Friday, 9 September 2016

Shalat Istisqa (Shalat Minta Hujan)

bilik islam
Meminta hujan hukumnya sunnah ketika ada hajat. Caranya ada tiga :
a. Sekurang-kurangnya berdoa saja, baik sendiri-sendiri ataupun berjamaah. Rasulullah Saw. pernah meminta hujan hanya dengan doa. (RIWAYAT ABU DAWUD)
 
b. Berdoa di dalam khotbah Jumat. ini juga pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
 
c. Yang lebih sempurna hendaklah dengan salat dua rakaat.
Hadis : “Rasulullah Saw. telah keluar (pergi) untuk meminta hujan. Kemudian beliau berpaling membelakangi orang banyak, beliau menghadap ke kiblat, dan beliau membalikkan kain selendang.” (RIWAYAT MUSLIM)

Caranya

Pergi beramai-ramai laki-laki dan perempuan, tua dan muda, orang dewasa dan anak-anak; orang yang lemah pun diikhtiarkan supaya ikut ke tanah lapang. Sebelum pergi, hendaklah salah seorang yang panda’ di antara mereka memberi nasihat supaya mereka tobat dan segala kesalahan dan berhenti dan kezaliman, serta beramal kebaikan, karena pekerjaan yang tidak baik itu merupakan penyebab hilangnya rezeki dan penyebab kemurkaan Allah, sedangkan amal kebaikan Itu menyebabkan keridaan Allah. 

Firman Allah Swt.:
“Dan jika Kami hendak membinasakan satu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orag yang hidup mewah. di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan di negeri itu, maka sudah sepantasnva belaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami). kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnva. (Al-ISRA : 16)

Sebelum keluar hendaklah mereka puasa empat hari berturut-turut. Sesudah tiga hari berpuasa, keluarlah mereka pada hari yang keempat ke tanah lapang, pagi-pagi, dan mereka masih berpuasa. Mereka keluar memakai pakaian biasa (pakaian untuk bekerja), benjalan dengan tenang serta merendahkan diri sungguh-sungguh mengharapkan pertolongan Allah Swt. Sesampainya mereka di tanah lapang, langsung shalat dan berkhotbah di atas mimbar kalau ada, atau di tempat yang tinggi; dan khotbah hendaklah dirnulai dengan membaca "astagfirullah” (meminta ampun kepada Allah) sembilan kali dalam khotbah pertama, dan tujuh kali dalam khotbah kedua. Kemudian puji-pujian, syahadat, dan shalawat, lalu memberi nasihat apa-apa yang pantas dinasihatkan di saat itu, supaya mereka bertobat, kemudian berdoa.
Lafaz doa Rasulullah Saw.:  



“Segala puji bagi Allah yang memelihara sekalian alam, Pengasih lagi Penyang, menguasai hari pembalasan tidak ada Tuhan melainkan Allah, yang berbuat sekehendak-Nya.Ya Allah, Engkaulah Allah, tidak ada Tuhun melainkan Allah. Engkau kaya (tidak hajat kepada Siapa pun), dan kami yang berhajat kepuda-Mu, turunkanlah hujan atas kami, dan jadikanlah yang Engkau turunkan itu menjadi bekal bagi kami buat beberapa lamanya.” (RIWAYAT ABU DAWUD) 

Kemudian khatib mengangkat tangannya dengan merendahkan din, lalu berpaling membelakangi orang banyak, menghadap kiblat dan memba1ik syaInya kemudian Ia berpaling lagi menghadap orang banyak, lalu salat kalau belum salat.

Mengangkat Tangan Ketika Berdoa
Cara mengangkat tangan waktu berdoa adalah: Kalau berdoa untuk meminta hash sesuatu yang kita ingini, hendaklah kita mengangkat tangan dengan kedua tapak tangan menadah ke langit. Sebaliknya kalau berdoa untuk menolak bala, hendaklah punggung tangan yang dlhadapkafl kelangit. 

