Friday, 9 October 2015

Nabi Sebagai Penggembala Kambing

Sejak kecil Nabi Muhammad ralin bekerja. Beliau sudah belajar bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan nabi ketika masa kecil adalah mengembala kambing. Kambing-kambing yang beliau gembalakan adalah milik paman dan beberapa orang Mekah yang dipercayakan kepada beliau.

Nabi Muhammad berhasil menjalankan pekerjaan ini. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah kambing yang gemuk dan tebal bulunya serta banyak menghasilkan susu yang sangat dibutuhkan masyarakat ketika itu.

Dengan menggembala kambing ini Nabi Muhammad sesungguhnya telah belajar memimpin. Menggembala harus dilakukan dengan sabar. Menggembala harus dilakukan dengan penuh kasih sayang. Sebagai penggembala juga harus berani melindungi binatang yang digembalakan. Karena itu Nabi Muhammad kelak berhasil menjadi rasul pilihan AIIahSWT.

Beberapa sifat terpuji nabi yang dimiliki sejak kecil adalah:

1. Tidak sombong
2. Pemaaf
3. Sabar dan tabah
4. Kasih sayang kepada sesama
5. Tidak pernah berbuat tercela
6. Tidak pernah menyembah berhala 

Sebagai umat Islam sudah seharusnya kita mencontoh sifat dan perilakti Nabi Muhammad SAW, dalam kehidupan sehari-hari.

Mambiasakan Bersholawat sebagai Wujud Kecintaan Kepada Nabi Muhammad SAW

Kata Sholawat dalam bahasa Arab adalah jamak dari kata sholat yang artinya adalah Do’a, keberkahan, kemuliyaan, kesejahteraan dan ibadah, seperti dalam Al-Qur’an disebutkan pada surat Al-Ahzab ayat 56
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hal orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

Nabi Muhammad SAW. Adalah nabi pembawa ajaran Allah, pembawa ajaran kebaikan, pembawa petunjuk bagi manusia agar beriman dan berakhlak mulia. Untuk itu kita sebagai umatnya wajib memuliyakan dan memujinya, yaitu salah satunya adalah dengan bersholawat.

Maka bersholawatlah semata-mata untuk mendapatkan keridloan Allah semata. Karena dengan bersholawat kepada Nabi semoga kita mendapatkan syafaat dan Ridlo Allah SWT, amin.
Rangkuman
  1. Muhammad adalah anggota kabilah Bani Hasyim. Kabilah ini memiliki kedudukan yang mulia di kalangan suku Quraisy. Kakek Muhammad yang bernama Abdul Muthalib merupakan salah satu kepala suku Quniasy.
  2. Ayah Muhamad bernama Abdullah. Ia merupakan salah satu putra Abdul Muthalib. Ibu Muhammad bernama Aminah binti Wahab. Ia berasal dari kabilah Bani Zuhrah. Baik dari garis keturunan ayah maupun ibunya, Muhammad merupakan keturunan Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim.
  3. Muhammad lahir pada malam menjelang dini hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun gajah atau yang bertepatan dengan 20 April 571 Masehi.
  4. Muhammad kemudian diasuh oleh Halimah as-Sa’diyah sampai usia empat tahun.
  5. Sejak kanak-kanak, Muhammad sudah menunjukkan tanda-tanda kenabian. Muhammad sudah pandai berjalan pada usia 5 bulan. Ia juga telah pandai berbicara ketika berusia 9 bulan.
  6. Aminah binti Wahab, Ibu Muhammad meninggal di Kampung Abwa setelah berziarah ke makam Abdullah di kota Yasrib.
  7. Muhammad kemudian diasuh oieh Abdul Muthalib. Setelah Abdul Muthalib meninggal, Muhammad diasuh oleh Abu Thalib.

Thursday, 8 October 2015

Apa Hukum Membaca Al-Quran Tengah Malam ?

Tanya : Sudah menjadi kebiasaan di kampung kami atau juga di mayoritas tempat di tanah air menggunakan bulan Ramadhan sebagai bulan kesempatan beramal. Intensitas beramal semakin padat bahkan hingga malam hari. Yang kami tanyakan, apakah mèmbaca Al-Quran tengah malam dengan menggunakan pengeras suara (soud speaker) diperbolehkan oleh agama?

