Saturday, 29 October 2016

Setan Takut Ketegasan Al-Faruq ra. (Biografi Lengkap Umar Bin Khattab ra.)

Biografi Lengkap Umar Bin Khattab ra., bilik islam
Dari Muhammad bin Sa’d bin Abu Al Waqqash dari ayahnya, ia mengatakan, “Umar bin Khaththab meminta izin masuk ke rumah Rasulullah saw., sedangkan di sekeliling beliau ada sejumlah wanita Quraisy yang berbicara banyak kepada beliau dengan meninggikan suara mereka melebihi suara beliau. Ketika Umar bin Khaththab meminta izin, mereka berdiri dan segera berhijab. Lalu Rasulullah saw. mengizinkannya masuk. Umar pun masuk, sedangkan Rasulullah saw. tertawa, maka ia berkata, ‘Apa yang membuat Allah menjadikan tertawa, wahai Rasulullah?’ 

Nabi saw. berkata, ‘Aku heran terhadap para wanita yang berada di sekelilingku. Ketika mereka mendengar suararnu, maka mereka segera berhijab.’ 


Umar berkata, ‘Engkau lebih berhak untuk disegani, wahai Rasulullah?’ Kemudian Umar mengatakan, ‘Wahai para musuh bagi diri mereka sendiri, apakah kalian segan kepadaku dan tidak segan kepada Rasulullah?’ 

Mereka menjawab, ‘Ya, engkau lebih kasar dan lebih keras daripada Rasulullah saw.’ 

Kemudian Rasulullah saw. bersabda, ‘Wahai Ibnul Khaththab, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah setan berpapasan denganmu sewaktu menempuh suatu lembah melainkan ia pasti mengambil lembah lain selain yang engkau lewati.”

Biografi Umar Bin Khattab selanjutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul : Umar Menjelaskan Tentang Sikap Kerasnya Dalam Khutbahnya Yang Pertama (Biografi Lengkap Umar Bin Khattab ra.)

Peperangan Melawan Kaum Murtad (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.
Wafatnya Rasulullah saw. telah memancing kemurtadan sebagian kabilah Arab. Mereka keluar dari Islam dan memeluk agama lamanya. Khalifah baru, Abu Bakar AshS hiddiq, segera mengeluarkan kebijakan menumpas berbagai gerakan yang menjurus pada kekafiran, kesesatan dan kemurtadan. Dia mengagendakan penyatuan seluruh semenanjung Arab dalam pangkuan Islam. 

Gejala kemurtadan itu dilatarbelakangi beberapa faktor. Sebagian kabilah tidak mau membayar zakat. Mereka ingin terbebas dari beban keagamaan Islam dan kembali pada tradisi jahiliah. Sebagian kabilah lain ingin merebut tongkat kekuasaan untuk memimpin seluruh daratan Arab. Dari sini, muncullah sejumlali nabi palsu yang mengecoh Umat manusia. 

Sebagian kabilah Arab, di antaranya Abas, Dzabyan dan lain sebagainya, berniat untuk menyerbu kota Madinah. Mereka ingin mendudukinya sebagai pintu gerbang untuk menguasai seluruh semenanjung Arab. 


Abu Bakar Ash-Shiddiq sangat perhatian dengan rencana busuk suku Abas dan Dzabyan. Karena itu, dia menyiagakan para penjaga secara penuh pada waktu malam dan siang. Dia mengumumkan kepada kaum muslimin supaya bersiap siaga kalau sewaktu-waktu musuh menyerang. 

Ternyata, serangan itu bukan isapan jempol belaka. Pada suatu malam, kalangan murtad itu menyerbu kota Madinah. Kaum muslimin pun bergegas mengangkat senjata untuk mempertahankan kota dan membela Islam. Dengan pertolongan Allah, akhirnya kaum muslimin berhasil memukul mundur musuh. 

Musuh mundur sampai ke sebuah tempat yang bernama Dzu A1-Qishah. Pihak musuh berkeyakinan bahwa serangan pertama merek ke kota Madinah telah berbuah kemenangan dan mereka bakal menyempurnakan kemenangan itu pada hari kedua. 

Dengan mata hatinya yang begitu tajam, Abu Bakar Ash-Shiddiq mempunyai rencana cerdik untuk memporak-porandakan musuh. Beliau mempersiapkan pasukannya dan keluar dari kota Madinah pada saat malam mulai larut. Beliau meminta pasukan untuk mengendap-endap dan menyembunyikan diri di balik gelapnya malam kemudian secara mendadak menyerang kaum kafir itu. 

Dengan kecepatan yang tiada tara, ditunjang malam yang begitu pekat, pedang-pedang kaum muslimin berhasil menebas dan memenggal kepala kaum murtad itu. Setelah menyerang, mereka langsung kabur ke seluruh penjuru. Hingga akhirnya ketika pagi tiba, musuh ketakutan dan lari tunggang langgang karena banyak tentaranya yang tewas terpenggal kepalanya. Kemenangan pertama sudah diraih oleh khalifah Abu Bakar AshS hiddiq. 

Gerakan murtad tidak berhenti sampai di situ. Datang berita kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menceritakan bahwa arus gerakan kaum murtad berlanjut ke seluruh semenanjung Arab. 

Di bagian selatan, tepatnya di Negeri Yaman, ada A1-Aswad Al-Ansi yang berhasil meruntuhkan kekuasaan gubernur yang diangkat oleh Rasulullah saw. di sana. Dia berhasil menguasai seluruh negeri. 

Di bagian utara, Musailamah bin Habib Al Kadzdzab memproklamasikan diri sebagai nabi. kaum Bani Hanifah berkumpul di sekelilingnya menjadi pengikut setianya. Jumlah mereka tidak kurang dari empat puluh ribu pasukan. 

