Tanya : Bulan puasa hampir habis. Hari raya makin dekat. Seperti kita maklumi, pada hari raya inl kita melaksanakan shalat Idul Fitri. Karena shalat ini hariya setahun sekali, saya menjadi sering lupa cara mengerjakannya. Karena itu mohon penjelasan Bapak. (Hening, Semarang)
Jawab : Sebentar lagi, setelah menjalani puasa sebulan penuh, umat Islam akan merayakan Idul Fitri pada 1 Syawal. Pada hari itu kaum Muslimin diperintahkan melakukan shalat Idul Fitri (shalat Id). Shalat tersebut hukumnya sunah muakkad bagi semua orang, lelaki dan perempuan, dalam keadaan bepergian (musafir) atau di rumah. Artinya sangat dianjurkan oleh agama tetapi tidak sampai diwajibkan.
Kali pertama disyariatkan atas nama Nabi Muhammad Saw. pada tahun kedua Hijriyah dan menjadi salah satu khushusiahnya, karena tidak disyariatkan pada umat-umat terdahulu. (Al-Bajurr, I, 224).
Shalat Id dapat dikerjakan setelah matahari terbit, hingga masuk waktu shalat Zhuhur. Jumlah rakaatnya dua. Dapat dikerjakan secara berjamaah dan munfarid atau sendirian. Jadi, kalau karena suatu alasan tidak sempat di masjid, dapat mengerjakan sendirian di rurnah. Lebih baik shalat sendirian daripada tidak sama sekali. Tetapi yang lebih utama adalah berjamaah, karena hal itu dapat mempererat hubungan anggota masyarakat.
Syarat rukun shalat Id sama dengan shalat lain. Begitu pula hal-hal yang membatalkan dan pekerjaan-pekerjaan atau ucapan-ucapan yang disunahkan. Dengan demikian, orang yang shalat Id harus bersih dari hadas dan najis, menutup aurat, membaca Fatihah, dilarang berbicara dan sejenisnya.
Kalaupun terdapat perbedaan, terletak pada nat dan anjuran takbir. Niat shalat tentu saja berbeda-beda. Bunyi niat shalat Idul Fitri adalah, “ushaili rak’ataini sunnata ‘idul fitri” kalau munfarid. Ditambah “imaaman” kalau menjadi imam, dan “ma‘muuman” jika menjadi makmum.
Dalam shalat Id disunahkan takbir seperti takbiratul ibram dengan mengangkat kedua tangan seraya mengucapkan lafal “Allahu akbar” tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakaat kedua.
Pada rakaat pertama, takbir dilakukan setelah membaca doa iftitah, yakni “kabira wa alhamdu lillahi katsiira... -, dan seterusnya dan setelah membaca ta‘awud (a‘udzu bilah minas syaitani ar-rajiim).
Sebagaimana kita ketahui bersama, setelah takbiratul ihram kita disunahkan membaca doa iftitah dan sebelum Fatihah membaca ta’awudz. Kalau tidak membaca doa iftitah, takbir dilakukan langsung setelah takbiratul ihram. Jika tidak membaca ta’awudz, takbir langsung disusul bacaan Fatihah. Bila seseorang setelah takbiratul ihram langsung membaca Fatihah, sudah tidak disunahkan karena waktunya telah lewat (Al-Fiqh Al-Manhaji: I, 224).
Sedangkan pada rakaat kedua, takbir dilakukan setelah takbir ikhram, yakni takbir setelah bangun dari sujud. Di antara dua takbir, baik pada rakaat pertama maupun rakaat kedua disunahkan membaca kalimat “subhariallah wal hamdu liliah wa Iaa ilaaha ilallaah wallaahu akbar.”
Setelah Fatihah pada rakaat pertama, sebaiknya membaca surat Sabbihisma atau Al-Kaafirun, dan rakaat kedua membaca surat A1-Ghaasyiyah atu Al-Ikhlash.
Selesai shalat Id dua rakaat, disunahkan khotbah dua kali jika dilakukan secara berjamaah. Adapun shalat Id sendirian, tidak usah diiukuti khotbah. Ketika khotbah, hendaknya khotib menerangkan hal ihwal zakat fitrah.
Di samping shalat Id, kaum Muslimin dianjurkan atau disunahkan membaca takbir sejak matahari terbenam hari terakhir bulan Ramadhari hingga imam shalat Id jika shalat berjamaah. Atau sampai takbiratulihrarn kalau shalat sendirian.
Hal itu merupakan realisasi perintah Allah dalam Al-Quran:
Artinya: “Allah mengehendaki kemudahari bagimu, dan tidak rnenghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaknya kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan (bertakbir) Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. -, (QS. Al-Baqarah, 185)
Lafal takbir adalah seperti yang biasa kita dengar setiap hari raya, ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allahu akbar, Laa ilaaha Illallaallah wallaahu akbar,Allaahu akbar waliliaahilhamdu. “(Al-Adzkar, 145-146).