Jawab : Bulan puasa adalah bulan ibadah dan pahala segala macam ibadah dilipatgandakan oleh Allah. Dalam jangka pendek, bulan puasa diharapkan mampu mencetak pribadi muslim yang bertakwa. Perhatikan arti ayat berkut ini:
Artinya: ‘Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. “(QS. A1-Baqarah: 183)

Dalam jangka panjang, bulan Ramadhan ini merupakan momentum untuk melakukan investasi ukhrawi dengan beribadah sebanyak, sesering, dan sebagus mungkin.

Salah satu ibadah utama adalah membaca Al-Quran. Membaca Al-Quran meskipun tidak disertai pemahama makna, tetap bernilai ibadah yang menjanjikan pahalai meskipun tentu akan sangat lebih baik jika setiap pembacaan dibarengi pemahaman arti dan pesannya, lalu dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, semangat tadarrus Al-Quran pada bulan Ramadhan patut disambut baik, bukan saja karena membaca Al-Quran adalah ibadah utama, tetapi juga karena adanya anjuran untuk menyemarakkan Ramadhan, antara lain dengan bacaan Al-Quran itu. Bahwa dalam pelaksanaannya terdapat potensi “gangguan” terhadap lingkungan (Al-Quran dibaca sampai lewat tengah malam dengan pengeras suara), penting pula untuk mendapatkan perhatian, agar sebuah niat baik tidak justru hadir sebagai gangguan bagi orang lain yang, misalnya, menghendaki istirahat yang layak setelah seharian bekerja.

Pertanyaan ini sudah mengemuka sejak dulu: manakah yang lebih utama, membaca Al-Quran dengan suara keras ataukah pelan saja?

Imam Nawawi menyatakan dalam At-Tibyan fi Adab Hamalah Al-Quran, ada banyak hadis yang dapat dijadikan dalil keutamaan membaca dengan keras, banyak pula yang menganjurkan sebaliknya. Jenis pertama di antaranya adalah:
Artinya: “Hiasilah Al-Quran dengan suaramu.“ (Riwayat Abu Dawud, Nasai, dan lain-lain)

Sayyidina Ali lbn Abi Thalib ketika mendengar gemuruh suara orang-orang membaca Al-Quran di masjid berkomentar : “Alangkah beruntungnya mereka. Mereka adalah orang yang paling dikasihi Rasulullah.”
Sementara dari jenis kedua kita dapatkan hadis berikut.
Artinya: “Orang yang membaca Al-Quran keras-keras itu seperti orang yang bersedekah secara terang-terangan. Dan orang yang membaca pelan-pelan itu seperti orang yang bersedekah sembunyi-sembunyi.” (Riwayat Abu Dawud, Turmudzi dan Nasai)

Padahal umum dimaklumi, sedekah secara sembunyi-sembunyi lebih diutamakan. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam suràt Al-Baqarah: 271 scbagai berikut :
Artinya: “Jika kamu menampakkan sedekah (mu,), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya, dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 271)

Bagaimana memaknai dan memahami perbedaan yang terdapat pada kedua jenis teks sumber hukum di atas, mengingat tingkat validitas keduanya dapat dianggap sama?

Imam Ghazali mengkompromikan perbedaan itu dengan melakukan pemilahan: (1) Mereka yang khawatir terjatuh dalam sikap riya (beribadah untuk pamer) lebih baik membaca dengan pelan-pelan, karena bacaan yang pelan akan lebih mengamankan pembacanya dari tendensi niya (2) mereka yang tidak khawatir nya lebih baik membaca dengan suara keras, karena dengan bacaan yang keras, orang lain bisa ikut mendengarkan. Jadi, manfaatnya lebih luas. Menurut kaidah fikih, ibadah yang bermanfaat luas lebih utama daripada yang terbatas (al-muta’addi afdhal min al-qashir).

Tetapi di samping nilai ibadah itu sendiri, patut dipertimbangkan pula faktor-faktor lain yang terkait dengannya, misalnya hak masyarakat untuk memperoleh ketenangan. Inilah yang dimaksud Ali Ibn Muhammad dalam Fath Al-Karim Al-Mannan ketika menyatakan bahwa bacaan yang pelan lebih utama, jika bacaan keras mengganggu orang lain yang tengah melakukan shalat atau “sekedar” tidur.

Dalam setiap tindakan kita, selalu ada tuntutan untuk bersikap bijak, yaitu melakukan sesuatu yang baik, pada waktu yang baik dan dengan cara yang baik pula. Termasuk dalam hal ini adalah beribadah. Karena Islam hadir sebagai rahmat, maka ibadah (sebagai pengejawantahan formalnya) tentu harus menjadi rahmat pula.