Hadis ; “Dari Saib bin Khalad, “Sesungguhnya Nabi Saw. apabila beliau meminta, beliau hadapkan kedua tapak tangannya ke langit. Dan apabila beliau meminta perlindungan dan suatu kejahatan beliau hadapkan punggung kedua tangannya ke langit.” (DIKETENGAHKAN OLEH AHMAD)

“Dari Anas “Sesungguhnya Nabi Saw. telah berdoa meminta hujan, beliau isyaratkan punggung tangannya ke langit.” (RIWAYAT MUSLIM)

Menyapu Muka
Disunatkan menyapu muka dengan kedua tangan sesudah selesai bend o a
“Dari Umar, “Rasulullah Saw. apabila menadahkan kedua tanga dalam berdoa, tidak mengembalikannya hingga beliau menyapu keduanya ke mukanya.” (DIKETENGAHKAN OLEH TIRMIZI)

Shalat Gerhana (Bulan Dan Matahari)

shalat gerhana bulan, shalat gerhana matahari
Shalat gerhana ada dua macam, yakni shalat gerhana bulan dan shalat gerhana matahari
Firman Allah Swt.:
“Janganlah bersujud kepada matahari dan janganIah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya (FUSSILAT. 37)

Sewaktu Ibrahim putra Rasulullah dan Mariah Alqibtiyah meninggal, terjadi gerhana mataharii. Maka orang-orang berkata,”Gerhana matahari tenjadi karena matinya Ibrahim.” Rasulullah Saw. menjawab perkataan yang demikian, agar jangan sampai mereka salah paham. 

Hadis : “Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya menjadi tanda (dalil) dan dalil-dalil adanya Allah dan kekuasaan-Nya. Kedua gerhana (terjadi) bukan karena matinya seseorang, dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka apabila kamu lihat kedua gerhana, hendaklah kamu berdoa kepada Allah, dan shalat sampai gerhana itu lenyap.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Hukum shalat gerhana adalah “sunah istimewa” boleh berjamaah dan boleh juga tidak.

Caranya adalah sebagai berikut :
a. Sekurang-kurangnya dua rakaat sebagaimana salat sunat yang lain. 

b. Hendaklah takbir dengan niat salat gerhana, membaca Fãtihah, rukuk, berdiri kembali, dan membaca Fatihah; kemudian rukuk sekali lagi, i’tidal, lalu sujud dua kali. Ini terhitung satu rakaat. Kemudian hendaklah diteruskan satu rakaat lagi seperti rakaat pertama juga. Jadi, salat gerhana ini dua rakaat dengan empat kali rukuk, empat kali berdiri membaca Fatihah, dan empat kali sujud. 

c. Cara yang ketiga adalah seperti yang kedua, hanya berdirinya agak lama dengan membaca surat yang panjang, dan rukuknya lama pula. Bacaan shalat gerhana ialah dengan bacaan nyaring (keras). baik gerhana bulan ataupun gerhana matahari; karena Rasulullah Saw. sewaktu shalat gerhana, beliau mengeraskan bacaan beliau. Sebagian ulama berpendapat bahwa bacaan shalat gerhana bulan dikeraskan karena terjadi di waktu malam hari, tetapi bacaan salat gerhana matahari tidak dikeraskan karena shalat itu terjadi pada siang hari. Sesudah salat gerhana disunatkan berkhotbah memberi nasihat kepada umum tentang apa-apa yang menjadi kepentingan pada waktu itu; menyuruh mereka tobat (menyesal) dan segala pekerjaan yang salah, serta menyuruh beramal kebaikan, seperti bersedekah, berdoa (meminta apa yang diingini), dan meminta ampun dari segala dosa.

Hukum Wanita Muslim Pergi Haji Sendirian (Dialog Wanita dan Islam)

Hukum Wanita Muslim Pergi Haji Sendirian (Dialog Wanita dan Islam)
Wanita bertanya :
Mengingat banyak dalil yang menerangkan bahwa kaum wanita itu dilarang pergi sendirian, kecuali disertai muhrim. Apakah dalam menunaikan ibadah haji mereka juga harus disertai seorang muhrim? 

Islam menjawab : untuk menjawab pertanyaan itu, ada dua pendapat yang menjelaskannya, yaitu :
1. Dari imam malik dan imam syafi’i
Mereka berpendapat, bahwa seorang wanita yang hendak menunaikan ibadah haji tidak wajib disertai muhrim, tetapi bila ia telah mendapat seorang teman yang bisa dipercaya.

2. Dari pihak Abu Hanifah dan golongan Fuqaha
Dimana mereka berpendapat, bahwa keberadaan muhrim termasuk menjadi syarat wajib untuk kepergian seorang wanita menunaikan ibadah haji.

