Tanya : Mana yang lebih afdhal, mengahajikan orang tua yang telah meninggal, ataukah istri saya ?
Jawab : Ibadah haji, rukun Islam ke lima, hanya diwajibkan atas orang-orang yang mampu. Kewajiban haji hanya sekali selama hidup. Oleh karena waktunya sepanjang umur. Orang yang telah mampu menunaikan ibadah haji, tidak harus melakukannya seketika. Jadi, jika pada tahun ini seseorang memperoleh rezeki yang cukup untuk berangkat haji, pelaksanaannya boleh ditunda pada tahun-tahun mendatang. Akan tetapi karena setiap orang tidak tahu berapa umurnya secara pasti, semakin cepat haji selagi mampu semakin baik. Dengan begitu, ia segera terbebas dari kewajiban haji. Lagi pula, tidak sedikit ulama yang berpendapat kewajiban haji adalah secepatnya. (Al-Fiqh Al-Islami. III, 2073- 2074).
Karena kewajiban haji tidak seketika (‘ala at-tarakhi), banyak kaum muslimin yang sebenarnya telah mampu berangkat haji, tetapi pelaksanaannya ditunda dengan pelbagai pertimbangan. Penundaan ini apabila berlangsung lama, kadangkala berakhir dengan datangnya ajal sebelum sempat menunaikan haji.
Orang yang meninggal dalam keadaaan belum berhaji, padahal pada masa hidupnya telah mampu, menurut para ulama dihukumi berdosa.
Orang demikian hajinya harus diqadha’ dengan cara mengupah orang lain yang telah pergi haji dengan harta peninggalannya (at-tirkah). Qadha’ dilakukan secepatnya (‘ala al-faur). Kalau tidak mempunyai harta peninggalan, ahli waris tidak berkewajiban menghajikan si mayit. Tetapi dianjurkan, karena hukumnya sunah. (A1-Majmu VII, 109).
Kewajiban mengqadha’ haji orang meninggal, mengacu pada hadis riwayat Buraidah, beliau mengatakan : Seorang perempuan mendatangi Rasulullah, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu saya telah meninggal dalam keadaaan belum haji. Rasulullah bersabda :
Artinya: “Berangkatlah haji sebagai ganti ibumu.” (HR. Muslim)
Ibadah haji adalah ibadah badaniyah dan maaliyah, fisik dan harta. Sehingga dapat diwakilkan kepada orang lain, apabila tidak mampu dikerjakan sendiri karena kematian atau penyakit yang tidak memungkinkan berangkat ke tanah suci.
Haji adalah hak Allah. Orang yang belum berhaji herarti masih berutang kepada Allah. Seperti halnya utang manusia, utang kepada Allah wajib dilunasi. Pelunasan utang haji, dilakukan dengan haji badal.
Dengan pertimbangan tersebut di atas, maka meng-qadha‘ haji orang tua dengan harta peninggalannya didahulukan daripada menghajikan istri. Lagi pula, harta tersebut hasil jerih payah orang tua. Sudah sebaiknya jika digunakan untuk kemashlahatannya. Mengqadha’haji orang tua harus seccpatnya. Menghajikan istri boleh ditunda.
0 komentar:
Post a Comment