Hukum Dan Dalil Shalat Berjamaah

Apabila dua orang salat bersama-sama dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain, keduanya dinamakan salat berjamaah.

Orang yang diikuti (yang di hadapan) dinamakan imam, sedangkan yang mengikuti di belakang dinamakan makmum.
Firman Allah Swt.:
“Dan apabila katnu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dan mereka berdiri (salat) bersamamu.” (AN-NISA: 102)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda, “Kebaikan salat berjamaah melebihi salat sendirian sebanyak 27 derajat.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

“Sahabat Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa seorang tunanetra datang kepada Nabi Saw, lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak menemukan seseorang yang menuntunku ke masjid. “Maka Nabi Saw. memberikan kemurahan (dispensasi) kepadanya. Ketika ia berpaling Nabi Saw. memanggilnya, lalu bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan (azan) untuk salat?” Ia menjawab “Ya.” Nabi Saw bersabda, “Penuhilah seruannya.” (RIWAYAT MUSLIM)

“Dari Abu Hurairah. Nabi Saw. telah berkata, “Seandainya tidak ada perempuan-perempuan dan salat berjamaah di rumah, aku kerjakan salat Isya di masjid. Dan aku suruh pemuda-pemudaku untuk membakar rumah-rumah itu dengan segala isinya.”

Hukum salat berjamaah
Sebagian ulama mengatakan bahwa salat berjamaah itu adalah fardu‘ain (wajib‘ain), sebagian berpendapat bahwa salat berjamaah itu fardu kifayah, dan sebagian lagi berpendapat sunat muakkad (surat istimewa). Yang akhir inilah hukum yang lebih layak, kecuali bagi salat Jumat. Menurut kaidah persesuaian beberapa dalil dalam masalah ini, seperti yang telah disebutkan di atas, pengarang Nailul Autar berkata, “Pendapat yang seadil-adilnya dan lebih dekat kepada yang betul masalah salat berjamaah itu sunat muakkad.”

Bagi laki-laki, salat lima waktu berjamaah di masjid Iebih baik daripada salat berjamaah di rumah; kecuali salat sunat, maka di rumah lebih baik. Bagi perempuan, salat di rumah lebih baik karena hal itu lebih aman bagi mereka.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Hai manusia, salatlah kamu di rumah kamu masing-masing. Sesungguhnya sebaik-baik salat ialah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat lima waktu (maka di masjid lebih baik).” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Janganlah kamu melarang perempuan-perempuanmu ke masjid, walaupun rumah mereka (perempuan) lebih baik bagi mereka buat beribadat.” (RIWAYAT ABU DAWUD)

Catatan Penting :
1. Salat berjamaah, makin banyak dikerjakan makin baik.
“Dari Ubay bin Ka’ab. Ia berkata, “Rasulullah Saw. telah berkata ‘Salat seorang laki-laki beserta seorang laki-laki lebih banyak ganjarannya daripada ia salat seorang diri. Dan salat seorang laki-laki beserta dua orang laki-laki lebih banyak ganjarannya daripada ia salat bersama-sama dengan seorang laki-laki saja. Manakala jamaah lebih banyak, maka jamaah itu lebih dikasihi Allah’. (RIWAYAT AHMAD, ABU DAWUD DAN NASAI)

2. Masih mendapat kebaikan berjamaah bila makmum masih dapat mengikutinya sebelum imam memberi salam. Akan tetapi, makmum yang mengikuti dan mula-mula mendapat ganjaran lebih banyak daripada makmum yang mengikuti kemudian. 

3. Imam hendaklah merngankan salatnya, kecuali kalau makmumnya hanya terdiri atas kaum yang terbatas banyaknya dan mereka suka bila diperpanjang.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila salah seorang di antara kamu menjadi imam, hendaklah diringankan salatnya karena manusia itu ada yang tua, kecil, lemah, dan ada yang mempunyai keperluan lain. Apabila seseorang di antara kamu salat sendirian, maka bolehlah ia memanjangkan salatnya sekehendaknya.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Kalimat Dan Arti Takbir

Lafad Takbir adalah “Allahu Akbar” Artinya “Allah Maha Besar

Diucapkan ketika kita melihat atau mengalami sesuatu yang menakjubkan, yang menunjukkan kebesaran Allah SWT.