Di kabilah Asad, ada Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadi yang menghasut kaumnya agar tidak menunaikan zakat. Di tempat lain, ada Malik bin Nuwairah Al-Yarbu’i. Dia mengumpulkan semua anggota sukunya dan berjalan mengikuti gerbong. Sajah At Taghlibiyah yang mendeklarasikan dirinya sebagai nabi. Sajah dinikahi oleh Musailamah Al-Kadzdzab. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq ingin kelar sendiri untuk memerangi kaum murtad itu. Tetapi para sahabat senior melarangnya. Sahabat yang paling gencar menccgah keluarnya khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk memimpin pasukan kaum muslimin adalah Ali bin Abu Thalib. Ali meminta Abdur-Rahman bin Auf untuk menjadi panglima pasukan guna berangkat ke kantong-kantong kaum murtad itu. Khalifah pun merasa tenang dengan rencana itu. Jadi, beliau tidak perlu turun tangan secara langsung. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq hanya mempersiapkan pasukan. Dia melantik seorang panglima pada setiap batalion pasukan dan diperintahkan untuk berangkat ke tempat tertentu.
  1. Khalid bin Walid berangkat memerangi Thulaihah bin Khuwailid di Bani Asad dan para sekutunya yang berasal dari kaum murtad Bani Thayyi, Abas dan Dzabyan. Kalau tugas itu sudah selesai, dia diperintahkan memimpin pasukan untuk menumpas Malik bin Nuwairah yang menjadi pemimpin kaum murtad Bani Tamim di daerah Al-Bathah.
  2. Ikrimah bin Abu Jahal diperintahkan membumihanguskan gerakan
  3. Musailamah Al-Kadzdzab di daerah Yammah.
  4. Syurahil bin Hasanah diperintahkan untuk mengikuti jejak ‘Ikrimah dengan tujuan yang sama.
  5. Thariqah bin Hajiz diperintahkan berangkat ke Bani Salim dan para sekutunya seperti Bani Hawazin.
  6. Amru bin Al-Ash diperintahkan berangkat ke daerah Qadha’ah, Wadi’ah dan Al-Harits.
  7. Khalid bin Sa’id diperintahkan untuk berangkat ke Syam.
  8. A1-’Ala’ bin A1-Hadhrami diperintahkan berangkat ke daerah Bahrain.
  9. Hudzaifah bin Muhshan A1-Ghalfani diutus berangkat ke daerah Daba Ba’uman.
  10. Arafah bin Hartsamah diperintahkan untuk memerangi penduduk Maharah.
  11. Al-Muhajir bin Abu Umayyah diperintahkan berangkat untuk menyerbu rombongan A1-Aswad di daerah Shan’a’, kemudian dilanjutkan ke Hadhramaut.
  12. Suwaid bin Muqarrin Al-Muzanni berangkat ke daerah Tihamah di Yaman.
Kemudian, Abu Bakar Ash-Shiddiq membagi-bagikan selebaran kepada seluruh kabilah Arab. Selebaran itu isinya sama :
“Dari Abu Bakar; Khalifah Rasulullah saw. Surat ini ditujukan kepada siapa saja yang telah menerima suratku ini, baik yang umum maupun yang khusus; baik mereka yang masih tetap memegang teguh Islam maupun sudah keluar darinya.

Keselamatan atas siapa saja yang mengikuti petunjuk dan tidak melenceng setelah mendapatkan petunjuk kearah kesesatan dan kegelapan.

Sesungguhnya aku memuji Allah yang tidak ada tuhan selain Dia. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Dia semara. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Kita membenarkan apa yang dibawa oleh Muhammad dan menolak apa yang dibuang dan diperangi oleh Rasulullah saw. 

Perlu diketahui. sesungguhnya, Allah telah mengutus Muhammad dengan benar dari sisi-Nya kepada semua makhluk-Nya untuk membawa kabar gembira dan peringatan serta menyeru ke jalan Allah dengan izin Allah.

Rasulullah saw. membawa pelita yang menerangi untuk memberi peringatan kepada orang Yang hidup durhaka dan meluruskan perilaku orang- orang kafir. Allah menganugerahi hidayah kebenaran kepada siapa saja Yang menerima seruan ini, dan Rasulullah saw. menghancurkan siapa saja yang berpaling darinya dengan izin Allah. Sehingga kemudian, ada yang taat dan ada yang durhaka dalam menyikapi Islam ini”. 

Dalam surat itu juga ada pernyataan berikut ini :
“Telah sampai berita kepadaku bahwa ada sebagian dari kalian yang keluar dari agamanya, padahal sebelumnya dia mengikrarkan Islam dan mengerjakan amal saleh. Kalian telah menipu Allah dan pura-pura tidak tahu akan perintah-Nya. Sungguh, kalian justru mematuhi bujukan setan. 

Aku mengutus fulan kepada kalian. Dia membawa pasukan yang terdiri dari sahabat Muhajirin dan Anshar serta para tabi‘in. Aku memerintahkannya agar tidak memerangi dan membunuh siapa pun sampai dia menyerukan kepada mereka untuk kembali ke jalan Allah. 

Siapa saja yang mau menerima ajakan itu, mengikrarkan Islam kembali, menghentikan perbuatan buruk dan beramal saleh, maka dia akan diterima dan akan dibantu. Tetapi, siapa saja yang menolak, maka aku memerintahkan kepada si fulan untuk memerangi mereka sehingga tidak ada satu orang pun yang tersisa dari mereka di muka bumi ini. Mereka semua akan dibakar dengan api dan mereka semua akan dibunuh. Kaum wanita ataupun anak kecil akan ditawan. Tegasnya, sekali lagi, tidak ada seorang pun yang akan diterima kecuali memang dia beragama Islam. 

Siapa saja yang mengikutinya, maka jauh lebih baik baginya. Tetapi siapa yang meninggalkannya, maka dia tidak akan pernah melemahkan Allah. Aku telah memerintahkan semua utusanku untuk membacakan suratku ini di setiap tempat berkumpul yang sekiranya bisa didengar oleh semua orang.
Kalau kaum muslimin sudah mengumandangkan azan, maka biarkanlah mereka, tetapi kalau mereka tidak mengumandangkan azan, maka kobarkanlah peperangan terhadap mereka. Kalau mereka mengumandangkan azan, maka aku akan mempertanyakan tanggungjawab mereka atas hal itu. Akan tetapi, kalau mereka menolak mengumandangkan azan, maka hukuman akan segera dijatuhkan kepada mereka. Jika mereka mengikrarkan Islam, maka hal itu akan diterima dan mereka pun akan dibimbing menuju keadaan yang lebih baik.” 

