b. Niat pada Syara’ (yang menjadi rukun salat dan ibadat yang lain), yaitu menyengaja suatu perbuatan karena mengikuti perintah Allah supaya diridhai-Nya. Inilah yang dinamakan ikhlas
Maka orang yang salat hendaklah sengaja mengerjakan salat karena mengikuti perintah Allah semata-mata agar mendapat keridaan-Nya; begitu juga ibadat yang lain.
Firman Allah Swt.:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” AL-BAYYINAH: 5)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
Mazhab yang empat bersepakat bahwa niat pada salat lima waktu hukumnya wajib. Berarti niat itu harus ada pada salat lima waktu. Akan tetapi, mereka berbeda paham tentang apakah niat itu rukun atau syarat.
Golongan Syafi'i dan Maliki sepaham bahwa niat itu menjadi rukun pada salat lima waktu. Hanafiyah dan Hanabilah sepakat pula bahwa niat itu menjadi syarat pada salat lima waktu.
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah beralasan dengan ayat dan hadis tersebut di atas, sedangkan Hanafiyah beralasan dengan ijma’ ulama, karena yang dimaksud dengan ibadat dalam ayat di atas menurut tafsiran mereka termasuk urusan tauhid (ketuhanan), bukan ibadat amaliyah seperti salat. Mereka menafsirkan hadis tersebut dengan mentaqdirkan awab (pahala). Oleh sebab itu, tafsir hadis tersebut menurut mereka adalah pahala amal yang bergantung pada niat.
Maka orang yang beramal dengan tidak berniat, amalnya sah hanya tidak mendapat pahala. Apakah arti sah kalau tidak mendapat pahala? Mereka menjawab, arti sah di sini ialah orang beramal tidak berniat, terlepas dari tuntutan walaupun ia tidak mendapat pahala.
Yang perlu dalam niat salat yang lima waktu ialah “sengaja mengerjakan salat” supaya berbeda dengan perbuatan yang lain, dan “menentukan salat yang dikerjakan”’ seperti Lohor, Asar, dan lain-lainnya; dan “menyengaja atau meniatkan bahwa salat itu fardu” salah satu contohnya adalah niat Lohor, yaitu; “sengaja aku salat fardu Lohor”; demikian juga yang lain.
2. Berdiri bagi orang yang kuasa.
Orang yang tidak kuasa berdiri, boleh salat sambil duduk; kalau tidak kuasa duduk, boleh berbaring; dan kalau tidak kuasa berbaring, boleh menelentang; kalau tidak kuasa juga demikian, salatlah sekuasanya, sekalipun dengan isyarat. Yang penting salat tidak boleh ditinggalkan selama iman masih ada. Orang yang di atas kendaraan, kalau takut jatuh atau takut mabuk, ia boleh salat sambil duduk. Juga ia boleh percaya akan nasihat tabib yang mahir.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Amran bin Husban berkata, “Saya berpenyakit bawasir, maka saya bertanya kepada Nabi Saw tentang salat. Beliau berkata, ‘Salatlah sambil berdiri; kalau tidak kuasa, salatlah sambil duduk; kalau tidak kuasa duduk, salat sambil berbaring” (RIWAYAT BUKHARI, DAN NASAl MENAMBARKAN. “Kalau tidak juga kuasa, salatlah sambil menelentang. Allah tidak memberati seorang melainkan sekuasanya.”)
Pada salat fardu diwajibkan berdiri karena berdiri adalah rukun salat. Tetapi pada salat sunat, berdiri itu tidak menjadi rukun.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Barang siapa salat sambil berdiri, mendapat ganjaran yang sempurna, barang siapa salat sambil duduk, mendapat seperdua ganjaran orang yang salat sambil berdiri; barang siapa salat sambil berbaring, mendapat ganjaran seperdua dari orang yang salat sambil duduk.” (RIWAYAT BUKHARI)
Ganjaran duduk dan berbaring itu kurang dari ganjaran berdiri, apabila dilakukan ketika mampu. Tetapi jika dilakukan karena berhalangan, ganjarannya tetap sempurna seperti salat berdiri.
3. Takbiratul ihram (membaca “Allahu Akbar”)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw masuk ke masjid, kemudian masuk pula seorang laki-laki, lalu dia mengerjakan salat. Sesudah salat, laki-laki itu datang kepada Nabi dan memberi salam. Nabi menjawab salam laki-laki itu. Kemudian beliau berkata. “Salatlah kembali, karena engkau belum salat.” Laki-laki itu lalu salat kembali seperti tadi, sesudah itu ia memberi salam kepada Nabi, dan Nabi berkata, “Salatlah kembali, karena engkau belurn salat.” Hal itu terjadi sampai tiga kali. Laki-laki itu lalu berkata, “Demi Tuhan yang telah mengutusmu membawa kebenaran, saya tidak dapat melakukan cara lain selain cara yang tadi. Sebab itu, ajarlah saya.”
