhianat harus dibunuh;
2) harta bendanya dibagi-bagikan; dan
3) anak-anak serta wanita-wanitanya ditawan. 

Keputusan Sa’ad dilaksanakanlah. Sebanyak 700 orang Bani Quraizhah dibunuh. Sejak saat itu, tamatlah riwayat bangsa Yahudi di Madinah.

Biografi Nabi Muhammad selanjutnya bisa dilihat dalam postingan berjudul : Perjanjian Hudaibiyah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Sunday, 23 October 2016

Perang Uhud (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

biografi lengkap nabi muhammad
Kemenangan kaum muslimin dalam Perang Badar merupakan tonggak sejarah yang amat menentukan kelanjutan hidup dari perjuangan Islam. Sedangkan di pihak Quraisy, kekalahan ini merupakan pukulan yang sangat berat. Dengan kekalahan itu, mereka berniat menuntut balas terhadap orang-orang Islam. 

Karena sebagian besar dari pemimpin tewas di Badar, maka diangkatlah Abu Sufyan sebagai panglima perang. Mereka merencanakan suatu serangan yang lebih besar dan mempersiapkan pasukan yang lebih kuat. Untuk itu, keuntungan perdagangan ke Suriah tidak dibagi-bagikan tetapi dipergunakan untuk memperkuat pasukan-pasukan perang. 


Waktu satu tahun kiranya telah cukup bagi Quraisy untuk menyusun kekuatan. Pada bulan Sya’ban tahun ke-3 Hijriah mereka berangkat menuju Madinah dan berkemah di kaki Gunung Uhud, 3 mil jauhnya dari Madinah. Mereka terdiri atas 200 orang pasukan berkuda dan 300 unta dengan segala muatannya serta 700 orang di antaranya berbaju besi. Kaum wanita yang dipimpin oleh Hindun (Istri Abu Sufyan) juga dikerahkan untuk menghibur dan membesarkan hati bagi para tentara yang sedang berperang. 

Sebelumnya, Nabi telah mengetahui rencana pemberangkatan pasukan Quraisy itu melalui sepucuk surat yang dikirim dari Mekah oleh Abbas, paman Nabi yang mulai bersimpati kepada Islam. Nabi segera menugaskan beberapa orang untuk menyelidiki keadaan di luar kota dan ternyata pasukan Quraisy sudah mendekati Madiriah. 

Karena musuh terlalu besar Nabi berniat hendak bertahan dan menanti musuh di dalam kota Madinah. Tetapi, dalam musyawarah, kebanyakan para sahabat menghendaki agar musuh dihadapi di medan perang. Nabi pun tunduk pada hasil putusan musywarah, sekalipun beliau merasa kurang tepat. 

Dalam hal yang tidak ada wahyu yang turun mengenainya, Nabi selalu bermusyawarah dengan para sahabat dan keputusan itu pasti dijalankan dengan tawakal kepada Allah. 

Umat Islam mulai bergerak dengan kekuatan 1.000 orang. Tetapi, setelah pihak musuh terlihat, Abdullah bin Ubay, tokoh munafik, menarik diri beserta 300 orang pengikutnya. Kini, pasukan Nabi tinggal 700 orang. Mereka tetap maju ke medan perang. 

Nabi mengatur barisan para sahabat. lima puluh orang barisan pemanah ditempatkan di lereng-lereng gunung dan kepada mereka diperintahkan, “Lindungi kami dari belakang, karena dikhawatirkan mereka akan mengepung kami dari belakang. Bertahanlah kalian di tempat itu dan jangan sekali-kali. meninggalkan tempat kalian.” 

Tiba-tiba terdengar sorak gemuruh dari musuh pertanda perang segera dimulai. Mereka bergerak maju menyerang dengan formasi berbentuk bulan sabit. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal. 

Kini, kedua belah pihak siap bertempur. Peristiwa yang selalu diingat oleh Quraisy ialah peristiwa Badar dan korban-korbannya, sedangkan yang selalu diingat oleh kaum muslimin ialah Allah beserta pertolongan-Nya. Nabi saw. berkhutbah dengan memberi semangat dalam menghadapi pertempuran itu. Beliau menjanjikan pasukannya akan mendapatkan kemenangan apabila mereka bersabar. 

Seperti biasanya, pertempuran diawali dengan perang tanding. Dan pihak Quraisy maju Thalhah dan segera disambut oleh Ali bin Abu Thalib. Duel antara keduanya pun terjadi. Dengan cepat, Ali memberikan satu tebasan yang membuat kepala lawannya itu terbelah menjadi dua. 

Lalu, berlangsunglah pertempuran yang sebenarnya. Setelah diberikan pedang oleh Nabi, Abu Dujana menyerbu ke tengah-tengah barisan musuh yang banyak itu. 

Demikian juga Hamzah, paman Nabi. ia maju hingga memporak-porandakan pasukan musuh. Namun demikian, Hamzah gugur sebagai syuhada. Ia ditombak oleh seorang budak bangsa Habsy, bernama Wahsyi. Kendati demikian, barisan Quraisy semakin bertambah kacau, karena pimpinan mereka banyak yang tewas. Mereka tidak tahan lagi lalu melarikan diri dan dikejar oleh pasukan Islam. 

Melihat musuh lari tunggang-langgang, tentara Islam yang berjumlah 50 orang yang diamanahi tugas berada di atas bukit untuk menjaga celah bukit melanggar perintah Rasulullah. Mereka turut mengejar musuh yang lari, meninggalkan tempat pertahanan mereka, karena mengharapkan harta rampasan perang yang banyak. Dengan suara yang keras, Ibnu Zubair menyuruh mereka supaya kembali, tetapi tidak dihiraukan sama sekali. 

Pasukan berkuda Quraisy yang dipimpin Khalid bin Walid saat melihat tempat yang strategis itu kosong, berputar dan melalui tempat itu pasukan Khalid berhasil memukul pasukan Islam dari belakang. 

Peta peperangan berubah. Orang-orang Quraisy menyerbu Nabi dengan hebatnya. Melihat serbuan itu, para sahabat datang berkerumun mengelilingi Nabi untuk melindungi beliau. Abu Dujana tidak mundur setapak pun sekalipun panah bertubi-bertubi mengenai punggungnya. Ia tetap di tempatnya melindungi Nabi hingga syahid. 

Ketika itu, Nabi juga terkena pukulan yang melukai keningnya, hingga wajahnya berlumuran darah. Tidak hanya itu, beliau terkena sebuah batu besar yang dilempar oleb Utbah bin Abi Waqqash sehingga kepala beliau terluka. Dua keping lingkaran rantai topi besi yang menutupi wajah beliau, telah menancap di pipi mengenai gigi beliau. Melihat Nabi terjatuh, seseorang dari pihak musuh berteriak keras mengatakan bahwa Nabi saw. telah terbunuh. 

Mendengar berita tentang terbunuhnya Nabi, Ali, Umar dan Abu Bakar terperanjatnya. Hal ini menyebabkan semangat pertempuran semakin berkobar. Demikian juga Anas bin Nadhir. Setelah mendengar berita tersebut, ia merasakan bahwa hidupnya sudah tidak berarti lagi. Ia menerjunkan dirinya ke tengah-tengah musuh. Ia bertempur dengan hebat hingga roboh dengan tubuh dipenuhi luka-luka, hingga tidak dapat dikenali lagi wajahnya. 

