Tanya : (A) Saya naik haji pada tahun 1995. Guna melakukan penghematan, saya dan teman-teman membeli kambing dam sendiri di sebuah pasar di Makkah (atau Mina, saya agak lupa). Kambing-kambing dam kami dipotong oleh pedagangnya sendiri dipasar tersebut. Setelah itu, kambing itu kami serahkan kepada sang pedagang kambing. Sahkah dam kami. Pak Kiai ? Bagaimana pelaksanaan dam yang afdhal.
(B) Sekarang para jamaah bisa membayar damnya melalul bank Ar-Rajihi. Saya dengar, daging dam dikirim kepada orang-orang Islam di daerah-daerah kritis (Afrika, Bosnia dan lain- lain) seusai musim haji. Alasannya, karena di Saudi sudah tidak ada orang yang berhak menerima daging dam. Kalau memang diperbolehkan, bolehkah kita membeli kambing dam di tanah air dipotong dan dibagikan di sinipula? Apakah syarat-syarat pelaksanaan dam itu? (Naglu Ahmad)
Jawab : Pekerjaan ibadah haji dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), rukun, kewajiban dan sunah. Rukun haji adalah sesuatu yang asasi, jika ditinggalkan hajinya tidak sah. Kewajiban haji juga harus dikerjakan, tetapi jika tidak dipenuhi hajinya tetap sah. Cuma harus membayar fidyah. Sedangkan sunah sebaiknya dikerjakan. Di samping itu, ada perkara yang harus ditinggalkan ketika sedang ihram (muharramat al-ihram).
Barangsiapa meninggalkan hal-hal yang diwajibkan atau melanggar larangan-larangan akan dikenai sanksi (dam atau fidyah), berupa menyembelih kambing (kerbau/sapi/onta), bersedekah, dan puasa. Dam juga berlaku bagi pelaku haji tamattu’dan qiran. Kapan sanksi berupa menyembelih kambing, bersedekah dan berpuasa, memerlukan perincian tersendiri. Sesuai dengan pertanyaan, pembahasan kita terbatas pada tata cara membayar dam dengan menyembelih kambing atau onta.
Hewan yang disembelih sebagai dam, harus memenuhi persyaratan hewan kurban. Artinya, tidak sakit, buta, pincang, dan sangat kurus. Kambing dan kerbau/sapi telah berumur dua tahun, dan onta berumur lima tahun.
Waktu penyembelihan dam akibat melanggar larangan atau meninggalkan kewajiban tidak ditentukan. Adapun tempatnya adalah di tanah haram. Di manapun kita menyembelih, asal masih termasuk kawasan tanah haram sudah cukup. Yang afdhal bagi pelaku haji menyembelih di Mina, dan umrah di Makkah tepatnya di Marwah.
Jamaah haji sebaiknya menyembelih hewan damnya sendiri. Dapat pula diwakilkan kepada orang lain. Kalau diwakilkan, pembayar dam dianjurkan ikut menyaksikan proses penyembelihan. Seperti halnya penyembelihan, pembagian daging dam lebih afdhal dikerjakan sendiri.
Daging dam menurut Madzhab Syafi’i khusus diberikan kepada fuqara tanah haram, baik penduduk asli atau pendatang (al-mustauthinin atau ath-thari’in). Lebih utama diberikan kepada penduduk asli. Ketentuan ini merujuk pada Al-Quran surat A1-Hajj ayat 33 sebagai berikut :
Artinya: “Bagi kamu pada binatang-binatang hadyu itU ada beberapa manfaat, sampai kepada waktu yang ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah).” (QS. AI-Hajj: 33).
Demikian pula dalam surat A1-Ma’idah, 99. Allah berfirman :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya adalah menggan ti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhna, menurut putusan dua orang yang adil diantara kamu sebagai hadnya yang dibawa sampai ke Ka‘bah, atau (dendanya,) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya niscaya Allah akan menyiksanya. Alah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” (QS. A1-Maidah 95) (Kifayah Al-Akhyar. I, 238, Qalyubi. II, 145-146).
Lain halnya dengan Madzhab Hanafi. Meskipun penyembelihan harus di tanah haram, daging dam dapat diberikan kepada selain fuqara tanah haram. (Al Fiqh Al-Islami. III, 2371).
Oleh sebab itu, penyembelihan dam oleh pedagang hukumnya boleh-boleh saja, tapi kurang afdhal, pula pembayaran dam lewat bank, asal disembelih di tanah haram, dan dagingnya diberikan kepada fuqara tanah haram pula. Apabila dagingnya diberikan kepada fuqara selain tanah haram, menurut Madzhab Syafi’i tidak boleh. Hal itu dimungkinkan bila mengikuti Madzhah Hanafi.