Sunday, 23 October 2016

Fatwa Ulama Tentang Hukum Membaca "Ushalli" Sebelum Takbiratul Ihram

Berikut ini kita coba perhatikan beberapa fatwa ulama mengenai talaffuz bin-niyyah ini. 

1. Berkata Imarn Nawawi dalam kitab Al-Minhaj :
“Niat itu tempatnya di dalam hati dan disunnatkan melafazkannya sesaat sebelum takbir” 

2. Berkata Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj II/12 :
“Dan disunnatkan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan dapat menolong hati dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya walaupun (pendapat yang mewajibkan ini) adalah syaz yakni menyimpang. Kesunnatan ini juga karena qiyas terhadap adanya pelafazan dalam niat haji”. 


3. Berkata Imam Ramli dalam Nihayatul Muhtaj jilid 1/437:
“Dan disunnatakan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan menolong hati dan karena pelafazan itu dapat menjauhkan dari was-was dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkan “. 

Memperhatikan pernyataan Ibnu Hajar Al-Haitami dan Imarn Ramli yang mengatakan bahwa diantara tujuan pelafazan niat itu adalah “Agar lisan dapat menolong hati” dan “Agar terjauhkan dari was-was” menunjukkan adanya semangat ijtihad dikalangan para ulama agar hati sebagai tempat niat dapat lebih terkonsentrasi (khusyu’) diketika melakukan niat itu. Sehingga dianjurkan agar sebelum hati melakukan niat sebaiknya diucapkan dulu niat tersebut agar setelah itu hati kita dapat lebih mantap melakukannya. Memang sangat dirasakan manfaat dari pengucapan dengan lisan itu. Contoh sederhana ketika seseorang hendak menghitung sesuatu. Andai dicukupkan menghitung dalam hati saja dengan satu, dua, tiga dan seterusnya, maka kemungkinan hati menjadi bimbang sangatlah besar. Tetapi apabila mengucapkan satu, dua , tiga dan seterusnya itu disertai dengan lisan kita, maka hati kita akan lebih mantap dalam melakukan penghitungan. Cobalah anda menghitung sesuatu dengan diam, cukup dengan hati saja. Kemudian anda bandingkan dengan menghitung yang disertai ucapan lisan. Pasti anda akan merasakan perbedaannya. 

Terakhir perlu kiranya kita ketahui bagaimana pendapat Imam Madzhab yang empat dalam masalah talaffuz bin-niyyah ini . 

Tersebut dalam kitab A1-Fiqhul Islami karangan Dr. Wahbah Zuhaili jilid 1/767 :
“Disunnatkan melafazkan niat menurut jumhur ulama selain madzhab Maliki”. 

Adapun menurut madzhab Maliki diterangkan dalam kitab yang sama jilid 1/214 bahwa :
“Yang utama adalah tidak melafazkan niat kecuali bagi orang yang berpenyakit was-was, maka disunnatkanlah baginya melafazkan agar hilang daripadanya keragu-raguan “. 

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa : “Sunnat melafazkan niat shalat atau membaca ushalli sesaat menjelang takbirotul ihram dengan tujuan agar lidah menolong hati atau agar terhindar dari was-was (kebimbangan dan keragu-raguan)”. Fatwa ini adalah fatwa dalam madzhab Hanafi, madzhab Syafi’i dan madzhab Hambali. Adapun madzhab Maliki, maka disunnatkan bagi yang berpenyakit was-was saja. Oleh karena itu mengatakan talaffuz bin-niyyah sebagai amalan yang bid’ah berarti menuduh Imam Madzhab yang empat beserta seluruh pengikutnya sebagai pelaku bid’ah yang akan masuk dalam neraka. Na’uuzubillaahi min zaalik! Semoga kita terhindar dari menuduh sesama muslim apalagi ulama-ulama yang besar dengan tuduhan keji sepenti ini.

Hukum Membaca "Ushalli" Sebelum Takbiratul Ihram Saat Shalat

talaffuz bin-niyyah

Masalah ini disebut juga dengan masalah talaffuz bin-niyyah yakni mengucapkan niat dengan lisan sesaat menjelang takbirotul ihram. Tujuan dari talaffuz bin-niyyah ini menurut kitab-kitab fiqh adalah : 
 “Agar lidah menolong hati”

Hal ini dikarenakan niat yang sebenarnya terletak di dalam hati tetapi untuk memantapkan hadirnya niat di dalam hati, maka boleh dibantu dengan lisan yakni melafazkan niat itu terlebih dahulu sebelum menghadirkannya di dalam hati. 

Dengan demikian melafazkan niat adalah termasuk amalan lisan. Setiap perbuatan atau perkataan yang keluar dari seorang mukallaf selalu dicatat oleh malaikat. Perkataan yang baik tercatat sebagai amalan yang baik, begitu pula halnya perkataan yang jelek akan tercatat sebagai amalan yang jelek. Allah Swt. berfirman :
“Tidaklah seseorang itu mengucapkan suatu perkataan melainkan disisinya ada malaikat pencatat amal kebaikan dan amal kejelekan” (Al-Qaf: 18) 

Kalau kita hendak shalat, lalu kita mengucapkan seumpama : “Ushalli Fardho Subhi Rok’ataini Lillahi Ta’ala”, maka kalimat apakah ini ? Tentu semua sepakat bahwa ini adalah kalimat yang baik. Dan Allah Swt. telah berfirman :
“Kepada Allah jualah naiknya kalimat yang baik” (Al-Faathir : 10) 

Begitu pula halnya kalau seseorang mengucapkan kalimat yang jelek seperti ejekan terhadap orang-orang yang melakukan kebajikan atau ejekan terhadap fatwa-fatwa ulama yang sudah menguasai sumber hukum Islam yang utama yakni Al-Qur’an dan Hadits, baik secara tersurat (tekstual) maupun secara tersirat (kontekstual). Semua ucapan itu akan direkam oleh malaikat sebagai kalimat ejekan yang dapat merugikan pelakunya kelak di hari kiamat. 

Selanjutnya marilah kita perhatikan beberapa keterangan dari hadits-hadits yang sahih yang menunjukkan bahwa Nabi kita Muhammad Saw. ada melakukan talaffuz bin-niyyah itu. 

1. Diriwayatkan dari Abu Bakar Al-Muzanni dari Anas ra. beliau berkata :
“Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melakukan haji dan umrah”. (HR. Bukhari Muslim) 

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. mengucapkan niat atau talaffuz bin-niyyah diwaktu beliau melakukan haji dan umrah. 

2. Diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mukminin ra. beliau berkata :
“Pada suatu hari Rasulullah Saw. berkata kepadaku : “Wahai Aisyah, apakah ada padamu sesuatu untuk dimakan ? Aisyah menjawab “wahai rasulullah, tidak ada pada kami sesuatu-pun. Mendengar itu Rasulullah Saw. bersabda: “Kalau begitu hari ini aku puasa”. (HR. Muslim) 

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. mengucapkan niat atau talaffuz bin-niyyah diketika beliau hendak berpuasa sunnat. 

