Tahun ke-10 dari kerasulan merupakan tahun duka cita yang paling berat dirasakan oleh Nabi. Beliau ditinggal oleh paman yang selama ini menjadi pelindungnya; ditinggal pula oleh istri yang begitu mencintai dan dicintainya. Dalam keadaan seperti itu, pada suatu malam, di saat beliau sedang tidur di rumah Ummi Hani binti Abu Thalib, datanglah Malaikat Jibril bersama Malaikat Mikail dan ditemani seorang Malaikat pengawal menemui Nabi. Tujuannya adalah untuk menjemput Nabi dan akan diajak berisra’ dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Palestina.
Dalam hal ini Allah berfirman :
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Harani ke Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda- tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya, Dia adalah Maha Pelendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Israa’ [17]: 1)
Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa perjalanan Nabi dari Masjidil Hararn ke Masjidil Aqsha tersebut dengan mengendarai sebuah kendaraan yang dinamakan Buraq. Hal ini dinyatakan dalam sebuah hadits, “... telah didatangkan kepadaku seekor buraq dan itulah seekor binatang yang putih rupanya, panjang (tingginya) melebihi keledai, lebih pendek dari bighal. Jika ia melangkahkan kakinya kecepatnya sejauh mata memandang.
Dimulailah perjalanan yang sangat bersejarah itu. Tidak lama kemudian sampailah beliau di suatu negeri yang bernama Thaibah. Negeri ini, pada masa lalu, di zaman para Nabi terdahulu, merupakan sumber pengetahuan dari ilmu, sehingga dapat disaksikan oleh Nabi saw. Di sana banyak gedung megah yang menjadi tempat-tempat menuntut ilmu pengetahuan. Negeri Thaibah begitu anggun dan megah, sehingga orang menyebut negeri itu dengan negeri Madinah, yang dapat diartikan sebagai negeri sumber segala pengetahuan.
Beliau melanjutkan perjalanannya dan hanya sekejap sampailah di suatu tempat, yang bernama Syajarah Musa. Di tempat ini, beliau dan Jibril turun dan melakukan shalat dua rakaat.
Usai melakukan shalat sunnah dua rakaat beliau meneruskan perjalanan. Tidak lama kemudian sampailah ke bukit Tursina, yaitu tempat Nabi Musa as. Menerima wahyu dari Allah swt. Di tempat ini, beliau turun, dan sebagaimana di tempat-tempat yang beliau singgahi sebelumnya, beliau pun melakukan shalat dua rakaat.
Beliau meneruskan perjalanannya sehingga sampailah di sebuah tempat yang bernama Baitul Lahmi, yaitu tempat kelahiran Nabi Isa as. Di tempat ini, beliau turun dan melakukan shalat dua rakaat. Perjalanan diteruskan dan tidak lama kemudian sampailah ke Baitul Maqdis.
Di Baitul Maqdis, ternyata telah berkumpul para Nabi terdahulu, menantikan kedatangan beliau. Nabi-nabi itu di antara lain: Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, Nabi Daud as, Nabi Sulaiman as, dan Nabi Isa as. Di tempat itu pula mereka bersama-sama melaksanakan shalat dua rakaat dan Nabi Muhammad saw. yang menjadi imamnya.
Selesai melaksanakan shalat, para nabi secara bergantian menyampaikan sambutannya, dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah yang telah mengangkat mereka menjadi utusan Allah serta memberikan mukjizat kepada mereka masing-masing. Atas perintah Allah pula mereka sengaja turun ke bumi lalu berkumpul di Masjidil Aqsha, untuk menyambut kedatangan Nabi akhir zaman yang menjadi kekasih Allah. Sambutan terakhir disampaikan oleh Nabi Muhammad sendiri, yang juga menyampaikan ucapan puji syukur ke hadirat Allah swt. dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada mereka.
Demikianlah sekilas mengenai Isra’ Nabi Muhammad saw, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Selanjutnya, akan dibahas pula mengenai Mi’raj Nabi Muhammad saw. Mi‘raj adalah perjalanan Nabi dari Masjidil Aqsha di Palestina naik ke langit tertinggi untuk menghadap Allah swt. di Sidratul Muntaha.