Biografi Abu Bakar selanjutnya bisa dibaca pada postingan selanjutnya yang berjudul : Penaklukan Negeri Irak (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Bertemu Saudara (Kisah Dalam Al-Quran)

kisah nabi yusuf, bilik islam
Negara-negara tetangga yang sedang kekurangan bahan makanan datang ke Mesir untuk meminta pertolongan dari Nabi Yusuf. Mereka datang untuk membeli gandum yang masih tersedia di dalam gudang-gudang kerajaan. Di antara para pendatang yang ingin berbelanja ke Mesir terdapat rombongan orang-orang Palestina. Di antaranya terdapat saudara-saudara Nabi Yusuf. Mereka menghadap Nabi Yusuf yang memakai pakaian kerajaan. Mereka sama sekali tidak mengenali beliau.
Nabi Yusuf yang masih mengenali mereka sebagai saudara-saudaranya segera bertanya pada mereka.
“Siapakah kalian? Ceritakan kepadaku tentang keluarga kalian?” tanya Nabi Yusuf dengan suara berwibawa. 

“Wahai Paduka, kami adalah putra-putra Yakub yang berjumlah dua belas orang. Saudara kami yang termuda tidak ikut bersama kami karena sedang menjaga ayah yang sudah lanjut usia dan buta. Seorang saudara kami sudah lama pergi dan hingga kini kami tidak tahu keberadaannya. Kami datang atas perintah ayah kami untuk memohon pertolongan dari Paduka.” 

“Kami bermaksud membeli gandum dari persediaan kerajaan Paduka untuk memenuhi kebutuhan kami yang mendesak.” 

“Sesungguhnya aku meragukan keterangan kalian. Aku tidak dapat mengabaikan kemungkinan bahwa kalian adalah mata-mata yang dikirim musuh untuk mengacaukan negeri ini. Aku menghendaki kalian membawa bukti-bukti yang kuat bahwa kalian betul-betul putra Yakub,” ucap Nabi Yusuf dengan suara tegas. 


“Paduka. kami orang asing di negeri ini. Tidak ada seorang pun yang kami kenal. Sangat sulit bagi kami untuk membuktikan ucapan kami. Kami pasrah kepada keputusan Paduka,” jawab juru bicara putra Yakub. 

“Baiklah” jawab Nabi Yusuf sambil berpikir. 

“Hmmm ... kali ini aku memberi kesempatan kepada kalian untuk membeli gandum secukupnya dengan satu syarat. Bila kalian kembali lagi ke mari, kalian harus membawa adik kalian yang bungsu. Aku akan menyuruh pegawaiku untuk melayani kebutuhan kalian.” 

“Maaf Paduka. ayah kami tidak akan mengizinkan kami membawa adik bungsu kami ke mari karena ayah sangat mencintainya. Dia menjadi pengganti kedudukan saudara kami. Yusuf. Namun. kami akan berusaha membujuk ayah agar memperbolehkan kami mengajak Benyamin. 

Baiklah, aku akan menunggu janji kalian,” tegas Yusuf. Kemudian, Yusuf menyuruh pegawainya untuk mengisi karung-karung mereka dengan gandum dan bahan makanan. Sedangkan. barang-barang emas yang mereka bawa untuk membeli gandum disisipkan kembali ke dalam karung-karung mereka secara diam-diam. 

Mereka lalu segera pulang ke Palestina dengan membawa beberapa karung gandum. Setibanya di rumah, mereka menceritakan tentang perjalanan mereka kepada sang ayah. Mereka memuji penguasa Mesir yang bersikap ramah, adil, dan rendah hati itu. Mereka menyampaikan juga bahwa bila mereka datang lagi untuk membeli gandum. mereka harus mengajak serta Benyamin. Mereka memohon kepada sang ayah agar diizinkan mengajak Benyamin ke Mesir. 

“Tidak. sekali lagi tidak akan kuberikan izin kepada kalian untuk membawa Benyamin. Aku tidak akan memercayakan Benyamin kepada kalian setelah apa yang terjadi kepada Yusuf.” 

Tapi Ayah, kami mohon. “Dulu kalian berjanji akan menjaga Yusuf dengan baik, tetapi kalian pulang dengan berita bahwa Yusuf telah dimangsa serigala. Aku tidak ingin apa yang terjadi pada Yusuf terulang lagi pada Benyamin.” 

“Baiklah, Ayah. Namun, kami tidak dapat kembali ke Mesir tanpa membawa Benyamin,” ujar salah satu di antara mereka. 

Nabi Yakub pun terdiam. Dia tidak rela bila harus kehilangan Benyamin. 

Kemudian, salah satu anak Nabi Yakub tersebut membuka karung-karung gandum. Mereka menemukan barang emas mereka masih berada di dalam karung. Mereka gembira dengan penemuan tersebut. 

“Ayah lihat, penguasa Mesir itu mengembalikan semua emas kita. Tentunya, dia memberikan gandum-gandum ini dengan cuma-cuma,” 

Untuk beberapa saat, kehidupan mereka terjamin dengan gandum-gandum tersebut. Namun, lama-kelamaan persediaan makanan mereka habis. Akhirnya, Nabi Yakub memperbolehkan mereka membawa Benyamin ke Mesir. 

Setibanya di istana kerajaan Mesir, mereka disambut baik oleh Nabi Yusuf. Nabi Yusuf menyediakan jamuan dan penginapan bagi mereka. Bahkan. Nabi Yusuf mengajak Benyamin menginap bersamanya di istana. 

“Bila kakakku Yusuf masih ada, tentunya sekarang engkau akan menyediakan tempat untuknya,” kata Benyamin sambil mencucurkan air mata. Hatinya sedih teringat kepada Yusuf. sang kakak. 

“Apabila aku menggantikan kakakmu yang hilang, apakah engkau akan suka?” tanya Nabi Yusuf. 