Takbir artinya mengakui kebesaran Allah. Jika seseorang telah mengucapkan kalimat takbir berarti seseorang itu telah berikrar bahwa dirinya hanyalah seorang yang kerdil, lemah, dan tiada berdaya ketika dihadapan Allah SWT.

Allahu Akbar artinya Allah Maha Besar. Kebesaran Allah SWT mungkin dapat dibandingkan dengan kebsaran makhlukNya. Allahu akbar termasuk kalimat thayyibah.

Kamu telah membaca, bahwa kalimat Allahu akbar dalam azan diucapkan sebanyak enam kali diucapkan di awal azan dan dua kali diucapkan menjelang akhir azan.

Mengapa kalimat Allahu akbar dalam azan diucapkan sampai delapan kali? karena azan adalah panggilan yang ditunjukan kepada kaum muslimin untuk menunaikan ibadah shalat, yakni menyembah Allah SWT. tiada tuhan yang patut disembah kecuali Allah SWT yang maha besar. Allah SWT menciptakan alam semesta ini dan dia pula yang memeliharanya. Dia tiada berawal dan juga tiada berakhir.

Suara takbir sering kita dengar pada waktu kumandang adzan, bahkan waktu hari raya idul fitri maupun adha, kumandang takbir bersautan di penjuru tanah air, di mushallah, masjid, rumah-rumah pendudu begitu agungnya nama Allah, sehingga semua manusia menyebutnya, kita merasa bahwa kebesaran Allah tiada tanding.

Seperti bacaan takbir berikut yang kita sering kumandangkan ketika han raya idul fitni dan idul adha.
“Allaahu akbar.. Allaahu akbar.. Allaahu akbar. Laa  ilaaha illallaahu watlaahu akbar. Allaahu akbar walillaahil hamd.

Artinya : Allah maha besar (3X), Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar, Allah maha besar dan segala puji bagi Allah.

 Kalimat takbir di ucapkan ketika:
  1. Melihat ketakjuban kebesaran ciptaan Allah SWT seperti melihat keindahan, lautan yang terbentang luas, langit di malam hari yang di penuhi dengan cahaya rembulan dan bintang-bintang.
  2. Dzikir setelah shalat fardhu
  3. Pada waktu Azan
  4. Ketika mengumandangkan Takbir
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya." (Al-Hadits)

Nabi Muhammad Dalam Masa Asuhan

Menurut kebiasaan orang Arab, anak-anak yang baru lahir disusukan kepada wanita desa. Udara desa yang bersih sangat baik bagi pertumbuhan anak. Pergaulan masyarakat desa juga sangat baik. Penduduk mekah berharap, anak-anak mereka dapat tumbuh sehat dan memiliki sopan Santun yang baik. Selain itu anak-anak akan lebih fasih berbahasa arab apabila mereka tinggal di desa. Demikian juga Muhammad.

Ketika Muhammad lahir, ibu-ibu dari desa Sa’ad datang ke Mekah. Mereka menghubungj keluarga-keluarga yang akan menyusukan anaknya. Desa Sa’ad terletak kira-kira 60 km dari Mekah dan dekat dengan Taif. Desa itu tertetak di daerah pegunungan sehingga udaranya tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas.

Ibu-ibu berharap dapat mengasuh anak-anak orang kaya, sehingga mendapatkan upah yang banyak. Di antara ibu-ibu itu terdapat wanita bernama Halimah binti Abi Dua’ib as-Sa’diyah. Keluarganya termasuk miskin. Ia juga berharap bisa mengasuh anak orang kaya. Oleh karen itu, ketika menemui Aminah, ia belum mengambil keputusan karena Aminah juga orang miskin. Kemudian Halimah menemui suaminya yang bernama Haris. Halimah berkata bahwa ia telah keluar masuk lorong untuk mencari anak asuh. Akan tetapi, Halimah tidak menemukan anak, kecuali seorang anak yatim. Halimah mengatakan bahwa ia tidak sanggup mengasuhnya karena orang tuanya miskin.

A. Dalam Asuhan Halimah Assa’diyah
Sudah menjadi kebiasaan orang Arab ketika itu untuk mencari seorang Ibu yang mau menyusui bayi yang baru lahir. Tersebutlah seorang wanita dari Bani Saad yang bernama Halimah. Wanita itu sabar dan berbudi luhur. Ia tinggal di dearah yang subur, udaranya sejuk dan pemandangan alamnya indah.

