Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena di antara syarat-syarat salat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan salat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
Firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (AL-BAObRAH: 222)
Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut:
a. Alat bersuci, seperti air, tanah, dan sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d. Benda yang wajib disucikan.
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
Bersuci ada dua bagian
1. Bersuci dari hadas. Bagian ini khusus untuk badan, seperti mandi, berwudu, dan tayamum.
2. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan tempat.
Macam-macam air dan pembagiannya
1. Air yang suci dan menyucikan
Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan (membersihkan) benda yang lain. Yaitu air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi dan masih tetap (belum berubah) keadaannya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah hancur kembali, air embun, dan air yang keluar dari mata air.
Firman Allah Swt.:
“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu.” (AL-ANFAL: 11)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah r.a. Telah bertanya seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. Kata laki-laki itu, “Ya Rasulullah, kami berlayar di taut dan kami hanya membawa air sedikit, jika kami pakai air itu untuk berwudu, maka kami akan kehausan. Bolehkah kami berwudu dengan air taut?” Jawab Rasulullah Saw., “Air laut itu suci lagi menyucikan, bangkainya halal dimakan.” (RIWAYAT LIMA AHLI HADIS MENURUT KETERANGAN TIRMIDI, HADIS INI SAHLH)
“Tatkala Nabi Saw. ditanya bagaimana hukumnya sumur buda’ah beliau berkata, ‘Airnya tidak dinajisi suatu apa pun.” (RIWAYAT TIRMIDI DAN KATANYA HADIS HASAN)
Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaan atau sifatnya “suci menyucikan” -walaupun perubahan itu terjadi pada salah satu dari semua sifatnya yang tiga (warna, rasa, dan baunya)- adalah sebagai berikut:
Zatnya suci, tetapi tidak sah dipakal untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam bagian ini ada tiga macam air, yaitu:
Air yang termasuk bagian ini ada dua macam:
Kalau air itu banyak, berarti dua kulah atau Iebih, hukumnya tetap suci dan menyucikan.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Air itu tak dinajisi sesuatu, kecuali apabila berubah rasa, warna, atau baunya.” (RIWAYAT IBNU MAJAH DAN BAIHAQI)
Firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (AL-BAObRAH: 222)
Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut:
a. Alat bersuci, seperti air, tanah, dan sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d. Benda yang wajib disucikan.
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
Bersuci ada dua bagian
1. Bersuci dari hadas. Bagian ini khusus untuk badan, seperti mandi, berwudu, dan tayamum.
2. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan tempat.
Macam-macam air dan pembagiannya
1. Air yang suci dan menyucikan
Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan (membersihkan) benda yang lain. Yaitu air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi dan masih tetap (belum berubah) keadaannya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah hancur kembali, air embun, dan air yang keluar dari mata air.
Firman Allah Swt.:
“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu.” (AL-ANFAL: 11)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah r.a. Telah bertanya seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. Kata laki-laki itu, “Ya Rasulullah, kami berlayar di taut dan kami hanya membawa air sedikit, jika kami pakai air itu untuk berwudu, maka kami akan kehausan. Bolehkah kami berwudu dengan air taut?” Jawab Rasulullah Saw., “Air laut itu suci lagi menyucikan, bangkainya halal dimakan.” (RIWAYAT LIMA AHLI HADIS MENURUT KETERANGAN TIRMIDI, HADIS INI SAHLH)
“Tatkala Nabi Saw. ditanya bagaimana hukumnya sumur buda’ah beliau berkata, ‘Airnya tidak dinajisi suatu apa pun.” (RIWAYAT TIRMIDI DAN KATANYA HADIS HASAN)
Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaan atau sifatnya “suci menyucikan” -walaupun perubahan itu terjadi pada salah satu dari semua sifatnya yang tiga (warna, rasa, dan baunya)- adalah sebagai berikut:
- Berubah karena tempatnya, seperti air yang tergenang atau mengalir di batu belerang.
- Berubah karena lama tersimpan, seperti air kolam.
- Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah disebabkan ikan atau kiambang. d. Berubah karena tanah yang suci, begitu juga segala perubahan yang sukar memeliharanya, misalnya berubah karena daun-daunan yang jatuh dan pohon-pohon yang berdekatan dengan sumur atau tempat-tempat air itu.
Zatnya suci, tetapi tidak sah dipakal untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam bagian ini ada tiga macam air, yaitu:
- Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan suatu benda yang suci, selain dari perubahan yang tersebut di atas, seperti air kopi, teh, dan sebagainya.
- Air sedikit, kurang dari dua kulah (Banyaknya air dua kulah adalah: kalau tempatnya empat persegi panjang, maka panjangnya 1.1/4 hasta, lebar 1.1/4 hasta, dan dalam 1.1/4 hasta. Kalau tempatnya bundar, maka garis tengahnya 1 hasta, dalam 2.1/4 hasta, dan keliling 3.1/7 hasta), sudah terpakai untuk menghilangkan hadas atau menghilangkan hukum najis, sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula bertambah timbangannya.
- Air pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air yang keluar dan tekukan pohon kayu (air nina), air kelapa, dan sebagainya.
Air yang termasuk bagian ini ada dua macam:
- Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh dipakai lagi, baik airnya sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya seperti najis.
- Air bernajis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit -berarti kurang dari dua kulah- tidak boleh dipakal lagi, bahkan hukumnya sama dengan najis.
Kalau air itu banyak, berarti dua kulah atau Iebih, hukumnya tetap suci dan menyucikan.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Air itu tak dinajisi sesuatu, kecuali apabila berubah rasa, warna, atau baunya.” (RIWAYAT IBNU MAJAH DAN BAIHAQI)
"Apabila air cukup dua kulah, tidaklah dinajisi oleh suatu apa pun."
(RIWAYAT LIMA AHLI HADIS)
4. Air yang makruh
Yaitu yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak. Air ini makruh dipakai untuk badan, tetapi tidak makruh untuk pakaian; kecuali air yang terjemur di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat yang bukan bejana yang mungkin berkarat.
Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Aisyah. Sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka Rasulullah Saw. berkata kepadanya, janganlah engkau berbuat demikian, ya Aisyah. Sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak “(RIWAYAT BAIHAQI).
(RIWAYAT LIMA AHLI HADIS)
4. Air yang makruh
Yaitu yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak. Air ini makruh dipakai untuk badan, tetapi tidak makruh untuk pakaian; kecuali air yang terjemur di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat yang bukan bejana yang mungkin berkarat.
Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Aisyah. Sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka Rasulullah Saw. berkata kepadanya, janganlah engkau berbuat demikian, ya Aisyah. Sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak “(RIWAYAT BAIHAQI).
Kalau air dua kulah itu berapa liter mba ? kalau ukuran bak mandi yang dari atom yang biasa seperti dikost-kost_an itu sudah cukup apa gak ya ?
ReplyDelete