Sabda Nabi, “Apabila engkau berdiri memulai salat, takbirlah, sesudah itu bacalah mana yang engkau dapat membacanya dari Al-Q ur’an, kemudian rukuklah sehingga ada turna’ninah (diam sebentar) dalam rukuk itu, dan bangkitlah sampai engkau berdiri lurus. Sesudah itu sujudlah sampai engkau diam pula sejenak dalam sujud itu, kemudian bangkitlah dan sujud sampai engkau diam pula sebentar dalam duduk itu, sesudah itu sujudlah kembali sampai engkau diam pula sebentar dalam sujud itu. Kerjakanlah seperti itu dalarn setiap salatmu.” -Sepakat ahli hadis dan pada riwayat Ibnu Majah disebutkan, “Kemudian bangkitlah sehingga engkau diam pula sejenak ketika berdiri itu.” (HADIS INI DISEBUT HADIS MUSIUS SALAH)
“Kunci salat itu wudu, permulaannya takbir, dan penghabisannya salam.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN TIRMIZI
4. Membaca surat Fatihah.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Tiadalah salat bagi seseorang yang tidak membaca surat Fatihah.” (RIWAYAT BUKHARI)
“Tidak sah salat bagi orang yang tidak membaca surat Fatihah.” (RIWAYAT DARUQUTNI)
“Bismillahir rahmnirrahim itu satu ayat daru surat Fatihah.” (RIWAYAT DARUQUTNI)
Imam Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, dan jumhurul ulama telah bersepakat bahwa membaca Al-Fatihah pada tiap-tiap rakaat salat itu wajib dan menjadi rukun salat, baik salat fardu ataupun salat sunat. Mereka beralasan kepada hadis-hadis tersebut di atas. Al-Hanafiyah berpendapat bahwa yang fardu dibaca ialah Al-Qur’an, tidak tertentu pada Al-Fatihah saja. Pendapat ini berdasarkan pada ayat Al-Qur’an.
Firman Allah Swt.:
“Bacalah apa yang mudah bagimu dan Al-Qur’n. (AL-MUZAMMIL : 20)
Pihak pertama menjawab tentang pendapat bahwa ayat tersebut mujmai (tidak jelas), surat atau ayat mana yang dimaksudkan mudah itu. Maka hadis-hadis tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mudah itu ialah AI-Fatihah.
5. Rukuk serta tuma’ninah (diam sebentar)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Kemudian rukuklah engkau hingga engkau diam sebentar untuk rukuk.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
Adapun rukuk bagi orang yang salat berdiri sekurang-kurangnya adalah menunduk kira-kira dua tapak tangannya sampai ke lutut, sedangkan yang baiknya ialah betul-betul menunduk sampai datar (lurus) tulang punggung dengan lehernya (90 derajat) serta meletakkan dua tapak tangan ke lutut. Rukuk untuk orang yang salat duduk sekurang-kurangnya ialah sampai muka sejajar dengan lututnya, sedangkan yang baiknya yaitu muka sejajar dengan tempat sujud.
6. I’tidal serta tuma’ninah (diam sebentar)
Artinya berdiri tegak kembali seperti posisi ketika membacaAI-Fatihah. Sabda Rasulullah Saw.:
“Kemudian bangkitlah engkau sehingga berdiri tegak untuk i’tidal (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
7. Sujud dua kali serta tuma’ninah (diam sebentar)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Kemudian sujudlah engkau hingga diam sebentar untuk sujud, kemudian bangkitlah engkau hingga diam untuk duduk, kemudian sujudlah engkau hingga diam untuk sujud.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
Sekurang-kurangnya sujud adalah meletakkan dahi ke tempat sujud. Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila engkau sujud, letakkanlah dahimu, dan janganlah engkau mencotok seperti cotok ayam.” (RIWAYAT IBNU HIBBAN DAN IA MENGESAHKAN)
Sebagian ulama mengatakan bahwa sujud itu wajib dilakukan dengan tujuh anggota, dahi, dua tapak tangan, dua lutut, dan ujung jari kedua kaki.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Saya disuruh supaya sujud dengan tujuh tulang, yaitu dahi, dua tapak tangan, dua lutut, dan ujung kedua kaki.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
Sujud hendaknya dengan posisi menungkit, berarti pinggul lebih tinggi daripada kepala.
8. Duduk di antara dua sujud serta tuma’ninah (diam sebentar) Sabda Rasulullah Saw.:
“kemudian sujudlah engkau hingga diam untuk sujud, kemudian bangkitlah engkau hingga diam untuk duduk, kemudian sujud engkau hingga diam pula untuk sujud.”RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
9. Duduk akhir
Untuk tasyahud akhir, salawat atas Nabi Saw. dan atas keuarga beliau, keterangan yaitu amal Rasulullah Saw. (beliau selalu duduk ketika membaca tasyahud dan salawat).