Wanita itulah yang kemudian menyusui Nabi Muhammad SAW, setelah selama tiga hari disusui oleh Ibunya. Halimah mengasuh nabi dengan penuh kasih sayang. Ia tanamkan budi bahasa yang lemah lembut dan sifat sabar kepada Nabi Muhammad. Halimah sangat menyayangi nabi begitu juga Nabi sangat menyayangi kepada Ibu Halimah beserta keluarganya.

Halimah sering membawa nabi, ke Mekah untuk menjeguk ibunya begitu pula sebaliknya. Halimah semakin sayang kepada nabi setelah ia melihat nabi tumbuh menjadi anak yang sehat, cerdas, dan lemah lembut tutur bahasanya serta berjiwa penyayang kepada setiap orang. Apalagi selama nabi tinggal bersamanya rezeki keluarga itu semakin bertambah.

Akan tetapi suatu hari ada kejadian yang luar biasa dan membuat Halimah harus mengembalikan nabi ke pangkuan ibunya. Peristiwa itu bermula pada suatu hari nabi sedang bermain, tiba-tiba didekati oleh orang asing yang berpakaian serba putih bersih. Orang itu kemudian membawa nabi ke suatu tempat dan segera membersihkan dada nabi. Halimah khawatir peristiwa itu akan terulang, sehingga beliau harus mengembalikan nabi kepada ibunya Nabi Muhammad SAW,ketika berusia 4 tahun.

B. Dalam Asuhan Siti Aminah

Dapatkah kamu bayangkan betapa bahagia perasaan nabi dan ibunya setelah berpisah sekian tahun lamanya, kemudian dipertemukan kembali dalam keadaan sehat. Hari-hari bersama ibunya dilalui nabi dengan damai dan tenang. Siti Aminah mengasuh puteranya dengan sabar dan penuh kasih sayang. Begitu juga Nabi Muhammad sangat sayang kepada ibunya.

Suatu hari ibunya mengajak Nabi Muhammad pergi ke Yastrib. Yastrib adalah nama lain kota Madinah. Kepergian mereka ke Madinah adalah untuk berziarah ke kubur ayah nabi yang bernama Abdullah. Selain untuk berziarah juga untuk mengunjungi keluarga. Ketika itu umur nabi sudah 6 tahun. Bersama mereka adalah hamba sahaya yang bemama Ummu Aiman.

Dalam perjalanan pulang, disuatu tempat yang bernama Abwa Siti Aminah jatuh sakit. Beliau kemudian dirawat ditempat itu juga. Nabi sangat bersedih melihat kondisi tubuh ibunya semakin hari makin lemah. Baru saja terobati kerinduan nabi melihat kubur ayahnya, kini harus menunggui ibunya sakit. Dalam hati nabi terus berdoa semoga ibunya diberi kesembuhan.

Rupanya di tempat itu pula nabi harus berpisah dengan ibu tercinta buat selama-lamanya. Ibunya kini telah meninggal dan segera dikuburkan. Nabi hanya mampu menitikkan air mata kesedihan. Ayah telah tiada, kini ibupun menyusul pula. Beliau benar-benar telah menjadi yatim piatu pada usia yang sangat muda 6 tahun.

Ummu Aiman menggandeng nabi pulang kembali ke Mekah. Dalam perjalanan pembantu nabi ini menaruh rasa kasihan yang amat dalam. Setelah tiba di Mekah diserahkan kepada kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Di tempat itulah Ummu Aiman turut mengasuh nabi hingga dewasa.

C. Dalam Asuhan Abdul Muthalib
Apa yang kamu rasakan ketika mengetahui pada umur 6 tahun nabi sudah ditinggal ayah dan ibunya? Pasti kita ikut bersedih bukan? Nabi juga mengalami kesedihan itu. Sekarang beliau harus hidup dengan kakeknya yang sudah sangat tua. Meskipun sudah sangat tua, tetapi Abdul Muthalib mengasuh nabi dengan penuh rasa kasih sayang. Karena itu nabi lambat laun dapat melupakan kesedihan hatinya, bahkan sering terhibur dengan cerita-centa kakeknya yang pemberani dan penuh pengalaman ketika masih muda.