3. Diriwayatkan dari jabir, beliau berkata :
“Aku pernah shalat Idul Adha bersama Rasulullah Saw., maka ketika beliau hendak pulang dibawakanlah beliau seekor kambing lalu beliau menyembelihnya sambil berkata: “Dengan nama Allah, Allah maha Besar. Ya Allah, inilah kurban dariku dan dari orang-orang yang tidak sempat berkurban diantara ummatku “. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Turmuzi) 

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulutlah Saw. mengucapkan niat atau talaffuz bin-niyyah diketika beliau menyembelih kurban. 

Di dalam kitab Az-Zarqani yang merupakan syarah dari Al Mawahib Al-Ladunniyah karangan Imam Qasthalani jilid X/302 disebutkan sebagai berikut :
“Terlebih lagi yang telah tetap dalam fatwa para sahabat kita (ulama Syafiiyah) bahwa sunnat menuturkan ushalli itu. Sebagian ulama mengqiyaskan hal tersebut kepada riwayat yang tersebut dalam shahihain yakni kitab hadits Bukhari Muslim. Pertama : Hadits riwayat Muslim dan Anas bahwa beliau mendengar Nabi Saw. bertalbiyyah untuk haji dan umrah secara bersamaan sambil berkata : “Labbaik, sengaja saya mengerjakan umrah dan haji. Kedua Hadits riwayat Bukhari dari Umar bahwa beliau mendengar Rasulullah Saw. bersabda ketika tengah berada di Wadi Aqiq: “Shalatlah engkau di lembah yang penuh berkah ini dan ucapkan “Sengaja aku umrah di dalam haji”. Semua ini jelas menunjukkan adanya pelafazan niat. Dan hukum sebagaimana dia tetap dengan nash juga bisa tetap dengan qiyas “. 

Demikian uraian Imam Qasthalani tentang alasan disunnatkannya ucapan ushalli sesaat menjelang takbirotul ihram itu. 

Baca juga fatwa ulama tentang bacaan "Ushalli" atau talaffuz bin-niyyah sebelum takbiratul ikhram : Fatwa Ulama Tentang Bacaan "Ushalli" Sebelum Takbiratul Ihram Saat Shalat

Baju Nabi Yusuf Yang Robek (Kisah Dalam Al-Quran)

Baju Yang Robek
QS. Yusuf: 22-35
Setiap hari, Zulaikha mengagumi Yusuf yang berwajah tampan dan berbudi luhur. Kekagumannya itu berkembang menjadi keinginan untuk memiliki. Zulaikha pun lambat laun dikuasai oleh hawa nafsu.
Zulaikha bahkan mencoba menggoda Yusuf dengan berbagai macam cara. Dia bersikap lebih manis daripada biasanya. Namun, sikapnya itu bukan sikap seorang ibu kepada anaknya, tetapi sikap seorang wanita yang sedang jatuh hati. Sementara itu, Yusuf tetap bersikap biasa dan sopan kepada Zulaikha. Yusuf menjaga hatinya agar tidak tergoda oleh rayuan apa pun. Hal itu membuat Zulaikha menjadi jengkel. 

Zulaikha terus mencari-cari kesempatan untuk menggoda Yusuf. Hingga suatu hari ketika suaminya sedang pergi, Zulaikha masuk ke kamar Yusuf dan memanggil Yusuf supaya ikut ke kamarnya. Zulaikha pura-pura meminta bantuan Yusuf. Begitu Yusuf sudah berada di dalam kamar, Zulaikha cepat-cepat mengunci pintu kamar. 

Kemudian, ia merayu Yusuf, tapi Yusuf menolaknya. Zulaikha pun menjadi marah. Dia merasa dihina dan diremehkan. Melihat Zulaikha marah. Yusuf segera berlari. Dia takut Zulaikha menjadi nekat. Yusuf berlari ke pintu yang terkunci. Zulaikha cepat-cepat bangun dan mengejarnya. Dia menarik baju Yusuf kuat-kuat sehingga bagian belakang bajunya robek. 

Pada saat Zulaikha menarik Yusuf, Futhifar datang dan menggedor pintu. Futhifar benar-benar kaget melihat Yusuf berada di kamarnya. Sebelum Futhifar sempat berkatakata, Zulaikha langsung berucap, “Yusuf budak kesayanganmu ini telah berbuat kurang ajar kepadaku dan masuk ke kamar tidurku.” ucap Zulaikha sambil menunjuk Yusuf. 

Yusuf terkejut mendengar ucapan Zulaikha. Dia tidak menyangka Zulaikha akan menuduhnya sekeji itu. 

“Yusuf harus dipenjara dan dihukum seberat-beratnya” ucap Zulaikha lagi. Dengan wajah bingung, Yusuf berusaha menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Futhifar, "Tuanku, sebenarnya Nyonyalah yang menggodaku. Dia memanggilku masuk ke dalam kamar. Aku menolaknya dan berlari ke luar. Namun, Nyonya menarik bajuku hingga robek.” 

Futhifar bingung mendengar penjelasan Yusuf yang bertentangan dengan kata-kata Zulaikha. Dia tidak tahu harus memercayai siapa di antara mereka berdua. Dia tahu Yusuf bukanlah seorang pembohong dan Yusuf tidak mungkin berbohong. Akan tetapi. dia juga percaya Zulaikha tidak mungkin mengkhianatinya. 

Ketika Futhifar masih dalam keadaan bingung, keponakan Zulaikha datang ke rumah mereka. Keponakannya itu terkenal bijaksana, pandai, dan selalu memberikan pertimbangan tepat bila dimintai nasihat. Futhifar pun bertanya kepadanya tentang masalah Yusuf dan Zulaikha. 

“Lihatlah, bila baju Yusuf robek di bagian belakang. maka dialah yang benar. Tetapi, bila bagian depan bajunya yang robek, maka istrimu yang benar.” 

Futhifar pun kemudian memerhatikan baju Yusuf. Dan jelaslah dia melihat bahwa yang robek itu bagian belakang baju Yusuf. Sekarang, Futhifar mengerti siapa yang telah berdusta. 

Futhifar berkata dengan wajah gusar. “Zulaikha, mohon ampunlah karena kamu sudah berbuat dosa dan dusta. Yusuf, tutuplah mulutmu rapat-rapat. Jangan sampai kejadian ini didengar oleh orang lain,” perintah Futhifar pada Yusuf. Dia tidak ingin namanya menjadi tercemar karena kelakukan istrinya. 

Walaupun Yusuf telah menyimpan rahasia itu sedemikian rupa. namun tetap saja cerita itu diketahui banyak orang. Terdengar bisik-bisik yang tidak enak didengar di lingkungan rumah Futhifar. Cerita itu bermula dari para pembantu Futhifar yang tinggal di rumahnya. Lalu. menyebarlah cerita memalukan itu di kota Mesir. Timbul berbagai macam kecaman kepada Zulaikha yang dianggap telah menurunkan martabatnya karena menggoda seorang budak. 