10. Membaca tasyahud akhir
Lafaz tasyahud :
Artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud. Rasulullah Saw berkata, ‘Apabila salah seorang di antara kamu salat, hendaklah ia membaca tasyahud: ‘Segala kehormatan, segala doa, dan ucapan-ucapan yang baik kepunyaan Allah. Mudah-mudahan turunlah sejahtera atasmu hai Nabi, dan begitu juga rahmat Allah dan karunia-Nya. Mudah-mudahan dilimpahkan pula sejahtera atas kita sekalian dan atas hamba Allah yang saleh-saleh (baik-baik). Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang sebenar-benarnya melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu hamba dan utusan-Nya’.” Sambungan hadis “Kemudian hendaklah ia memilih doa yang dikehendakinya.” RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
Ada lafaz lain yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud, dan lbnu Abbas, yaitu:
11. Membaca salawat atas Nabi Muhammad Saw.
Waktu membacanya ialah ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir. Adapun salawat atas keluarga beliau menurut Syafi’i tidak wajib melainkan hanya sunat.
Lafaz salawat :
Artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud. Rasulullah Saw. telah datang kepada kami, maka Basyir berkata kepada beliau, “Allah telah menyuruh kami supaya membacakan salawat atas engkau?” Bagaimanakah cara kami membaca salawat atas engkau? Beliau menjawab, “Katakanlah olehmu, ‘Ya Tuhanku, berilah rahmat atas Nabi Muhammad dan atas keluarganya sebagaimana Engkau telah memberi rahmat atas keluarga Nabi Ibrahim, dan berilah karunia atas Nabi Muhammad dan atas keluarga beliau sebagaimana Engkau telah memberi karunia atas keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkaulah Yang Amat Terpuji dan Amat Mulia’.” (RIWAYAT AHMAD, MUSLIM, NASAI DAN TIRMIZI)
Sekurangkurangnya membaca salawat seperti berikut:
“Ya Tuhanku, berilah rahmat atas Muhammad dan keluarganya.”
Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca salawat ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir tidaklah wajib. Hadis tersebut tidak memberikan ketentuan apakah salawat itu dibaca dalam salat dan sesudah tasyahud akhir, yang dapat disimpulkan dari hadis tersebut hanya membaca salawat di luar salat. Yang berpendapat wajib dibaca dalam salat sesudah membaca tasyahud akhir mengemukakan alasan bahwa pertanyaan dalam hadis tersebut menurut riwayat lain adalah pertanyaan mengenai cara membaca salawat dalam salat.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Allah telah menyuruh kami supaya membaca salawat atas engkau. Maka bagaimanakah cara kami membaca salawat atasmu. Kapan kami membaca salawat atasmu dalam salat kami?” Rasulullah Saw menjawab, “Katakanlah olehmu Allahumma... dan seterusnya seperti yang tersebut dalam hadis pertama tadi.” (RIWAYAT IBNU KHUZAIMAH DARUQUTNI, DAN IBNU HIBBAN)
Dengan riwayat ini maka jelaslah bahwa yang dipersoalkan ialah membaca salawat dalam salat.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Mas’ud, dan Nabi Saw, ‘”Apabila salah seorang di antara kamu telah membaca tasyahud dalam salat, hendaklah ia membaca Allahumma salli ... (salawat) sampai akhir.” (RIWAYAT BAIHAQI DAN HAKIM)
12. Memberi salam yang pertana (ke kanan)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Permulaan salat itu takbir dan penghabisannya salam.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN TIRMIZI)
“Rasulullah Saw memberi salam hanya sekali pada salat witir. (RIWAYAT IBNU HIBBAN)
Lafaz salam yang sempurna, yaitu:
“Assalamu‘alaikum warahmatulla” yang artinya “Mudah-mudahan selamatlah kamu dengan rahmat dan berkah Allah. (RIWAYAT ABU DAWUD DAN IBNU HIBBAN)
Sekurang-kurangnya mengucapkan:
“Assalamu‘alaikum” yang artinya “Mudah-mudahan kesejahteraan bagi kamu.”
Sebagian ulama berpendapat bahwa memberi salam itu wajib dua kali, ke kanan dan ke kiri. Mereka mengambil alasan hadis berikut:
“Dari Ibnu Mas’ud. Sesungguhnya Nabi Saw. memberi salam ke kanan dan ke kiri. Beliau mengucapkan, ‘Assalamu‘alaikum warahmatullah. Assalamu‘alaikurn Warahmatullah.” sehingga kelihatan putih pipi beliau. (RIWAYAT LIMA AHLI HADIS DAN DISAHKAN OLEH TIRMIZI)
Ulama yang pertama menjawab bahwa salam kedua yang tersebut dalam hadis ini sunat, bukan wajib. Dengan demikian, kedua hadis yang seolah-olah berlawanan itu dapat dipergunakan bersama-sama.
13. Menertibkan rukun
Artinya meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya masing-masing menurut susunan yang telah disebutkan di atas.
Sabda Rasutullah Saw.:
“Salatlah kamu sebagaimana kamu lihat saya salat.” (RIWAYAT BUKHARI).