Adapun perbedaan pendapat itu tidak lain disebabkan adanya perbedaan persepsi antara perintah mengerjakan haji dan larangan berpergian bagi wanita kecuali diikuti seorang muhrim. Kemudian fuqaha ‘ yang berpedoman pada keumuman perintah haji , berpendapat bahwa wanita boleh pergi menunaikan ibadah haji meskipun tidak diikuti oleh seorang muhrim. Lain lagi kalau fuqaha’ yang membatasi keumuman perintah haji, menjadikan hadits yang melarang seorang wanita bepergian kecuali diikuti oleh seorang muhrim, menjadi pembatas yang mengurangi keumuman perintah haji tersebut. atau, menurut pendapat mereka, dan hadits itu termasuk dalam penafsiran kata “kesanggupan”. Jadi bila tidak ada seorang muhrim yang mengikutinya berarti belum terhitung “sanggup”. Maka untuk tidak mengurangi rasa hormat kepada mereka, kita bebas memilih, mana yang kita anggap baik dan cocok untuk kita ikuti.

Sumber : buku dialog wanita dan islam Imam turmudzi


Dalil Shalat Tarawih Dan Jumlah Bilangan Rakaat Tarawih

bilangan rakaat shalat tarawih.
Shalat Tarawih ialah shalat malam pada bulan Ramadan, hukumnya sunat mu’akkad (penting bagi laki-laki dan perempuan), boleh dikerjakan sendiri-sendiri dan boleh berjamaah. Waktunya yaitu sesudah salat Isya sampai terbit fajar (waktu Subuh). 

“Abu Hurairah telah menceritakan bahwasanya Nabi Saw. selalu menganjurkan untuk melakukan qiyam (salat sunat) di bulan Ramadhan, tetapi tidak memerintahkan mereka dengan perintah yang tegas (wajib). Untuk itu beliau bersabda, “Barang siapa mengerjakan Salat (sunat di malam hari) bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (Allah), niscaya dosa-dosanya yang terdahulu dianpuni” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

“Dari Aisyah, “Sesungguhnya Nabi Saw. pada suatu malam telah shalat di masjid, maka shalatpula orang banyak mengikuti beliau. Kemudian beliau shalatpula kedua kalinya, maka bertambah banyak orang mengikutinya. Kemudian pada malam ketigi atau keempatnya mereka berkumpul pula, tetapi beliau tidak datang kepa mereka, Paginya beliau berkata, ‘Saya mengetahui apa yang kamu kerjakan malam tadi (yaitu berkumpul untuk shalat). Saya tidak berhalangan untuk datang kepada kamu, hanya saya takut shalat itu menjadi wajib atas kamu.’ Kejadian tersebut dalam bulan Ramadhan.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)


Jumlah Rakaat Ahalat Tarawih

Menurut riwayat ahil hadis, selama hidupnya Rasulullah Saw. tiga kali shalat Tarawih di masjid bersama-sama dengan orang banyak, yaitu pada malam tanggal 23, 25 dan 27 Ramadan. Sesudah itu beliau tidak salat Tarawih berjamaah lagi karena beliau takut salat itu dijadikan wajib atas mereka di kemudian hari. Jumlah rakaat yang beliau kerjakafl bersama-sama dengan orang-orang itu ialah delapan rakaat. 

“Dari Aisyah. Ia berkata, “Yang dikerjakan oleh Rasulullah Saw. baik dalam bulan Ramadan ataupun lainnya, tidak lebih dari sebelas rakaat.” (DIKETENGAHKAN OLEH BUKHARI DAN LAINNYA)

“Dari Jabir “Sesungguhnya Nabi Saw. telah salat bersamasama mereka delapan rakaat, kemudian beliau salat Witir.” (D1KETENGAHKANN OLEH IBNU HIBBAN)


Ada riwayat yang mengatakan bahwa sesudah mereka salat berjamaah di masjid, mereka salat lagi di rumah. Di masa khalifah kedua (Umar) beliau mengumpulkan orang banyak, lalu shalat bersama-sama mereka dua puluh rakaat, sedangkan yang ikut dalam jamaah khalifah itu ada beberapa sahabat yang terkenal dan terkemuka di masa itu. Tidak seorang pun dari mereka yang membantah beliau. Kemudian di masa Umar bin Abdul Aziz,Tarawih itu dijadikan 36 rakaat. 

Ringkasnya : Bilangan rakaat salat Tarawih itu bermacam-macam dilakukan oleh umat Islam sejak masa Rasulullah Saw. sampai masa sahabat. Yang dapat kita yakini dari hadis-hadis dan amal-amal para sahabat tadi ialah, kita dianjurkan supaya beramal shalat dan amal-amal lain pada malam bulan Ramadan, baik berjamaah maupun sendiri-sendiri. Adapun ketentuan bilangan rakaat dan bacaannya tidak mendapat keterangan yang pasti dari syara melainkan terserah kepada keyakinan kita masing-masing.