Rupanya candaan dan gelak tawa bersama kakek tercinta tidak berlangsung lama. Baru kemarin rasanya nabi ditinggal oleh ibunya. Kini baru dua tahun bersama kakeknya, beliau harus menghadapi kenyataan lain. Kakeknya yang sangat beliau kagumi dan sayangi juga dipanggil oleh Allah Yang Maha Kuasa. Orang tua yang baik itu telah meninggal dalam usia 80 tahun. Nabi hanya tertunduk dengan cucuran air mata kesedihan. Satu demi satu orang yang disayangi dipanggil oleh-Nya. Nabi berdoa dan harus terus berdoa semoga beliau diberi ketabahan menjalani hidup yang masih panjang.

Meninggalnya Abdul Muthalib bukan hanya kehilangan besar bagi Nabi Muhammad tetapi juga bagi penduduk kota Mekah. Mereka merasa kehilangan seorang pemimpin besar yang sabar, baik hati, bijaksana, pemberani, cerdas dan tekun ibadah.

D. Dalam Asuhan Abu Thalib
Sekarang Nabi Muhammad sudah semakin mengerti setelah ditinggal oleh ibu dan kakeknya. Sesuai dengan pesan kakeknya, maka Nabi Muhammad harus ikut pamanya yang bernama Abu Thalib. Kesungguhan dan kasih sayang Abu Thalib mengasuh nabi tidak berbeda dengan kesugguhan mengasuh anak kandungnya sendiri. Nabi merasa dikasihi seperti anaknya sendiri, sehingga nabi menganggap Abu Thalib seperti ayah kandung. Nabi sangat sayang karena merasa dibimbing dan dilindungi pamannya.

Abu Thalib adalah bangsawan Quraisy yag terpandang dan berpengaruh dikalangan mereka. Pekerjaan beliau sebagai pedagang yang cukup berhasil dan sering berdagang ke negeri Syam.

Sejak nabi ikut pamannya itu nabi sering diajak berdagang ke negeri Syam. Selama perjalanan ikut pamannya itu nabi banyak belajar tata cara berdagang yang baik, jujur dan adil.

Kaum Penyembah Berhala (Kisah Dalam Al-Quran)


Kaum Penyembah Berhala
QS. Asy-Syu’raa’: 105-122, Nuh: 1-28, Al-Ankabut: 14-15, Huud: 25-48

Berabad-abad kemudian, manusia semakin bertambah banyak. Sekelompok manusia mulai menguasai alam semesta tanpa mengingat Allah. Padahal, Allah yang telah menciptakan manusia dan alam semesta ini. Manusia mulai lupa dengan ajaran yang dibawa oleh para Nabi. Mereka
berbuat syirik (menyekutukan Allah) dan lalai dari menyebah Allah.

Allah pun mengutus Nabi Nuh untuk menyerukan kebenaran. Nabi Nuh mengajak agar umatnya kembali kepada Allah dan meninggalkan berhala-berhala yang mereka sembah. Namun, umatnya ternyata begitu ingkar. Mereka lebih suka menyembah patung yang tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka percaya, patung-patung itu memiliki kekuatan yang dapat menolong mereka dalam kesulitan.

Kaum Nabi Nuh menamai patung-patung berhala mereka Wadd, Suwa’, Ya’uq, Yaguts, dan Nasr. Nabi Nuh berusaha keras mengajak kaumnya untuk meninggalkan perbuatan syirik dan kembali menyembah Allah. Nabi Nuh juga berusaha mengajarkan mereka untuk berbuat kebaikan dan meninggalkan kemungkaran. Namun, kaumnya tetap menolak, bahkan berbalik mengejek Nabi Nuh.

Nabi Nuh mengajak umatnya untuk menyadari kekuasaan Allah dengan memperhatikan ciptaan-ciptaan-Nya. Lihat saja alam semesta ini dengan langit berikut matahari, bulan, dan bintang-bintang yang menghiasinya. Belum lagi bumi dengan segala kekayaan yang ada di atas dan di bawahnya, serta pergantian siang menjadi malam dan sebaliknya. Semuanya merupakan bukti kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mau berpikir.

Nabi Nuh juga memberitakan kepada kaumnya bahwa manusia akan menerima ganjaran atas semua amalannya di dunia. Orang yang berbuat kebaikan akan mendapatkan pahala dan surga sementara orang yang berbuat kejahatan akan mendapat murkadan neraka. Dengan kesabaran yang tinggi, Nabi Nuh tidak bosan-bosan menyampaikan kebenaran walaupun banyak di antara kaumnya yang membangkang. Kadang kala, Nabi Nub berkata dengan penuh kelembutan agar orang-orang mau mengikuti ajakannya. Sekali waktu, beliau juga menyampaikan peringatan dengan kata-kata yang tajam.