“Tentu saja, namun sayangnya engkau tidak dilahirkan oleh ayahku, Yakub, dan ibuku. Rahil” 

Nabi Yusuf menangis mendengar perkataan Benyamin. Lalu. dia memeluk Benyamin dengan erat. Beliau mengaku bahwa dialah kakak Benyamin yang hilang tersebut. Nabi Yusuf menceritakan semua hal yang telah dialaminya. Beliau berpesan agar Benyamin merahasiakan hal tersebut dari saudara-saudaranya yang lain. 

Benyamin sangat bahagia mengetahui bahwa kakaknya masih hidup dan ada di hadapannya. “Ayah pasti sangat senang mengetahui bahwa Kakak masih hidup. Sejak Kakak hilang, Ayah sangat menderita sampai-sampai Ayah kehilangan penglihatannya karena terlalu banyak menangis.” 

Mendengar hal itu, Nabi Yusuf pun menangis. Dia dapat merasakan penderitaan ayahnya. 

Baca juga cerita dalam Al-Quran selanjutnya yang berjudul : Bertemu Sang Ayah (Kisah Dalam Al-Quran)

Awal Mula Munculnya Paham Qadariyah (Aliran Qadariyah)

paham qadariyah, bilik islam
AWAL MUNCULNYA QADARIYAH
Golongan Qadariyah pertama kali muncul kira-kira pada tahun 70 H di Iraq pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan yang hidup antara tahun 685-705 M. Kelompok Qadariyah dimotori oleh Ma’bad bin Juhani Al-Bisry (w.699 M) dan A1-Ja’du bin Dirhani.

Pada awal munculnya kelompok Qadariyah ini diduga sebagai protes atas kedhaliman politik Bani Umayah. Qadariyah sangat bertolak belakang dengan faham kelompok Jabariyah, dimana Jabariyah mempunyai kepercayaan bahwa segala sesuatu tentang manusia sudah terkait dengan ketentuan Allah, sementara Qadariyah mengatakan bahwa manusia tidak selamanya terkait pada ketentuan Allah semata, tetapi harus disertai dengan upaya dan usaha untuk menentukan nasibnya.
 
CIRI-CIRI FAHAM QADAR1YAH
Diantara ciri-ciri faham Qadariyah adalah :
  1. Manusia berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya, maka perbuatan dan nasib manusia dilakukan dan terjadi atas kehendak dirinya sendiri, tanpa campur tangan Allah.
  2. Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan tidak mempengaruhi Iman. Artinya orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi keimanannya.
  3. Orang yang sudah beriman tidak perlu tergesa-gesa menjalankan ibadah dan amal-amal kebajikan lainnya. 
PERKEMBANGAN QADARIYAH
Aliran Qadariyah termasuk aliran yang cukup cepat berkembang dan mendapat dukungan cukup luas di kalangan masyarakat, sebelum akhirnya pemimpinnya Ma’bad dan beberapa tokohnya berhasil ditangkap dan dihukum mati oleh penguasa Damsyiq pada tahun 80 H/699 M, karena menyebarkan ajaran sesat. Sejak terbunuhnya pentolan Qadariyah, aliran Qadariyah mulai pudar, hingga akhirnya sirna dimakan zaman, kini tinggal sebuah nama yang tertulis di dalam buku, namun sebagian fahamnya masih dianut oleh sebagian orang.

Tabiat Dan Kebiasaan Para Malaikat

tabiat malaikat, kebiasaan malaikat, bilik islam
Malaikat bertabi’at untuk selalu taat kepada Allah Ta’ala. Malaikat tidak memiliki kemampuan untuk bermaksiat kepada Allah. Mereka selalu menjahui maksiat kepada Allah dan selalu bersikap taat karena Allah Ta’ala menciptakan mereka demikian. Para Malaikat sedikitpun tidak dibebani kemampuan untuk bermaksiat, karena tidak ada syahwat atau hawa nafsu pada diri mereka. 

Secara mutlak para Malaikat adalah makhluk yang diperintahkan untuk selalu beribadah dan melakukan ketaatan. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala :
Artinya: “Mereka takut kepada Rabb Yang (berkuasa) di atas mereka dan melaksanakan apa-apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (QS. An-Nahl: 50)

Dalam ayat ini, mereka -para Malaikat-  juga merasa takut kepada Allah SWT, adapun al-khauf (rasa takut) adalah salah satu bentuk takliif(pembebanan) syari’at. Bahkan, ini (al-khauf) adalah termasuk jenis ibadah yang paling tinggi. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala kepada mereka :
Artinya : “Dia (Allah) mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka (Malaikat) dan yang dibelakang mereka, dan mereka tidak member syafa‘at melainkan kepada orang yang diridhai (Allah), dan mereka selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (QS. Al-Anbiyaa’ : 28) 

Allah Ta’ala juga berfirman :
Artinya: “Dan syafa’at (pertolongan) di sisi-Nya hanya berguna bagi orang yang telah di idzinkan-Nya (memperoleh syafa‘at itu). Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka (para malaikat itu), mereka berkata: “Apakah yang telah di imankan oleh Rabb kalian.. ?“  mereka menjawab; “(Perkataan) yang benar, ‘dan Dia-Iah Yang Maha Tinggi, Maha Besar.”(QS. Saba’: 23)

Pengertian Beriman Kepada Kitab Allah

biliki islam
Beriman Kepada Kitab Allah
“Al-Kutub” adalah bentuk jama’ dari “kitab” (penulisan) dengan arti “maktuub” (yang tertulis). Maksudnya pemakaian kata itu di sini ialah : Kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada rasul-Nya sebagai rahmat dan petunjuk bagi makhluk, agar mereka mencapai dengannya kebahagian dunia akhirat. 

Iman kepada kitab-kitab Allah termasuk salah satu rukun Iman dari enam Rukun Iman yang harus kita yakini. Arti iman pada kitab-kitab Allah adalah berkeyakinan penuh bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang dia turunkan atas rasul-rasul-Nya untuk hamba-hamba-Nya dengan membawa kebenaran yang nyata dan bahwa kitab-kitab itu adalah Kalam (kalimat) Allah yang Dia berbicara dengan itu menurut hakekatnya sebagaimana yang Dia kehendaki dan dengan cara yang Dia inginkan. 