Ka’ab bin Malik yang juga mendengar berita tentang wafatnya Nabi, setelah menyaksikan sendiri bahwa Nabi masih hidup, lalu berteriak seraya berkata, “Wahai saudara-saudaraku! Selamat! Kabar gembira! Rasulullah masih hidup! Beliau ada di sini!” 

Dengan cepat, Nabi memberi isyarat agar Ka’ab tutup mulut agar pertempuran segera usai dan agar korban di pihak muslimin tidak bertambah lagi. Dalam pertempuran itu, umat Islam menderita kerugian yang cukup besar, 70 orang gugur sebagai syuhada. Sedang di pihak musuh hanya 25 orang yang tewas. Sungguh mahal harga ketaatan kepada Rasulullah. Mereka harus membayar dengan 70 orang syahid dan Nabi sendiri menderita luka-luka yang cukup parah. 

Kekalahan kaum muslimin di Perang Uhud bukan kekalahan yang sebenarnya. Allah menguji keimanan Nabi saw. dan dalam hal ini ia telah membuktikannya dengan baik. Di tengah-tengah bahaya dan kesukaran-kesukaran itu, Nabi tetap bertahan. Hal ini juga menjadi pelajaran bagi umat beliau yang telah mendurhakai perintahnya. Sebagaimana telah disebutkan dalarn firman Allah :
“Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antaramu ada yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman.” (Ali Imran [3]: 152) 

Dengan kemenangan itu pihak Quraisy merasa gembira. Terhadap peristiwa Uhud ini, mereka merasa telah dapat membalas dendam atas kekalahan mereka di Badar. 

Rupanya Hindun tidak merasa cukup dengan kemenangan itu dan tidak merasa cukup dengan gugurnya Hamzah. Bersama-sama wanita-wanita kafir Quraisy lainnya, ia pergi hendak menganiaya mayat-mayat kaum muslimin. Mereka memotong telinga-telinga dan hidung-hidung mayat itu. Hindun memakainya sebagai kalung dan anting-anting. Kemudian dibelahnya perut Hamzah, dikeluarkan jantungnya lalu dikunyah dengan giginya. Demikian kejinya perbuatan wanita itu. 

Ketika Nabi mencari mayat Hamzah, kemudian melihat jasad pamannya telah dianiaya dan dibelah perutnya, beliau merasa sedih sekali. Beliau bersabda, “Demi Allah, kalau pada suatu saat nanti Allah memberikan kemenangan kepada kami saat melawan mereka, niscaya akan kuaniaya mereka dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh orang Arab.” Kemudian turunlah firman Allah :
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya, itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar, Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu sempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (An.Nahl [16]: 126.127) 

Dengan turunnya ayat ini, Nabi memaafkan mereka. Beliau menabahkan hati dan melarang para sahabat melakukan penganiayaan. Nabi memerintahkan agar para syuhada Perang Uhud dikuburkan. Sesudah itu, dengan dipimpin oleh Nabi sendiri, kaum muslimin kembali ke Madinah.

Biografi selanjtnya bisa dilihat pada postingan yang berjudul : Perang Ahzab (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Saturday, 15 October 2016

Perang Badar (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

biografi lengkap nabi muhammad
Kemarahan penduduk Mekah semakin hari sernakin menjadi disebabkan pengetahuan mereka bahwa Islam di Madinah telah mengalami kemajuan yang pesat. Mereka khawatir, orang-orang Islam akan membalas kekejaman-kekejaman yang pernah mereka lakukan. Perdagangan mereka dengan Suriah pun terhalang. Untuk pergi ke Damaskus, mau tidak mau mereka harus melalui Madinah yang sekarang telah dikuasai Islam. 


Di samping itu, dikisahkan bahwa sebelum Nabi hijrah ke Madinah, seorang tokoh yang bernama Abdullah bin Ubay yang mempunyai pengaruh yang cukup besar -menurut rencana akan diangkat sebagai pemimpin besar oleh sebagian besar penduduk Madinah- dengan kehadiran Nabi di Madinah, pupuslah rencana tersebut. Oleh karena itu, timbullah rasa dengki dan marah terhadap diri Nabi. 

Kemarahan juga mereka tujukan kepada penduduk Madinah yang memberikan perlindungan kepada Nabi saw. dan pengikut-pengikutnya. Mereka menganggap hahwa penduduk Madinah sebagai pemberontak dan mereka ingin menghukum penduduk Madinah bersama Nabi Muhammad saw. Mereka mencarii-cari kesempatan untuk melaksanakan maksud itu sampai suatu kesempatan datang dari segolongan orang Madinah. 

Walaupun penduduk Madinah menerima ajaran Nabi saw., tetapi banyak juga yang meragukannya. Mereka tidak dapat menyetujui kekuasaan Muhammad saw. dan mengadakan gerakan gelap untuk menyingkirkan Nabi dari negeri mereka. Dalam kedaan seperti itu, penduduk Mekah sudah bersiap-siap pula hendak menyerang orang Islam dengan kekuatan yang besar. Hal ini menyebabkan kedudukan orang Islam mulai sulit dan berada dalam kondisi bahaya. Setiap waktu, orang Islam berada dalam kecemasan; kekhawatiran kalau-kalau datang serangan dari luar atau timbul pemberontakan dalam negeri. 

Dalarn keadaan kritis seperti itu, turunlah wahyu Allah yang berbunyi :
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah) dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu) maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah [2]: 190-191) 

Ayat di atas memberi isyarat kepada kaum muslimin untuk mengangkat senjata dalam rangka melindungi diri. Tetapi dilarang melewati hatas atau mendahului menyerang. Agama Islam berdiri di atas keadilan yang sempurna, tidak mau menyerang dan tidak suka diserang. 

Dengan adanya perintah tersebut, Nabi mulai menyusun pasukan, mengatur pertahanan dan perlengkapan. Pada awalnya, Nabi mengutus beberapa orang mata-mata untuk mengetahui rencana dan kekuatan musuh serta menarik kepala-kepala suku Badui ke pihak Islam.

Pada bulan Rajab tahun ke-2 Hijriah, Nabi mengutus 12 orang Muhajirin dengan diketahui oleh Abdullah bin Jashy untuk bertolak ke selatan. Sepucuk surat diberikan kepadanya dengan perintah membukanya setelah dua hari perjalanan. Perintah itu pun dipatuhi. Setelah dua hari perjalanan, sesuai pesan Nabi, Abdulab membuka surat tersebut. 

Adapun isi surat tersebut adalah, “Kalau sudah kau baca surat ini, teruskan perjalananmu sampai Nakhlah dan awasi keadaan mereka kemudian laporkan hasilnya.” 

Di Nakhlah kelompok yang dipimpin Ahdullah itu bertemu kafilah dagang Quraisy yang dipimpin oleh Amr bin Hazrami. Mereka sedang menuju Mekah. Kelompok ini teringat akan perlakuan Quraisy dahulu ketika harta benda mereka dirampas. Kelompok yang 

dipimpin oleh Ahdullah ini menyerang kafilah dagang Quraisy di Nakhlah dekat Mekah dan di Skrimish. Mereka membunuh Amr bin Hazrami. Peristiwa Nakhlah ini membangkitkan semangat bangsa Quraisy untuk menyerang kaum muslimin. 