Walaupun Nabi Nuh telah berusaha keras, namun sangat sedikit orang yang mau mengikuti ajarannya. Sebagian besar kaumnya yang kembali ke jalan Allah adalah orang-orang miskin. Sedangkan, orang-orang kaya dan para pembesar tidak mempercayai Nabi Nuh.

Mereka yang ingkar berkata kepada Nabi Nuh, “Bukankah engkau hanya manusia biasa yang sama seperti kami? Jika Allah mengirim seorang utusan, pastilah dia seorang malaikat. Kamu hanya pantas diikuti oleh orang-orang yang tidak berguna.”

“Kalau memang agama yang kamu bawa itu benar, kami pasti akan menjadi pengikutmu. Kami lebih pandai dibandingkan denganmu. Aku yakin engkau seorang pendusta,”
ucap pembesar yang lain.

Nabi Nuh pun menjawab, “Apakah kalian mengira aku dapat memaksa kalian mengikuti ajaranku? Aku hanya manusia biasa yang diberi tugas oleh Allah untuk menyampaikan petunjuk-Nya. Jika kalian tidak mau beriman kepada Allah, Allah yang akan memberi peringatan kepada kalian.”

“Wahai Nuh, jika kamu ingin kami mengikutimu, usirlah para pengikutmu yang miskin dan hina. Kami tidak mau disamakan dengan mereka,” ucap salah satu pembesar.

Nabi Nuh menolak permintaan itu, “Agama ini untuk semua orang. Yang akan mendapat ganjaran dari Allah adalah orang-orang yang beriman dengan hati ikhlas. Wahai kaumku, sesungguhnya aku pemberi peringatan dari Allah. Sembahlah Allah, bertakwalah dan taatlah kepada-Nya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan menangguhkanmu sampai waktu yang ditentukan.”

Nabi Nuh terus-menerus berseru kepada kaumnya selama 950 tahun. Namun, hanya sedikit orang yang mau mengikuti ajarannya. Walaupun begitu, Nabi Nuh tetap sabar. Ia yakin Allah akan selalu menolongnya. Ia tetap berharap suatu saat nanti kaumnya akan bertobat dan menyembah Allah.

Namun, harapan-nya itu kian tipis melihat kaumnya yang terus-menerus menentang ajarannya.

Akhirnya, Nabi Nuh merasa sedih dan menyerahkan perkara tersebut kepada Allah, “Ya Allah, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, namun seruanku justru membuat mereka lari dari kebenaran. Sesungguhnya, setiap kali aku menyeru pada mereka agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan baju mereka ke muka. Mereka tetap mengingkari dan menyombongkan diri” ucap Nabi Nuh.

Allah pun berfirman, “Sesungguhnya tidak akan ada seorang dari kaummu yang beriman kecuali mereka yang telah beriman lebih dulu, maka janganlah engkau bersedih hati karena apa yang mereka perbuat.”

Setelah mendengarkan firman Allah tersebut, kegundahan Nabi Nuh pun hilang. Nabi Nuh memohon kepada Allah agar memberikan suatu keputusan antara dirinya dan kaumnya yang sesat. serta menyelamatkan pengikut-pengikutnya yang mukmin.

Ya Allah, janganlah Engkau biarkan seorang pun dari orang-orang kafir itu tinggal di muka bumi. Mereka akan berusaha menyesatkan hamba-hamba-Mu yang beriman. Jika Engkau biarkan mereka tinggal, mereka tidak akan melahirkan dan menurunkan selain anak-anak yang berbuat maksiat seperti mereka.”

Allah mengabulkan doa Nabi Nuh. Allah berkehendak untuk menurunkan peringatan bagi kaum Nabi Nuh yang tetap membangkang. Diperintahkanlah Nabi Nuh untuk membuat sebuah kapal. Nabi Nuh pun melaksanakan perintah Allah itu dengan penuh ketaatan.

Wednesday, 7 October 2015

Apakah Pekerja Berat Tidak Wajib Berpuasa?

