Saturday, 29 October 2016

Peperangan Melawan Kaum Murtad (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.
Wafatnya Rasulullah saw. telah memancing kemurtadan sebagian kabilah Arab. Mereka keluar dari Islam dan memeluk agama lamanya. Khalifah baru, Abu Bakar AshS hiddiq, segera mengeluarkan kebijakan menumpas berbagai gerakan yang menjurus pada kekafiran, kesesatan dan kemurtadan. Dia mengagendakan penyatuan seluruh semenanjung Arab dalam pangkuan Islam. 

Gejala kemurtadan itu dilatarbelakangi beberapa faktor. Sebagian kabilah tidak mau membayar zakat. Mereka ingin terbebas dari beban keagamaan Islam dan kembali pada tradisi jahiliah. Sebagian kabilah lain ingin merebut tongkat kekuasaan untuk memimpin seluruh daratan Arab. Dari sini, muncullah sejumlali nabi palsu yang mengecoh Umat manusia. 

Sebagian kabilah Arab, di antaranya Abas, Dzabyan dan lain sebagainya, berniat untuk menyerbu kota Madinah. Mereka ingin mendudukinya sebagai pintu gerbang untuk menguasai seluruh semenanjung Arab. 


Abu Bakar Ash-Shiddiq sangat perhatian dengan rencana busuk suku Abas dan Dzabyan. Karena itu, dia menyiagakan para penjaga secara penuh pada waktu malam dan siang. Dia mengumumkan kepada kaum muslimin supaya bersiap siaga kalau sewaktu-waktu musuh menyerang. 

Ternyata, serangan itu bukan isapan jempol belaka. Pada suatu malam, kalangan murtad itu menyerbu kota Madinah. Kaum muslimin pun bergegas mengangkat senjata untuk mempertahankan kota dan membela Islam. Dengan pertolongan Allah, akhirnya kaum muslimin berhasil memukul mundur musuh. 

Musuh mundur sampai ke sebuah tempat yang bernama Dzu A1-Qishah. Pihak musuh berkeyakinan bahwa serangan pertama merek ke kota Madinah telah berbuah kemenangan dan mereka bakal menyempurnakan kemenangan itu pada hari kedua. 

Dengan mata hatinya yang begitu tajam, Abu Bakar Ash-Shiddiq mempunyai rencana cerdik untuk memporak-porandakan musuh. Beliau mempersiapkan pasukannya dan keluar dari kota Madinah pada saat malam mulai larut. Beliau meminta pasukan untuk mengendap-endap dan menyembunyikan diri di balik gelapnya malam kemudian secara mendadak menyerang kaum kafir itu. 

Dengan kecepatan yang tiada tara, ditunjang malam yang begitu pekat, pedang-pedang kaum muslimin berhasil menebas dan memenggal kepala kaum murtad itu. Setelah menyerang, mereka langsung kabur ke seluruh penjuru. Hingga akhirnya ketika pagi tiba, musuh ketakutan dan lari tunggang langgang karena banyak tentaranya yang tewas terpenggal kepalanya. Kemenangan pertama sudah diraih oleh khalifah Abu Bakar AshS hiddiq. 

Gerakan murtad tidak berhenti sampai di situ. Datang berita kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menceritakan bahwa arus gerakan kaum murtad berlanjut ke seluruh semenanjung Arab. 

Di bagian selatan, tepatnya di Negeri Yaman, ada A1-Aswad Al-Ansi yang berhasil meruntuhkan kekuasaan gubernur yang diangkat oleh Rasulullah saw. di sana. Dia berhasil menguasai seluruh negeri. 

Di bagian utara, Musailamah bin Habib Al Kadzdzab memproklamasikan diri sebagai nabi. kaum Bani Hanifah berkumpul di sekelilingnya menjadi pengikut setianya. Jumlah mereka tidak kurang dari empat puluh ribu pasukan. 

Di kabilah Asad, ada Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadi yang menghasut kaumnya agar tidak menunaikan zakat. Di tempat lain, ada Malik bin Nuwairah Al-Yarbu’i. Dia mengumpulkan semua anggota sukunya dan berjalan mengikuti gerbong. Sajah At Taghlibiyah yang mendeklarasikan dirinya sebagai nabi. Sajah dinikahi oleh Musailamah Al-Kadzdzab. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq ingin kelar sendiri untuk memerangi kaum murtad itu. Tetapi para sahabat senior melarangnya. Sahabat yang paling gencar menccgah keluarnya khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk memimpin pasukan kaum muslimin adalah Ali bin Abu Thalib. Ali meminta Abdur-Rahman bin Auf untuk menjadi panglima pasukan guna berangkat ke kantong-kantong kaum murtad itu. Khalifah pun merasa tenang dengan rencana itu. Jadi, beliau tidak perlu turun tangan secara langsung. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq hanya mempersiapkan pasukan. Dia melantik seorang panglima pada setiap batalion pasukan dan diperintahkan untuk berangkat ke tempat tertentu.
  1. Khalid bin Walid berangkat memerangi Thulaihah bin Khuwailid di Bani Asad dan para sekutunya yang berasal dari kaum murtad Bani Thayyi, Abas dan Dzabyan. Kalau tugas itu sudah selesai, dia diperintahkan memimpin pasukan untuk menumpas Malik bin Nuwairah yang menjadi pemimpin kaum murtad Bani Tamim di daerah Al-Bathah.
  2. Ikrimah bin Abu Jahal diperintahkan membumihanguskan gerakan
  3. Musailamah Al-Kadzdzab di daerah Yammah.
  4. Syurahil bin Hasanah diperintahkan untuk mengikuti jejak ‘Ikrimah dengan tujuan yang sama.
  5. Thariqah bin Hajiz diperintahkan berangkat ke Bani Salim dan para sekutunya seperti Bani Hawazin.
  6. Amru bin Al-Ash diperintahkan berangkat ke daerah Qadha’ah, Wadi’ah dan Al-Harits.
  7. Khalid bin Sa’id diperintahkan untuk berangkat ke Syam.
  8. A1-’Ala’ bin A1-Hadhrami diperintahkan berangkat ke daerah Bahrain.
  9. Hudzaifah bin Muhshan A1-Ghalfani diutus berangkat ke daerah Daba Ba’uman.
  10. Arafah bin Hartsamah diperintahkan untuk memerangi penduduk Maharah.
  11. Al-Muhajir bin Abu Umayyah diperintahkan berangkat untuk menyerbu rombongan A1-Aswad di daerah Shan’a’, kemudian dilanjutkan ke Hadhramaut.
  12. Suwaid bin Muqarrin Al-Muzanni berangkat ke daerah Tihamah di Yaman.
Kemudian, Abu Bakar Ash-Shiddiq membagi-bagikan selebaran kepada seluruh kabilah Arab. Selebaran itu isinya sama :
“Dari Abu Bakar; Khalifah Rasulullah saw. Surat ini ditujukan kepada siapa saja yang telah menerima suratku ini, baik yang umum maupun yang khusus; baik mereka yang masih tetap memegang teguh Islam maupun sudah keluar darinya.

Keselamatan atas siapa saja yang mengikuti petunjuk dan tidak melenceng setelah mendapatkan petunjuk kearah kesesatan dan kegelapan.

Sesungguhnya aku memuji Allah yang tidak ada tuhan selain Dia. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Dia semara. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Kita membenarkan apa yang dibawa oleh Muhammad dan menolak apa yang dibuang dan diperangi oleh Rasulullah saw. 

