Sunday, 23 October 2016

Fatwa Ulama Tentang Hukum Membaca "Ushalli" Sebelum Takbiratul Ihram

Berikut ini kita coba perhatikan beberapa fatwa ulama mengenai talaffuz bin-niyyah ini. 

1. Berkata Imarn Nawawi dalam kitab Al-Minhaj :
“Niat itu tempatnya di dalam hati dan disunnatkan melafazkannya sesaat sebelum takbir” 

2. Berkata Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj II/12 :
“Dan disunnatkan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan dapat menolong hati dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya walaupun (pendapat yang mewajibkan ini) adalah syaz yakni menyimpang. Kesunnatan ini juga karena qiyas terhadap adanya pelafazan dalam niat haji”. 


3. Berkata Imam Ramli dalam Nihayatul Muhtaj jilid 1/437:
“Dan disunnatakan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan menolong hati dan karena pelafazan itu dapat menjauhkan dari was-was dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkan “. 

Memperhatikan pernyataan Ibnu Hajar Al-Haitami dan Imarn Ramli yang mengatakan bahwa diantara tujuan pelafazan niat itu adalah “Agar lisan dapat menolong hati” dan “Agar terjauhkan dari was-was” menunjukkan adanya semangat ijtihad dikalangan para ulama agar hati sebagai tempat niat dapat lebih terkonsentrasi (khusyu’) diketika melakukan niat itu. Sehingga dianjurkan agar sebelum hati melakukan niat sebaiknya diucapkan dulu niat tersebut agar setelah itu hati kita dapat lebih mantap melakukannya. Memang sangat dirasakan manfaat dari pengucapan dengan lisan itu. Contoh sederhana ketika seseorang hendak menghitung sesuatu. Andai dicukupkan menghitung dalam hati saja dengan satu, dua, tiga dan seterusnya, maka kemungkinan hati menjadi bimbang sangatlah besar. Tetapi apabila mengucapkan satu, dua , tiga dan seterusnya itu disertai dengan lisan kita, maka hati kita akan lebih mantap dalam melakukan penghitungan. Cobalah anda menghitung sesuatu dengan diam, cukup dengan hati saja. Kemudian anda bandingkan dengan menghitung yang disertai ucapan lisan. Pasti anda akan merasakan perbedaannya. 

Terakhir perlu kiranya kita ketahui bagaimana pendapat Imam Madzhab yang empat dalam masalah talaffuz bin-niyyah ini . 

Tersebut dalam kitab A1-Fiqhul Islami karangan Dr. Wahbah Zuhaili jilid 1/767 :
“Disunnatkan melafazkan niat menurut jumhur ulama selain madzhab Maliki”. 

Adapun menurut madzhab Maliki diterangkan dalam kitab yang sama jilid 1/214 bahwa :
“Yang utama adalah tidak melafazkan niat kecuali bagi orang yang berpenyakit was-was, maka disunnatkanlah baginya melafazkan agar hilang daripadanya keragu-raguan “. 

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa : “Sunnat melafazkan niat shalat atau membaca ushalli sesaat menjelang takbirotul ihram dengan tujuan agar lidah menolong hati atau agar terhindar dari was-was (kebimbangan dan keragu-raguan)”. Fatwa ini adalah fatwa dalam madzhab Hanafi, madzhab Syafi’i dan madzhab Hambali. Adapun madzhab Maliki, maka disunnatkan bagi yang berpenyakit was-was saja. Oleh karena itu mengatakan talaffuz bin-niyyah sebagai amalan yang bid’ah berarti menuduh Imam Madzhab yang empat beserta seluruh pengikutnya sebagai pelaku bid’ah yang akan masuk dalam neraka. Na’uuzubillaahi min zaalik! Semoga kita terhindar dari menuduh sesama muslim apalagi ulama-ulama yang besar dengan tuduhan keji sepenti ini.

0 komentar:

Post a Comment

Tabir Wanita