Sunday, 9 October 2016

Apa Hukum Membaca Al-Quran Di Kuburan Menurut Fikih Islam ?

hukum baca al quran dikuburan
Tanya : Apakah membaca Al-Quran dipekuburan dilarang agama Islam. (M. Mas’ud, Semarang) 

Jawab : Sebagai umat islam, saling mendoakan sesama muslim merupakan hal yang sangat dianjurkan. Anjuran mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia juga tetap dibebankan kepada orang yang masih hidup.

Itu menunjukkan hubungan persaudaraan antar muslim tidak terputus hanya karena telah meninggal dunia. Persaudaraan akan abadi sampai hari kiamat kelak.

Ulama ahli fikih sepakat, amalan orang yang masih hidup, yang ditujukan kepada orang yang telah meniggal, berpahala sama. Amalan itu tidak hanya sebatas mendoakan, tetapi juga amalan-amalan lain seperti sedekah, membaca Al-Quran dan membayarkan qadha’ puasa untuk mayit. Pelaksanaan semua itu, dianjurkan kepada kita karena memang bermanfaat untuk mayit.

Pertanyaannya, apakah membaca Al-Quran di pekuburan itu dilarang? 

Dalam kitab Hujjah Ahlu As-Sunah wa Al-Jama‘ah dijelaskan, masalah membaca ayat Al-Quran untuk mayit terjadi perbedaan pendapat antara ulama. 

Menurut madzhab Malikiyah, hal itu makruh. Sedangkan mayoritas ulama mutaakhkhirin memperbolehkannya. Dan pendapat itulah yang berlaku di kalangan kaum muslim sekarang. 

Kalau kita mau memperhatikan hadis Nabi yang diriwayatkan dari Sayyidina Ali dari Nabi Muhammad Saw. sesungguhnya beliau telah bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang melewati kuburan dan membaca surat Al-Fatihah sebelas kali kemudian menghadiahkan pahalanya kepada orang yang sudah mati, maka diberikan kepadanya pahala dengan hitungan orang yang telah meninggal tadi.”

Titik tekan hadis itu lebih meninjau pada boleh atau tidak membaca Al-Quran untuk mayit. Sedangkan tinjauan dari masalah tempat, sebagaimana dalam penjelasan kitab Hujjah Ahlu As-Sunah wa Al-Jama‘ah bisa ditemukan dalam salah satu hadis Nabi yang diriwayatkan dari Abi Hurairah ra., yang artinya : “Barangsiapa berziarah pada kubur kedua orang tuanya atau salah satunya, kemudian ia membaca Surat Yasin di pekuburan, dia telah diampuni dengan hitungan ayat atau huruf ayat tadi. Dan orang tersebut sudah dianggap berbuat baik kepada orang tuanya.” 

Dalam kitab yang sama dijelasakan, Qodhi Abu Thayyib ketika ditanyai tentang menghatami Al-Quran di maqbarah (kuburan), menjawab bahwa pahalanya bagi orang yang membaca. Sedangkan mayit, seperti orang yang hadir, diharapkan mendapat barokah dan rahmat Allah. 

Jelaslah bahwa membaca Al-Quran di pekuburan tidak dilarang oleh agama Islam. Bahkan, membaca Al-Quran dengan pengertian tersebut disunahkan.

Akhlak Yang Agung (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Imam Ibnu Katsir ra. menyebutkan beberapa keutamaan Khadijah Ath-Thahirah ra., di antaranya :
Wanita yang pertama dinikahi oleh Rasulullah saw. adalah Khadijah ra., dan orang pertama yang mengimani. kenabian beliau adalah Khadijah ra. Berikut ini adalah beberapa kelebihan dan keutarnaan yang dimiliki oleh Khadijah. 