Perlu diketahui. sesungguhnya, Allah telah mengutus Muhammad dengan benar dari sisi-Nya kepada semua makhluk-Nya untuk membawa kabar gembira dan peringatan serta menyeru ke jalan Allah dengan izin Allah.

Rasulullah saw. membawa pelita yang menerangi untuk memberi peringatan kepada orang Yang hidup durhaka dan meluruskan perilaku orang- orang kafir. Allah menganugerahi hidayah kebenaran kepada siapa saja Yang menerima seruan ini, dan Rasulullah saw. menghancurkan siapa saja yang berpaling darinya dengan izin Allah. Sehingga kemudian, ada yang taat dan ada yang durhaka dalam menyikapi Islam ini”. 

Dalam surat itu juga ada pernyataan berikut ini :
“Telah sampai berita kepadaku bahwa ada sebagian dari kalian yang keluar dari agamanya, padahal sebelumnya dia mengikrarkan Islam dan mengerjakan amal saleh. Kalian telah menipu Allah dan pura-pura tidak tahu akan perintah-Nya. Sungguh, kalian justru mematuhi bujukan setan. 

Aku mengutus fulan kepada kalian. Dia membawa pasukan yang terdiri dari sahabat Muhajirin dan Anshar serta para tabi‘in. Aku memerintahkannya agar tidak memerangi dan membunuh siapa pun sampai dia menyerukan kepada mereka untuk kembali ke jalan Allah. 

Siapa saja yang mau menerima ajakan itu, mengikrarkan Islam kembali, menghentikan perbuatan buruk dan beramal saleh, maka dia akan diterima dan akan dibantu. Tetapi, siapa saja yang menolak, maka aku memerintahkan kepada si fulan untuk memerangi mereka sehingga tidak ada satu orang pun yang tersisa dari mereka di muka bumi ini. Mereka semua akan dibakar dengan api dan mereka semua akan dibunuh. Kaum wanita ataupun anak kecil akan ditawan. Tegasnya, sekali lagi, tidak ada seorang pun yang akan diterima kecuali memang dia beragama Islam. 

Siapa saja yang mengikutinya, maka jauh lebih baik baginya. Tetapi siapa yang meninggalkannya, maka dia tidak akan pernah melemahkan Allah. Aku telah memerintahkan semua utusanku untuk membacakan suratku ini di setiap tempat berkumpul yang sekiranya bisa didengar oleh semua orang.
Kalau kaum muslimin sudah mengumandangkan azan, maka biarkanlah mereka, tetapi kalau mereka tidak mengumandangkan azan, maka kobarkanlah peperangan terhadap mereka. Kalau mereka mengumandangkan azan, maka aku akan mempertanyakan tanggungjawab mereka atas hal itu. Akan tetapi, kalau mereka menolak mengumandangkan azan, maka hukuman akan segera dijatuhkan kepada mereka. Jika mereka mengikrarkan Islam, maka hal itu akan diterima dan mereka pun akan dibimbing menuju keadaan yang lebih baik.” 

Biografi Abu Bakar selanjutnya bisa dibaca pada postingan selanjutnya yang berjudul : Penaklukan Negeri Irak (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Thursday, 27 October 2016

Khalifah Pertama (Biografi Abu Bakar Ash Siddiq ra.)

Biografi Abu Bakar Ash Siddiq ra., bilik islam
Pada permulaan bulan Rabi’ul Awwal tahun 11 H, Rasulullah saw. mulai sakit. Akan tetapi, pada saat fajar menyingsing hari Senin tanggal 12 Rabi’uI Awwal Rasulullah saw. merasa bahwa kesehatannya membaik, kendati belum pulih seluruhnya. Beliau keluar dari kamar Aisyah untuk menemui kaum muslimin di masjid. Beliau ingin mengutarakan sesuatu kepada mereka.

Dipanggillah Usamah bin Zaid. Beliau memberikan perintah kepadanya untuk memimpin pasukan berangkat ke Negeri Romawi. Abu Bakar Ash-Shiddiq juga diminta untuk menggantikannya mengimami shalat berjamaah. 

Selepas itu, beliau kembali memasuki kamar Aisyah untuk istirahat kembali, Jamaah shalat telah selesai, Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian datang untuk menjenguk Rasulullah saw. Melihat keadaan Rasulullah saw. yang sudah tidak separah kemarin, Abu Bakar AshS hiddiq merasa tenang. Dia pun kembali ke rumahnya di daerah As-Sakh, di luar kota Madinah. 

Pada hari itu juga Rasulullah saw. wafat. Sedangkan Abu Bakar Ash-Shiddiq berada jauh darinya. Datanglah utusan yang mengabarinya bahwa Rasulullah saw. telah kembali ke sisi Allah. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq datang ke Madinah. Dia menyaksikan para sahabat di masjid sedang menundukkan kepala karena berduka. Sedangkan Umar bin Khaththab menyampaikan khutbah kepada mereka dan mencela siapa saja yang berkeyakinan bahwa Rasulullah saw. telah meninggal dunia. 


Abu Bakar Ash-Shiddiq masuk ke dalam kamar putrinya, Aisyah, Rasulullah saw. sudah dikafani dan masih terbujur di sana. Dia menyingkap tirai kain kafan itu dan menatapnya dalam-dalam. Tidak terasa air matanya menetes. Dia bergumam lirih, “Alangkah indahnya engkau di waktu masih hidup dan alangkah indahnya engkau di waktu wafat.”

Kemudian, dia keluar dari kamar untuk menemui semua orang yang sedang tenggelam dalam duka. Dia berdiri di hadapan mereka. Dengan ketabahan hati yang mendalam. dia berkata kepada mereka, “Wahai manusia, dengarkanlah! Siapa saja yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah hahwa Muhammad telah wafat. Tetapi, siapa saja yang menyembah Allah, maka Allah masih hidup dan tidak akan pernah mati.” 

Kemudian dia membaca ayat A1-Qur’an :
Artinya : “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh, telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran 31: 144) 

Dalam pernyataan yang mantap dan tegas itu, Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil menguasai dan menarik kembali jiwa para sahabat yang telah melayang-layang. Sedikit demi sedikit, para sahabat tergugah kesadarannya untuk menghadapi kenyataan yang terjadi. Kemudian, Abu Bakar memasuki kamar Aisyah bersama Ali bin Abu Thalib untuk mempersiapkan prosesi pemakaman jenazah Rasulullah saw. 

Prosesi pemakaman selesai. Abu Ubaidah bin Jarrah bersama kaum muslirnin masih mengobrol tentang wafamya Rasulullah saw., sementara Umar bin Khaththab masih berdiam dan larut dalarn lamunannya sendiri. 

“Siapa yang akan menjadi pemimpin setelah wafatnya Rasulullah saw.?” tanyanya dalam hati. 

Pada saat itu, kaum Anshar menyerukan kaum muslimin untuk berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah. Di antara mereka, ada Sa’ad bin Ubadah, pemimpin suku Khazraj. Dia hadir dalam pertemuan itu untuk dilantik sebagai khalifah oleh kaumnya sendiri. Dia berpidato di hadapan kaum Anshar.