Nabi mendapat laporan bahwa kafilah bangsa Quraisy menyerang kaum muslimin. Nabi mendapat laporan bahwa kafilah dagang bangsa Quraisy yang sangat besar, yang terdiri dari 1.000 ekor unta dengan segala muatannya, sedang dalam perjalanan dari Suriah menuju Mekah. 

Untuk mengurangi kekuatan musuh yang telah siap menyerang itu, Nabi memerintahkan untuk mencegat kafilah dan merampasnya untuk dijadikan kekuatan perang. 

Maksud Nabi ini diketahui oleh Abu Sufyan yang memimpin kafilah itu. Abu Sufyan segera mengirim utusan ke Mekah untuk meminta bantuan tentara sebanyak-banyaknya, sedangkan dalam perjalanan, kafilahnya diperbolehkan melalui satu tempat yang bernama Badar; menyusuri pantai Laut Merah. 

Mekah bersegera mengirimkan bantuan yang terdiri dari 1.000 orang tentara. Seratus orang di antaranya berkendaraan kuda dan 700 orang lainnya berkendaraan unta. Pasukan itu dipimpin oleh Abu Jahal. Sebenarnya Abu Sufyan telah mengirim kurir untuk menginformasikan hahwa kafilah dagangnya telah selamat. Namun, Abu Jahal bersikeras melanjutkan perjalanan. Abu Jahal ingin memperlihatkan kekuatan tentaranya kepada orang Madinah. 

Sementara itu, pasukan Rasulullah saw. hanya terdiri dan 313 orang: di antaranya dua orang penunggang kuda. Tentara yang kecil ini berangkat bersama Rasulullah menuju ke Badar. Dengan demikian, peperangan antara kaum Quraisy dengan kaum muslimin Madinah tak dapat dihindarkan lagi. 

Pada pagi hari, di hari Jum’at, 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijriah, kedua pasukan ini saling berhadapan. Saat itu, Nabi sendiri yang memimpin kaum muslimin, mengatur barisan. Tetapi, ketika dilihatnya pasukan Quraisy begitu besar, sedang jumlah kaum muslimin sangat sedikit, di samping perlengkapan yang sangat terbatas dibanding dengan perlengkapan Quraisy, Nabi kembali ke kemahnya dengan ditemani oleh Ahu Bakar. Sungguh, beliau cemas terhadap peristiwa yang akan terjadi hari itu. Sungguh pilu hatinya, melihat nasib yang akan menimpa Islam kalau kaum muslimin tidak mendapat kemenangan. 

Kini, Nabi saw. menghadap wajahnya ke Kiblat dengan seluruh jiwanya. Beliau menghadapkan diri kepada Allah swt. Beliau memohon kepada Allah akan segala apa yang telah dijanjikan kepadanya. Beliau membisikkan dalam hatinya agar Allah memberikan pertolongan. Kemudian turunlah wahyu Allah :
“Wahai Nabi, kobarkanlah semangat orang-orang beriman untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabat niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang yang sabar dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar) , niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar” (Al-Anfal [8]: 65-66) 

Setelah itu, Nabi bermusyawarah dengan para sahabat,.Abu Bakar dan Umar memberikan pendapat agar pertempuran diteruskan. Begitu pula Miqdad bin Amr dan Muhajirin. Ia berkata kepada Rasulullah, “Teruskan apa yang diperintahkan Allah kepadamu.” 

Sehubungan dengan adanya larangan tidak boleh mendahului menyerang, maka orang-orang Islam menaati larangan itu hingga musuh mendahului menyerang. Sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab bahwa sebelum perang dimulai, terlebih dahulu diadakan perang tanding satu lawan satu. 

Tiga orang prajurit dari pihak musuh melawan tiga orang pahlawan Islam, untuk bertanding. Ketika itu, dari pihak muslim yang tampil adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abu Thalib dan ‘Ubaidah bin Harits. 

Hamzah tidak lagi memberikan kesempatan kepada Walid. Hamzah dan Ali berhasil membunuh lawan tandingnya masing-masing. Lalu, mereka segera membantu Ubaidah yang sedang diterkam oleh ‘Uthah, sehingga ketiga prajurit musuh, seluruhnya dapat dikalahkan. 

Selesai perang tanding, perang dilanjutkan dengan peperangan yang sebenarnya antara kedua belah pihak. Dalam peperangan itu, di pihak Quraisy banyak yang tewas, bahkan Abu Jahal sendiri tewas di tangan pemuda Anshar. Jumlah yang tewas dari pihak musuh sebanyak 70 orang sedangkan di pihak Islam yang gugur sebagai syuhada berjumlah 12 orang. 

Pasukan Quraisy pun akhirnya mundur setelah mengetahui banyak pasukan mereka yang tewas. Namun demikian, kaum muslimin telah berhasil mengejar mereka dan menangkap sehanyak 70 orang musuh sebagai tawanan perang. 

Dampak kemenangan pasukan islan ini, sedikit banyak memukul psikologis kaum Yahudi dan badui, sehingga mereka bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin kamu muslimin yang hanya sepertiga pasukan Quraisy dapat mengalahkan pasukan musuh yang berjumlah 1 .000 orang? 

Sementara itu Nabi sibuk dengan urusan tawanan perang. Dia memisah-misahkan mereka. Kepada para sahabat beliau berkata, “Perlakukanlah mereka dengan sebaik-baiknya.” 

Terhadap para tawanan ini, Umar bin Khaththab mengusulkan agar mereka dibunuh semuanya, seimbang dengan kekejaman mereka terhadap orang-orang islam, tetapi Abu Bakar mengusulkan agar tawanan-tawanan yang kaya diwajibkan menebus dirinya masing-masing, lalu dibebaskan. Sedangkan tawanan yang miskin dan tidak berbahaya dibebaskan tanpa uang tebusan. 

Setelah bermusyawarah, akhirnya Nabi memutuskan bahwa tebusan diberikan sesuai dengan kemampuan keluarga setiap tawanan, diperkirakan tebusan itu mencapai 400 dirham. Para tawanan yang mempunyai kepandaian menulis, dapat menebus dirinya dengan kepadaiannya itu. Demikian juga terhadap kelompok ahli syair, yang sering menyandungkan syair untuk melawan Nabi, dihadapkan ke muka mahkamah yang dipimpin oleh Nabi saw. Sekalipun mereka adalah tawanan perang yang sedang diadili, Nabi tetap memperlakukannya dengan baik. Bahkan, usulan untuk mencabut gigi tawanan agar mereka tidak mampu menghasut umat ditolak oleh Nabi SAW. 

Demikianlah perlakuan kaum muslimin terhadap tawanan perang sebagai salah satu cara untuk menyiarkan Islam pada waktu itu

Biografi selanjutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul :  Perang Uhud (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Thursday, 13 October 2016

Persaudaraan Di Madinah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

biografi lengkap nabi muhammad
Pengikut-pengikut Muhammad yang telah beriman dan meninggalkan tempat lahir mereka, mengikuti Nabi ke Madinah disebut kaum Muhajirin. Sedangkan pemeluk-pemeluk Islam di Madinah yang baru yang membantu Nabi, memperoleh gelar kaum Anshar atau penolong.