Ulama syafi'iyah memilih untuk melaksanakan bilangan rakaat shalat tarawih dengan 20 rakaat, selaras dengan anjuran memperbanyak ibadah dibulan Ramadhan.

Kumpulan Shalat Sunnah Dan Dalilnya

macam shalat sunnah, jenis shalat sunnah, kumpulan shalat sunnah
Shalat Sunah Jumat
Disunatkan shalat dua rakaat atau empat rakaat sesudah shalat Jumat.
“Dari lbnu Umar ; “Bahwasannya Nabi Saw. melakukan shalat dua rakaat sudah shalat Jumut di rumah beliau. (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM) 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah, “Nabi Saw. berkata, apabi1a salah seorang diantar kalian telah shalat jumat, hendaklah ia shalat sesudahnya empat rakaat.’ (RIWAYAT MUSLIM DAN LAIN-LAIN)

Shalat Tahiyatul Masjid
Tahiyatul masjid ialah salat menghormati masjid. Salat ini disunatkan bagi orang yang masuk ke masjid, sebelum ia duduk, yaitu sebanyak dua rakaat.

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Qatadah, “Rasulullah Saw. berkata, apabila salah seorang di antara kalian masuk ke masjid, maka janganlah duduk sebelum salat dua rakaat dahulu” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
Shalat Tatkala Akan Bepergian
Orang yang akan bepergian disunatkan salat dua rakaat tatkala ia hendak keluar rumahnya. Begitu juga orang yang baru datang dan bepergian disunatkan pula salat dua rakaat tatkala ia sampai di rumahnya.
 
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah, “Nabi Saw. berkata, apabi1a engkau keluar rumahmu, hendaklah engkau salat dua rakaat, niscaya salat itu akan memeliharamu dari kemasukan kejahatan. Dan apabila engkau masuk ke ,rumahmu, hendaklah engkau salat dua rakaat, maka salat itu akan meneliharamu dari kemasukan kejahatan” (RIWAYAT BAIHAQI, HADIS HASAN) 

Shalat Sunnah Wudu
Apabila selesai dan berwudu, disunatkan salat dua rakaat.

Shalat Duha
Shalat Duha ialah saat sunah dua rakaat atau lebih, sebanyak-banyaknya dua belas rakaat. Shalat ini dikerjakan ketika waktu duha, yaitu waktu matahari naik setinggi tombak -kira-kira pukul 8 atau pukul 9- sampai tergelincirnya matahari. 

“Dari Abu Hurairah. la berkata, “Kekasihku (Rasulullah Saw.) telah berpesan kepadaku tiga macam pesan: (1) Puasa tiga hari setiap bulan, (2) salat duha dua rakaat, dan (3) salat witir sebelum tidur.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Anas, “Nabi Saw berkata, ‘Barang siapa salat duha dua belas rakaat Allah akan membuatkan baginya istana di surga’” (RIWAYAT DARI IBNU MAJAH) 

Shalat Tahajud
Salat Tahajud ialah salat sunat pada waktu malam, lebih baik jika dikerjakan sesudah larut malam, dan sesudah tidur. Bilangan rakaatnya tidak dibatasi, boleh sekuatnya. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah, “Tatkala Nabi Saw. ditanya orang, apakah shalat yang lebih utama selain dari salat fardu yang lima?’Jawab beliau, Salat pada waktu tengah malam” (RIWAYAT MUSLIM DAN LAINNYA)

Firman Allah Swt.:
“Dan pada sebagian malam hari salat Tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (AL-ISRA : 79) 

Shalat Witir
Salat Witir artinya Salat ganjil (satu rakaat, tiga rakaat, lima rakaat, tujuh rakaat, Sembilan rakaat, atau sebelas rakaat). Sekurang-kurangnya satu rakaat, dan sebanyak-banyaknya sebelas rakaat; boleh memberi salam setiap dua rakaat, dan yang terakhir boleh dilakukan satu atau tiga rakaat. Kalau dikerjakan tiga rakaat,jangan membaca tasyahud awal agar tidak serupa dengan salat Magrib. Waktunya yaitu sesudah mengerjakan salat isya sampai fajar. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Ayyub, “Nabi Saw. berkata, Witir itu hak. Maka siapa yang suka mengerjakan lima rakaat kerjakanlah; siapa yang suka mengerjakan tiga rakaat kerjakanlah; dan siapa yang suka mengerjakan satu rakaat kerjakanlah’.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN NASAI)

“Dari Aisyah, “Nabi Saw shalat sebelas rakaat di antara setelah solat Isya sampai terbit fajar. Beliau memberi salam tiap-tiap dua rakaat, dan yang penghabisannya satu rakaat.” (RIWAYAT BUKHAR1 DAN MUSLIM)

Shalat Sunnah Rawatib (Pembagian Dan Waktu Pelaksanaannya)


shalat sunnah rawatib, tata cara shalat sunnah rawatib
Shalat sunah Rawatib ialah shalat sunah yang mengikuti shalat fardu yang lima. Dikerjakan sebelum mengerjakan shalat fardu yang lima atau sesudahnya.