Tanya : Saya adalah pekerja berat, pekerjaan saya menuntut suplai energi yang sangat besar, sehingga tidak mungkin dicukupi dengan makan sahur saja. Kalau harus meneruskan puasa, pekerjaan saya tidak mungkin selesai, padahal saya harus melaksanakan pekerjaan itu untuk memberi nafkah keluarga saya. Apakah kondisi itu memperbolehkan saya untuk tidak berpuasa? (Muhyiddin, Wedung Demak)

Jawab : Bagi orang Islam yang mempunyai keyakinan akan adanya kehidupan di akhirat, maka kehidupan di dunia ini, bukanlah tujuan akhir dari perjalanan sejarah kehidupan manusia, tetapi lebih sebagai wahana untuk mencari bekal bagi kehidupan selanjutnya yaitu akhirat. Dunia, dalam sebuah hadis, diistilahkan sebagai mazra‘ah al-akhirait, sawah ladang, atau tempat penanaman bekal untuk di akhirat. Dalam menanam bekal inilah manusia membutuhkan makan dan minum untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, sebagai sumber energi untuk menjalankan amal ibadah sesuai tuitunan-Nya.

Dengan demikian sebenarnya bekerja adalah amal ibadah. Jika bekerja dimaksudkan sebagai pelaksanaan tanggungjawab nafkah (kepada keluarga), maka ia menjadi ibadah yang wajib. Masalahnya, bagaimana jika keharusan bekerja sebagai ibadah wajib tidak bisa ditunaikan bersama dengan ibadah lain yang juga wajib, dalam hal ini puasa?

Dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (III, 1702) dijelaskan bahwa seorang pekerja diperbolehkan meninggalkan puasa dengan beberapa catatan.

Pertama, apa yang dilakukan adalah kerja sangat berat, sehingga puasa akan mengancam kelangsungan fungsi-fungsi anggota badan (talaf). Atau kerja berat itu diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidupnya pada hari itu. Dengan kata lain, pekerjaan itu tidak bisa ditinggalkan sama sekali sehingga menjadi sesuatu yang dharurat karena telah menjadi kebutuhan bagi kelangsungan hidupnya saat itu. Dalam situasi semacam ini, orang bukan hanya boleh berbuka tetapi wajib berbuka.

Kedua, pekerjaan itu tidak bisa dilakukan di luar waktu puasa (malam hari atau hari-hari di luar bulan Ramadhan). Apabila masih mungkin ditunda, maka penundaan itu wajib dilakukan untuk melaksanakan kewajiban berpuasa, yang nota bene sudah ditentukan waktunya.

Jika kenyataannya pekerjaan Anda memenuhi kedua kriteria di atas, tentu Anda boleh berbuka. Toh, Allah tidak menghendaki suatu kesulitan dalam agama. Hal ini seperti dalam ayat berikut ini:
Artinya: “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. A1-Hajj: 78)

Tetapi keringanan untuk berbuka dalam kasus ini berbeda dengan dalam kasus musafir (orang bepergian), misalnya. Selama masa perjalanan, seorang musafir boleh tidak berpuasa meskipun sebenarnya ia mampu berpuasa dalam perjalanannya itu. Dalam kasus pekerja berat, kewajiban berpuasa itu tetap ada, hanya saja ia boleh dibatalkan jika memang kondisinya mengharuskan demikian. Artinya, setiap hari Anda harus niat dan melakukan puasa sampai kondisi menuntut Anda makan atau minum. Jika misalnya sehari itu tidak ada pekerjaan berat yang menuntut suplai energi baru, maka puasa Anda harus jalan terus.

Terhadap puasa yang batal seperti ini diberlakukan kewajiban menggantinya pada hari lain atau qadha’. Segala kewajiban harus dilaksanakan jika waktunya telah tiba, begitu juga qadha’puasa ini. Secara praktis, waktu qadba’ dalam kasus Anda adalah jika Anda tidak sedang bekerja (libur atau nganggur), atau tidak harus bekerja. Maksudnya tidak harus bekerja adalah kebutuhan nafkah Anda sekeluarga untuk hari itu sudah tercukupi tanpa harus bekerja pada hari itu. Misalnya, jika hari ini Anda mendapat rezeki lumayan besar, maka besok Anda harus libur untuk melaksanakan kewajib puasa Anda.

Apa Hukum Nikah Atas Perintah Orang Tua ?


Malang sekali nasib Neng Erhta. Bagaimana tidak, dia yang dikenal dengan sosok gadis yang lugu dan ta’at pada agama, dipaksa oleh keluarganya untuk menikah dengan preman kaya di desanya. Karena takut, akhirnya dengan sangat terpaksa, dia mau menikah dengan preman tersebut. Sahkah nikah dalam kasus di atas?

Jawab : Nikahnya tidak sah, karena tidak sepadan (sekufu’).

Referensi : 


Tabir Wanita