Pengabdian kaum Muhajirin kepada Nabi tak terhingga besarnya. Mereka telah meninggalkan kaum kerabat mereka, memberanikan diri menghadapi penderitaan-penderitaan dan cobaan-cobaan dalam menegakkan agama Islam. Hanya dengan rasa persaudaraan yang tinggilah, segala penderitaan dan cobaan itu dapat diatasi. 


Dalam suatu pertemuan, Nabi mengundang orang-orang Muhajirin dan Anshar. Beliau berkata, “Wahai saudara-saudara Anshar dan Muhajirin, saudara-saudara adalah kaum muslimin. Orang-orang Islam itu bersaudara dan orang-orang bersaudara itu harus tolong-menolong dalam kebaikan.” 

Persaudaraan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar sangat mesra, sehingga satu sama lain dapat saling mewarisi harta, jika di antara mereka ada yang meninggal dunia. Kaum Anshar memberikan sumbangan yang besar untuk menyukseskan penyebaran agama Islam. 

Selain Nabi mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, Nabi mengusahakan juga persahabatan di antara semua golongan penduduk Madinah. 

Penduduk Madinah terdiri dari kaum Yahudi. Kaum Yahudi terbagi menjadi tiga golongan, yaitu Bani Quraizhah, Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa. Bani Quraizhah dan Bani Nadhir berpihak kepada suku Aus dan Bani Qainuqa berpihak kepada suku Khazraj. Permusuhan diplomatis ini mengakibatkan timbulnya Perang Buats yang melemahkan satu golongan tanpa memberi keuntungan pada golongan lain. Dengan demikian, penduduk Madinah berada dalam ketakutan dan kegelisahan terus-menerus. 

Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh Nabi dalam upaya melenyapkan permusuhan antar golongan yang saling bermusuhan adalah dengan membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan kaum Yahudi yang berdiam di dalam dan di sekitar kota Madinah.

Dalam perjanjian ini, ditetapkan dan diakui hak kemerdekaan setiap golongan untuk memeluk dan menjalankan agamanya. Inilah slah satu perjanjian politik yang memperlihatkan kebijaksanaan Nabi saw. sebagai salah seorang politisi yang ulung. Tindakan seperti ini tidak pernah dilakukan oleh nabi-nabi dan para rasul sebelumnya. 

Dengan demikian, kedudukan Nabi saw. bukan hanya sebagai seorang Nabi dan Rasul, melainkan juga dalam masyarakat Islam, beliau sebagai seorang politisi, diplomat yang ulung. Di tengah-tengah medan perang, beliau adalah pejuang yang gagah berani dan memperlakukan musuh yang sudah menyerah dengan baik. Beliau adalah seorang kesatria yang tiada bandingannya. 

Adapun isi perjanjian tertulis yang dihuat oleh Nabi dengan kaum Yahudi adalah sebagai berikut:
  1. orang-orang Islam dengan orang-orang Yahudi harus hidup sebagai satu bangsa;
  2. kedua belah pihak harus menjalankan agamanya masing-masing dan tidak boleh saling mengganggu;
  3. apabila salah satu pihak ada yang diserang musuh, maka pihak lainnya harus membantu;
  4. apabila kota Madinah diserang musuh, kedua belah pihak harus bersama-sama mempertahankannya;
  5. apabila terjadi suatu perselisihan, maka Muhammad yang menjadi hakim yang terakhir dan tertinggi;
  6. mulai saat ini pertumpahan darah, pembunuhan dan kekerasan diharamkan di Madinah; dan
  7. syarat-syarat perdamaian akan dirundingkan bersama. 
Demikianlah isi perjanjian politik yang dibuat oleh Nabi saw. Dengan perjanjian itu, kemerdekaan beragama dan berpikir serta hak-hak kehormatan jiwa dan harta golongan non muslim telah terjamin. Dengan perjanjian itu pula, seluruh kota Madinah dan sekitarnya menjadi terhormat bagi seluruh penduduk. Mereka berkewajiban mempertahankan kota ini dan mengusir setiap serangan yang datang dari luar. Mereka harus bekerja sama untuk mempertahankan segala hak dan segala bentuk kebebasan yang telah disetujui bersama dalam perjanjian itu. 

Dengan basil perjanjian itu, kaum muslimin merasa tenteram menjalankan kewajiban agama mereka, baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Mereka tidak lagi khawatir akan adanya gangguan atau akan takut difitnah

Biografi selanjutnya dapat dilihat pada postingan yang berjudul :  Perang Badar (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Wednesday, 12 October 2016

Nabi Muhammad SAW. Memasuki Madinah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Biografi Lengkap Rasulullah SAW
Kaum muslimin di kota Madinah telah lama menunggu kedatangan Nabi, karena di antara semua orang Islam laki-laki hanya Nabi dan Abu Bakar yang masih tertinggal di kota Mekah yang kacau balau itu. Mereka khawatir akan nasib Nabi dan Abu Bakar, tetapi mereka yakin akan bantuan dan perlindungan Allah swt. terhadap Nabi yang mulia itu. 

Setiap hari, mereka mendengar berita bahwa kekejaman yang dilakukan oleh kaum Quraisy semakin menjadi-jadi. Mereka menjemput ke tempat yang jauh dari Madinah, untuk menyongsong kedatangan Nabi. Beberapa kali mereka pergi, lalu kembali dengan tangan hampa. 


Sebelum tiba di kota Madinah, Nabi dan Abu Bakar singgah di Quba, sebuah desa yang berjarak 5 kilometer dari Madinah. Di sini, Nabi singgah beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah itu nabi membangun masjid yang pertama, sebagai psat peribadatan, pembangunan masjid tersebut dilakuka secara gotong-royong, dimana Nabi pun ikut bekerja.

Nabi melanjutkan kunjungan ke plosok-plosok kota Madinah, yang ketika itu penduduk kota Madinah tua dan muda, laki-laki dan perempuan, besar dan kecil semuanya keluar dengan penuh sesak untuk menyambut kedatangan Nabi.

Setelah kurang lebih 8 hari lamanya menemuh perjalanan akhirnya Nabi beserta Abu Bakar memasuki kota Madinah, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun ke 3 dari keraslan atau ahun 1 hijriah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.

Ketika itu hari Jum’at. Nabi bersama dengan 100 orang melaksanakan shalat Jum’at di suatu tempat di sebuah lapangan. Sebelum shalat, beliau berkhutbah terlebih dahulu di hadapan para pengikut-pengikutnya. Itulah shalat Jum’at dan khutbah pertama yang dilakukan Nabi.

Demikianlah kisah kedatangan Nabi di kota Madinah yang disambut hangat oleh penduduk kota tersebut. Peristiwa hijrah adalah peristiwa berakhirnya masa Mekah dan mulainya masa Madinah, serta merupakan titik peralihan dari kehidupan Nabi Muhammad saw. 