Sunah Rawatib Muakkad (penting)
a. Dua rakaat sebelum Subuh
“Dari Aisyah, “Tidak ada shalat sunah yang lebih dipentingkan oleh Nabi Saw selain dari dua rakaat Subuh.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM )
b. Dua rakaat sebelum shalat Lohor
c. Dua rakaat sesudah shalat Lohor
d. Dua rakaat sesudah shalat Magrib
e. Dua rakaat sesudah shalat Isya

“Dari Abdullah bin Umar. la berkata, “Saya ingat (hafal) dari RasululIah Saw dua rakaat sebelum Lohor, dua rakaat sesudah Lohor, dua rakaat sesudah Magrib, dua rakaat sesudah Isya, dan dua rakaat sebelum Subuh.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Sunat Rawatib Tidak Muakkad (kurang penting) 

a. Dua rakaat sebelum shalat Lohor dan dua rakaat sesudahnya. Jadi, shalat sunat Lohor yaitu empat rakaat sebelumnya dan empat rakaat sesudahnya; dua rakaat penting, sedangkan dua rakaat lagi kurang penting.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ummu Habibah, “Nabi Saw. berkata, ‘Barang siapa mengerjakan shalat empat rakaat sebelum Lohor dan empat rakaat sesudahnya, Allah mengharamkan api neraka baginya” (RIWAYAT TIRMIZI) 

b. Empat rakaat sebelum Asar

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Umar, “Nabi Saw berkata, Allah memberi rahmat kepada seorang manusia yang shalat empat rakaat sebelum Asar’.” (RIWAYAT TIRMIZI) 

c. Dua rakaat sebelum Magrib
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abdullah bin Mugaffal. “Nabi Saw. berkata, ‘shalatlah kamu sebelum Magrib, shalatlah kamu sebelum Magrib.” Kemudian beliau berkata pada yang ketiga kalinya. “Bagi orang yang menghendakinya. (RIWAYAT BUKHARI)

Shalat Khauf (Shalat Ketika Takut Ada Bahaya)

tata cara shalat khauf
Yaitu cara salat ketika sangat mengkhawatirkan kemungkinan adanya bahaya sewaktu sedang salat. Umpamanya pada waktu peperangan bagi tentara yang masuk medan perang, setiap waktu ada kemungkinan berkobarnya pertempuran yang datang dari pihak musuh. Cara salat ketika itu diatur, berbeda dengan salat pada waktu aman. Cara itulah yang dimaksud pada kesempatan ini. 

Cara yang dijalankan oleh Rasulullah Saw. berbeda-beda riwayatnya. Sebagian ahli meriwayatkan tiga cara sedangkan yang lainnya sepuluh macam, ada yang meriwayatkan 16 cara, bahkan ada pula yang meriwayatkan 24 cara. Semua perbedaan itu mungkin telah dikerjakan oleh Rasulullah Saw. karena keadaan pada waktu itu berbeda-beda yang dimaksud sebenarnya ialah salat wajib dikerjakan sebaik mungkin dari penjagaan serta perlawanan terhadap musuh pun tidak dapat dilalaikan atau disia-siakan.

Di sini hanya akan digambarkan tiga cara yang dikerjakan beliau -dengan tidak membantah cara-cara yang lain- yang benar-benar merupakan riwayat yang sah dari Rasulullah Saw. 

1. Cara yang pertama ialah cara salat ketika musuh tidak berada di sebelah kiblat, ketika kita tidak merasa aman karena akan digempur oleh musuh, serta tentara kaum muslim lebih banyak dengan arti jika hanya dengan sebagian tentara muslimin, musuh dapat di hadapi (dilawan). Dalam keadaan seperti ini pemimpin pertempuran hendaklah membagi prajurit-prajurit atas dua bagian sebagian berdiri menjaga di sebelah musuh, dan sebagian yang lain salat satu rakaat mengikuti imam. Apabila imam telah berdiri pada rakaat kedua, bagian ini meneruskan salat masing-masing untuk menyempurnakan rakaat kedua, dan sesudah mereka memberi salam, mereka terus pergi ke arah pihak musuh untuk menjaga musuh. Dan bagian lain yang tadinya menjaga musuh terus salat mengikuti imam yang sedang menunggu.