  1. Dia adalah orang yang pertama kali shalat berjamaah dengan Rasulullah saw.
  2. Istri yang pertama kali memberikan anak untuk beliau.
  3. Istri yang pertama kali diberi kabar gembira akan masuk surga di antara istri-istri beliau.
  4. Hamba yang pertama kali mendapatkan salam dari Tuhannya.
  5. Wanita yang paling pertama berbakti di antara wanita-wanita beriman.
  6. Istri Rasulullah saw. yang paling pertama wafat.
  7. Kuburan yang pertama kali diziarahi oleh Rasulullah saw. ketika beliau ke Mekah.
  8. Al-Imam Az-Zuhri mengatakan, “Khadijah ra. adalah orang yang paling pertama beriman kepada Allah. Ketika Rasulullah saw. menerima risalah dari Tuhannya, beliau langsung pulang ke rumahnya. Semua pohon dan batu yang dilewatinya mengucapkan selamat kepadanya, Ketika masuk ke dalam rumah dan menemui Khadijah, beliau berkata, “Ingatkah engkau apa yang aku ceritakan kepadamu tentang mimpi yang kusaksikan dalam tidurku bahwa Malaikat Jibril telah benar-benar menampakkan diri di hadapanku. Dia diutus oleh Tuhanku untuk menemuiku.” 

Lalu, beliau memberitahu Khadijah tentang wahyu yang baru saja diterimariya.’ 

Khadijah menjawab, ‘Tenanglah! Demi Allah, Allah tidak akan berbuat sesuatu atas dirimu, kecuali sesuatu yang baik. Maka terimalah apa yang diberikan Allah kepadamu. Sesungguhnya, itu adalah sebuah kebenaran.”

Biografi selanjutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul : Kecemburuan Aisyah ra. Terhadap Khadijah ra. (Biografi Khadijah ra.)

Inilah Penghargaan Yang Diberikan Rasulullah SAW Terhadap Khadijah ra.

Biografi Khadijah ra.
Rasulullah saw. sangat merasa sedih atas wafatnya Khadijah ra. Sebab, dia adalah istri yang luar biasa, sabar, ikhlas, dan selalu mendukung beliau selama hidupnya serta tidak segan-segan membelanjakan harta dan mempertaruhkan jiwanya untuk menolong agama ini. Karenanya, Rasulullah saw. tidak akan mungkin bisa melupakannya selamanya. 

Penghargaan beliau terhadap Khadijah pun begitu besar dan sulit digambarkan dengan kata-kata. Rasulullah saw. seringkali memuji Khadijah. Di antara pujian beliau terhadapnya adalah: “Laki-laki sempurna banyak, tapi tidak ada wanita yang sempurna kecuali Asiyah istri Firaun, Maryam binti Imran, dan Khadijah binti Khuwailid. Sedangkan keutamaan Aisyah dari banyak wanita lain seperti keutamaan roti yang direndam dalam kuah atas makanan lainnya.” 


Salah seorang ulama telah memberi catatan atas hadits ini dan berkata, “Persamaan antara ketiga wanita yang dikumpul.kan dalam satu ucapan ini adalah setiap mereka pernah mengurus seorang nabi yang diutus oleh Allah swt. dengan baik. 

Asiyah pernah mengurus Nabi Musa as. dengan baik (Yaitu, ketika Nabi Musa saw. dihanyutkan ke sungai oleh ibu kandungnya atas perintah Allah, Asiyah yang menemukannya dan mengangkatnya sebagai anak) dan mempercayainya ketika dia diutus. 

Maryam pernah mengurus Nabi isa as. dan membesarkannya, kemudian dia juga mengimani Isa ketika diangkat menjadi nabi, Sementara itu, Khadijah menjadi pendamping Rasulullah saw. dan menjadi pendukung beliau dengan harta dan jiwanya. Bahkan, dia adalah orang pertama yang mengimani Rasulullah saw. ketika diturunkan wahyu kepadanya.” 

Rasulullah saw. belum pernah menikah dengan siapa pun sebelum Khadijah dan beliau tidak menikah lagi dengan yang lain selama Khadijah masih hidup.” 

Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata,
“Nabi saw. tidak pernah menikah dengan orang lain sampai Khadijah wafat.” 

Rasulullah saw. bersama Khadijah melewati hari-hari yang paling indah penuh kasih sayang dalam kecintaan dan ketaatan kepada Allah serta berdakwah untuk agama Allah swt. Bahkan, pada hari-hari sepeninggal Khadijah, kecintaan Rasulullah saw. terhadapnya semakin bertambah. Bahkan, beliau suka melihat dan mendengar orang yang akan mengingatkan beliau kepadanya dan kepada hari-hari yang penuh warna dan keberkahan itu. 

Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah, bapaknya berkata, “Aku mendengar Abdullah bin Ja’far, dan Ali bin Abi Thalib ra. dan Nabi saw. bahwa beliau bersabda, ‘Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imran, dan sebaik-baik wanita adalah Khadijah.” 

Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah saw. menggambar empat buah garis di tanah, lalu bertanya kepada para sahabat, ‘Tahukah kalian apa ini?’ Para sahabat menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih tahu.’ 

Rasulullah saw. pun menjelaskan, ‘Wanita yang paling utama di antara penduduk surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Asiyah biti Mazahim istri firaun, dan Maryam binti Imran. Semoga Allah meridhai mereka semua.” 

Diriwayatkan dari Anas ra., sesungguhnya, Nabi saw. bersabda, “Cukup bagimu di antara seluruh wanita di alam ini: Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, dan Asiyah istri Firaun”. 

Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin para wanita penduduk surga nanti adalah Maryam binti Imran, Fatimah, Khadijah, dan Asiyah istri Firaun.” 

Di antara tanda-tanda yang nyata tentang penghargaan Rasulullah saw. terhadap Khadijah Ath-Thahirah adalah yang terjadi pada saat Perang Badar Al-Kubra. Waktu itu, Abul Ash bin Ar-Rabi’, menantu Rasulullah saw. dan suami dari putri beliau Zainab, putri dan istri beliau Khadijah, tertawan. Maka, Al-Wafiyyah mengirimkan kepada Zainab sesuatu untuk menebus suaminya Abul-Ash. Di antara tebusan tersebut ternyata kalung yang diperoleh Zainab dari ibunya, Khadijah ra., pada saat malam pernikahannya. 

Ketika Rasulullah saw. melihatnya, terenyuhlah hati beliau dan merasa kasihan sekali. Beliau teringat akan istrinya yang penuh keberkahan, Khadijah. Maka, beliau berkata kepada para sahabatnya, ‘Jika kalian setuju untuk melepas tawanan untuknya dan mengembalikan kalung itu kepadanya, maka lakukanlah.” 

Para sahabat pun langsung mengabulkan permintaan Rasulullah saw. tersebut yang digerakkan oleh rasa rindunya terhadap sang istri yang sangat berbakti, Ath-Thahirah Khadijah-Ummul Mu’ininin ra. Sebab, kaum muslimin merasa berhutang budi kepadanya

Biografi selanjutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul :  Akhlak Yang Agung (Biografi Khadijah ra.)

Tahun Duka Cita (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Kaum muslimin baru saja dapat memulai aktivitasnya seperti dulu ketika Islam di Mekah akan melewati masa sepuluh tahun yang penuh dengan berhagai kejadian yang berat. Belum sempat mereka bernapas lega setelah terlepas dari kesulitan yang mereka hadapi, Rasulullah saw. ditimpa musibah berupa wafatnya istrinya Khadijah ra. dan pamannya Abu Thalib. Peristiwa itu benar-benar merupakan musibah terberat yang dihadapi Rasulullah saw. 

Khadijah adalah nikmat yang paling besar yang diberikan oleh Allah swt. kepada Rasulullah saw. Dia telah menjadi tumpuan beliau pada saat-saat sulit; membantu beliau dalam upaya menyampaikan risalah; ikut serta menghadapi tantangan dan rongrongan; serta mendukung beliau dengan jiwa dan hartanya. 


Kita akan merasakan betapa besarnya nikmat tersebut ketika mengetahui hahwa diantara istri-istri para nabi terdahulu ada yang mengkhianati risalah dan kufur terhadap sang pembawa risalah. Ada Juga yang bersekutu dengan kaum musyrikin dari kaumnya dan menghasut mereka supaya memerangi Allah dan rasul-Nya. 