Berbagai kacaman dan sindiran pun sampai ke telinga Zulaikha. Dia sangat sedih karena nama keluarganya menjadi hancur. Dia juga merasa jengkel kepada para wanita yang selalu menggunjingkannya. 

Zulaikha lalu mencari ide agar dirinya terlepas dari kecaman dan sindiran tersebut. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengundang para istri pejabat yang telah mempergunjingkannya. Zulaikha mengadakan jamuan makan di rumahnya. 

Pada hari yang sudah ditentukan, datanglah para istri pejabat dan wanita terhormat yang telah Ia undang. Zulaikha menyediakan tempat duduk yang empuk serta suasana yang nyaman dan menyenangkan. Di setiap bangku, Zulaikha menyiapkan sebuah pisau tajam untuk mengupas dan memotong buah-buahan. 

Setiap tamu dipersilakan duduk di kursi yang sudah disiapkan. Mereka segera menikmati hidangan yang disajikan. Pada seat acara menyantap buah-buahan, mereka pun sibuk mengupas buah-buahan yang tersedia di meja. Bersamaan dengan itu, Zulaikha memanggil Yusuf untuk masuk ke ruangan. Mereka begitu terpesona melihat ketampanan Yusuf. Mata mereka terbelalak takjub memandang Yusuf yang sedang berjalan di hadapan mereka. Saking terpesonanya, tanpa sadar mereka telah melukai tangannya sendini dengan pisau buah. 

Zulaikha bertepuk tangan. Dia senang melihat reaksi yang timbul karena ulahnya. Dia tersenyum melihat para wanita itu sama terpesonanya seperti dirinya. 

“Inilah Yusuf. Kalian selalu mengejekku karena telah tergoda kepada Yusuf. Kupikir hal itu wajar, karena aku setiap hari bertemu dengannya, sedangkan kalian yang baru melihatnya saja begitu tertarik sehingga tidak sadar telah melukai tangan kalian sendiri.

Kemudian, Zulaikha pun mengaku,”Akulah yang telah menggoda Yusuf. Aku telah merendahkan martabatku untuk menggodanya, tapi Yusuf tidak pernah menghiraukanku. 

Aku bersumpah bila Yusuf tidak mau mengikuti kehendakku, aku tidak akan ragu memasukkannya ke dalam penjara, ucap Zulaikha berapi-api."

Mendengar perkataan Zulaikha tersebut, para wanita itu merasa bersimpati kepada Yusuf. Mereka tidak mau melihat Yusuf masuk penjara. Salah seorang dari mereka pun mendekati Yusuf. “Wahai Yusuf, mengapa engkau keras kepala tidak mengikuti kemauan Zulaikha? Bukankah dia wanita kaya yang terhormat? Sebaiknya ikuti saja kemauannya agar engkau selamat,” ucap wanita itu. “lya, bila engkau tidak tertarik kepada kecantikannya, engkau bisa mengikuti kehendaknya demi harta dan kekayaannya,” ucap tamu yang lain. “Benar Yusuf, Zulaikha tentunya tidak akan main-main dengan ucapannya. Dia telah dipermalukan karena beritanya telah menyebar ke mana-mana. Dia tidak akan ragu memasukkanmu ke penjara bila engkau menolak keinginannya,” wanita yang lain menimpali. 

Yusuf diam mandengar bujukan-bujukan itu. Kemudian. beliau berdoa kepada Allah meminta petunjuk. 

“Ya Allah, aku lebih suka masuk ke dalam penjara daripada harus berbuat dosa. Lindungilah aku. berilah aku ketetapan hati. Jauhkan aku dari rayuan dan tipu daya para wanita ini." Yusuf berdoa sangat khusyuk. 

Maka dengan tegas Yusuf pun menolak Zulaikha. Hal itu membuat Zulaikha murka. Dia segera menemui suaminya. Zulaikha merayu suaminya dengan air mata agar suaminya memasukkan Yusuf ke dalam penjara. Sebenarnya, Futhifar tahu kalau Yusuf tidak bersalah, namun dia tidak dapat menolak keinginan istrinya. 

“Suamiku, bila engkau memasukkan Yusuf ke dalam penjara, tentunya tuduhan kepadaku akan hilang dan mereka akan berbalik menuduh Yusuf,” ucap Zulaikha sambil berurai air mata. 

“Tapi, kamu ‘kan tahu, kalau Yusuf tidak bersalah," ucap Futhifar bingung. 

“Suamiku, apakah engkau mau aku selalu menjadi bahan gunjingan dan ejekan orang? Aku yakin, bila engkau memasukkan Yusuf ke dalam penjara, tentunya nama baik keluarga kita akan kembali seperti semula.” kata Zulaikha meyakinkan suaminya. 

“Baiklah, sepertinya itu satu-satunya cara agar kita terbebas dari gunjingan.” Futhifar menyetuju keinginan istrinya. 

Dengan kekuasaannya, Futhifar kemudian memasukkan Yusuf ke dalam penjara.
Baca juga kisah dalam Al Quran lainnya : Nabi Yusuf Dipenjara (Kisah Dalam Al-Quran)

Nama Dan Nasab Abu Bakar (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.
Abu Bakar Ash Shiddiq ra. (Nama dan Nasab)

Merujuk pada silsilah keluarga, namanya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay A1-Qurasyi At-Taimi. Sedangkan nama keluarganya adalah Abu Quhafah. 

Nama ibunya adalah Ummu A1-Khair binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Hasan bin Taim bin Murrah. Dia adalah putri dari paman Abu Quhafah. 

Abu Bakar Ash-Shiddiq berasal dari sebuah kabilah yang sangat disegani di antara kabilah-kabilah suku Quraisy di Mekah. Kabilahnya memiliki posisi terhormat di kalangan masyarakat Mekah. 

Seperti diketahui, kabilah di Mekah terbagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan kedudukan masing-masing. Setiap kedudukan mempunyai jabatan dan fungsi sendiri-sendiri. Kedudukan itu terkait dengan urusan Ka’bah dan pengaturan kelancaran jamaah haji di Baitul-Haram. 

Bani Abdul Manaf mempunyai wewenang untuk menyuplai minuman dan menghormati jamaah haji yang datang ke Mekah. 

bilik islam
Bani Abdud-Dar mempunyai tugas memasang umbul-umbul dan tirai di Ka’bah. Mereka juga bertugas menyelenggarakan pertemuan untuk kemakmurkan Baitul Haram. 

Sementara itu, kabilah yang mempunyai wewenang untuk mengatur pasukan berkuda ataupun pejalan kaki adalah Bani Makhzum. Itulah kabilah asal Khalid bin Walid. 

Kabilah Taim bertugas mengurusi pembayaran diyat (denda) sebagaimana yang berlaku dalam tradisi jahiliah. Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq beranjak dewasa, dia memimpin kabilahnya untuk mengepalai tugas itu. 