“Wahai kaum Anshar, sesungguhnya, sebelum kalian sudah ada yang telah masuk agama ini. Mereka sangat mulia keislamannya. Tidak ada satu pun kabilah Arab yang seperti mereka ini. Muhammad telah menghabiskan waktu sepuluh tahun lebih di tengah-tengah kaumnya untuk men yerukan mereka guna menyembah Allah dan menjauhi perilaku syirik. 

Hanya saja, sedikit sekali kaumnya yang mau mengimaninya. Mereka pun tidak mampu melindungi Rasulullah saw. Mereka tidak sanggup membela agamanya. Mereka tidak berdaya tuk menangkis segala macam penganiayaan yang menimpa. 

Ketika Allah sudah menginginkan keutamaan bagi kalian, maka Ia mencurahkan kemuliaan bagi kalian. Dia telah melimpahkan nikmat kepada kalian. Allah telah mengucurkan nikmat berupa iman kepada kaum dan rasul-Nya. Kalian mampu melindungi beliau dan para sahabatnya. Kalian juga sanggup membela agama Allah dan berjihad memerangi musuh-musuh Allah. 

Kalian adalah manusia yang paling keras kepada musuh Allah daripada golongan lainnya. Selanjutnya, bangsa Arab pun sudah mulai matang untuk mematuhi perintah Allah dengan penuh ketaatan. Banyak sudah bangsa- bangsa jauh lainnya yang telah tertaklukkan. 

Melalui Rasulullah saw., Allah telah menganugerahi kalian bimi ini. Dengan pedang, kilian hampir menguasai segenap bangsa Arab. Allah telah mewafatkan Muhammad dan beliau telah ridha kepada kalian dan kalian pun bersukacita mendapatkan keridhaan itu. Mengingat itu semua, maka genggamlah kekuasaan ini untuk memerintah semua orang. Karena sesungguhnya, kekuasaan itu berada di tangan, kalian bukan orang lain.” 

Demikianlah pidato panjang dari Sa’ad bin Ubadah untuk membakar semangat kaum Anshar. Dia berkeinginan agar kaum Ansharlah yang menjadi pemimpin sepeninggal Rasulullah saw. 

Kemudian, datanglah seseorang menemui Umar bin Khaththab dan mengabarkan tentang kejadian di Saqifah Bani Sa’idah. Umar bin Khaththab memerintahkan orang itu untuk pergi ke kamar Aisyah dan memanggil Abu Bakar Ash-Shiddiq agar keluar karena ada urusan penting. 

Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq sudah keluar, Umar bin Khaththab mengabarinya tentang peristiwa di Saqifah Bani Sa’idah. Umar berkata kepadanya, “Bagaimana pendapatmu? Kaum Anshar telah berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah. Mereka ingin menyerahkan tampuk kekhalifahan ini ke tangan Sa’ad bin Ubadah. Hal yang paling perlu dicermati adalah ucapan mereka, ‘Kami punya pemimpin, kalian juga berhak punya pemimpin.’ ini sangat berbahaya, karena bisa memecah persatuan kaum muslimin. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak menjawab. Dia hanya bersiap-siap untuk berangkat ke tempat perkumpulan itu. 

Akhinya, tiga orang sahabat senior: Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab dan Abu Ubaidah bin Jarrah berangkat ke Saqifah. Di sana, mereka menenangkan massa supaya menangguhkan bai’at (sumpah setia atau pelantikan) yang mereka berikan kepada Sa’ad bin Ubadah. Mereka diminta agar tidak terpengaruh dengan pidato Sa’ad. 

Untung saja, mereka bersedia menuruti permintaan tiga sahabat senior itu. Padahal, sebelumnya mereka sudah bertekad bulat untuk merebut kursi kekhalifahan sebagai milik mereka dan menjadi penguasa atas seluruh bangsa Arab. Mereka bakal mengangkat Sa’ad bin Ubadah sebagai calon khalifahnya.

Setelah semua anggota persidangan tenang, tiga orang sahabat itu duduk di majelis Saqifah Bani Sa’idah dengan dikelilingi kaum Anshar. Hanya tiga orang itulah yang berasal dan kaum Muhajirin. Abu Bakar Ash-Shiddiq segera berpidato kepada kaum Anshar dengan bahasa yang penuh kelembutan dan sarat intisari keagamaan karena persoalan itu sangat penting. 

“Memang, sangat berat bagi bangsa Arab untuk bisa meninggalkan agama nenek moyang mereka yang sudah mendarah daging. Dengan inilah, maka Allah memberikan keistimewaan kepada kaum Muhajirin yang pertama kali masuk Islam. Mereka adalah kaum Rasululkth saw. yang membenarkan ajaran beliau. Mereka menanggung segala penderitaan bersama beliau dan tetap bersabar walaupun siksaan datang bertubi-tubi menghempas mereka. 

Mereka juga tetap gigih walaupun pihak lawan mendustakan. Setiap lawan Islam pasti akan melecehkan kaum muslimin Muhajirin ini. Tetapi kaum Muhajirin tidak pernah merasa gentar dan surut ke belakang walaupun jumlahnya sedikit. Padahal, semua orang sudah gusar dan marah kepada mereka. 

Kaum Muhajirin inilah yang pertama kali menyembah Allah di muka bumi dan beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka adalah sahabat Rasulullah saw. dan kerabatnya. 

Mereka pastinya lebih berhak menduduki kursi kekhalifalian ini sepeninggal Rasulullah saw. Tidak ada seorang pun yang berhak melawan mereka kecuali orang-orang yang zalim. Sedangkan kalian, wahai orang-orang Anshar. Tidak ada seorang pun yang bisa membantah keagungan kalian. Tidak pula kaum Muhajirin yang telah lebih dahulu masuk Islam. Allah telah meridhai kalian untuk menjadi penolong agama Allah dan Rasulullah saw. Menuju kampung halaman kalianlah Rasulullah saw. berhijrah. Di antara kalian, terdapat istri Rasulullah saw. dan sahabat beliau. Tidak ada yang lebih berhak setelah kami, kaum Muhajirin yang lebih dahulu masuk Islam, kecuali kalian, wahai kaum Anshar. Kami adalah pemimpin dan kalian menterinya. 

Janganlah kalian menyelesaikan persoalan ini sendiri tanpa musyawarah. Kedudukan khalifah ini bukan menjadi hak kalian.” 

Ucapan Abu Bakar Ash-Shiddiq itu menyisakan kebingungan dan kebimbangan di hati kaum Anshar. Mereka mulai berbisik-bisik untuk meninjau kembali urusan itu dengan jernih, karena ucapan dari Abu Bakar Ash Shiddiq benar adanya. 

Hanya saja, ada sebagian kaum Anshar yang sudah memiliki hasrat terhadap jabatan khalifah. Mereka kasak-kusuk di belakang untuk membahas masalah itu. Kemudian mereka menunjuk seseorang untuk menjadi juru bicara untuk mematahkan argumentasi Abu Bakar Ash-Shiddiq. 

Dengan lantang dia bersuara, “Saudara-saudara sekalian, sesungguhnya, kami adalah penolong (Anshar) Allah dan pasukan Islam. Sedangkan kalian, wahai kaum Muhajirin, adalah bagian dari kami. Kalian telah berhijrah dari kampung halaman dengan meninggalkan kaum kalian. Dan kemudian apakah dengan begitu enaknya kalian (kaum Muhajirin) mau mencabut akar kami dan merampas hak kami untuk menduduki khalifah ini.” 