Kemudian imam meneruskan salat rakaat kedua bersama-sama mereka. Apabila imam duduk untuk membaca tasyahud, mereka yang baru salat satu rakaat meneruskan salat masing-masing untuk rakaat kedua, lalu imam duduk menunggu mereka selesai. Apabila mereka sudah selesai membaca tasyahud, imam memberi salam bersama-sama mereka.

Salat dengan cara seperti ini diatur dan dilakukan oleh Rasulullah Saw. bersama dengan sahabat-sahabat beliau di medan perang yang dinamakan “zatur-Riqa’
“Dari Salih bin Khawwat, dari orang yang salat bersama-sarna Nabi Saw di masa perang “zatur-Riqa”. Ia berkata, “Sesungguhnya sebagian berbaris bersama-sama dengan Nabi Saw. dan sebagian lagi menghadapi nusuh. Maka Nabi Saw salat satu rakaat bersama-sama dengan barisan yang di belakang beliau, kermudian beliau berdiri menunggu. Maka barisan pertama lalu meneruskan salat, kemudian mereka pergi menjaga musuh, dan datang bagian kedua yang tadinya menjaga musuh. Nabi Saw. salat bersama-sama mereka satu rakaat pula menyempurnakan salat beliau. Kemudian mereka menyempurnakan salat masing-masing, lalu Nabi Saw. memberi salam bersama-sama mereka. (RIWAYAT JAMA’AH,  KECUALI IBNU MAJAH).

2. Cara yang kedua ialah ketika musuh ada di sebelah kiblat. Berarti apabila musuh datang menyerang ketika mereka sedang shalat, niscaya akan dapat dilihat. Jika hal seperti itu terjadi hendak pemimpin mengatur tentaranya menjadi dua saf (dua baris) Imam salat bersama-sama kedua shaf itu, membaca takbiratul ihram bersama-sama, membaca bacaan bersama-sama, rukuk bersama-sama, sampai i’tidal rakaat pertama. Kemudian apabila imam sujud hendaklah sujud pula salah satu dari kedua shaf itu mengikuti imam, sedangkan shaf yang lain tetap berdiri menjaga musuh. Apabila imam dan salah satu shaf yang mengikuti imam itu berdiri dari sujud untuk rakaat kedua, maka shaf yang menjaga tadi hendaklah sujud dan segera bangkit menyusul imam pada rakaat kedua untuk membaca bacaan rukuk dan i’tidal bersama-sama. Apabila imam sujud, hendaklah shaf yang pada rakaat pertama menjaga itu sujud pula, dan yang tadinya sujud bersama imam hendaklah sekarang menjaga musuh. Apabila imam duduk, maka shaf yang menjaga itu hendaklah sujud, kemudian duduk pula untuk memberi salam bersama-sama imam dan shaf yang telah duduk bersama imam tadi.

Kalau tentara muslimin itu banyak, tidak ada halangan diatur beberapa shaf. Berarti tidak mesti hanya dua shaf saja, yang penting hendaklah di waktu imam sujud, shaf-shaf itu berganti-ganti mengi kuti imam sujud, sedangkan yang lain menjaga musuh. Umpamanya ada tiga shaf, hendaklah satu setengah shaf mengikuti imam dan satu setengah shaf lagi menjaga musuh. Apabila shaf itu dijadikan empat, hendaklah berganti-ganti dua shaf mengikuti imam dan dua shaf yang lain menjaga musuh, begitu seterusnya. 

