Menghancurkn Berhala
QS. Maryam: 41.-50, A1-Anbiyaa’: 51-71
Setelah beranjak dewasa, orangtua Ibrahim membawa Ibrahim pulang ke kampung halamannya. Di kampung halamannya Ibrahim melihat banyak patung yang disembah oleh kaumnya. Ayahnya sendiri adalah seorang pembuat patung berhala. Ayahnya sangat bangga dengan pekerjaannya.
Setiap hari, dia melihat ayahnya membuat patung berhala. Lalu, patung-patung itu disembah oleh kaumnya sendiri. Ibrahim yang telah diberi petunjuk oleh Allah, tidak tinggal diam melihat kelakuan kaumnya itu.
Ketika ayahnya dan teman-temannya sedang membuat patung, Ibrahim menghampiri mereka.
“Hai Ibrahim, bantulah ayahmu membuat patung ini,” ucap salah seorang teman ayahnya.
“Sebelum membantu, aku ingin bertanya sesuatu kepada kalian,” ujar Ibrahim.
“Apa yang ingin kamu tanyakan?” tanya ayahnya.
“Apakah patung-patung ini akan kalian sembah?” Ibrahim balik bertanya.
“Tentu saja, sudah sejak zaman nenek moyang kita patung-patung ini menjadi sesembahan.”
“Kenapa kalian menyembah sesuatu yang dapat kalian buat. Sungguh, kalian berada dalam kesesatan. Patung itu tidak dapat mendengar, melihat, atau menolong kalian....”
Mereka berseru dengan marah, “Apa yang kamu katakan, Ibrahim? Kamu jangan mempermainkan kami!
“Tahukah kalian siapa yang seharusnya kalian sembah? Dialah Allah yang telah menciptakan alam semesta ini, mengatur langit dan bumi. Aku siap menjadi saksi atas kebenaran tersebut.”
Mendengar perkataan Ibrahim, mereka sangat marah. Beruntung Azar berhasil meredakan kemarahan mereka. Azar segera menyuruh Ibrahim pulang. Di rumah, Ibrahim melihat Ibunya melakukan sesuatu. “Apa yang sedang Ibu kerjakan?” tanyanya penasaran.
“Malam ini, kita akan melakukan persembahan kepada berhala,” jawab ibunda Ibrahim. Ibrahim pun tersenyum. Dia mendapat akal untuk menyadarkan kesalahan kaumnya.
Pada saat semua orang sedang sibuk mempersiapkan persembahan, Ibrahim menyelinap masuk ke dalam tempat penyimpanan berhala-berhala tersebut. Ibrahim membawa kapak milik ayahnya. Dia segera menghancurkan berhala-berhala yang ada di tempat tersebut. Namun, dibiarkannya salah satu patung yang paling besar. Ibrahim kemudian menggantungkan kapak tersebut di bahu si patung.
Setelah itu, Ibrahim langsung pulang ke rumahnya. Begitu kaumnya selesai menyiapkan sesembahan, mereka kaget melihat patung-patung yang sudah hancur. “Siapa yang berbuat seperti ini kepada Tuhan kita? Dia sudah berbuat aniaya!”
Kemudian, di antara mereka ada yang berkata, “Kami dengar ada seorang anak yang menghina dan mencela Tuhan kita, namanya Ibrahirn.”
Setiap hari, dia melihat ayahnya membuat patung berhala. Lalu, patung-patung itu disembah oleh kaumnya sendiri. Ibrahim yang telah diberi petunjuk oleh Allah, tidak tinggal diam melihat kelakuan kaumnya itu.
Ketika ayahnya dan teman-temannya sedang membuat patung, Ibrahim menghampiri mereka.
“Hai Ibrahim, bantulah ayahmu membuat patung ini,” ucap salah seorang teman ayahnya.
“Sebelum membantu, aku ingin bertanya sesuatu kepada kalian,” ujar Ibrahim.
“Apa yang ingin kamu tanyakan?” tanya ayahnya.
“Apakah patung-patung ini akan kalian sembah?” Ibrahim balik bertanya.
“Tentu saja, sudah sejak zaman nenek moyang kita patung-patung ini menjadi sesembahan.”
“Kenapa kalian menyembah sesuatu yang dapat kalian buat. Sungguh, kalian berada dalam kesesatan. Patung itu tidak dapat mendengar, melihat, atau menolong kalian....”
Mereka berseru dengan marah, “Apa yang kamu katakan, Ibrahim? Kamu jangan mempermainkan kami!
“Tahukah kalian siapa yang seharusnya kalian sembah? Dialah Allah yang telah menciptakan alam semesta ini, mengatur langit dan bumi. Aku siap menjadi saksi atas kebenaran tersebut.”
Mendengar perkataan Ibrahim, mereka sangat marah. Beruntung Azar berhasil meredakan kemarahan mereka. Azar segera menyuruh Ibrahim pulang. Di rumah, Ibrahim melihat Ibunya melakukan sesuatu. “Apa yang sedang Ibu kerjakan?” tanyanya penasaran.
“Malam ini, kita akan melakukan persembahan kepada berhala,” jawab ibunda Ibrahim. Ibrahim pun tersenyum. Dia mendapat akal untuk menyadarkan kesalahan kaumnya.
Pada saat semua orang sedang sibuk mempersiapkan persembahan, Ibrahim menyelinap masuk ke dalam tempat penyimpanan berhala-berhala tersebut. Ibrahim membawa kapak milik ayahnya. Dia segera menghancurkan berhala-berhala yang ada di tempat tersebut. Namun, dibiarkannya salah satu patung yang paling besar. Ibrahim kemudian menggantungkan kapak tersebut di bahu si patung.
Setelah itu, Ibrahim langsung pulang ke rumahnya. Begitu kaumnya selesai menyiapkan sesembahan, mereka kaget melihat patung-patung yang sudah hancur. “Siapa yang berbuat seperti ini kepada Tuhan kita? Dia sudah berbuat aniaya!”
Kemudian, di antara mereka ada yang berkata, “Kami dengar ada seorang anak yang menghina dan mencela Tuhan kita, namanya Ibrahirn.”
“Bawalah dia kemari agar kita mendengar pengakuannya,” sahut yang lain dengan nada marah.
Ibrahim dibawa ke hadapan mereka. Kemudian, mereka bertanya, “Apakah engkau yang telah melakukan semua mi terhadap Tuhan kami?”
Ibrahim pun menjawab, “Bukan aku yang melakukannya, melainkan patung besar itu. Coba saja tanyakan kepadanya.”
Mendengar perkataan Ibrahim, mereka menjadi bingung. Lalu, mereka berkata, “Bagaimana kita bisa bertanya kepadanya, bila ia tidak bisa menjawab kami?”
Kemudian Ibrahim menjawab, “Apakah kalian pantas menyembah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun kepada kalian?”
Walaupun perkataan Ibrahim benar, namun mereka tidak mau mendengarkan. Mereka meminta raja untuk menghukum mati Ibrahim.