Bani Taim bin Murrah mempunyai posisi terpandang di antara kabilah-kabilah di Arab. Diceritakan bahwa suatu hari, A1-Mundzir bin Ma’ As-Sama’-sebagai raja di daerah Hirah- pernah mau membunuh salah seorang budak dari Al-Qais bin Hajar Al-Kindi. Ketua tertinggi dalam kepengurusan Bani Taim memperbolehkan hal itu. Maka, dinyatakan dalam sebuah syair: 

“Untuk hukuman bagi salah satu budak Al-Qais bin Hajar, Bani Taim yang merupakan lentera dalam kegela pan telah mernperkenankannya” 

Setelah peristiwa tersebut, Bani Taim lebih dikenal dengan julukan sebagai “lentera dalam kegelapan”.

Biografi Abu Bakar selanjutnya bisa dibaca pada postingan berjudul : Sosok Abu Bakar (Biografi Lengkap Abu Bakar Ash Shiddiq ra.)

Perang Uhud (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

biografi lengkap nabi muhammad
Kemenangan kaum muslimin dalam Perang Badar merupakan tonggak sejarah yang amat menentukan kelanjutan hidup dari perjuangan Islam. Sedangkan di pihak Quraisy, kekalahan ini merupakan pukulan yang sangat berat. Dengan kekalahan itu, mereka berniat menuntut balas terhadap orang-orang Islam. 

Karena sebagian besar dari pemimpin tewas di Badar, maka diangkatlah Abu Sufyan sebagai panglima perang. Mereka merencanakan suatu serangan yang lebih besar dan mempersiapkan pasukan yang lebih kuat. Untuk itu, keuntungan perdagangan ke Suriah tidak dibagi-bagikan tetapi dipergunakan untuk memperkuat pasukan-pasukan perang. 


Waktu satu tahun kiranya telah cukup bagi Quraisy untuk menyusun kekuatan. Pada bulan Sya’ban tahun ke-3 Hijriah mereka berangkat menuju Madinah dan berkemah di kaki Gunung Uhud, 3 mil jauhnya dari Madinah. Mereka terdiri atas 200 orang pasukan berkuda dan 300 unta dengan segala muatannya serta 700 orang di antaranya berbaju besi. Kaum wanita yang dipimpin oleh Hindun (Istri Abu Sufyan) juga dikerahkan untuk menghibur dan membesarkan hati bagi para tentara yang sedang berperang. 

Sebelumnya, Nabi telah mengetahui rencana pemberangkatan pasukan Quraisy itu melalui sepucuk surat yang dikirim dari Mekah oleh Abbas, paman Nabi yang mulai bersimpati kepada Islam. Nabi segera menugaskan beberapa orang untuk menyelidiki keadaan di luar kota dan ternyata pasukan Quraisy sudah mendekati Madiriah. 

Karena musuh terlalu besar Nabi berniat hendak bertahan dan menanti musuh di dalam kota Madinah. Tetapi, dalam musyawarah, kebanyakan para sahabat menghendaki agar musuh dihadapi di medan perang. Nabi pun tunduk pada hasil putusan musywarah, sekalipun beliau merasa kurang tepat. 

Dalam hal yang tidak ada wahyu yang turun mengenainya, Nabi selalu bermusyawarah dengan para sahabat dan keputusan itu pasti dijalankan dengan tawakal kepada Allah. 

Umat Islam mulai bergerak dengan kekuatan 1.000 orang. Tetapi, setelah pihak musuh terlihat, Abdullah bin Ubay, tokoh munafik, menarik diri beserta 300 orang pengikutnya. Kini, pasukan Nabi tinggal 700 orang. Mereka tetap maju ke medan perang. 

Nabi mengatur barisan para sahabat. lima puluh orang barisan pemanah ditempatkan di lereng-lereng gunung dan kepada mereka diperintahkan, “Lindungi kami dari belakang, karena dikhawatirkan mereka akan mengepung kami dari belakang. Bertahanlah kalian di tempat itu dan jangan sekali-kali. meninggalkan tempat kalian.” 

Tiba-tiba terdengar sorak gemuruh dari musuh pertanda perang segera dimulai. Mereka bergerak maju menyerang dengan formasi berbentuk bulan sabit. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal. 

Kini, kedua belah pihak siap bertempur. Peristiwa yang selalu diingat oleh Quraisy ialah peristiwa Badar dan korban-korbannya, sedangkan yang selalu diingat oleh kaum muslimin ialah Allah beserta pertolongan-Nya. Nabi saw. berkhutbah dengan memberi semangat dalam menghadapi pertempuran itu. Beliau menjanjikan pasukannya akan mendapatkan kemenangan apabila mereka bersabar. 

Seperti biasanya, pertempuran diawali dengan perang tanding. Dan pihak Quraisy maju Thalhah dan segera disambut oleh Ali bin Abu Thalib. Duel antara keduanya pun terjadi. Dengan cepat, Ali memberikan satu tebasan yang membuat kepala lawannya itu terbelah menjadi dua. 

Lalu, berlangsunglah pertempuran yang sebenarnya. Setelah diberikan pedang oleh Nabi, Abu Dujana menyerbu ke tengah-tengah barisan musuh yang banyak itu. 

Demikian juga Hamzah, paman Nabi. ia maju hingga memporak-porandakan pasukan musuh. Namun demikian, Hamzah gugur sebagai syuhada. Ia ditombak oleh seorang budak bangsa Habsy, bernama Wahsyi. Kendati demikian, barisan Quraisy semakin bertambah kacau, karena pimpinan mereka banyak yang tewas. Mereka tidak tahan lagi lalu melarikan diri dan dikejar oleh pasukan Islam. 

Melihat musuh lari tunggang-langgang, tentara Islam yang berjumlah 50 orang yang diamanahi tugas berada di atas bukit untuk menjaga celah bukit melanggar perintah Rasulullah. Mereka turut mengejar musuh yang lari, meninggalkan tempat pertahanan mereka, karena mengharapkan harta rampasan perang yang banyak. Dengan suara yang keras, Ibnu Zubair menyuruh mereka supaya kembali, tetapi tidak dihiraukan sama sekali. 

Pasukan berkuda Quraisy yang dipimpin Khalid bin Walid saat melihat tempat yang strategis itu kosong, berputar dan melalui tempat itu pasukan Khalid berhasil memukul pasukan Islam dari belakang. 

Peta peperangan berubah. Orang-orang Quraisy menyerbu Nabi dengan hebatnya. Melihat serbuan itu, para sahabat datang berkerumun mengelilingi Nabi untuk melindungi beliau. Abu Dujana tidak mundur setapak pun sekalipun panah bertubi-bertubi mengenai punggungnya. Ia tetap di tempatnya melindungi Nabi hingga syahid. 