Cara salat takut tersebut adalah cara yang diatur oleh Rasulullah Saw. ketika dalam peperangan Usfar, menurut riwayat Abu Dawud dan lainnya.
“Dari Jabir. Ia berkata, “Saya menyaksikan (melakukan) salat Khauf bersama Rasulullah. Beliau mengaturkami menjadi dua shaf di belakang beliau, sedangkan musuh berada di antara kami dengan kiblat. Beliau membaca takbiratul ihram, maka kami semua membaca takbir pula. Kemudian beliau rukuk, kami pun rukuk semuanya. Kemudian beliau bangkit dari rukuk, kami pun bangkit semuanya. Kemudian beliau sujud beserta satu shaf dan shaf yang lain tetap berdiri menjaga musuh. Sesudah selesai beliau sujud beserta shaf yang bersama beliau, shaf yang lain yang tadinya menjaga itu terus sujud, lalu berdiri. Kemudian shaf yang dibelakang maju dan shaf yang di depan mundur. Kemudian beliau rukuk, kami pun rukuk. Kemudian beliau bangkit, kami pun bangkit. Kemudian beliau sujud beserta shaf yang dekat beliau, dan shaf lain yang tadinya sujud bersama-sama dengan beliau itu menjaga musuh. Sesudah beliau selesai dan sujud bersama-sama dengan shaf yang dekat beliau itu, shaf yang lain yang tadi menjaga musuh lalu sujud pula. Kemudian beliau memberi salam, kami pun memberi salam pula selnuanya.” (RIWAYAT AHMAD, MUSLIM, IBNU MAJAH DAN NASAI)

3. Cara yang ketiga ialah apabila keadaan sudah sangat menakutkan dan mengkhawatirkan sehingga untuk membagi tentara berbaris -baris itu tidak mungkin lagi dijalankan, hal itu karena banyaknya musuh pada semua pihak atau pertempuran sedang berkobar sehingga orang yang berkendaraan tidak dapat turun lagi dari kendaraannya; begitu pula orang yang berjalan kaki, sudah tidak dapat berpaling ke kiri atau ke kanan. Maka ketika keadaan sudah demikian rupa, masing-masing dari balatentara boleh salat sendiri-sendiri menghadap kiblat atau tidak menghadap kiblat, sambil berjalan kaki atau berkendaraan. Ringkasnya, boleh shalat menurut kemungkinan masing-masing, karena salat tidak boleh ditinggalkan dan melawan musuh membela diri pun tidak dapat pula diabaikan. 

Setelah Allah Swt. memerintahkan untuk tetap memelihara salat sebaik-baiknya, maka Allah Swt. menerangkan pula cara salat ketika sangat ditakuti akan adanya bahaya. 

Allah berfirman:
“Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (salatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu.” (AL-BAQRAH: 239)

Menurut Tafsir Ibnu Umar, yang dimaksud dengan “berjalan atau berkendaraan” dalam ayat tersebut ialah menghadap atau tidak menghadap kiblat. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah ,nenerangkan” salat takut. Kata beliau, kalau keadaan takut itu sudah sedemikian rupa, maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan’.” (RIWAYAT IBNU MAJAH)
Keutamaan Shalat Sunnah

Salat sunat di tempat yang tersembunyi lebih utama. Oleh sebab itu, salat (sunat) di rumah masing-masing lebih balk daripada di masjid. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Zaid bin Sabit, “Sesungguhnya Nabi Saw telah berkata, ‘Salat yang sebaik-baiknya ialah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat fardu yang lima.” (RIWAYAT JAMA’AH DAN IBNU MAJAH)

Pekerjaan yang terpenting dalam agama Islam ialah salat. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Anas. Nabi Saw. berkata, “Sesungguhnya yang pertama-tama difardukan Allah atas manusia dalam urusan agama mereka ialah salat. Dan yang pertama-tama dihisab pun adalah salat. Allah berfirman, ‘Lihatlah olehmu salat hamba-Ku.’ Maka jika ia sempurna ditulis sempurna. Dan jika ia kurang, Allah berfirman, ‘Adakah bagi hamba-Ku salat sunah?’ Maka jika ada padanya salat sunah, disempurnakanlah yang wajib dengan sunah.” (RIWAYAT ABU YA’LA)

Thursday, 8 September 2016

Apakah Anak Kecil Wajib Zakat Fitrah Dan Zakat Harta ?

zakat bagi anak
Tanya : Apakah anak yang belum akil baligh wajib mengeluarkan zakat fitrah ?

Jawab : Saya sudah sering menyinggung permasalahan yang ada kaitannya dengan zakat, rukun Islam ke empat. Mulai dari jenis kekayaan atau benda-benda yang wajib dizakati, kriteria orang-orang yang berkewajiban, dan tak ketinggalan pula berbagai aturan teknis mengeluarkannya. Karena itu saya tidak perlu mengulang lagi pada kesempatan ini, kecuali hal-hal yang saya anggap perlu. 

Pembahasan akan ditunjukkan langsung pada inti pertanyaan. Dalam hal ini zakat fitrah bagi anak yang belum akil baligh. Sedangkan pada bagian akhir saya akan menyinggung juga zakat harta, mengingat dalam kenyataannya tidak sedikit anak-anak karena mendapat warisan rezeki tidak terduga, memiliki kekayaan melebihi 1 (satu) nishab. 