Semua itu digambarkan oleh Allah swt. melalui firman-Nya :
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya, maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari Allah; dan dikatakan: ‘Masuklah ke dalam jahannam bersana orang-orang yang masuk (ke sana).” (At-Tahrim [66]: 10) 

Sebaliknya, Khadijah ra. adalah istri yang berbakti dan setia mendampingi suaminya pada saat-saat sulit. Khadijah hidup bersama Rasulullah saw selama seperempat abad. Dia menghormati beliau sejak sebelum risalah turun ketika beliau seringkali menyendiri dan melakukan perenungan. 

Kemudian, setelah risalah datang, dia ikut menanggung makar permusuhan terhadap Rasulullah saw., rasa sakit akibat pemboikotan, dan kelelahan dalam berdakwah. Dia meninggal dunia dalam umurnya yang ke-65, sementara Rasulullah saw. berusia 50 tahun. Rasulullah saw. selalu mengenang Khadijah selama hidupnya.

Biografi khadijah selanjutnya bisa dilihat pada postingan yang berjudul  Inilah Penghargaan Yang Diberikan Rasulullah SAW. Terhadap Khadijah ra.

Saturday, 8 October 2016

Bagaimana Tata Cara Berziarah Ke Makam Rasulullah SAW ?

tata cara ber ziarah

Tanya : Saya pernah mendengar informasi pada saat berhaji. sebisa mungkin menyempatkan diri berziarah kemakam Rasulullah. Pertanyaan saya, bagaimanakah caranya dan apa saja yang sebaiknya saya kerjakan pada saat itu ? (Amir, Pati)

Jawab : Sebagai umat Islam, wajib hukumnya mengikuti ajaran Rasulullah Saw. sekaligus menghormati dan mencintainya. Berdasarkan sebuah hadis iman seseorang belum dianggap sempurna sehingga rasa cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya terhadap keduà orang tua, anak, istri, dan semua makhluk.

Rasa cinta dan hormat kepada Rasulullah dapat diwujudkan dengan berbagai cara. Salah satunya ialah berziarah ke makam beliau. Menurut pendapat ulama, berziarah makam tersebut adalah salah satu ibadah yang paling utama, lebih-lebih bagi jamaah haji.

Karena itu, mumpung ada kesempatan, tiap jamaah haji hendaknya menyempatkan diri berziarah ke makam Rasulullah Saw. di Madinah, tepatnya di Masjid Nabawi.

Dalam kitab Al-Futuhat Ar-Rahhaniyah diterangkan. orang yang mau berziarah dijanjikan oleh Rasulullah mendapat syafaat pada hari kemudian. Pada sisi lain, berdasarkan satu hadis, berhaji tanpa berziarah dianggap tidak etis.

Memang, ada pendapat yang melarang brziarah ke makam Rasulullah dengan berpijak pada sebuah hadis, yakni :
Artinya : “Tidak (boleh) diberangkatkan kendaraan kecuali ke tiga masjid-masjidku ini. Masjidil Haram, dan Masjidil Aqsha” 

Tapi oleh ulama, pendapat larangan pergi berziarah ke makam Rasulullah berdasarkan hadis itu dianggap tidak tepat. Menurut pendapat mereka, hadis itu sama sekali tidak menyinggung, baik secara tersurat maupun tersirat tentang larangan dimaksud.

Di samping mengaitkan larangan ziarah dengan hadis tersebut, tidak dapat dibenarkan dari segi tata bahasa, juga bertentangan dengan dalil-dalil lain. Misalnya, Rasulullah bersabda, “Aku pernah melarang kalian semua lberziarah ke kuburan, (tetapi sekarang) berziarahah, karena hal itu bisa mengingatkan pada akhirat”. Hadis itu secara umum menganjurkan berziarah untuk beri’tibar bahwa pada akhirnya semua manusia akan kembali ke tanah dan di bangkitkan lagi di akhirat kelak.

Dalam hadis lain beliau bersabda, “Barang siapa herziarah ketika aku wafat, maka sama saja berziarah ketika aku masih hidup”. (Manhaj As-Salaf fi Fahm An-Nushus bain An Nadhariyah wa At-Tathbiq, 74).