Ketika itu, Nabi juga terkena pukulan yang melukai keningnya, hingga wajahnya berlumuran darah. Tidak hanya itu, beliau terkena sebuah batu besar yang dilempar oleb Utbah bin Abi Waqqash sehingga kepala beliau terluka. Dua keping lingkaran rantai topi besi yang menutupi wajah beliau, telah menancap di pipi mengenai gigi beliau. Melihat Nabi terjatuh, seseorang dari pihak musuh berteriak keras mengatakan bahwa Nabi saw. telah terbunuh. 

Mendengar berita tentang terbunuhnya Nabi, Ali, Umar dan Abu Bakar terperanjatnya. Hal ini menyebabkan semangat pertempuran semakin berkobar. Demikian juga Anas bin Nadhir. Setelah mendengar berita tersebut, ia merasakan bahwa hidupnya sudah tidak berarti lagi. Ia menerjunkan dirinya ke tengah-tengah musuh. Ia bertempur dengan hebat hingga roboh dengan tubuh dipenuhi luka-luka, hingga tidak dapat dikenali lagi wajahnya. 

Ka’ab bin Malik yang juga mendengar berita tentang wafatnya Nabi, setelah menyaksikan sendiri bahwa Nabi masih hidup, lalu berteriak seraya berkata, “Wahai saudara-saudaraku! Selamat! Kabar gembira! Rasulullah masih hidup! Beliau ada di sini!” 

Dengan cepat, Nabi memberi isyarat agar Ka’ab tutup mulut agar pertempuran segera usai dan agar korban di pihak muslimin tidak bertambah lagi. Dalam pertempuran itu, umat Islam menderita kerugian yang cukup besar, 70 orang gugur sebagai syuhada. Sedang di pihak musuh hanya 25 orang yang tewas. Sungguh mahal harga ketaatan kepada Rasulullah. Mereka harus membayar dengan 70 orang syahid dan Nabi sendiri menderita luka-luka yang cukup parah. 

Kekalahan kaum muslimin di Perang Uhud bukan kekalahan yang sebenarnya. Allah menguji keimanan Nabi saw. dan dalam hal ini ia telah membuktikannya dengan baik. Di tengah-tengah bahaya dan kesukaran-kesukaran itu, Nabi tetap bertahan. Hal ini juga menjadi pelajaran bagi umat beliau yang telah mendurhakai perintahnya. Sebagaimana telah disebutkan dalarn firman Allah :
“Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antaramu ada yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman.” (Ali Imran [3]: 152) 

Dengan kemenangan itu pihak Quraisy merasa gembira. Terhadap peristiwa Uhud ini, mereka merasa telah dapat membalas dendam atas kekalahan mereka di Badar. 

Rupanya Hindun tidak merasa cukup dengan kemenangan itu dan tidak merasa cukup dengan gugurnya Hamzah. Bersama-sama wanita-wanita kafir Quraisy lainnya, ia pergi hendak menganiaya mayat-mayat kaum muslimin. Mereka memotong telinga-telinga dan hidung-hidung mayat itu. Hindun memakainya sebagai kalung dan anting-anting. Kemudian dibelahnya perut Hamzah, dikeluarkan jantungnya lalu dikunyah dengan giginya. Demikian kejinya perbuatan wanita itu. 

Ketika Nabi mencari mayat Hamzah, kemudian melihat jasad pamannya telah dianiaya dan dibelah perutnya, beliau merasa sedih sekali. Beliau bersabda, “Demi Allah, kalau pada suatu saat nanti Allah memberikan kemenangan kepada kami saat melawan mereka, niscaya akan kuaniaya mereka dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh orang Arab.” Kemudian turunlah firman Allah :
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya, itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar, Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu sempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (An.Nahl [16]: 126.127) 

Dengan turunnya ayat ini, Nabi memaafkan mereka. Beliau menabahkan hati dan melarang para sahabat melakukan penganiayaan. Nabi memerintahkan agar para syuhada Perang Uhud dikuburkan. Sesudah itu, dengan dipimpin oleh Nabi sendiri, kaum muslimin kembali ke Madinah.

Biografi selanjtnya bisa dilihat pada postingan yang berjudul : Perang Ahzab (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Saturday, 15 October 2016

Hukum Mengucapkan Salam Dan Etika Mengucapkan Salam

cara menjawab salam
Tanya : Bagaimana hukum mengucapkan salam ? Bagaimana caranya ? Kepada siapa salam diucapkan ? (Ibu susilo, Banyumanik, Semarang) 

Jawab : Islam adalah agama yang memerintahkan perdamaian dan jalan menuju keselamatan dunia dan akhirat. Islam itu sendiri terambil dari kata as-salam, yang berarti keselamatan dan kedamaian. Atau dari kata as-sulam, yang berarti tangga.

Karena itu, sangatlah tepat bila salah satu syiar agama tersebut adalah mengucapkan salam (taslim) ketika bertemu (liqa) atau berpisah (mufaraqah) antara sesama muslim, dengan mengucapkan assalamu’alaikum yang artinya semoga keselamatan/ kedamaian atas kamu. 

Menurut para ulama, hal itu akan lebih baik jika disambung dengan kata warahmatullahi wabarakatuh (dan rahmat serta berkahnya). 

Mengucapkan salam bukan sekedar menjalankan adat atau budaya. Bukan pula ungkapan basa-basi dan bermanis muka. Lebih dari itu, merupakan ibadah dan salah satu syiar agama. Sebagai ibadah, hukumnya sunah, yang sudah barang tentu menjanjikan pahala. Meski demikian menjawab salam, hukumnya wajib. 

Menurut para ulama, orang yang mengucapkan salam dianggap lebih utama daripada yang menjawabnya. Hal itu seperti termaktub dalam kitab Al-Asybah wa An-Nazhair, merupakan salah satu masalah yang dikecualikan dari kaidah fikih yang menyatakan perkara wajib lebih utama daripada sunah. 

Anjuran salam didasarkan pada beberapa ayat dalam Al-Quran, di samping hadis dan ijmak. Dalil dari Al-Quran umpamanya ditemukan pada surat An-Nur : 27 dan 61, An-Nisa’: 86. dan Adz-Dzariyat: 24. 

Dasar dari sunah, misalnya sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Salam bahwa Rsulullah bersabda :
Artinya : “Wahai sekalian manusia, ucapkan salam, berilah makanan, laksanakan silaturrahim, dirikanlah shalat (malam) ketika orang-orang sedang tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat. “(HR. Hakim dan Ibn Majah)

Mengucapkan salam bukanlah hal baru dalam Islam, semenjak kerasulan Nabi Muhammad surat Adz-Dzariyat ayat 24 tersebut merupakan salah satu buktinya.

Ayat itu menceritakan kedatangan sekelompok malaikat, yang menyamar seperti manusia ke rumah Nabi Ibrahim as. Ketika masuk, mereka mengucapkan salam kepadanya, dan beliau menjawabnya. 