Baca juga : Cara Mengimani Kitab Al-Quran

Al-Our’an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan batin, di dunia dan akhirat kelak. Konsep-konsep yang dibawa al-Qur’an selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia karena ia turun untuk berdialog dengan setiap umat yang ditemuinya sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problema tersebut kapan dan di manapun mereka berada. Oleh sebab itu, al-Qur’an merupakan mu’jizat terbesar dan sekaligus melengkapi Kitab-kitab sebelumnya, yakni Zabur, Taurat dan injil.

Pengertian Beriman Kepada Kitab Allah

Pengertian beriman kepada kitab-kitab Allah yaitu mempencayai dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT. telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para rasul yang berisi wahyu Allah supaya disampaikan isi dan kandungannya kepada umat manusia. Kumpulan wahyu itu ada yang disebut suhuf. 

Sebagai orang Islam kita wajib mempercayai semua kitab dan suhuf yang telah diturunkan Allah kepada para rasul-Nya. 

Allah berfirman dalam surah an-Nisa ayat 136 yang artinya sebagai benikut:
“Wahai orang-orang yang beriman, Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang diiturunkan sebelumnya, Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh” (QS. An-Nisa ayat 136) 

Pada ayat di atas, dengan tegas Allah mengingatkan kepada orang yang beriman agar tetap menjaga keimananNya, jangan sampai menjadi orang yang kufur (kafir), Allah juga mengisyaratkan jika tidak mengimani kitab-kitab-Nya maka seseorang akan jauh bersesat. Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang Islam agar tidak tersesat. 

Beriman berarti percaya dengan sungguh-sungguh kepada sesuatu. Beriman kepada Kitab Allah berarti percaya bahwa Allah SWT telah menurunkan beberapa Kitab kepada para Nabi dan Rasul untuk disampaikan dan diajarkan kepada seluruh umat manusia sebagai pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. 

Umat Islam yang rajin membaca al-Qur’an berarti telah beriman kepada Allah. Karena dengan membaca al-Qur’an berarti kita percaya pada kitab-kitab Allah. Sedangkan percaya kepada kitab-kitab Allah termasuk salah satu rukun iman yang ketiga. Sebagai seorang muslim kita harus membiasakan diri untuk selalu membaca dan mengamalkan ajaran al-Qur’an. Sudahkah kamu mengamalkan ajaran al-Qur’an?

Thursday, 27 October 2016

Khalifah Pertama (Biografi Abu Bakar Ash Siddiq ra.)

Biografi Abu Bakar Ash Siddiq ra., bilik islam
Pada permulaan bulan Rabi’ul Awwal tahun 11 H, Rasulullah saw. mulai sakit. Akan tetapi, pada saat fajar menyingsing hari Senin tanggal 12 Rabi’uI Awwal Rasulullah saw. merasa bahwa kesehatannya membaik, kendati belum pulih seluruhnya. Beliau keluar dari kamar Aisyah untuk menemui kaum muslimin di masjid. Beliau ingin mengutarakan sesuatu kepada mereka.

Dipanggillah Usamah bin Zaid. Beliau memberikan perintah kepadanya untuk memimpin pasukan berangkat ke Negeri Romawi. Abu Bakar Ash-Shiddiq juga diminta untuk menggantikannya mengimami shalat berjamaah. 

Selepas itu, beliau kembali memasuki kamar Aisyah untuk istirahat kembali, Jamaah shalat telah selesai, Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian datang untuk menjenguk Rasulullah saw. Melihat keadaan Rasulullah saw. yang sudah tidak separah kemarin, Abu Bakar AshS hiddiq merasa tenang. Dia pun kembali ke rumahnya di daerah As-Sakh, di luar kota Madinah. 

Pada hari itu juga Rasulullah saw. wafat. Sedangkan Abu Bakar Ash-Shiddiq berada jauh darinya. Datanglah utusan yang mengabarinya bahwa Rasulullah saw. telah kembali ke sisi Allah. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq datang ke Madinah. Dia menyaksikan para sahabat di masjid sedang menundukkan kepala karena berduka. Sedangkan Umar bin Khaththab menyampaikan khutbah kepada mereka dan mencela siapa saja yang berkeyakinan bahwa Rasulullah saw. telah meninggal dunia. 


Abu Bakar Ash-Shiddiq masuk ke dalam kamar putrinya, Aisyah, Rasulullah saw. sudah dikafani dan masih terbujur di sana. Dia menyingkap tirai kain kafan itu dan menatapnya dalam-dalam. Tidak terasa air matanya menetes. Dia bergumam lirih, “Alangkah indahnya engkau di waktu masih hidup dan alangkah indahnya engkau di waktu wafat.”

Kemudian, dia keluar dari kamar untuk menemui semua orang yang sedang tenggelam dalam duka. Dia berdiri di hadapan mereka. Dengan ketabahan hati yang mendalam. dia berkata kepada mereka, “Wahai manusia, dengarkanlah! Siapa saja yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah hahwa Muhammad telah wafat. Tetapi, siapa saja yang menyembah Allah, maka Allah masih hidup dan tidak akan pernah mati.” 

Kemudian dia membaca ayat A1-Qur’an :
Artinya : “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh, telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran 31: 144) 

Dalam pernyataan yang mantap dan tegas itu, Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil menguasai dan menarik kembali jiwa para sahabat yang telah melayang-layang. Sedikit demi sedikit, para sahabat tergugah kesadarannya untuk menghadapi kenyataan yang terjadi. Kemudian, Abu Bakar memasuki kamar Aisyah bersama Ali bin Abu Thalib untuk mempersiapkan prosesi pemakaman jenazah Rasulullah saw. 

Prosesi pemakaman selesai. Abu Ubaidah bin Jarrah bersama kaum muslirnin masih mengobrol tentang wafamya Rasulullah saw., sementara Umar bin Khaththab masih berdiam dan larut dalarn lamunannya sendiri. 

“Siapa yang akan menjadi pemimpin setelah wafatnya Rasulullah saw.?” tanyanya dalam hati. 

Pada saat itu, kaum Anshar menyerukan kaum muslimin untuk berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah. Di antara mereka, ada Sa’ad bin Ubadah, pemimpin suku Khazraj. Dia hadir dalam pertemuan itu untuk dilantik sebagai khalifah oleh kaumnya sendiri. Dia berpidato di hadapan kaum Anshar.