Abu Bakar Ash-Shiddiq segera angkat bicara untuk meruntuhkan pendapat kalangan Anshar itu. Sambil berdiri dia berseru lantang, “Para hadirin sekalian yang terhormat, sesungguhnya, kami kaum Muhajirin adalah orang yang pertama kali masuk Islam. Kaum Muhajirin mempunyai kedudukan yang begitu mulia, wajah yang rupawan dan keturunan yang paling banyak di antara bangsa Arab. Mereka juga kelompok yang paling sayang kepada Rasulullah saw. Kami telah masuk Islam sebeluni kalian. Kalau kalian tidak percaya, silakan baca Al-Qur’an. :
Artinya :“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama- lamanya. ltulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah [9]: 100) 

Kami adalah kaum Muhajinn, sedangkan kalian adalah Anshar yang merupakan saudara seagama kami. Kalian adalah sekutu kami dalam mendapatkan harta rampasan perang. Kalian adalah penolong kami melawan musuh. Semua kelebihan yang kalian klaim tersebut memang sudah semestinya seperti itu. Kalian adalah kelompok orang yang paling berhak mendapatkan pujian di antara semua orang di dunia ini. Bangsa Arab tidak mengenal orang yang memegang tampuk kekhalifahan ini kecuali dari kalangan Quraisy. Baiklah kami menjadi pemimpinnya dan kalian menjadi menterinya.”
Al-Habbab bin Mundzir bin A1-Jamuh Al Anshari panas mendengar ucapan Abu Bakar Ash-Shiddiq tersebut. Dia marah besar dan mencaci-maki Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar bin Khaththab memperingatkannya agar tidak mengeluarkan kata-kata ancaman dan ucapan kotor kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq. 

Namun, Al-Habbab tidak mau menerima peringatan tersebut, sehingga nyaris saja antara Al-Habbab dan Umar bin Khaththab terjadi baku hantam. Untung saja, Abu Ubaidah bin Jarrah dengan sigap berdiri dan menengahi pertikaian itu. 

Dia berkata kepada kaum Anshar, “Wahai kaum Anshar, kalianlah pihak yang pertama kali mengulurkan tangan untuk menolong. Janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali mengubah hal itu menjadi permusuhan.” 

Ucapan Abu Ubaidah tersebut berpengaruh kuat di hati para pendengar, terutama kaum Anshar. Basyir bin Sa’ad akhirnya berdiri dan berpidato di hadapan kaumnya, “Demi Allah, memang harus diakui bahwa kita termasuk golongan yang memiliki banyak kelebihan dalam niemerangi orang-orang musyrik dan kita masuk pertama kali ke dalam agama ini. Namun, sama sekali tidak ada keinginan di benak kita kecuali mengharapkan ridha Allah dan ketaatan kepada Rasulullah saw. serta jalan hidup yang lurus. Hendaknya kita tidak memperpanjang urusan ini.

Kita sama sekali tidak mengejar pamrih duniawi. Karena sesungguhnya, hanya Allah-lah yang mempunyai karunia dan nikmat. Ingatlah, sesungguhnya, Muhammad berasal dari Quraisy. Sudah selayaknya kaumnya itu yang menduduki jabatan khalifah. Demi Allah, aku tidak akan melawan me’reka dalam masalah ini, selamanya. Takutlah kepada Allah. Janganlah kalian menentang dan bermusuhan dengan mereka.” 

Abu Bakar Ash-Shiddiq pun hendak menyudahi perebutan kekuasaan itu. Dia menunggu sampai Basyir bin Sa’ad menyelesaikan ucapannya. Dia kemudian berdiri dan mengangkat tangan Umar bin Khaththab, sementara tangan lainnya mengangkat tangan Abu Ubaidah. Dia meminta kepada semua orang untuk membal’at salah satu dan dua sahabat itu. 

Tetapi, dengan sigap Umar bin Khaththab melepaskan pegangan tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq pada tangannya dan tangan Abu Ubaidah. Dia justru mengangkat tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan membai’atnya di hadapan hadirin. Para hadirin pun diminta untuk memberikan bai’atnya. 

Dari kalangan Anshar yang pertama kali menyatakan bai’atnya adalah Basyir bin Sa’ad. Dia menepukkan tangannya ke tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai tanda bai’at. Langkah itu diikuti oleh Usaid bin Hadhir, pemimpin suku Aus, yang mewakili sukunya. Semua hadirin lalu memberikan bai’atnya kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah Rasulullah saw., kecuali Sa’ad bin Ubadah. 

Selesai pembai’atan di Saqifah, harus ada pembai’atan selanjutnya dari kaum muslimin. Abu Bakar Ash-Shiddiq dan para sahabatnya kemudian bertolak ke masjid di mana kaum muslimin masih berkumpul di sana. Mereka semuanya membai’atnya menjadi khalifah. 

Kemudian dia berdiri dan menatap mereka. Dia menyampaikan khutbah pertamanya yang sarat kebijaksanaan dan penuh dengan agenda kerja untuk kepentingan kaum muslimin. 

“Wahai umat Islam, dengarkanlah! Aku telah diangkat sebagai pemimpin kalian. Padahal aku bukanlah orang terbaik di antara kalian. Kalau aku berbuat kebaikan, maka dukunglah aku. Akan tetapi, kalau aku melenceng, maka luruskanlah jalan dan tindakanku, karena kejujuran merupakan sebuah amanah. Kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian adalah orang yang kuat bagiku sehingga aku harus memberikan haknya, Insya Allah. Orang yang kuat di antara kalian adalah lemah bagiku. Aku akan mengambil hak darinya, Insya Allah. Jika ada kaum yang tidak melaksanakan jihad, maka hanya kenistaan yang akan menimpa mereka. Sebuah kaum yang gemar melakukan perbuatan keji di mana-mana, maka malapetaka akan menerpa mereka. Taatlah kepadaku sepanjang aku taat kepada Allah dan Rasulullah saw. Kalau aku bermaksiat kepada Allah dan Rasulullah saw., maka tidak ada kewajiban taat atas kalian. Marilah mendirikan shalat, mudah-mudahan kalian diranmati Allah.

Biografi Abu Bakar berikutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul : Peperangan Melawan Kaum Murtad (Biografi Abu Bakar Ash Siddiq ra.)

Wednesday, 26 October 2016

Sahabat Rasulullah SAW. (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra., bilik islam
Dalam sejarah hidupnya, Abu Bakar Ash Shiddiq bukan hanya beriman kepada risalah Muhammad bin Abdullah. Dia juga berusaha menjadi sahabat dekat Rasulullah saw. dalam menyebarkan risalah Islam. 

Abu Bakar mempunyai sekian banyak teman yang seangkatan dengannya. Teman-temannya itu mempunyai ketajaman pikiran dan kecerdasan yang tidak jauh berbeda dengannya. Dia menemui mereka dan menyerukan supaya mengikuti ajaran kebenaran sekaligus meninggalkan kekafiran dan syirik kepada Allah.

Ada beberapa orang sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq yang bersedia menerima ajaran Islam dan menjadi muslim. Di antara mereka adalah Utsman bin Affan, Abdur-Rahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Al‘ Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan masih banyak lagi pemuda Mekah terpilih yang mengikuti langkahnya. 


Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak hanya mengayunkan langkahnya untuk turut menyebarkan Islam. Demi risalah suci itu, dia rela untuk mengorbankan semua kekayaan miliknya, bahkan jiwa dan raganya. 

Kaum musyrikin Quraisy adalah golongan yang paling geram dengan dakwah Islam. Sebab, dakwah itu bisa meruntuhkan singgasana berhala-berhala mereka dan mengubah adat-istiadat yang sudah turun-temurun mereka terima. Penerapan prinsip keadilan dan perdamaian serta ajaran untuk menyejajarkan martabat semua manusia yang menjadi rintisan dakwah Islam tidak pernah mereka kenal sebelumnya. Karena itulah, mereka berupaya keras untuk membendung arus penyebaran dakwah itu. Di antara cara yang ditempuh mereka adalah dengan menakut-nakuti dan mengancam kaum muslimin. 

Suku Quraisy mencurahkan segenap tenaga untuk menekan dan menyiksa kaum muslimin. Terutama para budak lemah yang tidak mempunyai kabilah permanen dan tidak bisa melindungi diri dari siksaan fisik pihak lain. Para budak lemah itulah target utamanya. 

Persoalan itu tidak dipandang sebelah mata oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dia mengerahkan semua hartanya untuk memerdekakan para budak muslim dari belenggu perbudakan karena dia berkeyakina bahwa setiap manusia adalah saudara bagi manusia lainnya.

Pada suatu hari, Ahu Bakar Ash Shiddiq lewat di suatu tempat. Di sana, dia melihat Bilal bin Rabah A1-Habsyi, muadzin Rasulllah saw. sedang disiksa dengan kejam. Dia diletakkan di atas padang pasir panas di bawah teriknya sinar matahari, sementara di atasnya ditimpakan batu besar oleh tuannya. Tuannya memaksa Bilal untuk meninggalkan Islam dan memeluk agama lamanya. Tetapi rintihan yang keluar dari mulut Bilal hanyalah, “Ahad, Ahad (Tuhan yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Esa).“ 

Abu Bakar Ash-Shiddiq maju ke depan dan meminta kepada Tuan pemilik Bilal agar Bilal dijual kepadanya. Tuan itu setuju dengan harga yang ditawarkan Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga akhirnya Bilal bebas dari siksaan dan dimerdekakan oleh Abu Bakar. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq juga pernah membeli Amir bin Fahirah, kemudian memerdekakannya. Setelah itu, Amir diberi pekerjaan untuk menjaga domba-domba miliknya. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak mengindahkan ucapan ayahnya, Abu Quhafah, yang melarangnya menghambur-hamburkan uang untuk membeli para budak dan mcmerdekakannya. Justru dia membeli Zanirah binti ‘Ubais dan Al-Hindiyah budak wanita Bani Ma’mal dan putrinya.

Tentang kedermawanannya itu, Maimun bin Ishaq bin Al-Hasan Al-Hanafi meriwayatkan dari Ahmad bin Abdul-Jabbar A1-’Atharidi, dari Abi Mu’awiyah Ad-Dharir, dan A1-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah; ia menceritakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada harta benda dan kekayaan yang bisa kupetik manfaatnya selain milik Abu Bakar Ash-Sliiddiq.”Abu Bakar Ash-Shiddiq menjawab, “Jiwa raga dan hartaku hanya untukmu, wahai Rasulullah saw.” 

Abu Bakar Ash-Shiddiq sendiri tidak selamat dari berbagai kekejaman suku Quraisy. Demikian juga Rasulullah saw. sebagai pengemban risalah. Bukan hanya satu kali Abu Bakar Ash-Shiddiq menyaksikan teror yang dilancarkan oleh suku Quraisy kepada Rasulullah saw. Untuk mengatasinya, dia rela menyerahkan nyawanya untuk membela Rasulullah saw. 

Pada suatu hari, suku Quraisy berkumpul di Masjidil-Haram, tepatnya di sekitar Hajar Aswad. Mereka melihat Rasulullah saw. melakukan shalat di sebelah Ka’bah. Hal itu membuat mereka meradang karena mereka menganggapnya sebagai bentuk pelecehan. Uqbah bin Abi Mu’aith segera bangkit dari tempat duduknya dan mendekati Rasulullah saw. dari belakang. Dia melepas bajunya, dan segera melilitkannya ke leher Rasulullah saw. keras-keras. Cekikan itu sangat kuat karena Uqbah memang ingin membunuh Rasulullah saw. 

Tak berapa lama, Abu Bakar Ash-Shiddiq masuk ke Masjidil-Haram. Dia melihat perbuatan Uqbah. Abu Bakar bergegas menghambur ke depan, menekan perut Uqbah dan memukul-mukulnya supaya cekikan itu melonggar. Setelah cekikan tersebut lepas, Abu Bakar Ash-Shiddiq segera menendang Uqbah ke samping hingga terjengkang. 

Pada hari itu, Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak bisa terhindar dari berbagai tendangan dan pukulan dari suku Quraisy yang beramai-ramai memukulinya hingga babak belur. Tetapi dia justru memikirkan keselamatan Rasulullah saw. dan tidak menghiraukan dirinya. Dia berkata, “Apakah kalian bakal membunuh seseorang yang berkata, ‘Tuhanku adalah Allah,’ padahal dia telah membawa sejumlah bukti yang kuat?” 

Abu Bakar Ash-Shiddiq juga mempunyai sikap yang tegas dan mulia. Sikap itu sangat berperan dalam menegakkan sendi-sendi kebenaran Islam. Di antara sikapnya yang perlu diteladani dalam hal ini adalah ketika terjadi peristiwa Isra’ Mi’raj. 

Waktu itu, seusai Isra’ Mi’raj, Rasulullah saw. bercerita kepada semua penduduk Mekah bahwa Allah telah menjalankan beliau di malam hari dari Masjidil-Haram ke Masjidil Aqsha. Beliau sempat mengerjakan shalat di sana sebelum kemudian dinaikkan ke langit, Sidratul-Muntaha. 

Tentu saja kaum musyrikin hanya mencibir cerita dari Rasulullah saw. itu. Mereka menganggap Rasulullah saw. mengarang cerita. Buruknya, sebagian kaum muslirnin pun sudah mulai dihinggapi kebimbangan. Mereka bertanya-tanya dalam hati, apa benar cerita yang dibawa Rasulullah saw.? Mereka merenungkan hal tersebut dengan rasa tidak percaya. 

Mereka bergumam dalam hati. “Demi Allah, ini sebuah perkara yang sangat ganjil dan tidak masuk akal. Biasanya, kalau kita bepergian menggunakan unta saja membutuhkan waktu sekitar satu bulan dari Mekah ke Syam. Itu hanya untuk pergi. Sementara untuk pulangnya membutuhkan waktu sebulan lagi. Bagaimana mungkin Muhammad bisa melakukan dua pekerjaan sekaligus dalam waktu satu malam dan kembali ke Mekah tepat di pagi hari. Ditambah lagi, dia mengklaim dinaikkan ke langit oleh Allah. Ah yang benar saja! ini tidak masuk akal,” sangkal mereka. 

Imbasnya, segelintir kaum muslimin ada yang murtad dari Islam. Sementara kebanyakan lainnya merasa bimbang dan pergi menemui Abu Bakar Ash-Shiddiq. Mereka ingin mengetahui pendapat dan keyakinannya dalam menanggapi masalah itu karena dialah orang yang paling dekat dengan Rasulullah. 