Tahun penghinaan dan penindasan terhadap Nabi telah berlalu, kini berganti dengan masa-masa yang sukses. Nabi Muhammad pernah diabaikan dan disakiti oleh kaumnya sendiri di Mekah, sedangkan di Madinah dia tidak saja diterima sebagai seorang pimpinan yang terhormat, tetapi juga menjadi kepala negara Islam. Di Madinah, kekuatan dan kedudukannya mulai bertambah dan Islam memperoleh pengaruh yang tersebar luas hari demi hari. Di sini dia tidak lagi diganggu untuk menyampaikan ajaran- ajaran Islam kepada penduduk yang sesat; yang kemudian mau menerima ajaran dan keyakinan beliau. 

Biografi Nabi Muhammad slanjutnya dapat dibaca pada postingan yang berjudul :  Persaudaraan di Madinah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Nabi Muhammad SAW. Hijrah Ke Madinah (Biografi Lengkap Rasulllah SAW)

Biografi Lengkap Rasulllah SAW
Ancaman dan penganiayaan yang ditujukan kepada umat Islam Mekah semakin menjadi-jadi sehingga mereka tidak saja terancam jiwanya, tetapi juga sangat kesulitan menjalankan ibadah. Dalam keadaan seperti itu, Nabi menganjurkan kepada umat Islam yang belum berhijrah untuk segera berhijrah ke Madinah. Dalam waktu lebih kurang dari dua bulan hampir semua kaum muslimin yang berjumlah 150 orang telah meninggalkan Mekah, kecuali mereka yang tertangkap dan mereka yang tidak kuat pergi serta dua orang sahabat terdekat Nabi, yaitu Ali bin Abu Thalib dan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Mereka tidak mau meninggalkan Nabi. Mereka ingin membela Nabi sampai titik akhir perjuangan. 


Alangkah teguhnya kepercayaan Nabi Muhammad akan perlindungan Tuhannya. Beliau menyadari bahwa kaum Quraisy lebih marah kepadanya daripada kepada pengikut-pengikutnya. Beliau mengetahui bahwa kesejahteraan Islam tergantung atas kesejahteraan dirinya. Tidak ada orang yang menyalahkannya kalau beliau berhijrah lebih dahulu, meninggalkan pengikut-pengikutnya di belakang. Akan tetapi, beliau tidak berbuat demikian. Diperintahkannya para pengikutnya untuk lebih dahulu hijrah, sementara beliau tinggal di tengah-tengah musuhnya yang kejam itu. 

Melihat bahwa Nabi sekarang telah tinggal seorang diri, tidak ada kawan yang menemani, pimpinan-pimpinan Quraisy bermusyawarah tentang cara membunuh Nabi. Abu jahal mengusulkan supaya setiap kabilah mengirimkan seorang pemuda yang gagah berani dan bersenjatakan pedang. Mereka bersama-sama harus membunuh Nabi. Dengan demikian, Bani Hasyim tidak dapat mendakwa sesuatu kabilah sebagai pembunuhnya. Usul Abu jahal tersebut diterima dengan suara bulat. 

Lalu, Allah swt. menyampaikan rencana jahat kaum Quraisy itu kepada Nabi Muhammad saw. Di rumah Nabi yang tinggal hanyalah Nabi bersama Ali bin Abu Thalib. Lalu, Nabi meminta Ali tidur menggantikan dirinya di tempat tidurnya. 

Waktu itu musuh telah mengepung rumah beliau dari segala penjuru. Di depan pintu rumah Nabi, terlihat ada lima orang pemuda dengan pedang terhunus siap menerkam lawan. Sedangkan pemuda-pemuda lainnya mengintai dari celah-celah pintu untuk melihat ke tempat Nabi tidur. Mereka melihat ada seorang laki-laki dan mengira bahwa Muhammad sedang berada di tempat tidurnya. Mereka memastikan bahwa sekarang, Muhammad tidak akan lepas dari tangan mereka. 

rute hijrah nabi muhammad
Di tengah malam buta, Nabi menyelinap keluar di antara para pengepungnya tanpa dilihat oleh mereka. Dengan sembunyi-sembunyi, Nabi mendapati Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah gua di gunung Tsur, kira-kira lima kilometer di sebelah selatan kota. Mereka berdua bersembunyi di dalam gua itu selama tiga hari menunggu keadaan aman.
Tak seorang pun yang mengetahui tempat persembunyian mereka dalam gua itu selain Abdullah bin Abu Bakar dan kedua orang putrinya (Aisyah dan Asma’) serta pembantu mereka Amir bin Fahirah. Tugas Abdullah sehari-hari berada di tengah-tengah kaum Quraisy sambil mendengarkan persengkongkolan mereka terhadap Muhammad. Pada malam harinya, ia sampaikan berita itu kepada Nabi dan ayahnya. Sedangkan Amir bertugas mengembalakan kambing Abu Bakar. Sore hari, kambingnya diistirahatkan, kemudian mereka memerah susu untuk diminum oleh Nabi dan Abu Bakar. Apabila Abdullah bin Abu Bakar keluar kembali dari tempat mereka, datang Amir mengikutinya dengan kambingnya untuk menghapus jejak. Sementara itu, Asma’ binti Abu Bakar bertugas mengirim makanan untuk Abu Bakar dan Rasulullah saw. 

Sementara itu, Ali bin Abu Thalib tinggal seorang diri di rumah Nabi. Pemuda-pemuda Quraisy yang mengepung sekeliling rumah Nabi, masih tertidur nyenyak. Fajar pun menyingsing, maka bangunlah Ali dari tempat tidurnya. Musuh-musuh yang sedang menunggu Nabi di luar terkejut karena Nabi sudah tidak ada di sana. Karena itu, pergilah mereka ke seluruh tempat untuk mencari beliau. 

Musuh yang telah terkelabui oleh muslihat Nabi, merasa sangat kecewa dan marah, karena Nabi dapat lolos dari kepungan mereka. Mereka menduga bahwa Nabi lari ke Yatsrib. Mereka mengumumkan untuk mengadakan sayembara: barangsiapa yang dapat menangkap Muhammad, hidup atau mati akan diberi hadiah 100 ekor unta. 

gua tsur
Beberapa orang di antara mereka, dengan mengikuti jejak Nabi, sampai di gua Tsur. Melihat itu, Abu Bakar merasa ketakutan. Bukan takut atas dirinya sendiri, melainkan takut kalau Nabi dapat ditangkap musuh. Dia menahan napas, tidak bergerak, dan hanya menyerahkan nasibnya kepada Allah. 

Mulailah orang-orang Quraisy menaiki gua itu. Tetapi, tidak lama kemudian, mereka turun lagi. Mereka berkeyakinan bahwa tidak mungkin Nabi bersembunyi di dalam gua segelap itu, apalagi letaknya di sebelah selatan kota. Lagi pula, mereka melihat ada sarang laba-laba di tempat itu yang hampir menutupi lubang gua. Juga ada 2 ekor burung di mulut gua itu. 

Melihat kesedihan hati Abu Bakar, Nabi berkata, “Jangan sedih, sesungguhnya, Allah beserta kita.” Dengan dua kalimat dari Nabi, Abu Bakar menjadi tenang kembali. 