Jelas, zakat fitrah adalah wajib hukumnya. Dasar hukum tersebut diambil dari Al-Quran, hadis, dan ijma para ulama. 

Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan dari sahabat Ibn Umar ra. bahwasanya Rasulullah Saw. mewajibkan zakat fitrah 1 (satu) sha’ kurma atau 1 (satu) sha’ gandum atas orang yang merdeka, hamba, baik laki-laki maupun perempuan besar ataupun kecil, dari kalangan muslimin. Adapun dalil ijma dari dulu hingga sekarang tidak ada seorang ulama pun mengingkari kewajiban zakat fitrah. 

Ada beberapa kesimpulan yang bisa ditarik dari hadis tersebut. Di samping menjelaskan kedudukan hukum zakat fitrah, hadis tersebut juga menerangkan beberapa jumlah yang harus dikeluarkan dan kepada siapa zakat fitrah dibebankan. Jumlahnya adalah 1 (satu) sha‘ atau kurang lebih dua setengah (2,5) kilogram makanan pokok daerah setempat.

Pihak yang berkewajiban mencakup muslimin secara keseluruhan termasuk di dalamnya anak-anak yang belum akil baligh. Demikian pertanyaan apakah zakat fitrah diwajibkan atas anak yang belum akil baligh, terjawab sudah. 

Namun zakat fitrah di sini tidak dibebankan langsung kepada anak tersebut. Orang tuanyalah yang diwajibkan memenuhinya dengan hartanya sendiri atas nama anaknya. Kecuali kalau anak tersebut memiliki harta, zakat fitrah diambil langsung dari hartanya. 

Demikian antara lain keterangan dalam kitab I’anah Ath-Thalibin Syarah Fath Al-Mu’in pada pembahasan zakat fitrah. Jika zakat fitrah diwajibkan atas anak yang belum akil baligh, apakah hal yang sama juga berlaku untuk jenis zakat lain ? Dengan kata lain, apakah jika dia mempunyai sebidang tanah yang hasilnya telah mencapai 1 (satu) nishab, juga wajib dipungut zakat atasnya? 

Di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat, antara yang mewajibkan dan yang tidak. Yang mewajibkan, seperti ulama Madzhab Syafi’i, lebih melihat zakat dari segi fungsinya, yakni membantu orang yang kekurangan dalam masalah ekonomi (li daf’i al-hajah al-faqir) dan sifat hartanya (al-mal al-zakawi). 

Dasar hukum mereka adalah qiyas (analogi), yakni menyamakan suatu perkara dengan perkara lain dalam hal hukum karena ada ilah (alasan yang sama). 

Untuk lebih jelasnya semua ulama sepakat zakat diwajibkan atas orang akil baligh. Menurut Madzhab Syafi’i (illah) adalah an-numuw, yang artinya hartanya berkembang dan bertambah.

Alasan yang sama juga ditemukan pada harta anak kecil. Karena hartanya juga berkembang dan senantiasa bertambah, zakat diwajibkan juga atasnya. Lain dari itu zakat disyariatkan dalam rangka ikut membantu mencukupi kebutuhan kaum yang memerlukan. Dengan demikian, tidak aneh jika hal ini dibebankan juga atas anak kecil. Malah sekilas hal itu lebih baik mengingat kebutuhan anak kecil relatif sedikit, sehingga jika dikurangi sebagian untuk zakat sama sekali tidak memberatkan. 

Karena masih kecil, orang tuannyalah yang berkewajiban mengeluarkan zakat dari harta anaknya yang belum akil baligh tersebut.

Sebaliknya, ulama yang tidak mewajibkan dalam hal ini Madzhab Hanafi, lebih memandang diri anak yang belum akil baligh dan mengaitkannya dengan masalah taklif. Argumentasi mereka, zakat adalah murni ibadah (ibadah mahdhah), sehingga anak kecil dan karena belum mukallaf maka belum terbebani untuk menunaikannya. 

Perbedaan sudut pandang pada obyek permasalahan yang sama seperti itulah yang sering menimbulkan terjadinya perbedaan dalam mengambil keputusan hukum. 

Melihat kondisi perekonomian masyarakat yang masih mengandung banyak ketimpangan dan kesenjangan di sana-sini, yakni pada saat kemakmuran masih jauh dari harapan, kiranya pendapat pertama layak diperhitungkan dan lebih relevan. Penjelasan lebih lanjut bisa didapatkan pada kitab Al Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba ‘ah.

Tabir Wanita