Dalam perjalanan naik ke langit itu, telah disediakan kendaraan yang dinamakan Sulam Jannah, yaitu sebuah tangga dari surga yang secara otornatis bisa naik-turun, dan kecepatannya seperti kilat. Kedua kaki tangga tersebut terletak di atas sebuah batu besar yang terdapat di halaman masjid itu. Tangga otornatis yang istirnewa itu, mempunyai sepuluh anak tangga. Anak tangga pertama adalah melambangkan langkah untuk sampai ke langit pertama. Anak tangga kedua adalah melambangkan langkah untuk sampai ke langit kedua dan seterusnya.
Dengan menginjakkan kakinya di anak tangga yang pertama, lalu sampailah di langit yang pertama. Langit pertama terbuat dari perak murni dengan bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas. Tiap lapisan langit dijaga oleh Malaikat agar jangan ada setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit yang pertama ini, Nabi berjumpa dengan Nabi Adam. Nabi memberi hormat kepada beliau. Di tempat ini pula semua makhluk memuja dan memuji Tuhannya.
Lalu, Nabi naik tingkat ke langit yang kedua. Di langit yang kedua ini Nabi berjumpa dengan Nabi Isa as. Dan Yahya as. Nabi Muhammad saw. segera disambut dengan baik dan penuh hormat oleh kedua Nabi tersebut. Keduanya juga memberi doa restunya untuk keselamatan Nabi Muhammad saw.
Selanjutnya, Nabi naik ke tingkat berikutnya, ke langit yang ketiga. Di langit yang ketiga ini, Nabi Muhammad berjumpa dengan Nabi Yusuf. Nabi Muhammad kagum melihat ketampanan Nabi Yusuf, sehingga Nabi bertanya kepada Jibril, “Siapakah orang yang sangat tampan ini ?“ Jibril menjawab, “Inilah Nabi Yusuf yang terkenal paling tampan di dunia.”
Kemudian Nabi naik ke langit keempat. Di sini, Nabi Muhammad berjumpa dengan Nabi Idris as. yang telah memperoleh karunia yang tinggi dari Allah swt.
Nabi melanjutkan naik ke langit yang kelima. Dengan iringan sambutan yang penuh hormat dari penjaga langit kelima, Nabi Muhammad beserta Jibril segera masuk. Di langit yang kelima ini Nabi Muhammad saw. berjumpa dengan Nabi Harun as. Beliau segera mengucapkan salam yang segera disambut oleh Nabi Harun as. dengan penuh hormat. Pertemuan ini pun tidak berbeda seperti pertemuan dua orang saudara, penuh keakraban dan saling hormat.
Nabi saw. bersama Jibril naik ke langit yang keenam. Di langit keenam ini, Nahi Muhammad saw. menyaksikan suatu keanehan, karena tiba-tiba Nabi Musa as. menangis tersedu-sedu. Ketika ditanyakan, Nabi Musa as. pun menjawah, “Karena aku tidak mengira bahwa ada seorang Nabi yang diutus Allah sesudahku, umatnya akan lebih banyak masuk surga daripada umatku.”
Pada saat Nabi hendak meneruskan perjalanannya ke langit yang ketujuh Nabi Musa berpesan kepada Nabi Muhammad agar singgah sebentar di tempatnya setibanya dari langit ketujuh karena Nabi Musa ingin mendengarkan hasil-hasil yang diperoleh dari sisi Tuhannya.
Lalu, Nabi naik tingkat ke langit yang ketujuh. Di langit yang ketujuh ini Nabi Muhammad berjumpa dengan Nabi Ibrahirn as. Saat itu, Nabi Ibrahim sedang bersandar di Baitul Ma’mur, yaitu sebuah masjid yang sangat besar, yang berada di langit itu. Dalam pertemuan itu, Ibrahim memberikan nasihat kepada Nabi Muhammad saw. Nasihat Nabi Ibrahim, “Wahai Muhammad, aku nasihatkan agar engkau menyuruh umatmu untuk memperbanyak tanaman surga.”
Nabi saw. bertanya, “Apakah yang kau maksudkan dengan tanaman surga?” Ibrahim as. Menjawab, “Tanaman surga ialah ucapan La haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil azhim.”