Mereka mengabarkan kepadanya tentang berita Isra’ yang dibawa Rasulullah saw. Walaupun sangat kaget dengan cerita itu, Abu Bakar justru bertanya balik, “Lalu, apakah kalian mengingkari kabar dan Rasulullah ini?” 

“Benar, wahai Abu Bakar. Akal kami tidak menerima cerita ini. Kalau engkau tidak percaya, engkau dapat menemui Rasulullah. Beliau masih berada di masjid dan bercerita kepada orang banyak,” jawab mereka.

Abu Bakar menjawab dengan penuh keyakinannya., “Demi Allah, kalau benar Rasulullah saw. men yatakan itu, maka beliau telah berkata jujur. Perlu kalian ketahui, beliau sering memberikan kabar padaku bahwa wahyu Allah turun dari langit ke bumi hanya dalam waktu sesaat, baik pada waktu malam mau pun siang. Terlebih mengenai peristiwa Isra’ Mi’raj ini. Dengarlah, aku dengan tegas membenarkannya. Justru kalian inilah yang tidak masuk akal kalau tidak mempercayainya.” 

Bersama rombongan kaum muslimin, Abu Bakar Ash-Shiddiq mendatangi masjid. Di sana, dia mendengar langsung Rasulullah saw. sedang menggambarkan ciri-ciri Baitul Maqdis, sebagai bukti bahwa beliau benar-benar ke sana. Sebelumnya, memang Abu Bakar AshS hiddiq telah mengunjungi Baitul Maqdis. Setelah Rasulullah saw. rampung menceritakan gambaran Baitul Maqdis, Ahu Bakar AshS hiddiq langsung rnenyela, “Engkau benar, wahai Rasulullah saw.” 

Sejak saat itulah Rasulullah saw, memanggilnya dengan sebutan Ash-Shiddiq (yang membenarkan) Sehingga, semakin eratlah tali persahabatan antara Rasulullah saw. dengan Abu Bakar Ash-Shlddiq. Sampai sampai Rasulullah saw. berkata tentang Abu Bakar Ash-Shiddiq, “Kalau saja aku bisa mengangkat salah satu hamba Allah ini sebagai kekasih, maka aku akan menjadikan Abu Bakar Ash-Shiddiq scbagai kekasihku. Namun, dia tetaplah sahabatku dan saudaraku seiman sampai Allah mengumpulkan kita berdua di sisi-Nya.” 

Setelah peristiwa Bai’at Al-’Aqabah Rasulullah saw. memerintahkan kaum muslimin untuk berhijrah ke Madinah. ini terkait dengan peristiwa yang menimpa kaum muslimin, yaitu penindasan besar-besaran. Di samping itu, Allah juga sudah memberikan sinyal agar hijrah dilaksanakan. 

Di kota Mekkah, hampir tidak tersisa lagi kaum muslimin kecuali mereka yang terhalang dan hijrah atau mereka yang masih merasa bimbang dengan agama baru itu. Kelompok yang disebut terakhir mi adalah golongan yang lemah imannya. 

Di antara yang masih berada di Mekah adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Ali bin Abu Thalib. 

Suatu hari, Abu Bakar Ash-Shiddiq meminta izin kepada Rasulullah saw. untuk berangkat berhijrah. Namun Rasulullah saw. menolak. “Jangan berangkat hijrah dulu, ya Abu Bakar Ash Shiddiq. Mudah-mudahan Allah memunculkan seorang rekan bagimu dalam perjalanan hijrah,” kata Rasulullah saw. 

Abu Bakar Ash- Shiddiq sangat berharap bahwa orang yang bisa didampinginya berhijrah adalah Rasulullah saw. sendiri. Alangkah bahagianya dia. Sebenarnya, RasuluIIah saw. sendiri ketika mengatakan itu hanya menunjuk kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq semata. 

Akhirnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq membeli dua ekor unta yang disembunyikan di rumahnya. Dia merawat unta itu baik-baik sebagai persiapan untuk perjalanan panjang hijrah. Dia rnasih mengidam-idamkan, semoga yang diajak Rasulullah saw. berhijrah adalah dirinya. 

Rasulullah saw. mernpunyai kebiasaan mengunjungi rumah Abu Bakar Ash-Shiddiq hanya sekali dalam sehari. Terkadang di waktu sore, dan terkadang di waktu pagi. 

Pada suatu hari, Rasulullah saw. berkunjung ke kediaman Ahu Bakar Ash- Shiddiq di siang hari. Itu agak aneh, karena tidak biasanya Rasulullah saw. mengunjungi Abu Bakar Ash-Shiddiq di siang hari. Melihat Rasulullah saw., Abu Bakar Ash-Shiddiq bergumam dalam hati, “Ada apa Rasulullah saw. datang di siang hari seperti ini? Sungguh, pasti ada sesuatu yang telah terjadi.” 

Setelah dipersilakan duduk, Rasulullah saw. langsung berkata, “Sesungguhnya,  Allah telah mengizinkanku untuk keluar dari Mekah dan berhijrah ke Madinah.” 

“Apakah aku yang akan menemani engkau, ya Rasulullah?” tanya Abu Bakar Ash-Shiddiq.

“Benar, engkau yang akan jadi teman perjalananku,” jawab Rasulullah saw. 

Tidak seorang pun yang mengetahui keluarnya Rasulullah saw. dari kota Mekah kecuali Abu Bakar Ash-Shiddiq, kedua putrinya (Asma’ dan Aisyah), putranya (Abdullah), dan Ali bin Abu Thalib. Ali diperintahkan Rasulullah saw. untuk sementara tinggal di Mekah sekaligus ditugasi untuk mengembalikan barang-barang titipan masyarakat yang dititipkan kepada Rasulullah saw. 

Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash-Shiddiq keluar dari pintu belakang rumah sambil mengendap-endap. Keduanya melangkah menuju Gua Tsur yang berada di luar kota Mekah. Sebelumnya, dua sahabat ini menyewa Abdullah bin Uraiqith. Ia adalah orang musyrik yang disewa sebagai penunjuk jalan ke kota Madinah melalui jalur pantai. Dia juga orang yang dipercaya menuntun kedua unta untuk diberikan kepada Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Rencananya, kedua unta itu dibawa oleh Abdullah bin Abu Bakar dan Mekah, kemudian diserahkan kepada Abdullah bin Uraiqith. Dan Abdullah bin Uraiqith, sepasang unta itu bakal dipasrahkan kepada Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash-Shiddiq di sebuah tempat yang telah disepakati. Ketika Abu Bakar dan Rasulullah saw. tiba di gua Tsur, Abu Bakar Ash-Shiddiq maju memasuki gua terlebih dahulu sebelum Rasulullah saw. Dia ingin memastikan bahwa gua itu bersih dari ular dan binatang buas lainnya. Bahkan, kalaupun ada bahaya mengancam, dia bersedia menjadi korban pertama demi melindungi Rasulullah saw. 

Ketika sudah yakin tidak ada apa-apa, Rasulullah saw. masuk mengikuti jejak Abu Bakar Ash-Shiddiq. Keduanya tinggal di dalam gua selama tiga hari, Selama di sana, Abdullah bin Abu Bakar bolak-balik menyampaikan kabar kepada keduanya ihwal suku Quraisy, pada sore hari. 

