20. Mengimani dan meyakini ada dan telah adanya Surga dan Neraka, serta menolak anggapan mu’tazilah, Rasionalis dan zionis yang mengatakan Surga dan Neraka tidak ada dan tidak pernah akan ada, sebab Surga adalah hanyalah lambang kebahagiaan dan Neraka lambang penderitaan. Juga menolak anggapan bahwa Surga sekarang belum ada, baru setelah kiamat terjadi Surga dan Neraka baru diciptakan oleh Allah SWT, seperti faham Mu’tazilah. Bukti adanya Surga dan Neraka adalah firman Allah SWT :
“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka dan Fir‘aun beserta kaumnya dikepung Adzab yang sangat pedih. Kepada mereka ditampakkan Neraka pada pagi hari dan petang dan pada hari terjadinya Kiamat (dikatakan kepada Malaikat): Masukkanlah Fir‘aun dan kaumnya ke dalam Adzab yang sangat pedih dan keras” (QS. A1-Mukmin : 45 – 46)
“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka dan Fir‘aun beserta kaumnya dikepung Adzab yang sangat pedih. Kepada mereka ditampakkan Neraka pada pagi hari dan petang dan pada hari terjadinya Kiamat (dikatakan kepada Malaikat): Masukkanlah Fir‘aun dan kaumnya ke dalam Adzab yang sangat pedih dan keras” (QS. A1-Mukmin : 45 – 46)
21. Mengimani dan mempercayai bahwa Allah SWT dapat dilihat oleh penduduk surga di akhirat kelak. Firman Allah SWT :
“Wajah-wajah orang-orang mukmin pada hari itu berseri-seri kepada Tuhannya mereka melihat” (A1-Qiyamah :22-23)
Dalam Hadits dan Abu Hurairah ia berkata:
“Adalah salah seorang shahabat bertanya pada Nabi saw, Rasulullah, apakah kami dapat melihat Tuhan kami pada hari kiamat kelak? Nabi saw, menjawab. “Apakah kamu terhalang melihat bulan pada malam purnama?” mereka menjawab “tidak” nabi saw, bertanya “Apakah kamu terhalang melihat Matahari yang tidak terhalang oleh awan ?“ mereka menjawal, “tidak” nabi saw, bersabda:” sesungguhnya kalian tidak terhalang melihat Allah sebagaimama kamu tidak terhalang melihat bulan dan Matahari” (HR. Bukhan dan Muslim -Tafsir ibnu Katsir IV/578-)
22. Mengimani dan meyakini bahwa Ummat Islam dan Ummat Muhammad bila telah meninggal dunia masih mendapat manfa’at dan amal perbuatannya semasa hidup dari amal orang lain yang pahalanya dihadiahkan kepadanya. Dan menolak faham orientalis, Rasionalis, Sekularis yang mengatakan bahwa manusia bila telah meninggal dunia tidak mendapat manfa’at apapun dari yang hidup. Maka menurutnya orang mati tidak perlu dido’akan, tidak diberi hadiah pahala, tidak perlu dimintakan ampunan atas dosanya dan lain-lain, karena menurut mereka itu semua tidak sampai, padahal Al-qur’an dan sunnah menganjurkannya.
Faham orientalis dan rasionalis tersebut telah menyalahi Al-qur’an dan sunnah Rasul, sebab Allah SWT memerintahkan kepada nanusia untuk selalu mendo’akan kepada saudaranya sesama Muslim.
Allah SWT berfiirman:
“Dan orang-orang yang datang setelah mereka mengatakan: Ya.. Allah ampunilah dosa kami dari dosa-dosa saudara kami yang telah terlebih dahulu beriman dan jangan Engkau jadikan hati kami dengki terhadap orang-orang yang beriman (tidak mau mendo‘akan) wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha bijaksana“ (Q. S. Al-Asyr: 10)
Allah SWT berfirman.
“Dan mohonlah ampunan kepada Allah atas dosa-dosamu dan dosa-dosa yang diperbuat oleh orang-orang mukmin dan Mukminat”. (Q. S. Muhammad 19)
“Dan mohonlah ampunan kepada Allah atas dosa-dosamu dan dosa-dosa yang diperbuat oleh orang-orang mukmin dan Mukminat”. (Q. S. Muhammad 19)
23. Tidak membuat syari’at atau ajaran agama sendiri dengan mengatas namakan Islam, dan menjadikan pemimpin alirannya sebagai nabi atau salah seorang oknum nabi atau menilainya mempunyai otoritas kenabian atau bahkan menganggapnya mempunyai otoritas ketuhanan, atau menganggap derajat para Amir atau Imamnya sama dengan derajat para nabi atau bahkan sama dengan derajat Tuhan atau menganggap bahwa omongan Imam atau Amirnya sama atau bahkan lebih tinggi dari Al-qur’an dan sunnah Nabi . dan lain-lain.