Lalu bagaimanakah caranya ? Karena pentingnya masalah tersebut, banyak ulama dalam kitab-kitabnya menjelaskan tata cara ziarah ke makam Rasulullah. Salah satunya adalah Imam Nawawi, pengarang kitab Al-Adzkar. Dalam kitab itu, terdapat satu pasal khusus tentang adab berziarah, beserta doa/dzikir yang perlu diucapkan.

Imam Nawawi mengatakan, ketika berziarah di tengah perjalanan, sebaiknya yang bersangkutan membaca shalawat Setelah kota Madinah tampak oleh mata, pembacaan salawat lebih diperbanyak, seraya memohon kepada Allah supaya ziarahnya membawa manfaat pada dirinya dengan berdoa :


Setiba di masjid Nabawi, hendaknya salat sunat tahiyat masjid, kemudian menuju ke makam Rasulullah, lalu duduk/ berdiri membelakangi kiblat menghadap ke makam dalam jarak kurang lebih empat hasta. Selanjutnya, mengucapan salam kepada Rasulullah dengan suara sedang (tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan) serta khusyu’, seakan-akan betul-betul berhadapan dengan beliau secara langsung dengan mengucapkan :


Selanjutnya, menghadap ke kanan untuk mengucapkan salam kepada khalifah pertama SayyidinaAbu Bakar dan disusul khalifah kedua Sayyidina Umar bin Khaththab, karena makam keduanya berdampingan dengan makam Rasulullah.

Jika dirasa terlalu panjang, boleh juga disingkat, misalnya seperti yang dilakukan sahabat Ibnu Umar, yakni :

Setelah mengucapkan kepada dua khalifah, kembali ke posisi semula menghadap makam Rasulullah guna bertawassul, meminta syafaat, dan memperbanyak bacaan shalawat dan dzikir.

Antara makam dan mimbar masjid terletak Raudhah, salah satu tempat yang sangat mustajab untuk berdoa, karena itu sebelum meninggalkan masjid, setelah ziarah sebaiknya berdoa dulu di Raudhah dalam urusan duniawi dan ukhrawi.

Balasan Itu Tergantung Perbuatanmu (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., dia berkata, “Malaikat Jibril datang menemui Nabi dan berkata, Wahai Rasulullah saw., Khadijah akan datang membawa nampan yang berisi makanan dan minuman. Jika dia datang, sampaikan kepadanya salam dari Tuhannya dan dariku. Juga beri dia kabar gembira bahwa untuknya telah disiapkan sebuah rumah yang terbuat dari emas. Tidak ada kegaduhan dan tidak ada kelelahan di sana.” 

Mari kita sejenak mencari tahu mengapa berita gembira itu berupa rumah yang terbuat dari emas? Mengapa harus disebutkan secara eksplisit bahwa rumah itu terbuat dari emas? 


Ibnu Hajar menjelaskan, “Kata ‘Qashab’ dengan memfathahkan huruf ‘qaf’, menurut Ibnut-Tin maksudnya adalah perhiasan yang terhampar luas sehingga membentuk seperti sebuah istana. Sedangkan menurut Ath Thabrani dalam kitab Al-Ausath dari jalur periwayatan yang lain, dari Ibnu Abi Aufa, maksudnva adalah emas dari jenis perhiasan. Sementara dalam kitab Al-Kabir dari hadits Abu Hurairah disebutkan, ‘Sebuah rumah yang terbuat dari perhiasan yang terhampar.’ 

Asalnya adalah dalam kitab Sahih Muslim, dan di kitab Al-Ausath, dari hadits Fathimah, dia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw. ‘Wahai Rasulullah, di mana ibuku Khadijah?’ Beliau menjawab, ‘Di rumah yang terbuat dari emas’. 

Aku bertanya lagi, ‘Apakah dari emas ini?’ Jawab beliau, ‘ Tidak, tapi dari emas yang tersusun dengan batu mutiara dan perhiasan intan permata’. 