Adapun mengenai pengejaran kaum Quraisy untuk menangkap dan membunuh Muhammad itu serta tentang cerita gua tempat Muhammad bersembunyi digambarkan di dalam firman Allah yang berbunyi : 

“Dan (ingtalah) ketika orang-orang kafir (Quraisy)memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Al-Anfal [8]: 30)

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya, Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkan (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua di waktu dia berkata kepada temannya, janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita. Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah [9]: 40) 

Tiga malam lamanya, Nabi dan Abu Bakar bersembunyi di dalam gua itu. Setelah itu, keduanya berangkat menuju Madinah. Mereka mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan membuntuti mereka. Karena itu, dalam perjalanan ke Yasrib mereka mengambil jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah bin ‘Uraiqith dari Bani Du’il, sebagai penunjuk jalannya, mengantar mereka berhati-hati sekali ke arah selatan di bawah Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai laut Merah. Karena melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, Abdullah bin ‘Uraiqit membawa mereka ke sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauh, mengambil jalan yang paling jarang dilalui orang.
Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang hari, siang-malam berada di atas kendaraan. mereka tidak lagi memperdulikan kesulitan dan rasa lelah. Bagi mereka, tiada kesulitan yang lebih mereka takuti daripada tindakan kaum Quraisy yang akan merintangi mereka mencapai tujuan yang hendak mereka capai untuk berada di jalan Allah dan kebenaran. Muhammad sendiri tidak pernah mengalami keraguan bahwa Allah senantiasa akan menolongnya. meski demikian, beliau tidak akan mencampakkan diri ke dalam bencana. Allah menolong hamba-Nya selama hamba menolong dirinva dan menolong sesamanya. 

Di tengah perjalanan, mereka dibuntuti seorang laki-laki berkuda yang terus membayangi di belakang, sedang mengejar Nabi. Orang itu bernama Suraqah. Ia mengejar hadiah sayembara, Larena jika ia dapat menangkap Nabi dalam keadaan hidup atau mati, ia akan mendapat hadiah yang besar dan sayembara yang diselenggarakan oleh orang-orang Quraisy Mekah. yaitu 100 ekor unta. 

Akan tetapi. ketika Suraqah sudah mendekati Nabi, ia tersungkur sehingga jatuh. Kemudian, terbentang awan dan debu sehingga menutup pandangannya dari Nabi dan Abu Bakar, Akhirnya, Suraqah menyadari bahwa ia tidak diperbolehkan Tuhan membunuh Muhammad. Lalu, Nabi datang menghampirinya. Dia duduk bersimpuh memohon ampun dan memohon perlindungan kepada Nabi. Nabi pun memberi maaf kepadanya. Dia diperbolehkan kembali ke rumahnya dan peristiwa ini tidak Suraqah ceritakan kepada kaumnya yang sedang mencari Muhammad saw. 

Baca juga biografi Rasulullah SAW selanjutnya pada judul :  Nabi Muhammad SAW. Memasuki Madinah (Biografi Lengkap Rasulllah SAW)

Monday, 19 September 2016

Permulaan Islam Tersiar Di Madinah

awal ula islam di madinah
Setibanya di Mekah, setelah menjalankan Isra’ dan Mi’raj, Nabi Muhammad hanya sewaktu-waktu menyiarkan agama Islam. Biasanya, ditujukan kepada orang-orang yang datang berkunjung dari tempat-tempat lain, seperti orang-orang yang berkunjung untuk menunaikan ibadah haji. 

Pada suatu saat di musim haji, Nabi berjumpa dengan enam orang dari suku Khazraj. Nabi pun menyampaikan ajaran Islam kepada mereka. Setelah berbincang-bincang dengan mereka, Nabi membacakan beberapa ayat A1-Qur’an dan beberapa pokok ajaran Islam. Mereka beriman kepada Nabi dan berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, ketahuilah bahwa Muhammad adalah Nabi Allah yang telah lama kita tunggu-tunggu sebagaimana tertulis dalam Taurat.

Kepada Nabi mereka berkata, “Kami beriman kepada engkau, wahai Nabi Allah. Di belakang kami sekarang ini, kaum kami terpecah-pecah menjadi dua golongan. Golongan Aus dan golongan Khazraj yang selalu bermusuhan dan saling membunuh. Pelajaran yang kami peroleh dari engkau ini akan kami siarkan kepada mereka. Mudah-mudahan semua ini dapat menghilangkan permusuhan yang telah berjalan lama itu.”
 
Setelah menerima ajaran Islam dari Nabi, mereka kembali pulang ke Madinah, mendakwahkan apa yang mereka peroleh dari Muhammad ke tengah-tengah masyarakat Yahudi, yaitu kaum mereka sendiri. Dakwah mereka mendapat sambutan yang baik dari penduduk Madinah. Mereka masuk agama Islam dengan ikhlas, sehingga Islam tersiar di Madinah lebih luas dibandingkan dengan penyebaran Islam di kota Mekah sendiri. Hampir di setiap rumah sudah ada yang masuk agama Islam. 

Berita ini sampai kepada Nabi. Beliau sangat senang, karena harapannya semakin nyata. Tetapi sayang, di Mekah, tempat yang terdiri dari kaumnya sendiri, Islam justru mendapatkan perlawanan yang sangat sengit. Setiap orang yang masuk Islam disiksa oleh kaum Quraisy.

Pada tahun berikutnya, datang pula 12 orang utusan yang terdiri dari suku Aus dan 10 orang suku Khazraj menghadap Nabi. Mereka menyatakan keislaman mereka di hadapan Nabi dan mereka bersumpah akan menjalankan syariat Islam dengan patuh; tidak akan menyekutukan Tuhan; tidak akan berbuat zina; dan akan menjauhkan diri dari segala kemungkaran. Sumpah itu terkenal dengan narna Bai’at Aqabah yang pertama. 

Mereka kembali ke Madinah dengan diikuti oleh seorang utusan Nabi yang pertama Mus’ab bin Umair. Ia sengaja diutus oleh Nabi atas permintaan mereka sendiri. Mus’ab bin Umair ini adalah seorang pemuda yang termasuk salah seorang sahabat Nabi yang pertama kali masuk Islam dan pernah ikut hijrah ke Abessinia sehingga ia banyak berpengalaman dalam menghadapi segala macam tantangan. Dengan semangat yang menggebu-gebu, mereka mendawahkan Islam di Madinah yang pada waktu itu terkenal dengan nama Yatsrib, sehingga Islam berkembang sangat pesat dari rumah ke rumah dan dari kabilah ke kabilah. 

Islam semakin tersiar di kota Madinah. Dua suku bangsa yang selama ini bermusuhan, sekarang hidup damai dan bersatu, bersama-sama menjalankan dan menyiarkan ajaran Islam di sana. 

Selanjutnya, pada musim haji tahun berikutnya, serombongan jamaah haji yang berjumlah 73 orang datang pula menemui Nabi yang bertempat di Aqabah, sehingga pertemuan ini dinamakan juga dengan Bai’at Aqabah kedua. Mereka yang telah menemui Nabi pada dua musim haji sebelumnya, ikut juga dalam rombongan ini. Atas nama rakyat Yatsrib, mereka meminta agar Nabi bersedia pindah ke Yatsrib. 