Jawab : Sebentar lagi, setelah menjalani puasa sebulan penuh, umat Islam akan merayakan Idul Fitri pada 1 Syawal. Pada hari itu kaum Muslimin diperintahkan melakukan shalat Idul Fitri (shalat Id). Shalat tersebut hukumnya sunah muakkad bagi semua orang, lelaki dan perempuan, dalam keadaan bepergian (musafir) atau di rumah. Artinya sangat dianjurkan oleh agama tetapi tidak sampai diwajibkan.
Kali pertama disyariatkan atas nama Nabi Muhammad Saw. pada tahun kedua Hijriyah dan menjadi salah satu khushusiahnya, karena tidak disyariatkan pada umat-umat terdahulu. (Al-Bajurr, I, 224).
Shalat Id dapat dikerjakan setelah matahari terbit, hingga masuk waktu shalat Zhuhur. Jumlah rakaatnya dua. Dapat dikerjakan secara berjamaah dan munfarid atau sendirian. Jadi, kalau karena suatu alasan tidak sempat di masjid, dapat mengerjakan sendirian di rurnah. Lebih baik shalat sendirian daripada tidak sama sekali. Tetapi yang lebih utama adalah berjamaah, karena hal itu dapat mempererat hubungan anggota masyarakat.
Syarat rukun shalat Id sama dengan shalat lain. Begitu pula hal-hal yang membatalkan dan pekerjaan-pekerjaan atau ucapan-ucapan yang disunahkan. Dengan demikian, orang yang shalat Id harus bersih dari hadas dan najis, menutup aurat, membaca Fatihah, dilarang berbicara dan sejenisnya.
Kalaupun terdapat perbedaan, terletak pada nat dan anjuran takbir. Niat shalat tentu saja berbeda-beda. Bunyi niat shalat Idul Fitri adalah, “ushaili rak’ataini sunnata ‘idul fitri” kalau munfarid. Ditambah “imaaman” kalau menjadi imam, dan “ma‘muuman” jika menjadi makmum.
Dalam shalat Id disunahkan takbir seperti takbiratul ibram dengan mengangkat kedua tangan seraya mengucapkan lafal “Allahu akbar” tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakaat kedua.
Pada rakaat pertama, takbir dilakukan setelah membaca doa iftitah, yakni “kabira wa alhamdu lillahi katsiira... -, dan seterusnya dan setelah membaca ta‘awud (a‘udzu bilah minas syaitani ar-rajiim).
Sebagaimana kita ketahui bersama, setelah takbiratul ihram kita disunahkan membaca doa iftitah dan sebelum Fatihah membaca ta’awudz. Kalau tidak membaca doa iftitah, takbir dilakukan langsung setelah takbiratul ihram. Jika tidak membaca ta’awudz, takbir langsung disusul bacaan Fatihah. Bila seseorang setelah takbiratul ihram langsung membaca Fatihah, sudah tidak disunahkan karena waktunya telah lewat (Al-Fiqh Al-Manhaji: I, 224).
Sedangkan pada rakaat kedua, takbir dilakukan setelah takbir ikhram, yakni takbir setelah bangun dari sujud. Di antara dua takbir, baik pada rakaat pertama maupun rakaat kedua disunahkan membaca kalimat “subhariallah wal hamdu liliah wa Iaa ilaaha ilallaah wallaahu akbar.”
Setelah Fatihah pada rakaat pertama, sebaiknya membaca surat Sabbihisma atau Al-Kaafirun, dan rakaat kedua membaca surat A1-Ghaasyiyah atu Al-Ikhlash.
Selesai shalat Id dua rakaat, disunahkan khotbah dua kali jika dilakukan secara berjamaah. Adapun shalat Id sendirian, tidak usah diiukuti khotbah. Ketika khotbah, hendaknya khotib menerangkan hal ihwal zakat fitrah.
Di samping shalat Id, kaum Muslimin dianjurkan atau disunahkan membaca takbir sejak matahari terbenam hari terakhir bulan Ramadhari hingga imam shalat Id jika shalat berjamaah. Atau sampai takbiratulihrarn kalau shalat sendirian.
Hal itu merupakan realisasi perintah Allah dalam Al-Quran:
Artinya: “Allah mengehendaki kemudahari bagimu, dan tidak rnenghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaknya kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan (bertakbir) Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. -, (QS. Al-Baqarah, 185)
Lafal takbir adalah seperti yang biasa kita dengar setiap hari raya, ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allahu akbar, Laa ilaaha Illallaallah wallaahu akbar,Allaahu akbar waliliaahilhamdu. “(Al-Adzkar, 145-146).
0 komentar:
Post a Comment