“Wahai kaum Anshar, sesungguhnya, sebelum kalian sudah ada yang telah masuk agama ini. Mereka sangat mulia keislamannya. Tidak ada satu pun kabilah Arab yang seperti mereka ini. Muhammad telah menghabiskan waktu sepuluh tahun lebih di tengah-tengah kaumnya untuk men yerukan mereka guna menyembah Allah dan menjauhi perilaku syirik. 

Hanya saja, sedikit sekali kaumnya yang mau mengimaninya. Mereka pun tidak mampu melindungi Rasulullah saw. Mereka tidak sanggup membela agamanya. Mereka tidak berdaya tuk menangkis segala macam penganiayaan yang menimpa. 

Ketika Allah sudah menginginkan keutamaan bagi kalian, maka Ia mencurahkan kemuliaan bagi kalian. Dia telah melimpahkan nikmat kepada kalian. Allah telah mengucurkan nikmat berupa iman kepada kaum dan rasul-Nya. Kalian mampu melindungi beliau dan para sahabatnya. Kalian juga sanggup membela agama Allah dan berjihad memerangi musuh-musuh Allah. 

Kalian adalah manusia yang paling keras kepada musuh Allah daripada golongan lainnya. Selanjutnya, bangsa Arab pun sudah mulai matang untuk mematuhi perintah Allah dengan penuh ketaatan. Banyak sudah bangsa- bangsa jauh lainnya yang telah tertaklukkan. 

Melalui Rasulullah saw., Allah telah menganugerahi kalian bimi ini. Dengan pedang, kilian hampir menguasai segenap bangsa Arab. Allah telah mewafatkan Muhammad dan beliau telah ridha kepada kalian dan kalian pun bersukacita mendapatkan keridhaan itu. Mengingat itu semua, maka genggamlah kekuasaan ini untuk memerintah semua orang. Karena sesungguhnya, kekuasaan itu berada di tangan, kalian bukan orang lain.” 

Demikianlah pidato panjang dari Sa’ad bin Ubadah untuk membakar semangat kaum Anshar. Dia berkeinginan agar kaum Ansharlah yang menjadi pemimpin sepeninggal Rasulullah saw. 

Kemudian, datanglah seseorang menemui Umar bin Khaththab dan mengabarkan tentang kejadian di Saqifah Bani Sa’idah. Umar bin Khaththab memerintahkan orang itu untuk pergi ke kamar Aisyah dan memanggil Abu Bakar Ash-Shiddiq agar keluar karena ada urusan penting. 

Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq sudah keluar, Umar bin Khaththab mengabarinya tentang peristiwa di Saqifah Bani Sa’idah. Umar berkata kepadanya, “Bagaimana pendapatmu? Kaum Anshar telah berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah. Mereka ingin menyerahkan tampuk kekhalifahan ini ke tangan Sa’ad bin Ubadah. Hal yang paling perlu dicermati adalah ucapan mereka, ‘Kami punya pemimpin, kalian juga berhak punya pemimpin.’ ini sangat berbahaya, karena bisa memecah persatuan kaum muslimin. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak menjawab. Dia hanya bersiap-siap untuk berangkat ke tempat perkumpulan itu. 

Akhinya, tiga orang sahabat senior: Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab dan Abu Ubaidah bin Jarrah berangkat ke Saqifah. Di sana, mereka menenangkan massa supaya menangguhkan bai’at (sumpah setia atau pelantikan) yang mereka berikan kepada Sa’ad bin Ubadah. Mereka diminta agar tidak terpengaruh dengan pidato Sa’ad. 

Untung saja, mereka bersedia menuruti permintaan tiga sahabat senior itu. Padahal, sebelumnya mereka sudah bertekad bulat untuk merebut kursi kekhalifahan sebagai milik mereka dan menjadi penguasa atas seluruh bangsa Arab. Mereka bakal mengangkat Sa’ad bin Ubadah sebagai calon khalifahnya.

Setelah semua anggota persidangan tenang, tiga orang sahabat itu duduk di majelis Saqifah Bani Sa’idah dengan dikelilingi kaum Anshar. Hanya tiga orang itulah yang berasal dan kaum Muhajirin. Abu Bakar Ash-Shiddiq segera berpidato kepada kaum Anshar dengan bahasa yang penuh kelembutan dan sarat intisari keagamaan karena persoalan itu sangat penting. 

“Memang, sangat berat bagi bangsa Arab untuk bisa meninggalkan agama nenek moyang mereka yang sudah mendarah daging. Dengan inilah, maka Allah memberikan keistimewaan kepada kaum Muhajirin yang pertama kali masuk Islam. Mereka adalah kaum Rasululkth saw. yang membenarkan ajaran beliau. Mereka menanggung segala penderitaan bersama beliau dan tetap bersabar walaupun siksaan datang bertubi-tubi menghempas mereka. 

Mereka juga tetap gigih walaupun pihak lawan mendustakan. Setiap lawan Islam pasti akan melecehkan kaum muslimin Muhajirin ini. Tetapi kaum Muhajirin tidak pernah merasa gentar dan surut ke belakang walaupun jumlahnya sedikit. Padahal, semua orang sudah gusar dan marah kepada mereka. 

Kaum Muhajirin inilah yang pertama kali menyembah Allah di muka bumi dan beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka adalah sahabat Rasulullah saw. dan kerabatnya. 

Mereka pastinya lebih berhak menduduki kursi kekhalifalian ini sepeninggal Rasulullah saw. Tidak ada seorang pun yang berhak melawan mereka kecuali orang-orang yang zalim. Sedangkan kalian, wahai orang-orang Anshar. Tidak ada seorang pun yang bisa membantah keagungan kalian. Tidak pula kaum Muhajirin yang telah lebih dahulu masuk Islam. Allah telah meridhai kalian untuk menjadi penolong agama Allah dan Rasulullah saw. Menuju kampung halaman kalianlah Rasulullah saw. berhijrah. Di antara kalian, terdapat istri Rasulullah saw. dan sahabat beliau. Tidak ada yang lebih berhak setelah kami, kaum Muhajirin yang lebih dahulu masuk Islam, kecuali kalian, wahai kaum Anshar. Kami adalah pemimpin dan kalian menterinya. 