Nabi Muhammad saw. bersama Jibril naik ke Sidratul Muntaha. Di Sidratul Muntaha ini Nabi Muhammad saw. menyaksikan keindahan panorama yang tiada bandingnya dan tidak terdapat di tempat mana pun, terlebih di dunia.
Selesai menyaksikan keindahan panorama di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad saw. diajak oleh malaikat Jibril untuk menyaksikan keadaan surga dan neraka. Lalu, Nabi melanjutkan Mi‘raj sampai ke tingkat yang kesepuluh yang dinamakan Mustawa. Dalam perjalanan ke mustawa Nabi Muhammad melakukannya seorang diri tanpa ditemani oleh Malaikat Jibril, karena Jibril merasa tidak sanggup untuk melangkah ke tingkat yang lebih tinggi lagi.
Kernudian, Nabi Muhammad saw. diangkat naik setingkat lagi sampai ke ‘Arasy. Di ‘Arasy inilah Nabi Muhammad saw. menerima perintah shalat sebanyak 50 kali dalam sehari semalam. Namun, ketika Nabi akan kembali ke dunia, Nabi terlebih dahulu singgah sebentar di tempat Nabi Musa as. sebagaimana yang telah dipesannya. Nabi Musa mengusulkan kepada Nabi Muhammad agar meminta keringanan.
Sebanyak 9 kali Nabi Muhammad naik-turun dari langit keenam (tempat Nabi Musa) ke Sidratul Muntaha, sujud di hadapan Ilahi memohon keringanan. Setiap kali Nabi kembali menemui-Nya, dan sujud di hadapan-Nya untuk memohon keringanan, dikurang-Nya lima kali dan akhirnya tersisa lima kali. Tetapi, nilai dari pahala shalat yang lima kali itu sebenarnya sama dengan yang 50 kali.
Selesai melaksanakan Mi’raj, Muhammad kembali ke bumi dengan tangga Sulam Jannah. Buraq pun dilepaskan, lalu dia kembali dari Baitul Maqdis ke Mekah naik hewan bersayap itu.
Perjalanan Mi’raj dengan segala yang dilihat Nabi di dalamnya adalah kebenaran yang membawa pelajaran yang sangat berharga, dan itu bukan mimpi yang tidak memiliki arti apa-apa. Inilah salah satu cara yang berasal dari Allah swt. untuk menyatakan kebesaran diri-Nya dan memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada hamba-Nya yang terpilih. Ketika itu, dapatlah hamba itu berhubungan dengan Penciptanya hingga teguh keyakinannya kepada-Nya dalam menjalankan kewajibannya yang suci menjadi utusan Allah.
Keesokan harinya, datanglah Jibril kepada Nabi saw. mengajarkan cara melakukan shalat yang lima kali dalam sehari semalam, di mana sebelumnya Nabi saw. melakukan shalat dua rakaat pada waktu pagi dan dua rakaat pada waktu petang, sebagaimana ibadah Nahi Ibrahim as. di masa lalu.
Berita tentang Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. telah menggemparkan masyarakat Mekah. Kebanyakan umat Islam pada waktu itu tetap mernpercayai Nabi. Mereka selalu yakin akan kebenaran setiap perkataan Nabi. Abu Bakar misalnya, ketika ditanya oleh orang-orang Quraisy, dengan tegas ia menjawab, “Kalau memang Muhammad berkata demikian, maka sesungguhnya dia berkata benar. Aku mempercayainya, bahkan saya membenarkan yang lebih dari itu.”
Karena keyakinan Abu Bakar inilah, sejak saat itu ia diberi gelar Ash-Shiddiq. Artinya, orang yang membenarkan Nabi tanpa sedikit keraguan. Akan tetapi, di antara mereka ada yang mengingkari kerasulan serta kebenaran berita itu. Bahkan, ada beberapa orang yang baru masuk Islam, setelah mendengar cerita dari Nabi tentang Isra’ Mi’raj telah pulang pergi antara Mekah dan Baitul Maqdis dalam waktu kurang dari satu malam, mereka berbalik tidak mempercayai Nabi lagi.