Setelah Abdullah meninggalkan gua untuk pulang ke Mekah, datanglah Amir bin Fahirah. Dia menggiring sekawanan domba dan menggembalakannya di jalanan yang dilalui Abdullah bin Abu Bakar supaya bisa menyapu jejak Iangkahnya, sehingga suku Quraisy tidak bisa membuntuti perjalanan keduanya. Asma’ binti Abu Bakar bertugas mengirim makanan kepada keduanya di sore hari. Makanan itu dibungkus dalam kantong yang terbuat dari kulit. Asma’ memotong ikat pinggangnya menjadi dua, satu untuk mengikat mulut kantong makanan tersebut, dan satu lagi digunakan untuk mengikat pinggangnya. Karena itu, Asma’ binti Abu Bakar dikenal sebagai Asma’Dzatun-Nithaqain (Asma’ pemilik dua ikat pinggang). 

Allah menurunkan pertolongan kepada Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Perjalanan hijrah itu, dengan rahmat Allah, berjalan lancar sampai ke kota Madinah tanpa ada halangan berarti. Setelah Rasulullah saw. tiba dan bertempat di kota Madinah, meletuslah sejumlah pertempuran melawan suku Quraisy, kaum musyrikin dan para pemeluk Yahudi. Abu Bakar Ash-Shiddiq selalu berada di garis terdepan dalam berjihad, Perang Badar, Uhud, Khandaq, Khaibar, Hudaibiyah, Penakiukan Kota Mekah, Perang Hunain, dan perang lainnya. 

Di kota Madinah itulah Rasulullah saw. menikahi Aisyah, putri Abu Bakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, derajatnya terangkat menjadi mertua Rasulullah saw. Keikhlasan Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam bergaul dengan Rasulullah saw. dan mengimani ajarannya seakan sudah menembus semua batas yang ada. Di kota Madinah, sebagaimana di kota Mekah, dia masih terus menjalankan misinya untuk menyebarkan Islam. 

Dalam kitab Abu Bakar dengan Fanhash, orang Yahudi, kita bisa menarik kesimpulan sampai di mana kadar keimanan Abu Bakar. Kisah itu bisa mewakili berbagai kisah lainnya yang memiliki topik yang sama, yakni membuktikan tingginya nilai keimanan Abu Bakar. 

Kita mungkin akan merasa heran bagaimana Abu Bakar yang terkenal lembut, sopan, santun dan halus bahasanya, tetapi bisa berubah menjadi keras sehingga memukul musuh Allah yang ingin mencoreng wajah agama yang lurus itu. Semua itu tidak lepas dari fondasi imannya yang kokoh. 

Kaum Yahudi di Madinah berencana untuk memperdaya kaum muslimin Mekah untuk membantu mereka menghadapi suku Aus dan Khazraj. Akan tetapi, rencana tersebut gagal total. Mereka lebih dulu takluk di tangan kaum muslimin sebelum mampu memecah-belah barisan kaum Muhajirin dan Anshar. Karena itu, mereka menggunakan rencana kedua, yakni melancarkan kebohongan guna melecehkan martabat agama Islam. 

Di tengah-tengah kaum Yahudi, ada seorang alim bernama Fanhash. Para pemeluk Yahudi menganggapnya sebagai cendekiawan mereka. Dia merupakan tempat bertanya tentang bagaimana cara menyudutkan kaum muslimin dan melecehkan harkat mereka. 

Pada suatu hari, Abu Bakar Ash-Shiddiq bertandang ke rumah Fanhash untuk menyerunya supaya masuk Islam. Waktu itu, di rumahnya ada banyak sekali kaum Yahudi yang berkumpul mengelilinginya. Rupanya dia sedang menggelar rapat. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq herkata kepadanya, “Wahai Fanhash, celakakalah engkiu! Takutlah kepada Allah dan ,masuklah ke dalam agama Islam. Demi Allah, sesungguhnya, engkau mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dia datang dengan membawa kebenaran dari sisi Allah. Keberadaannya telah termaktub dengan jehas dalam kitab Taurat dan Injil.”

Sambil bibirnya menyungging senyum mengejek, Fanhash malah berkata, “Demi Allah, wahai Abu Bakar: Sesunguhnya kita ini tidak butuh kepada Allah, tetapi Allahlah yang butuh kepada kita. Kita tidak akan bermunajat dengan penuh ketakutan kepada-Nya, tetapi Dialah yang takut kepada kita. Kita sama sekali tidak membutuhkan-Nya, tetapi Dialah yang butuh kepada kita. Kalau saja Allah tidak butuh kepada kita karena Dia sudah Maha Kaya, niscaya Dia tidak akan meminta pinjaman utang kepada kita sebagaimana yang sering didengungkan oleh sahabatmu, Muhammad. Kalian telah tahu sendiri bahwa Allah melarang kalian untuk mengambil riba (kelebihan), tetapi Dia telah ,menberikan kelebihan kepada kita. Kalau saja Dia kaya, niscaya tidak akan memberikan kelebihan kepada kita setelah Dia melunasi utang-Nya.” 

Abu Bakar Ash-Shiddiq sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa Fanhash memang sengaja melecehkan Islam. Melecehkan Rasulullah saw., bahkan firman Allah. Dia nyaris tidak menguasai dirinya. Ingin rasanya dia melayangkan beberapa tamparan kepada musuhnya itu. Untungnya dia sendiri bisa menenangkan diri. Dengan geram dia membentak, “Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Kalau saja bukan karena perjanjian damai yang tertulis antara kalian dengan kami, niscaya aku akan memukul kepalamu, musuh Allah.”

Abu Bakar Ash-Shiddiq lantas mengayunkan langkahnya pergi agar tidak memperpanjang permusuhannya itu.

Biografi Abu Bakar selanjutnya dapat dilihat pada postingan yang berjudul : Khalifah Pertama(Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Tuesday, 25 October 2016

Abu Bakar Masuk Islam (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra. bilik islam
Abu Bakar Ash-Shiddiq bisa dinilai sukses dalam dunia perdagangan. Dia memiliki kekayaan yang berlimpah dari hasil bisnis itu. Dia mempunyai sekian banyak unta dan domba layaknya para hartawan Mekah lainnya di waktu itu. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq menjalani hidup yang diliputi kemudahan dan kemewahan seperti kebanyakan pedagang dan hartawan Mekah. Dia hidup terhormat layaknya Khadijah binti Khuwailid istri Rasulullah saw. yang juga “ibu” kaum muslimin.


Dari jalur perdagangan itulah dia mulai mengenal Muhammad bin Abdullah. Dia juga mengetahui sifat-sifat Muhammad yang terpuji, berbudi luhur dan bersih. Jalan hidup dan perilaku beliau sungguh patut diteladani. 

Keakraban terjalin antara Abu Bakar dengan Muhammad. Usia keduanya tidak terpaut jauh. Usia Abu Bakar Ash-Shiddiq lebih muda dua tahun beberapa bulan dari usia Rasulullah saw. 

Wahyu turun kepada Muhammad bin Abdullah. Beliau diutus menjadi Nabi untuk memberikan petunjuk kepada semua manusia dan dipilih menjadi rasul yang menyebarkan risalah ketuhanan. Dan sini, Rasulullah saw. teringat akan sahabat karibnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau tahu bahwa sahabatnya itu adalah sosok orang yang cerdas dan berwawasan luas. 

