Banjir Besar
QS. Al-Qomar : 9-17, Hud : 25-48
Hujan turun selama empat puluh hari empat puluh malam. Air yang deras tercurah dari langit dan memancar dari bumi. Dalam sekejap, semua daratan tertutup air. Sungai-sungai meluap membanjirii daerah pemukiman dan pertanian. Badai begitu menakutkan. Langit menghitam, Yang ada hanya kegelapan. Air laut yang ganas naik semakin tinggi menenggelamkan puncak-puncak gunung. Semua makhluk hidup yang ada di luar perahu Nabi Nuh tenggelam ditelan banjir.
Dengan kehendak Allah, berlayarlah perahu Nabi Nuh menyusuri lautan menentang angin dan badai. Tampak orang-orang kafir berlarian menyelamatkan diri dari banjir. Nabi Nuh naik ke atas geladak kapal untuk mempenhatikan cuaca dan melihat keadaan di sekitarnya. Saat itu, dia melihat putra sulungnya yang bennama Kan’aan sedang berusaha menyelamatkan diri dari amukan banjir. Badannya timbul tenggelam di atas permukaan air.
Saat itu, muncul rasa kasih sayangnya sebagai seorang ayah melihat putranya dalam bahaya. Nabi Nuh berteriak memanggil Kan’aan, “Wahai anakku, kemari dan bergabunglah denganku dan keluargamu. Bertobatlah dan berimanlah engkau kepada Allah agar engkau selamat dan terhindar dari bahaya maut. Janganlah engkau mengikuti orang-orang kafir.”
Namun, Kan’aan tidak mau mengikuti ajakan Nabi Nuh. Dia yakin, dia akan selamat tanpa bantuan ayahnya.
“Percayalah, tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan engkau adalah naik ke kapal ini, Nak. Saat ini, tidak akan ada yang dapat menyelamatkan diri dari siksa Allah, kecuali orang-orang yang mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya!” seru Nabi Nuh.
Begitu Nabi Nuh selesai mengucapkan kata-katanya, tenggelamlah Kan’aan disambar gelombang yang ganas. Tubuhnya menghilang dari pandangan. Badannya tenggelam ke dasar lautan mengikuti kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka kepada Allah.
Nabi Nuh sedih melihat putranya meninggal dalam kekafiran. Beliau pun mengadu kepada Allah, “Ya Allah, sesungguhnya putraku itu adalah darah dagingku. Dia juga bagian dari keluargaku dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar dan Engkaulah Hakim yang Maha Berkuasa.”
Kemudian Allah berfirman, "Wahai Nuh, sesungguhnya putramu itu tidaklah termasuk dalam keluargamu karena ia telah menyimpang dari ajaranmu, melanggar perintahmu, menolak dakwahmu, dan lebih memilih mengikuti jejak orang-orang kafir di antara kaummu."
Sesungguhnya, hanya mereka yang telah menerima dakwahmu, mengikuti jalanmu, dan beriman kepada-Ku yang dapat engkau masukkan ke dalam golongan keluargamu yang telah Aku janjikan perlindungan dan keselamatan. Adapun orang-orang yang yang telah mengingkarimu, mendustakan dakwahmu, dan tetap mengikuti hawa nafsunya, pastilah Ia akan mendapat hukuman yang telah Aku tentukan. Janganlah engkau sekali-kali menyatakan tentang sesuatu yang engkau belum mengetahuinya.
Nabi Nuh baru sadar setelah mendapat teguran dari Allah. Kasih sayangnya kepada putranya sejenak telah membuatnya lupa pada janji dan ancaman Allah terhadap orang yang sesat, termasuk putranya. Cinta kasih yang sesungguhnya hanyalah kepada Allah. Cinta kepada Allah harus melebihi cinta kepada apa dan siapa pun.
Nabi Nuh menyesali kelalaiannya. Beliau memohon ampunan kepada Allah seraya berseru, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan. Ya Allah, ampunilah kelalaian dan kekhilafanku sampai-sampai aku menanyakan sesuatu yang tidak aku ketahui. Ya Allah, bila Engkau tidak memberi ampunan serta menurunkan rahmat bagiku, niscaya aku menjadi orang yang rugi."
Singkat cerita, setelah air bah mencapai puncak keganasannya dan semua kaum Nuh yang zalim telah binasa sesuai dengan kehendak Allah, maka surutlah air lautan diserap bumi. Kemudian, kapal Nabi Nuh berlabuh di Bukit Juud.