Abbas, paman Nabi yang masih kafir, ikut juga dalam pertemuan itu. Ia memberikan nasihat kepada mereka seraya berkata, “Kalian telah maklum, tentang kedudukan Muhammad di kalangan kami. Sampai saat ini, kami membela Muhammad dari musuh-musuhnya. Sekarang, kamu meminta supaya Muhammad menyertai dan hidup bersamamu. Jika kamu merasa dapat memenuhi perjanjian, kamu mengajak Muhammad hidup bersamamu karena kamu bersedia menanggung dan membela dia dalam segala hal, aku persilakan. Jika kamu merasa tidak sanggup, lebih baik jangan, dan jangan lupa kamu boleh mengajak dia apabila kamu sanggup menahan perlawanan bangsa Arab dan bangsa Yahudi.”

Bara bin Ma’rur, juru bicara rombongan, menjawab,“Ya, demi Allah kami akan melindunginya sebagaimana kami melindungi diri kami sendiri. Tetapi sebaiknya, kami pun ingin mendapat jaminan, apabila Muhammad saw. telah berkuasa, agar beliau tidak meninggalkan kami untuk selama-lamanya.” 

Nabi menyetujui usul mereka, kemudian semua yang hadir menjabat tangan Rasulullah saw. sambil bersumpah setia kepadanya. Mulai tersiarlah agama Islam di Madinah dan isi perjanjian itu pun akhirnya diketahui oleh bangsa Quraisy yang memusuhi Nabi. Mereka menjadi marah dan makin melipat gandakan ancaman dan siksaan mereka terhadap siapa saja yang memeluk Islam. Di mana saja mereka bertemu dengan orang Islam, mereka pukul, mereka lempar, dan kalau dapat, mereka bunuh. 

Keadaan menjadi begitu genting, sehingga kota Mekah menjadi neraka bagi umat Islam. Nabi menganjurkan setiap muslim yang tidak dapat mempertahankan diri untuk hijrah ke Madinah. Dengan sembunyi-sernbunyi, sedikit demi sedikit, mereka pun hijrah ke Madinah; meninggalkan anak-istrinya untuk mempertahankan agama dan keimanan yang telah mengakar dalam batinnya.

Kisah Isra’ Mi’Raj Nabi Muhammad

isra mi'raj
Tahun ke-10 dari kerasulan merupakan tahun duka cita yang paling berat dirasakan oleh Nabi. Beliau ditinggal oleh paman yang selama ini menjadi pelindungnya; ditinggal pula oleh istri yang begitu mencintai dan dicintainya. Dalam keadaan seperti itu, pada suatu malam, di saat beliau sedang tidur di rumah Ummi Hani binti Abu Thalib, datanglah Malaikat Jibril bersama Malaikat Mikail dan ditemani seorang Malaikat pengawal menemui Nabi. Tujuannya adalah untuk menjemput Nabi dan akan diajak berisra’ dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Palestina.
 
Dalam hal ini Allah berfirman :


Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Harani ke Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda- tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya, Dia adalah Maha Pelendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Israa’ [17]: 1)
 
Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa perjalanan Nabi dari Masjidil Hararn ke Masjidil Aqsha tersebut dengan mengendarai sebuah kendaraan yang dinamakan Buraq. Hal ini dinyatakan dalam sebuah hadits, “... telah didatangkan kepadaku seekor buraq dan itulah seekor binatang yang putih rupanya, panjang (tingginya) melebihi keledai, lebih pendek dari bighal. Jika ia melangkahkan kakinya kecepatnya sejauh mata memandang. 

Dimulailah perjalanan yang sangat bersejarah itu. Tidak lama kemudian sampailah beliau di suatu negeri yang bernama Thaibah. Negeri ini, pada masa lalu, di zaman para Nabi terdahulu, merupakan sumber pengetahuan dari ilmu, sehingga dapat disaksikan oleh Nabi saw. Di sana banyak gedung megah yang menjadi tempat-tempat menuntut ilmu pengetahuan. Negeri Thaibah begitu anggun dan megah, sehingga orang menyebut negeri itu dengan negeri Madinah, yang dapat diartikan sebagai negeri sumber segala pengetahuan. 

Beliau melanjutkan perjalanannya dan hanya sekejap sampailah di suatu tempat, yang bernama Syajarah Musa. Di tempat ini, beliau dan Jibril turun dan melakukan shalat dua rakaat. 

Usai melakukan shalat sunnah dua rakaat beliau meneruskan perjalanan. Tidak lama kemudian sampailah ke bukit Tursina, yaitu tempat Nabi Musa as. Menerima wahyu dari Allah swt. Di tempat ini, beliau turun, dan sebagaimana di tempat-tempat yang beliau singgahi sebelumnya, beliau pun melakukan shalat dua rakaat. 

Beliau meneruskan perjalanannya sehingga sampailah di sebuah tempat yang bernama Baitul Lahmi, yaitu tempat kelahiran Nabi Isa as. Di tempat ini, beliau turun dan melakukan shalat dua rakaat. Perjalanan diteruskan dan tidak lama kemudian sampailah ke Baitul Maqdis. 

Di Baitul Maqdis, ternyata telah berkumpul para Nabi terdahulu, menantikan kedatangan beliau. Nabi-nabi itu di antara lain: Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, Nabi Daud as, Nabi Sulaiman as, dan Nabi Isa as. Di tempat itu pula mereka bersama-sama melaksanakan shalat dua rakaat dan Nabi Muhammad saw. yang menjadi imamnya. 

Selesai melaksanakan shalat, para nabi secara bergantian menyampaikan sambutannya, dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah yang telah mengangkat mereka menjadi utusan Allah serta memberikan mukjizat kepada mereka masing-masing. Atas perintah Allah pula mereka sengaja turun ke bumi lalu berkumpul di Masjidil Aqsha, untuk menyambut kedatangan Nabi akhir zaman yang menjadi kekasih Allah. Sambutan terakhir disampaikan oleh Nabi Muhammad sendiri, yang juga menyampaikan ucapan puji syukur ke hadirat Allah swt. dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada mereka. 

Demikianlah sekilas mengenai Isra’ Nabi Muhammad saw, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Selanjutnya, akan dibahas pula mengenai Mi’raj Nabi Muhammad saw. Mi‘raj adalah perjalanan Nabi dari Masjidil Aqsha di Palestina naik ke langit tertinggi untuk menghadap Allah swt. di Sidratul Muntaha. 

Dalam perjalanan naik ke langit itu, telah disediakan kendaraan yang dinamakan Sulam Jannah, yaitu sebuah tangga dari surga yang secara otornatis bisa naik-turun, dan kecepatannya seperti kilat. Kedua kaki tangga tersebut terletak di atas sebuah batu besar yang terdapat di halaman masjid itu. Tangga otornatis yang istirnewa itu, mempunyai sepuluh anak tangga. Anak tangga pertama adalah melambangkan langkah untuk sampai ke langit pertama. Anak tangga kedua adalah melambangkan langkah untuk sampai ke langit kedua dan seterusnya. 

Dengan menginjakkan kakinya di anak tangga yang pertama, lalu sampailah di langit yang pertama. Langit pertama terbuat dari perak murni dengan bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas. Tiap lapisan langit dijaga oleh Malaikat agar jangan ada setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit yang pertama ini, Nabi berjumpa dengan Nabi Adam. Nabi memberi hormat kepada beliau. Di tempat ini pula semua makhluk memuja dan memuji Tuhannya. 