As-Suhaili mengatakan, “Penekanan dalam hadits tersebut adalah pada kata ‘terbuat dari ‘qashab’ (emas)’ dan tidak dikatakan ‘terbuat dari lu’lu’ (perhiasan)’. Kata ‘qashab’ lebih sesuai dengan kedudukan Khadijah yang telah berhasil meraih emas dari perlombaan karena dia menyegerakan diri dalam beriman kepada risalah Rasulullah saw. Dengan demikian, penggunaan istilah qashab itu sangatlah sesuai dan tepat.” 

Di samping itu, ‘qashab’ juga berarti tumbuh-tumbuhan yang berbuku-buku seperti tebu dan bambu. Pada pengertian ini juga terdapat kesesuaian dari segi kestabilan setiap bukunya. Begitu juga halnya dengan Khadijah yang memiliki kestabilan. Sebab, dia selalu menjaga diri untuk berusaha meraih keridhaan Rasulullah saw. dengan cara apa pun. Dia tidak pernah sekalipun melakukan tindakan yang dapat memancing kemarahan beliau. 

Adapun perkataannya: “di rumah”, Abu Bakar Al-Iskaf menjelaskan dalam kitab Fawaid Al-A khbar bahwa yang dimaksud adalah rumah yang disiapkan untuknya sebagai balasan atas perbuatannya. Maka, disebutkan juga di sana, “Tidak ada kelelahan di sana.” Maksudnya, dengan adanya rumah itu dia tidak akan merasakan lelah. 

As-Suhaili menjelaskan, “Penyebutan rumah memiliki pengertian yang halus karena Khadijah adalah ibu rumah tangga pertama yang mengurus rumah yang seluruh penghuninya telah masuk Islam. Pada awal kernunculan Islam, tidak ada satu rumah pun yang seluruh penghuninya muslim selain rumah Khadijah. Sebuah keutamaan lagi yang dimiliki oleh Khadijah dan tidak ada yang menyamainya.” 

Balasan kebaikan memang biasanya disebutkan dengan lafalnya meski balasan yang sebenarnya jauh lebih baik dari yang disebutkan itu. Oleh karena itu, disebutkan di dalam hadits dengan kata “rumah” bukan “istana”. 

Sementara Al-Manawi mengatakan, “Rumah di sini maksudnya adalah istana. Penamam tersebut telah biasa digunakan di kalangan orang Arab. Balasan itu mesti sesuai dengan jenis amal, sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Tidak ada kegaduhan dan tidak ada kelelahan di sana”. 

As-Suhaili berkata lagi, “Hubungan peniadaan kedua hal itu, yaitu kegaduhan dan kelelahan adalah ketika Rasulullah saw. menyeru manusia untuk masuk Islam, Khadijah langsung menjawab seruan itu dengan penuh ketaatan tanpa ada penolakan dengan suara tinggi dan tidak ada kelelahan yang dirasakan Rasulullah saw. dalam hal itu. 

Bahkan, dengan adanya sikap Khadijah itu hilanglah kelelahan dari diri Rasulullah saw. Khadijah telah membuat Rasulullah saw. merasa tenang dan memperoleh kemudahan. Dengan demikian, sangatlah sesuai jika tempat tinggal yang dijanjikan untuk Khadijah oleh Tuhannya memiliki sifat seperti di atas.” 

Biografi selanjutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul :  Tahun Duka Cita (Biografi Khadijah ra.)

Allah SWT Menyampaikan Salam Kepada Khadijah ra. (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Diriwayatkan dari Anas, “Malaikat Jibril datang menemui Rasulullah saw. yang waktu itu sedang bersama Khadijah. Jibril lalu berkata, “Sesungguhnya, Allah menyampaikan salam kepada Khadijah.” Khadijah menjawab, “Sesungguhnya, Allahlah sumber salam (keselamatan) Salam untuk Jibril dan salam untuk engkau (Rasulullah saw.) dan rahmat serta berkah Allah semoga dilimpahkan kepadamu.”


Sungguh, seorang tbu yang memahami agama dengan baik, cerdas, dan berakhlak mulia serta hidup di rumah Rasulullah saw.; yang padanya terkumpul berbagai macam keutamaan dan sifat-sifat baik dan mulia. 

Allah swt. berfirman :
“Dan sesungguhnya, kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam [68]: 4

Biografi selanjutnya dapat dibaca pada postingan yang berjudul : Balasan Itu Tergantung Perbuatanmu (Biografi Khadijah ra.)