Allah lalu menyuruh Nabi Nuh dan para pengikutnya untuk turun di sana. Allah berfirman, “Hai Nuh, turunlah dengan selamat. Kalian orang-orang yang beriman kepada-Ku akan dilimpahi berkah-Ku.” Nabi Nuh dan pengikutnya mulai menjalani kehidupan baru yang diberkahi Allah. Sedikit demi sedikit, manusia kembali memenuhi bumi.
Dengan kehendak Allah, berlayarlah perahu Nabi Nuh menyusuri lautan menentang angin dan badai. Tampak orang-orang kafir berlarian menyelamatkan diri dari banjir. Nabi Nuh naik ke atas geladak kapal untuk mempenhatikan cuaca dan melihat keadaan di sekitarnya. Saat itu, dia melihat putra sulungnya yang bennama Kan’aan sedang berusaha menyelamatkan diri dari amukan banjir. Badannya timbul tenggelam di atas permukaan air.
Saat itu, muncul rasa kasih sayangnya sebagai seorang ayah melihat putranya dalam bahaya. Nabi Nuh berteriak memanggil Kan’aan, “Wahai anakku, kemari dan bergabunglah denganku dan keluargamu. Bertobatlah dan berimanlah engkau kepada Allah agar engkau selamat dan terhindar dari bahaya maut. Janganlah engkau mengikuti orang-orang kafir.”
Namun, Kan’aan tidak mau mengikuti ajakan Nabi Nuh. Dia yakin, dia akan selamat tanpa bantuan ayahnya.
“Percayalah, tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan engkau adalah naik ke kapal ini, Nak. Saat ini, tidak akan ada yang dapat menyelamatkan diri dari siksa Allah, kecuali orang-orang yang mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya!” seru Nabi Nuh.
Begitu Nabi Nuh selesai mengucapkan kata-katanya, tenggelamlah Kan’aan disambar gelombang yang ganas. Tubuhnya menghilang dari pandangan. Badannya tenggelam ke dasar lautan mengikuti kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka kepada Allah.
Nabi Nuh sedih melihat putranya meninggal dalam kekafiran. Beliau pun mengadu kepada Allah, “Ya Allah, sesungguhnya putraku itu adalah darah dagingku. Dia juga bagian dari keluargaku dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar dan Engkaulah Hakim yang Maha Berkuasa.”
Kemudian Allah berfirman, "Wahai Nuh, sesungguhnya putramu itu tidaklah termasuk dalam keluargamu karena ia telah menyimpang dari ajaranmu, melanggar perintahmu, menolak dakwahmu, dan lebih memilih mengikuti jejak orang-orang kafir di antara kaummu."
Sesungguhnya, hanya mereka yang telah menerima dakwahmu, mengikuti jalanmu, dan beriman kepada-Ku yang dapat engkau masukkan ke dalam golongan keluargamu yang telah Aku janjikan perlindungan dan keselamatan. Adapun orang-orang yang yang telah mengingkarimu, mendustakan dakwahmu, dan tetap mengikuti hawa nafsunya, pastilah Ia akan mendapat hukuman yang telah Aku tentukan. Janganlah engkau sekali-kali menyatakan tentang sesuatu yang engkau belum mengetahuinya.
Nabi Nuh baru sadar setelah mendapat teguran dari Allah. Kasih sayangnya kepada putranya sejenak telah membuatnya lupa pada janji dan ancaman Allah terhadap orang yang sesat, termasuk putranya. Cinta kasih yang sesungguhnya hanyalah kepada Allah. Cinta kepada Allah harus melebihi cinta kepada apa dan siapa pun.
Nabi Nuh menyesali kelalaiannya. Beliau memohon ampunan kepada Allah seraya berseru, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan. Ya Allah, ampunilah kelalaian dan kekhilafanku sampai-sampai aku menanyakan sesuatu yang tidak aku ketahui. Ya Allah, bila Engkau tidak memberi ampunan serta menurunkan rahmat bagiku, niscaya aku menjadi orang yang rugi."
Singkat cerita, setelah air bah mencapai puncak keganasannya dan semua kaum Nuh yang zalim telah binasa sesuai dengan kehendak Allah, maka surutlah air lautan diserap bumi. Kemudian, kapal Nabi Nuh berlabuh di Bukit Juud.
Allah lalu menyuruh Nabi Nuh dan para pengikutnya untuk turun di sana. Allah berfirman, “Hai Nuh, turunlah dengan selamat. Kalian orang-orang yang beriman kepada-Ku akan dilimpahi berkah-Ku.” Nabi Nuh dan pengikutnya mulai menjalani kehidupan baru yang diberkahi Allah. Sedikit demi sedikit, manusia kembali memenuhi bumi.