Lalu, Nabi naik tingkat ke langit yang kedua. Di langit yang kedua ini Nabi berjumpa dengan Nabi Isa as. Dan Yahya as. Nabi Muhammad saw. segera disambut dengan baik dan penuh hormat oleh kedua Nabi tersebut. Keduanya juga memberi doa restunya untuk keselamatan Nabi Muhammad saw. 

Selanjutnya, Nabi naik ke tingkat berikutnya, ke langit yang ketiga. Di langit yang ketiga ini, Nabi Muhammad berjumpa dengan Nabi Yusuf. Nabi Muhammad kagum melihat ketampanan Nabi Yusuf, sehingga Nabi bertanya kepada Jibril, “Siapakah orang yang sangat tampan ini ?“ Jibril menjawab, “Inilah Nabi Yusuf yang terkenal paling tampan di dunia.” 

Kemudian Nabi naik ke langit keempat. Di sini, Nabi Muhammad berjumpa dengan Nabi Idris as. yang telah memperoleh karunia yang tinggi dari Allah swt. 

Nabi melanjutkan naik ke langit yang kelima. Dengan iringan sambutan yang penuh hormat dari penjaga langit kelima, Nabi Muhammad beserta Jibril segera masuk. Di langit yang kelima ini Nabi Muhammad saw. berjumpa dengan Nabi Harun as. Beliau segera mengucapkan salam yang segera disambut oleh Nabi Harun as. dengan penuh hormat. Pertemuan ini pun tidak berbeda seperti pertemuan dua orang saudara, penuh keakraban dan saling hormat. 

Nabi saw. bersama Jibril naik ke langit yang keenam. Di langit keenam ini, Nahi Muhammad saw. menyaksikan suatu keanehan, karena tiba-tiba Nabi Musa as. menangis tersedu-sedu. Ketika ditanyakan, Nabi Musa as. pun menjawah, “Karena aku tidak mengira bahwa ada seorang Nabi yang diutus Allah sesudahku, umatnya akan lebih banyak masuk surga daripada umatku.” 

Pada saat Nabi hendak meneruskan perjalanannya ke langit yang ketujuh Nabi Musa berpesan kepada Nabi Muhammad agar singgah sebentar di tempatnya setibanya dari langit ketujuh karena Nabi Musa ingin mendengarkan hasil-hasil yang diperoleh dari sisi Tuhannya. 

Lalu, Nabi naik tingkat ke langit yang ketujuh. Di langit yang ketujuh ini Nabi Muhammad berjumpa dengan Nabi Ibrahirn as. Saat itu, Nabi Ibrahim sedang bersandar di Baitul Ma’mur, yaitu sebuah masjid yang sangat besar, yang berada di langit itu. Dalam pertemuan itu, Ibrahim memberikan nasihat kepada Nabi Muhammad saw. Nasihat Nabi Ibrahim, “Wahai Muhammad, aku nasihatkan agar engkau menyuruh umatmu untuk memperbanyak tanaman surga.” 

Nabi saw. bertanya, “Apakah yang kau maksudkan dengan tanaman surga?” Ibrahim as. Menjawab, “Tanaman surga ialah ucapan La haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil azhim.”

Nabi Muhammad saw. bersama Jibril naik ke Sidratul Muntaha. Di Sidratul Muntaha ini Nabi Muhammad saw. menyaksikan keindahan panorama yang tiada bandingnya dan tidak terdapat di tempat mana pun, terlebih di dunia. 

Selesai menyaksikan keindahan panorama di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad saw. diajak oleh malaikat Jibril untuk menyaksikan keadaan surga dan neraka. Lalu, Nabi melanjutkan Mi‘raj sampai ke tingkat yang kesepuluh yang dinamakan Mustawa. Dalam perjalanan ke mustawa Nabi Muhammad melakukannya seorang diri tanpa ditemani oleh Malaikat Jibril, karena Jibril merasa tidak sanggup untuk melangkah ke tingkat yang lebih tinggi lagi. 

Kernudian, Nabi Muhammad saw. diangkat naik setingkat lagi sampai ke ‘Arasy. Di ‘Arasy inilah Nabi Muhammad saw. menerima perintah shalat sebanyak 50 kali dalam sehari semalam. Namun, ketika Nabi akan kembali ke dunia, Nabi terlebih dahulu singgah sebentar di tempat Nabi Musa as. sebagaimana yang telah dipesannya. Nabi Musa mengusulkan kepada Nabi Muhammad agar meminta keringanan. 

Sebanyak 9 kali Nabi Muhammad naik-turun dari langit keenam (tempat Nabi Musa) ke Sidratul Muntaha, sujud di hadapan Ilahi memohon keringanan. Setiap kali Nabi kembali menemui-Nya, dan sujud di hadapan-Nya untuk memohon keringanan, dikurang-Nya lima kali dan akhirnya tersisa lima kali. Tetapi, nilai dari pahala shalat yang lima kali itu sebenarnya sama dengan yang 50 kali. 

Selesai melaksanakan Mi’raj, Muhammad kembali ke bumi dengan tangga Sulam Jannah. Buraq pun dilepaskan, lalu dia kembali dari Baitul Maqdis ke Mekah naik hewan bersayap itu. 

Perjalanan Mi’raj dengan segala yang dilihat Nabi di dalamnya adalah kebenaran yang membawa pelajaran yang sangat berharga, dan itu bukan mimpi yang tidak memiliki arti apa-apa. Inilah salah satu cara yang berasal dari Allah swt. untuk menyatakan kebesaran diri-Nya dan memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada hamba-Nya yang terpilih. Ketika itu, dapatlah hamba itu berhubungan dengan Penciptanya hingga teguh keyakinannya kepada-Nya dalam menjalankan kewajibannya yang suci menjadi utusan Allah. 

Keesokan harinya, datanglah Jibril kepada Nabi saw. mengajarkan cara melakukan shalat yang lima kali dalam sehari semalam, di mana sebelumnya Nabi saw. melakukan shalat dua rakaat pada waktu pagi dan dua rakaat pada waktu petang, sebagaimana ibadah Nahi Ibrahim as. di masa lalu. 

Berita tentang Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. telah menggemparkan masyarakat Mekah. Kebanyakan umat Islam pada waktu itu tetap mernpercayai Nabi. Mereka selalu yakin akan kebenaran setiap perkataan Nabi. Abu Bakar misalnya, ketika ditanya oleh orang-orang Quraisy, dengan tegas ia menjawab, “Kalau memang Muhammad berkata demikian, maka sesungguhnya dia berkata benar. Aku mempercayainya, bahkan saya membenarkan yang lebih dari itu.” 

Karena keyakinan Abu Bakar inilah, sejak saat itu ia diberi gelar Ash-Shiddiq. Artinya, orang yang membenarkan Nabi tanpa sedikit keraguan. Akan tetapi, di antara mereka ada yang mengingkari kerasulan serta kebenaran berita itu. Bahkan, ada beberapa orang yang baru masuk Islam, setelah mendengar cerita dari Nabi tentang Isra’ Mi’raj telah pulang pergi antara Mekah dan Baitul Maqdis dalam waktu kurang dari satu malam, mereka berbalik tidak mempercayai Nabi lagi.

Tabir Wanita