Lembaran Keputusan Yang Zalim Dan Pemboikotan Umum (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Imam Muhammad bin Yusuf Ash-Shalihi Asy-Syami berkata, ‘Al-Aswad, Az-Zuhri, Musa bin Uqbah, dari Ibnu Ishaq menceritakan :
“Waktu itu kaum musyrikin Quraisy telah mengetahui bahwa beberapa sahabat Rasulullah saw. telah pergi ke suatu negeri, yaitu Habasyah dan memperoleh keamanan dan ketenteraman di sana. Di saat yang sama Raja Najasyi, Raja di negeri Hahasyab itu melarang setiap orang yang datang ke sana dari kalangan kaum musyrikin. 


Sementara itu, Umar bin Khaththab telah masuk Islam. Dia adalah seorang pemberani yang tidak pernah merasa takut kepada siapa pun sehingga para sahabat Rasulullah saw. selalu meminta tolong kepadanya dan kepada Hamzah bin Abdul Muththalib, paman Nabi saw. yang telah masuk Islam terlebih dahulu. Dengan kondisi ini, kaum musyrikin Quraisy tidak dapat berbuat apa-apa lagi terhadap mereka. 

Umar dan Hamzah bersama-sama Rasulullah saw. dan para sahabat beliau mulai menyebarkan Islam ke tengah-tengah berbagai kabilah yang ada di sana. Melihat hal itu kaum musyrikin Quraisy bersepakat untuk membunuh Rasulullah saw. dan berkata, “Dia telah merusak anak-anak dan istri kita.” Lalu mereka berkata kepada kaum Rasulullah saw. 

Ambillah diyat (bayaran yang diberikan oleh pembunuh kepada keluarga atau suku orang yang dibunuhnya) yang berlipat ganda dari kami dan hendaklah seseorang dari selain suku Quraisy membunuhnya agar hati kalian menjadi tenteram. Namun kaum Rasulullah saw., yaitu Bani Hasyim menolak hal tersehut, terutama Bani Abdul Muththalib bin Abdu Manaf.” 

Ketika kaum musyrikin Quraisy mengetahui bahwa Rasulullah saw. telah mendapat pembelaan dari kaumnya. Mereka sepakat untuk mengusir beliau dan kaumnya dari Mekah dan menulis sebuah keputusan yang memboikot Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib bahwa mereka tidak akan menikahi gadis-gadisnya. Juga tidak akan menikahkan gadis-gadis mereka kepada anggota kabilah Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib. Mereka juga tidak akan melakukan jual-beli, tidak menerirna perjanjian damai, dan tidak akan mengasihani Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib sampai mereka menyerahkan Rasulullah saw untuk dibunuh. 

Ketika keputusan tersebut mereka sepakati, maka ditulislah di sebuah lembaran, kemudian smua kabilah berjanji untuk menepati keputusan tersebut. Lembaran keputusan itu ditempel di dinding Ka’bah untuk memantapkan hati mereka. Sejak saat itu, para kabilah itu memboikot Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib dan tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk melakukan jual-beli di pasar-pasar. Bahkan, setiap kali datang bahan makanan, lauk-pauk, dan barang dagangan yang lain, mereka langsung memborong habis semuanya dan tidak menyisakan sedikit pun untuk Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib. 

Mendapat perlakuan seperti itu dari kaum Quraisy, mengadulah mereka kepada Abu Thalib. Semua mendatanginya, baik dari kalangan mukmin maupun kafir. Namun, Abu Lahab menyatakan keluar dari Bani Hasyim dan bergabung dengan kaum Quraisy. 

Pemboikotan semakin menjadi, termasuk pemboikotan terhadap bahan makanan. Setiap kali ada bahan makanan yang masuk ke Mekah, langsung diborong habis dan tidak pernah disisakan untuk dapat dibeli oleh Bani Hasyim dan Bani Ahdul Muththalib. Mereka pun dilanda kelaparan hebat yang membuat mereka mulai memakan daun-daunan dan kulit binatang. 