Rasulullah saw. menjelaskan tentang Islam di hadapan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Tidak sedikit pun Abu Bakar Ash-Shiddiq mengalami kebimbangan saat dia menerima Islam. Dia menerima ajakan menuju kebenaran itu dan beriman dengan semua ajaran Muhammad bin Abdullah tanpa berpikir panjang. 

Abu Ja’far bin As-Samin menyitir dari Yunus bin Abu Bakar, dari Ibn Ishaq, dan Muhammad bin Abdur-Rahman bin Abdullah bin Al-Hushain At-Taimi bahwa Rasulullah saw. Bersabda :
“Setiap kali aku berdakwah kepada seseorang. pasti dia akan mengalami kebimbangan dan berpikir seribu kali sebelum menyatakan mau masuk Islam atau tidak. Ini tidak berlaku bagi Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia tidak diterpa kebimbangan atau harus menunggu untuk berpikir beribu kali. Dia langsung menerima ajaran Islam.”

Biografi Abu Bakar selanutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul : Sahabat Dekat Rasulullah (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Monday, 24 October 2016

Kepribadian Dan Sosok Abu Bakar (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra. bilik islam
Sosok Abu Bakar Ash-Shiddiq dapat dibedakan dengan orang lain dari ketampanan wajah dan keluhuran budinya. Dalam dirinya juga terhimpun sifat-sifat lelaki yang sempurna. Gambaran fisiknya dapat dilukiskan sebagaimana berikut ini. 

Dia adalah orang yang berwajah sangat tampan dengan sinar cerah yang terpancar sekaligus teduh. Warna kulitnya kuning langsat. Tubuhnya agak kurus. Namun, posturnya tinggi semampai. Kedua pipinya cekung. Wajahnya lonjong dengan tulang menonjol di beberapa bagiannya. Matanya juga cekung menyipit. Jidatnya lebar. Dalam tubuhnya terbayang kekuatan dan keperkasaan. 


Dia adalah orang yang perjalanan hidupnya bergelimang kemudahan karena segala sesuatu untuk keperluannya serba tersedia. Cakrawala pergaulannya sangat luas, karena memang dia mudah akrab. Tabiatnya lemah-lembut. Pemikirannya mendalam. Otaknya encer. Pandangannya menerawang jauh ke depan. Buah pikirannya cemerlang dan mencengangkan. Setiap ucapannya bisa dipastikan kejujurannya. 

Pendeknya, dia berbeda jauh dengan para pemuda Mekah waktu itu yang mempunyai tabiat tercela. Dia tidak mau minum khamar, baik di masa jahiliah maupun di masa Islam. Lembaran hidupnya tidak pernah ternoda dengan segala kekotoran dan kenistaan sebagaimana yang dialami para pemuda Mekah di masanya. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq banyak menimba ilmu dari para guru. Tidak heran, dia mempunyai wawasan luas tentang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dia mampu membaca dan menulis. Dia banyak menelaah sejarah bangsa Arab, berbagai nasab dan riwayat hidup mereka. Para pakar nasab di kalangan bangsa Arab pun harus datang kepadanya untuk bisa menyerap ilmunya, selain agar bisa berkawan dekat dengannya. 

Ibnu Hisyam dalam kitab As-Sirah An Nabawiyyah menggambarkan sosok Abu Bakar sebagai berikut. 

“Abu Bakar adalah laki-laki yang lemah-lembut terhadap semua orang. Dia sangat disayangi karena sikap ramahnya. Dia adalah satu-satunya orang di kalangan suku Quraisy yang mendalami secara intensif nasab-nasab dan sejarah suku Quraisy. Dia juga mengetahui secara pasti berbagai peristiwa yang menimpa suku Quraisy, dan peristiwa yang baik sampai peristiwa yang buruk. 

Mata pencahariannya adalah berdagang. Kejujurannya dalam dunia bisnis sudah dikenal di mana-mana. Anggota kaumnya banyak yang bersanding dan bersahabat akrab dengannya. 

Karena berbagai kelebihan telah dimiliki, seperti pengetahuan yang luas, perdagangan yang sukses dan pergaulan yang ramah. 

Dalam keseharian, Abu Bakar bergelut di dunia perdagangan. Ketekunan dan kegigihannya membuahkan keuntungan berlipat. Barang dagangannya adalah busana. Itu merupakan lahan bisnis yang memerlukan jiwa seni dan cita rasa tinggi untuk menentukan motif yang cocok bagi semua orang. Namun, di balik semua sifatnya yang penuh kelembutan, tersimpan keteguhan hati dan kemauan yang membaja.” 

Biografi Abu Bakar selanjutnya dapat dibaca pada postingan yang berjudul : Abu Bakar Masuk Islam (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Sunday, 23 October 2016

Nama Dan Nasab Abu Bakar (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.
Abu Bakar Ash Shiddiq ra. (Nama dan Nasab)

Merujuk pada silsilah keluarga, namanya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay A1-Qurasyi At-Taimi. Sedangkan nama keluarganya adalah Abu Quhafah. 

Nama ibunya adalah Ummu A1-Khair binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Hasan bin Taim bin Murrah. Dia adalah putri dari paman Abu Quhafah. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq berasal dari sebuah kabilah yang sangat disegani di antara kabilah-kabilah suku Quraisy di Mekah. Kabilahnya memiliki posisi terhormat di kalangan masyarakat Mekah. 

Seperti diketahui, kabilah di Mekah terbagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan kedudukan masing-masing. Setiap kedudukan mempunyai jabatan dan fungsi sendiri-sendiri. Kedudukan itu terkait dengan urusan Ka’bah dan pengaturan kelancaran jamaah haji di Baitul-Haram. 

Bani Abdul Manaf mempunyai wewenang untuk menyuplai minuman dan menghormati jamaah haji yang datang ke Mekah. 

bilik islam
Bani Abdud-Dar mempunyai tugas memasang umbul-umbul dan tirai di Ka’bah. Mereka juga bertugas menyelenggarakan pertemuan untuk kemakmurkan Baitul Haram. 

Sementara itu, kabilah yang mempunyai wewenang untuk mengatur pasukan berkuda ataupun pejalan kaki adalah Bani Makhzum. Itulah kabilah asal Khalid bin Walid. 

Kabilah Taim bertugas mengurusi pembayaran diyat (denda) sebagaimana yang berlaku dalam tradisi jahiliah. Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq beranjak dewasa, dia memimpin kabilahnya untuk mengepalai tugas itu. 

Bani Taim bin Murrah mempunyai posisi terpandang di antara kabilah-kabilah di Arab. Diceritakan bahwa suatu hari, A1-Mundzir bin Ma’ As-Sama’-sebagai raja di daerah Hirah- pernah mau membunuh salah seorang budak dari Al-Qais bin Hajar Al-Kindi. Ketua tertinggi dalam kepengurusan Bani Taim memperbolehkan hal itu. Maka, dinyatakan dalam sebuah syair: 

“Untuk hukuman bagi salah satu budak Al-Qais bin Hajar, Bani Taim yang merupakan lentera dalam kegela pan telah mernperkenankannya” 

Setelah peristiwa tersebut, Bani Taim lebih dikenal dengan julukan sebagai “lentera dalam kegelapan”.

Biografi Abu Bakar selanjutnya bisa dibaca pada postingan berjudul : Sosok Abu Bakar (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Tabir Wanita