Janganlah kalian menyelesaikan persoalan ini sendiri tanpa musyawarah. Kedudukan khalifah ini bukan menjadi hak kalian.” 

Ucapan Abu Bakar Ash-Shiddiq itu menyisakan kebingungan dan kebimbangan di hati kaum Anshar. Mereka mulai berbisik-bisik untuk meninjau kembali urusan itu dengan jernih, karena ucapan dari Abu Bakar Ash Shiddiq benar adanya. 

Hanya saja, ada sebagian kaum Anshar yang sudah memiliki hasrat terhadap jabatan khalifah. Mereka kasak-kusuk di belakang untuk membahas masalah itu. Kemudian mereka menunjuk seseorang untuk menjadi juru bicara untuk mematahkan argumentasi Abu Bakar Ash-Shiddiq. 

Dengan lantang dia bersuara, “Saudara-saudara sekalian, sesungguhnya, kami adalah penolong (Anshar) Allah dan pasukan Islam. Sedangkan kalian, wahai kaum Muhajirin, adalah bagian dari kami. Kalian telah berhijrah dari kampung halaman dengan meninggalkan kaum kalian. Dan kemudian apakah dengan begitu enaknya kalian (kaum Muhajirin) mau mencabut akar kami dan merampas hak kami untuk menduduki khalifah ini.” 

Abu Bakar Ash-Shiddiq segera angkat bicara untuk meruntuhkan pendapat kalangan Anshar itu. Sambil berdiri dia berseru lantang, “Para hadirin sekalian yang terhormat, sesungguhnya, kami kaum Muhajirin adalah orang yang pertama kali masuk Islam. Kaum Muhajirin mempunyai kedudukan yang begitu mulia, wajah yang rupawan dan keturunan yang paling banyak di antara bangsa Arab. Mereka juga kelompok yang paling sayang kepada Rasulullah saw. Kami telah masuk Islam sebeluni kalian. Kalau kalian tidak percaya, silakan baca Al-Qur’an. :
Artinya :“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama- lamanya. ltulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah [9]: 100) 

Kami adalah kaum Muhajinn, sedangkan kalian adalah Anshar yang merupakan saudara seagama kami. Kalian adalah sekutu kami dalam mendapatkan harta rampasan perang. Kalian adalah penolong kami melawan musuh. Semua kelebihan yang kalian klaim tersebut memang sudah semestinya seperti itu. Kalian adalah kelompok orang yang paling berhak mendapatkan pujian di antara semua orang di dunia ini. Bangsa Arab tidak mengenal orang yang memegang tampuk kekhalifahan ini kecuali dari kalangan Quraisy. Baiklah kami menjadi pemimpinnya dan kalian menjadi menterinya.”
Al-Habbab bin Mundzir bin A1-Jamuh Al Anshari panas mendengar ucapan Abu Bakar Ash-Shiddiq tersebut. Dia marah besar dan mencaci-maki Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar bin Khaththab memperingatkannya agar tidak mengeluarkan kata-kata ancaman dan ucapan kotor kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq. 

Namun, Al-Habbab tidak mau menerima peringatan tersebut, sehingga nyaris saja antara Al-Habbab dan Umar bin Khaththab terjadi baku hantam. Untung saja, Abu Ubaidah bin Jarrah dengan sigap berdiri dan menengahi pertikaian itu. 

Dia berkata kepada kaum Anshar, “Wahai kaum Anshar, kalianlah pihak yang pertama kali mengulurkan tangan untuk menolong. Janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali mengubah hal itu menjadi permusuhan.” 

Ucapan Abu Ubaidah tersebut berpengaruh kuat di hati para pendengar, terutama kaum Anshar. Basyir bin Sa’ad akhirnya berdiri dan berpidato di hadapan kaumnya, “Demi Allah, memang harus diakui bahwa kita termasuk golongan yang memiliki banyak kelebihan dalam niemerangi orang-orang musyrik dan kita masuk pertama kali ke dalam agama ini. Namun, sama sekali tidak ada keinginan di benak kita kecuali mengharapkan ridha Allah dan ketaatan kepada Rasulullah saw. serta jalan hidup yang lurus. Hendaknya kita tidak memperpanjang urusan ini.

Kita sama sekali tidak mengejar pamrih duniawi. Karena sesungguhnya, hanya Allah-lah yang mempunyai karunia dan nikmat. Ingatlah, sesungguhnya, Muhammad berasal dari Quraisy. Sudah selayaknya kaumnya itu yang menduduki jabatan khalifah. Demi Allah, aku tidak akan melawan me’reka dalam masalah ini, selamanya. Takutlah kepada Allah. Janganlah kalian menentang dan bermusuhan dengan mereka.” 

Abu Bakar Ash-Shiddiq pun hendak menyudahi perebutan kekuasaan itu. Dia menunggu sampai Basyir bin Sa’ad menyelesaikan ucapannya. Dia kemudian berdiri dan mengangkat tangan Umar bin Khaththab, sementara tangan lainnya mengangkat tangan Abu Ubaidah. Dia meminta kepada semua orang untuk membal’at salah satu dan dua sahabat itu. 

Tetapi, dengan sigap Umar bin Khaththab melepaskan pegangan tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq pada tangannya dan tangan Abu Ubaidah. Dia justru mengangkat tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan membai’atnya di hadapan hadirin. Para hadirin pun diminta untuk memberikan bai’atnya. 

Dari kalangan Anshar yang pertama kali menyatakan bai’atnya adalah Basyir bin Sa’ad. Dia menepukkan tangannya ke tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai tanda bai’at. Langkah itu diikuti oleh Usaid bin Hadhir, pemimpin suku Aus, yang mewakili sukunya. Semua hadirin lalu memberikan bai’atnya kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah Rasulullah saw., kecuali Sa’ad bin Ubadah. 