Terdengar rintihan kelaparan anak-anak dan kaum wanita dari balik kemah mereka. Mereka tidak dapat keluar dari kemah untuk membeli keperluan mereka, kecuali pada bulan-bulan haram. Itu pun mereka beli barang dagangan yang kembali ke Mekah setelah tidak laku dijual di luar kota Mekah. Meski demikian, orang-orang Mekah tetap menjualnya dengan harga yang tinggi sehingga mereka pun tidak sanggup membelinya. 

Waktu itu Hakim bin Hazam adalah orang yang selalu mensuplai gandum kepada bibinya, Khadijah ra. Pernah suatu ketika, dia dipergoki oleh Abu Jahal, lalu dihalang-halangi jalannya. Beruntung ada Abul Bakhtani yang menolongnya hingga dia dapat mengantar gandum ke rumah bibinya itu. 

Abu Thalib sangat mengkhawatirkan Rasulullah saw. Setiap kali malam menjelang dan orang-orang sudah berangkat ke pembaringannya, dia menyuruh Rasulullah saw. untuk tidur di tempat tidur miliknya supaya dia bisa melihat orang-orang yang berniat jahat kepadanya. jika semua orang sudah tidur, dia menyuruh salah satu anaknya atau saudaranya atau keponakannya untuk tidur di tempat tidur Rasulullah saw. dan menyuruh Rasulullah saw. tidur di tempat tidur orang itu. 

Sementara itu, Rasulullah saw. dan kaum muslimin keluar pada setiap musim pasar untuk menemui orang-orang yang berdatangan ke Mekah dan mengajak mereka untuk masuk Islam. 

Ibnu Katsir rahimahullah menceritakan, “Kemudian beberapa kaum dari suku Quraisy berupaya membatalkan keputusan yang tertera di lembaran tersebut. Orang yang memprakarsai hal itu adalah Hisyam bin Amr bin Rabi’ah bin Al-Harits bin Habib bin Jadzimah bin Malik bin Hasal bin Amir bin Lu’ay. Dia pergi ke Muth’im bin Adi dan sekelompok orang Quraisy untuk menceritakan maksudnya itu, maka mereka pun menanggapi usulan itu dengan tanggapan yang positif. 

Pada saat yang sama Rasulullah saw. memberitahukan kepada kaumnya bahwa Allah swt. telah mengirimkan serangga ke lembaran keputusan itu dan memakan semuanya hingga hanya tersisa bagian yang bertuliskan nama Allah swt. Dengan demikian, kembalilah Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib ke Mekah dan terjadilah perdamaian meski Abu Jahal dan Amr bin Hisyam tidak menyetujuinya. 

Selama pemboikotan terjadi, ibu kita Khadijah ra. senantiasa memberikan dukungan kepada Rasulullah saw. dan ikut menanggung beban atas perilaku kaumnya dengan hati yang sabar. Hingga akhirnya Allah swt. menetapkan ketentuan-Nya dan mengakhiri pemboikotan yang zalim dan menyakitkan, bagaikan pedang yang ditempelkan ke leher-leher orang yang diboikot yang mengimani risalah Muhammad saw. 

Ketika drama pemboikotan berakhir, keluarlah sang wanita suci, Khadijah Ummul Mu’minin ra. dari tempat pemboikotan dengan hati yang luar biasa senang, buah dari kesabarannya untuk terus mengikuti jejak dakwah Rasulullah saw. Seorang istri yang tepercaya; yang berlindung di bawah lindungan keimanan yang hakiki dan kesabaran yang luar biasa. 

Atas keteguhan hati kaum muslimin dalam menghadapi berbagai situasi sulit dan menakutkan itu, Allah mengangkat derajat mereka di akhirat nanti dan menjadikan mereka pemimpin di dunia. Itulah balasan bagi orang yang bersabar dan bersyukur. 

Allah membalas mereka dengan surga yang kekal atas kesabaran mereka menghadapi cobaan. Sebuah ganjaran yang tak ada tandingannya. 

Biografi selanjutnya bisa dilihat pada postingan berjudul :  Allah SWT Menyampaikan Salam Kepada Khadijah ra.

Tabir Wanita