Bahkan, salam telah dikenal sejak zaman Nabi adam as. Dalam kitab Sahihain Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan sebuah hadis dari Abi Hurairah, yang menceritakan bahwa Adam as. diciptakan Allah, beliau lantas disuruh mengucapkan assalamu’alaikum kepada sekelompok malaikat, dan mereka pun menjawabnya dengan mengucapkan wa’alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh. 

Nabi Adam juga telah diberi tahu Allah Swt. apa yang beliau ucapkan merupakan tahiyah (penghormatan/ucapan selamat) baginya, dan keturunannya kelak. 

Sedangkan taslim (mengucapkan salam) di samping bernilai ibadah, memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu mempererat tali persaudaraan, cinta kasih, dan solidaritas antar sesama. 

Dalam hal ini Rasulullah bersabda :
Artinya : “Kalian tidak masuk surga sehingga beriman, dan kalian tidak beriman, dalam arti belum sempurna, sehingga saling mengasihi, dan tidaklah saya menunjukkan kepadamu suatu perbuatan yang bila kalian lakukan niscaya akan saling mengasihi. Populerkan ucapan salam antara kamu sekalian.” (HR. Muslim) 

Kita semua tahu, cinta kasih merupakan faktor yang fundamental dalam upaya menciptakan tata hubungan yang harmonis dalam suatu masyarakat. Di kalangan bangsa Arab, terkenal pepatah lau la al-wi’am lahalaka al-anam, jika tiada keharmonisan/kerukunan niscaya umat manusia akan binasa. Karena itu, anjuran mengucapkan salam berlaku atas semua umat Islam. 

Kita tidak perlu memilah-milah, antara yang atasan dan bawahan, orang yang dikenal dan orang asing, teman dan musuh. Semuanya ketika bertemu, atau berpisah dianjurkan mengucapkan salam. 

Misi agama Islam adalah rahmatan lil ‘alamin rahmat alam semesta. Dan muslim yang satu dengan yang lain adalah saudara (almuslimu akhu al-muslim).

Sahabat Abdullah Ibn Amr Ibnu Al-Ash ra. berkata: “Ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW. tentang perbuatan-perbuatan yang termasuk paling utama dalam agama Islam. Lalu beliau menjawab:
Artinya : “Berikanlah makanan dan ucapan salam kepada orang yang kau kenal dan tidak kaukenali.“ (HR. Bukhari dan Muslim) 

Dalam kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik Ibn Anas dijelaskan, ada sahabat yang sangat gemar mengucapkan salam, namanya Abdullah Ibn Umar. Setiap pagi, beliau pergi ke pasar dan selalu mengucapkan salam kepada siapa saja yang dijumpainya. Kalau sampai di pasar, beliau tidak pernah melakukan transaksi jual-beli atau menawar barang-barang yang ada di dalamnya. 

Kebiasaan itu diketahui betul oleh salah seorang sahabatnya, Thufail Ibn Ubayy Ibn Ka’b karena didorong rasa ingin tahu, suatu hari ketika Thufail diajak ke pasar olehnya, ia bertanya kepada Abdullah Ibn Umar mengenai maksud kepergiannya ke pasar, lalu dijawab, “Kita ke pasar untuk mengucapkan salam kepada orang-orang yang kita temui”.

Secara umum, salam dianjurkan kapan dan di mana saja. Hanya saja ada beberapa situasi dan kondisi saat mengucapkan salam tidak dianjurkan. Misalnya, orang yang sedang kencing, bersetubuh, tidur, shalat, iqamah, adzan dan makan saat mulutnya ada makanan. Karena mereka dalam keadaan demikian tidak dianjurkan menyalaminya, menjawab pun tidak diwajibkan. 

Selain itu, lelaki sendirian dilarang mengucapkan salam kepada perempuan yang bukan mahram yang juga sendirian, jika perempuan itu cantik. Karena dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah dan dampak negatif lain yang tidak diinginkan, begitu pula sebaliknya.

Perang Badar (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

biografi lengkap nabi muhammad
Kemarahan penduduk Mekah semakin hari sernakin menjadi disebabkan pengetahuan mereka bahwa Islam di Madinah telah mengalami kemajuan yang pesat. Mereka khawatir, orang-orang Islam akan membalas kekejaman-kekejaman yang pernah mereka lakukan. Perdagangan mereka dengan Suriah pun terhalang. Untuk pergi ke Damaskus, mau tidak mau mereka harus melalui Madinah yang sekarang telah dikuasai Islam. 


Di samping itu, dikisahkan bahwa sebelum Nabi hijrah ke Madinah, seorang tokoh yang bernama Abdullah bin Ubay yang mempunyai pengaruh yang cukup besar -menurut rencana akan diangkat sebagai pemimpin besar oleh sebagian besar penduduk Madinah- dengan kehadiran Nabi di Madinah, pupuslah rencana tersebut. Oleh karena itu, timbullah rasa dengki dan marah terhadap diri Nabi. 

Kemarahan juga mereka tujukan kepada penduduk Madinah yang memberikan perlindungan kepada Nabi saw. dan pengikut-pengikutnya. Mereka menganggap hahwa penduduk Madinah sebagai pemberontak dan mereka ingin menghukum penduduk Madinah bersama Nabi Muhammad saw. Mereka mencarii-cari kesempatan untuk melaksanakan maksud itu sampai suatu kesempatan datang dari segolongan orang Madinah. 

Walaupun penduduk Madinah menerima ajaran Nabi saw., tetapi banyak juga yang meragukannya. Mereka tidak dapat menyetujui kekuasaan Muhammad saw. dan mengadakan gerakan gelap untuk menyingkirkan Nabi dari negeri mereka. Dalam kedaan seperti itu, penduduk Mekah sudah bersiap-siap pula hendak menyerang orang Islam dengan kekuatan yang besar. Hal ini menyebabkan kedudukan orang Islam mulai sulit dan berada dalam kondisi bahaya. Setiap waktu, orang Islam berada dalam kecemasan; kekhawatiran kalau-kalau datang serangan dari luar atau timbul pemberontakan dalam negeri. 

Dalarn keadaan kritis seperti itu, turunlah wahyu Allah yang berbunyi :
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah) dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu) maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah [2]: 190-191) 

Ayat di atas memberi isyarat kepada kaum muslimin untuk mengangkat senjata dalam rangka melindungi diri. Tetapi dilarang melewati hatas atau mendahului menyerang. Agama Islam berdiri di atas keadilan yang sempurna, tidak mau menyerang dan tidak suka diserang. 

Dengan adanya perintah tersebut, Nabi mulai menyusun pasukan, mengatur pertahanan dan perlengkapan. Pada awalnya, Nabi mengutus beberapa orang mata-mata untuk mengetahui rencana dan kekuatan musuh serta menarik kepala-kepala suku Badui ke pihak Islam.

