Tanya : Saya pernah melihat salah seorang jamaah haji melempar jumrah dengan sandal. Apakah hal itu diperbolehkan ? (Hadi, Banyuwangi)
Jawab : Pekerjaan ibadah haji dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), rukun, kewajiban dan sunah. Rukun haji adalah sesuatu yang asasi, jika ditinggalkan maka hajinya tidak sah.
Kewajiban haji juga harus dikerjakan, tetapi jika tidak dipenuhi hajinya tetap sah. Cuma harus membayar fidyah. Sedangkan sunah sebaiknya dikerjakan.
Salah satu kewajiban haji adalah melempar 3 (tiga) jumrah, yakni, jumrah ula, wustha dan kubra atau ‘aqabah. Diceritakan dari Sahabat Jabir, beliau berkata, yang atinya : “Saya melihat Rasulullah melempar jumrah dari atas kendaraannya pada hari raya Idul Adha, dan berkata, “Ambillah manasik kalian dariku. Karena sesungguhnnya aku tidak mengetahui kalau-kalau tidak bisa haji setelah ini.” (Nail Al-Authar. V, 65).
Pelemparan jumrah, di samping karena diperintahkan Rasulullah, juga untuk meneladani tindakan Nabi Ibrahim beserta istri dan anaknya. Nabi Ibrahim mendapat wahyu menyembelih putranya, Nabi Ismail. Mereka bertiga melempar batu ke arah iblis yang berusaha menggagalkan pelaksanaan perintah Allah tersebut. Jadi, melempar jumrah merupakan simbol perlawananan manusia terhadap setan yang selalu berusaha menjerusmuskannya supaya melakukan hal-hal yang tidak baik. Dalam Al-Quran, setan menjadi musuh manusia. (Al-Fiqh Al Islami, 3).
Pelemparan jumrah dilakukan dengan batu (al-hajar). Dalam hal ini, kita semata-mata mengikuti Rasulullah (ittiba’ as-sunah). Sebab, dalam masalah ibadah, kita harus merujuk pada dalil naqli (Al-Quran atau hadis). Ada kaidah segala bentuk ibadah hukumnya haram kecuali yang diperintahkan. Dalam bidang muamalah berlaku sebaliknya, yaitu segala sesuatu diperbolehkan kecuali yang dilarang. (Nihayah Az Zain, 211, AI-Madzahib A1-Arba’ah. I, 665).
Oleh sebab itu, tidak diperkenankan melempar jumrah dengan sandal. Tindakan salah seorang jamaah yang dilihat penanya tidak bisa dibenarkan. Sebab sandal adakalanya terbuat dari kayu, kulit atau karet. Ketiganya jelas bukan batu.
Setiap jamaah melempar jumrah dengan tangan secara langsung. Diutamakan menggunakan tangan kanan. Karena itu, harus dihindari melempar dengan kaki atau ketapel.
Karena yang diperintahkan adalah melempar (ar-ramy), belum mencukupi meletakkan batu di marma (tempat pelemparan), seperti memasukkan gula ke dalam gelas. Sebab itu namanya bukan melempar. Batu yang dilempar sudah barang tentu harus masuk marma.
0 komentar:
Post a Comment