Saturday, 3 September 2016

Apa Hukum Tradisi Memotong Rambut Bayi Menurut Fikih Islam ?

bilik islam, hkum islam, hukum fikih
Tanya : Dalam masyarakat kita, terutama di Jawa terdapat tradisi memotong rambut bayi sekaligus memberi nama bayi tersebut pada hari ke tujuh. Adakah ajaran agama yang mendasarinya dan bolehkah saya mengikuti tradisi itu? (Rohmah, Pasuruan) 

Jawab : Masyarakat Jawa memang terkenal dengan tradisinya yang beragam, mulai dari yang bersifat ritual yang berbau mistis sampai yang bersifat seremonial. Kalau kita cermati, tradisi yang ada sekarang itu tidak terbentuk dengan sendirinya. Tradisi di samping dipengaruhi oleh pola pikir sekarang, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh tradisi generasi pendahulu. Dengan demikian ia selalu menghubungkan pada generasi pendahulu yang pada saat itu memiliki paham dan agama atau kepercayaan yang berbeda-beda sehingga tidak semua tradisi sesuai dengan syariat. Oleh karena itu sebagai pewaris tradisi, hendaknya tidak mengadopsinya secara sporadis, tetapi selalu menimbang atau mengukur terlebih dahulu dengan ukuran syariat. 

Begitu pula dengan apa yang dilakukan orang tua untuk sang bayi. Pada hari ke tujuh kelahirannya, ada acara memotong rambutnya dan memberi nama. Tradisi ini sudah mengakar di masyarakat dan tidak semua tahu apa yang menjadi dasar dari tradisi itu. Padahal kalau kita runut, itu adalah bagian dari sunah Rasul. Memberi nama pada hari ke tujuh dan memotong rambutnya adalah sunah. (AI-Fiqh Al-Is1ami IV, 2751). 

Dalam sebuah hadis shahih riwayat Hakim, Rasul pernah mengatakan pada Sayyidah Fathimah setelah lahirnya Sayyidina Hasan “Potonglah rambutnya dan sedekahlah dengan al-wariq (perak) sesuai dengan timbangan rambut itu.”

0 komentar:

Post a Comment

Tabir Wanita