Pada bulan Rajab tahun ke-2 Hijriah, Nabi mengutus 12 orang Muhajirin dengan diketahui oleh Abdullah bin Jashy untuk bertolak ke selatan. Sepucuk surat diberikan kepadanya dengan perintah membukanya setelah dua hari perjalanan. Perintah itu pun dipatuhi. Setelah dua hari perjalanan, sesuai pesan Nabi, Abdulab membuka surat tersebut. 

Adapun isi surat tersebut adalah, “Kalau sudah kau baca surat ini, teruskan perjalananmu sampai Nakhlah dan awasi keadaan mereka kemudian laporkan hasilnya.” 

Di Nakhlah kelompok yang dipimpin Ahdullah itu bertemu kafilah dagang Quraisy yang dipimpin oleh Amr bin Hazrami. Mereka sedang menuju Mekah. Kelompok ini teringat akan perlakuan Quraisy dahulu ketika harta benda mereka dirampas. Kelompok yang 

dipimpin oleh Ahdullah ini menyerang kafilah dagang Quraisy di Nakhlah dekat Mekah dan di Skrimish. Mereka membunuh Amr bin Hazrami. Peristiwa Nakhlah ini membangkitkan semangat bangsa Quraisy untuk menyerang kaum muslimin. 

Nabi mendapat laporan bahwa kafilah bangsa Quraisy menyerang kaum muslimin. Nabi mendapat laporan bahwa kafilah dagang bangsa Quraisy yang sangat besar, yang terdiri dari 1.000 ekor unta dengan segala muatannya, sedang dalam perjalanan dari Suriah menuju Mekah. 

Untuk mengurangi kekuatan musuh yang telah siap menyerang itu, Nabi memerintahkan untuk mencegat kafilah dan merampasnya untuk dijadikan kekuatan perang. 

Maksud Nabi ini diketahui oleh Abu Sufyan yang memimpin kafilah itu. Abu Sufyan segera mengirim utusan ke Mekah untuk meminta bantuan tentara sebanyak-banyaknya, sedangkan dalam perjalanan, kafilahnya diperbolehkan melalui satu tempat yang bernama Badar; menyusuri pantai Laut Merah. 

Mekah bersegera mengirimkan bantuan yang terdiri dari 1.000 orang tentara. Seratus orang di antaranya berkendaraan kuda dan 700 orang lainnya berkendaraan unta. Pasukan itu dipimpin oleh Abu Jahal. Sebenarnya Abu Sufyan telah mengirim kurir untuk menginformasikan hahwa kafilah dagangnya telah selamat. Namun, Abu Jahal bersikeras melanjutkan perjalanan. Abu Jahal ingin memperlihatkan kekuatan tentaranya kepada orang Madinah. 

Sementara itu, pasukan Rasulullah saw. hanya terdiri dan 313 orang: di antaranya dua orang penunggang kuda. Tentara yang kecil ini berangkat bersama Rasulullah menuju ke Badar. Dengan demikian, peperangan antara kaum Quraisy dengan kaum muslimin Madinah tak dapat dihindarkan lagi. 

Pada pagi hari, di hari Jum’at, 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijriah, kedua pasukan ini saling berhadapan. Saat itu, Nabi sendiri yang memimpin kaum muslimin, mengatur barisan. Tetapi, ketika dilihatnya pasukan Quraisy begitu besar, sedang jumlah kaum muslimin sangat sedikit, di samping perlengkapan yang sangat terbatas dibanding dengan perlengkapan Quraisy, Nabi kembali ke kemahnya dengan ditemani oleh Ahu Bakar. Sungguh, beliau cemas terhadap peristiwa yang akan terjadi hari itu. Sungguh pilu hatinya, melihat nasib yang akan menimpa Islam kalau kaum muslimin tidak mendapat kemenangan. 

Kini, Nabi saw. menghadap wajahnya ke Kiblat dengan seluruh jiwanya. Beliau menghadapkan diri kepada Allah swt. Beliau memohon kepada Allah akan segala apa yang telah dijanjikan kepadanya. Beliau membisikkan dalam hatinya agar Allah memberikan pertolongan. Kemudian turunlah wahyu Allah :
“Wahai Nabi, kobarkanlah semangat orang-orang beriman untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabat niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang yang sabar dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar) , niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar” (Al-Anfal [8]: 65-66) 

Setelah itu, Nabi bermusyawarah dengan para sahabat,.Abu Bakar dan Umar memberikan pendapat agar pertempuran diteruskan. Begitu pula Miqdad bin Amr dan Muhajirin. Ia berkata kepada Rasulullah, “Teruskan apa yang diperintahkan Allah kepadamu.” 

Sehubungan dengan adanya larangan tidak boleh mendahului menyerang, maka orang-orang Islam menaati larangan itu hingga musuh mendahului menyerang. Sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab bahwa sebelum perang dimulai, terlebih dahulu diadakan perang tanding satu lawan satu. 

Tiga orang prajurit dari pihak musuh melawan tiga orang pahlawan Islam, untuk bertanding. Ketika itu, dari pihak muslim yang tampil adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abu Thalib dan ‘Ubaidah bin Harits. 

Hamzah tidak lagi memberikan kesempatan kepada Walid. Hamzah dan Ali berhasil membunuh lawan tandingnya masing-masing. Lalu, mereka segera membantu Ubaidah yang sedang diterkam oleh ‘Uthah, sehingga ketiga prajurit musuh, seluruhnya dapat dikalahkan. 

Selesai perang tanding, perang dilanjutkan dengan peperangan yang sebenarnya antara kedua belah pihak. Dalam peperangan itu, di pihak Quraisy banyak yang tewas, bahkan Abu Jahal sendiri tewas di tangan pemuda Anshar. Jumlah yang tewas dari pihak musuh sebanyak 70 orang sedangkan di pihak Islam yang gugur sebagai syuhada berjumlah 12 orang. 

Pasukan Quraisy pun akhirnya mundur setelah mengetahui banyak pasukan mereka yang tewas. Namun demikian, kaum muslimin telah berhasil mengejar mereka dan menangkap sehanyak 70 orang musuh sebagai tawanan perang. 

Dampak kemenangan pasukan islan ini, sedikit banyak memukul psikologis kaum Yahudi dan badui, sehingga mereka bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin kamu muslimin yang hanya sepertiga pasukan Quraisy dapat mengalahkan pasukan musuh yang berjumlah 1 .000 orang? 

Sementara itu Nabi sibuk dengan urusan tawanan perang. Dia memisah-misahkan mereka. Kepada para sahabat beliau berkata, “Perlakukanlah mereka dengan sebaik-baiknya.” 

Terhadap para tawanan ini, Umar bin Khaththab mengusulkan agar mereka dibunuh semuanya, seimbang dengan kekejaman mereka terhadap orang-orang islam, tetapi Abu Bakar mengusulkan agar tawanan-tawanan yang kaya diwajibkan menebus dirinya masing-masing, lalu dibebaskan. Sedangkan tawanan yang miskin dan tidak berbahaya dibebaskan tanpa uang tebusan. 