Selesai pembai’atan di Saqifah, harus ada pembai’atan selanjutnya dari kaum muslimin. Abu Bakar Ash-Shiddiq dan para sahabatnya kemudian bertolak ke masjid di mana kaum muslimin masih berkumpul di sana. Mereka semuanya membai’atnya menjadi khalifah. 

Kemudian dia berdiri dan menatap mereka. Dia menyampaikan khutbah pertamanya yang sarat kebijaksanaan dan penuh dengan agenda kerja untuk kepentingan kaum muslimin. 

“Wahai umat Islam, dengarkanlah! Aku telah diangkat sebagai pemimpin kalian. Padahal aku bukanlah orang terbaik di antara kalian. Kalau aku berbuat kebaikan, maka dukunglah aku. Akan tetapi, kalau aku melenceng, maka luruskanlah jalan dan tindakanku, karena kejujuran merupakan sebuah amanah. Kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian adalah orang yang kuat bagiku sehingga aku harus memberikan haknya, Insya Allah. Orang yang kuat di antara kalian adalah lemah bagiku. Aku akan mengambil hak darinya, Insya Allah. Jika ada kaum yang tidak melaksanakan jihad, maka hanya kenistaan yang akan menimpa mereka. Sebuah kaum yang gemar melakukan perbuatan keji di mana-mana, maka malapetaka akan menerpa mereka. Taatlah kepadaku sepanjang aku taat kepada Allah dan Rasulullah saw. Kalau aku bermaksiat kepada Allah dan Rasulullah saw., maka tidak ada kewajiban taat atas kalian. Marilah mendirikan shalat, mudah-mudahan kalian diranmati Allah.

Biografi Abu Bakar berikutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul : Peperangan Melawan Kaum Murtad (Biografi Abu Bakar Ash Siddiq ra.)

Perang Khaibar (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Biografi Lengkap Rasulullah SAW, bilik islam
Sejak kaum Yahudi diusir dari Madinah, mereka tinggal di Khaibar, kurang lebih 200 mil sebelah utara Madinah. Di sini, mereka hidup merdeka dan tempat itu juga telah dipenuhinya dengan benteng-benteng yang kokoh sehingga pada setiap kesempatan mereka dapat melakukan serangan terhadap umat Islam.

Tidak henti-hentinya kaum Yahudi berupaya hendak menghancurkan Islam; Mereka memandang Perjanjian Hudaibiyah yang secara lahiriah merugikan kaum muslimin itu sebagai kelemahan Islam. Melihat hal itu, timbullah kembali harapan mereka untuk menghancurkan Islam, kemudian mereka bersekutu dengan kaum Ghathafan untuk bersama-sama menyerang Madinah.

Mendengar berita tentang rencana penyerangan tersebut, Nabi segera menyuruh para sahabatnya supaya bersiap-siap untuk menyerbu Khaibar. Orang-orang yang diperbolehkan ikut menyerang adalah orang-orang yang ikut ke Hudaihiyah. Mereka barus rela tidak mendapatkan harta pampasan perang. 


Kurang lebih 1.600 orang dengan 100 pasukan herkuda kaum muslimin itu berangkat menuju Khaibar. Mereka semua merasa optimis akan pertolongan Allah. Mereka masih ingat akan firman Allah yang turun ketika di Hudaibiyah. 

Dengan persiapan persenjataan yang cukup, kaum muslimin sudah berada di depan benteng-benteng Khaibar: Sementara itu, pasukan Yahudi dipimpin oleh Sallam bin Misykam. Kini kedua pasukan tersebut sudah saling berhadapan. Peperangan pun tak dapat dielakkan lagi. Kedua pasukan bertempur mati-matian, hingga Sallam bin Misykam, pimpinan Yahudi pun, berhasil dibunuh ketika itu. 

Selanjutnya, pimpinan. pasukan Yahudi dipegang oleh Harits bin Abi Zainab. Ia keluar dari benteng Na’im dengan maksud hendak menggempur pasukan muslim. 

Akan tetapi, kaum muslimin memperketat pengepungan atas benteng-benteng Khaibar dengan keyakinan bahwa kekalahan Yahudi menghadapi Muhammad berarti penumpasan terakhir yang mereka lakukan terhadap Bani Israil di negeri-negeri Arab. 

Tak lama kemudian, benteng-benteng musuh jatuh ke tangan kaum muslimin dan hanya tinggal dua buah benteng yang masih berdiri kokoh dan kuat, yaitu benteng Watih dan Sulalim yang termasuk dalam kelompok benteng-benteng Khaibar. 

Sejak saat itu, perasaan putus asa mulai merayap ke dalam hati orang-orang Yahudi. Mereka meminta berdamai. Semua harta benda mereka yang ada di dalam benteng diserahkan kepada Nabi. Nabi mengambil alih seluruh daerah kekuasaan dan harta kekayaan mereka dan memberikan kebebasan kepada mereka untuk menjalankan agama mereka serta menarik jizyah (pajak) kepada mereka. 

Beberapa waktu setelah keadaan menjadi aman dan setelah perjanjian perdamaian dibuat, Zainab bin Harits istri Sallam bin Misykam menyampaikan hadiah daging domba beracun kepada Muhammad. Ketika ia bersama para sahabat memakan daging itu, tiba-tiba Nabi mernuntahkannya kembali. Tetapi Basyir bin Bara’ salah seorang sahabat Nabi meninggal saat itu juga. Lalu, Zainab dipanggil dan ia pun mengaku. 

Sebenarnya, kesalahan ini cukup menjadi alasan untuk menghukum kaum itu. Tetapi, Nabi masih memiliki harapan mereka dapat berlaku baik terhadap Islam sehingga hanya Zainab sajalah yang dikenakan hukuman mati.

Demikianlah peperangan yang sangat sengit, yang terjadi antara kaum muslimin dengan Yahudi di daerah pertahanan benteng-benteng Yahudi yang sangat kuat dan kokoh. Peperangan ini terjadi pada permulaan tahun ke-7 Hijriah. Pada akhir tahun tersebut, berangkatlah Nabi bersama kaum muslimin ke Mekah untuk melakukan ibadah haji sebagaimana yang telah dijanjikan. 

Biografi Nabi Muhammad selanjutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul : Perang Mu’tah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Tabir Wanita