Setelah bermusyawarah, akhirnya Nabi memutuskan bahwa tebusan diberikan sesuai dengan kemampuan keluarga setiap tawanan, diperkirakan tebusan itu mencapai 400 dirham. Para tawanan yang mempunyai kepandaian menulis, dapat menebus dirinya dengan kepadaiannya itu. Demikian juga terhadap kelompok ahli syair, yang sering menyandungkan syair untuk melawan Nabi, dihadapkan ke muka mahkamah yang dipimpin oleh Nabi saw. Sekalipun mereka adalah tawanan perang yang sedang diadili, Nabi tetap memperlakukannya dengan baik. Bahkan, usulan untuk mencabut gigi tawanan agar mereka tidak mampu menghasut umat ditolak oleh Nabi SAW. 

Demikianlah perlakuan kaum muslimin terhadap tawanan perang sebagai salah satu cara untuk menyiarkan Islam pada waktu itu

Biografi selanjutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul :  Perang Uhud (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Khasiat Surat Al Ikhlas

Manfaat surat al ikhlas
 
Bacaan Surat Al Ikhlas itu ialah : 
 
 
Bismillaahir rahmaanir rahiim.
1. Qul huwallaahu ahad.
2. Allaahus shamad.
3 Lam yalid Wa lam yuulad.
4. Wa lam yakun lahu kufuwan ahad.

 
Artinya :
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
1. Katkanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa.”
2. Allah adalah tempat bergantungnya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tiada diperanakkan.
4. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. 

Mengenai keutamaannya, Nabi Muhammad Saw telah bersabda : 
 
 
“Man qara a (qul huwallaahu ahad) fa ka annamaa qara a tsulutsal qur’aani.” 

Artinya :
“Barangsiapa yang membaca ‘Qul huwallaahu ahad’ (Surat Al ikhlas), maka seakan-akan dia telah membaca sepertiga Al Quran.” (HR Ahmad dan An Nasai)
 
 
“Man qara a (qul huwallaahu ahad) tsalatsa marraatin fa ka annamaa qara al qur’ana ajma’a.” 

Artinya : ‘
“Barangsiapa yang membaca “Qul huwallaahu ahad’ tiga kali, maka seakan-akan dia telah membaca Al Quran seluruhnya.” (HR. Al ‘Uqaili dan Rajaa Al Ghanawi)  
 
 
“Man qara a (qul huwallaahu ahad) ahada asyara marraatin banallaahu lahu baitan fii jannati.” 

Artinya :
“Barangsiapa yang membaca ‘Qul huwallaahu ahad’ sebelas kali, Allah membangun rumah untuknya di surga.”(HR. Ahmad dari Mu’adz bin Anas) 

Hadis-hadis di atas menunjukkan betapa agungnya Surat Al Ikhlas. Karena di dalam Surat Al Ikhlas ini sepenuhnya menegaskan kemurnian atas keesaan Allah Swt. 

Adapun khasiat-khasiat yang terkandung di dalamnya banyak sekali, antara lain: 

1. Untuk mencapai segala yang dimaksud
Caranya : Bacalah surat Al Ikhlas 1.000 kali pada waktu antara salat Maghrib dengan salat Isya’. Setelah selesai, mintalah kepada Allah segala yang dihajati. Insya Allah, Tuhan akan mengabulkan semua yang dimaksud. 

2. Menghindarkan dari semua bala bencana
Caranya: Sebagaimana cara di atas, maka bacalah surat Al Ikhlas ini 1.000 kali pada waktu antara salat Maghrib dengan salat Isya’. Berkat dari bacaan ini, insya Allah semua bala bencana akan terhindar. 

3. Selamat dari para orang yang rakus
Caranya :
  1. Bacalah lafal ‘Ya Shamadu” 134 kali secara beruntun dan terus-menerus dijadikan sebagai amalan sehari-hari. Insya Allah, akan selamatlah kita dari maksud jahat para orang yang rakus lagi aniaya.
  2. Bacalah lafal “Ya Shamadu” 40 kali, setiap hari. Insya Allah selama hayat masih dikandung badan kita selalu selamat dari maksud jahat orang-orang yang rakus. 

4. Terhindar dari rasa lapar dan dahaga
Caranya : Seandainya seeorang berada di perjalanan, atau di tempat yang jauh dati keramaian dan sukar didapatkan air atau mencari makanan, maka bacalah “Ya Shamadu” sebanyak-banyaknya. Insya Allah rasa payah, lapar dan dahaga akan sirna dengan sendirinya, sehingga badan tetap kuat untuk meneruskan tujuan. 

5. Terhindar dari fitnah dan siksa kubur
Caranya : Bacalah surat Al Ikhlas pada orang yang sedang sakit. Seandainya orang yang sakit itu lantas mati pada hari itu juga, maka Insya Allah dia akan diselamatkan dari segala fitnah kubur. 

6. Mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat
Caranya : Bacalah surat Al Ikhlas setiap hari sebagai amalan sehari-hari. Insya Allah berkat surat Al Ikhlas yang kita baca itu kita akan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. 

7. Untuk memusnahkan musuh yang zalim
Caranya : Bacalah surat Al Ikhlas 1.000 kali setelah mengerjakan salat 2 rakaat. Setiap permulaan dari seratus bacalah lafal berikut :
 
 
“Innii sallathtu ruuhaaniyata haadzihis suurati haarrihaa wayaabisihaa ‘alaa ruubi…..(sebut namanya) adh dhaalimi.” 

Artinya :
“Sesungguhnya aku menguasakan ruhnya ini surat. panas dan dinginnya kepada ruhnya si…..yang zalim.” 

Insya Allah dengan cara ini orang yang dimaksud pasti akan binasa. Tapi ingat, Cara ini jangan digunakan secara serampangan. Harus digunakan kepada orang-orang zalim yang sangat berbahaya terhadap dirinya atau yang sangat berbahaya kepada agama. 

Takutlah kepada Allah, karena Allah Maha Tahu dan Maha Adil. Dia Maha Tahu mana orang yang benar dan orang yang salah. 

Keterangan :
Masih banyak lagi khasiat yang terkandung dalam surat Al Ikhlas. tapi kiranya khasiat yang telah tersebut di atas sudah cukup digunakan untuk bekal hidup, baik untuk sesuatu hajat yang sangat dibutuhkan arau untuk perisai badan agar sehat walafiat; terlepas dari gangguan lahir maupun batin. 

Kendatipun demikian, apa pun yang kita lakukan dengan membaca surat Al Ikhlas itu adalah merupakan kecintaan kita kepada Al Qur’an. 

Cinta kepada Al Qur’an sama halnya mencintai sunah Allah. Pernah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw. datang kepada beliau menceritakan bahwa dia selalu memperbanyak membaca surat Al Ikhlas di dalam salat karena kecintaannya. Lalu beliau bersabda kepada sahabatnya itu, “Kecintaanmu kepada surat Al Ikhlas itu dapat memasukkanmu ke sorga.”

Tabir Wanita