Friday, 28 August 2015

Cara Sujud Yang Benar Menurut Fiqih Islam

Tanya: Ketika melakukan sujud di tengah-tengah shalat, terkadang orang meletakkan tangan lebih dahulu, kemudian disusul lutut. Tetapi tidak jarang pula, saya melihat sebagian masyarakat melakukan hal yang sebaliknya. Yakni lutut lebih dahulu, baru tangan. Mana yang lebih utama? (Amir, Semarang)

Jawab: Para ulama fiqih mendefinisikan shalat sebagai tindakan-tindakan dan ucapan-ucapan yang dimulai dengan takbiratal-ihram dan diakhiri dengan salam. Tindakan-tindakan dan ucapan-ucapan itu selanjutnya dinamakan rukun dan pemenuhannya menjadi satu keharusan. Berarti, bila tidak dikerjakan mengakibatkan shalatnya batal. Atau disebut sunah (Jawa: kesunatan), jika sekedar berfungsi sebagai pelengkap dan penyempurnaan saja. Sehingga, kalau ditinggalkan, tidak sampai berakibat membatalkan shalat.

Rukun shalat secara kçseluruhan ada 17 (tujuh belas), yang merupakan satu kesatuan utuh, sehingga pelaksanaannya harus berkesinambungan. Akibatnya, bila ada salah satu saja dari rukun itu ditinggalkan atau dilaksanakan secara terpisah, seseorang belum dianggap telah mendirikan shalat. Dalam bahasa ahli ushul fikih, belum bebas dai uhdah al-wujub, atau belum bisa menggugurkan at-ta‘abbud.

Setiap rukun memiliki aturan dan cara-cara tertentu. Mulai dari cara membaca fatihah, ruku sujud, i’tidal dan seterusnya. Semua itu didasari cara shalat yang pernah dipraktikkan Rasulullah Saw. semasa hidup. Dalam masalah shalat juga ibadah-ibadah yang lain kita memang harus selalu mengacu dan mempedomani sunah Rasul. Hal ini sebagaimana perintah beliau dalam satu hadist :
“Shalatlah kalian semua seperti yang kalian lihat saat saya mengerjakaruiya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Cara dan aturan-aturan tersebut telah diterangkan ulama dengan panjang lebar, melalui proses ijtihad secara serius, dalam karya mereka berupa kitab-kitab fikih.

Dalam berijtihad, mereka senantiasa berpedoman pada Al-Quran, hadis, ijma’ dan qiyas serta metode-metode istimbath yang lain. Karena itu, dengan berpedoman pada kitab-kitab fikih, bukan berarti kita tidak atau kurang mengamalkan Al-Quran dan hadis, seperti anggapan minor kalangan tertentu.

Namun demikian, pada dialog kali ini, saya membatasi diri pada pembahasan cara bersujud saja, sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.

Shalat yang dipraktikkan umat Islam, secara umum sama, karena berangkat dari sumber yang sama pula. Semuanya berdiri, membaca fatihah, ruku’ dan sebagainya. Tapi dibalik kesamaan-kesamaan tersebut, ada perbedaan-perbedaan kecil yang tidak begitu prinsip. Jangan sampai terjadi, perbedaan kecil itu merusak ukhuwah islami’ah di kalangan muslimin.

Bagi mereka yang pernah pergi ke tanah suci, kenyataan itu tidak begitu mengherankan. Di sana, mereka berkesempatan menyaksikan cara shalat umat Islam dan seluruh dunia secara langsung, yang sangat beragam sekali. Perbedaan-perbedaan kecil tersebut satu di antaranya adalah sujud. Apa yang seyogyanya didahulukan ketika seseorang melakukannya, meletakkan tangan lebih dahulu kemudian lutut, atau sebaliknya?

Keberagaman cara beribadah yang dipraktikkan kaum muslim dalam kehidupan sehari-hari biasanya mencerminkan terjadinya kekhilafan di kalangan ulamanya. Pada kasus sujud, kenyataannya tidaklah berbeda. Para ulama terbagi menjadi dua kelompok, antara yang mendahulukan tangan dan yang mengakhirkannya setelah meletakkan lutut.

Seperti masalah-masalah khilafiyah yang lain, dalam hal itu mereka tidak mempunyai alasan dan dasar hukum. Kalau kita telusuri, perbedaan tersebut berasal dari dua hadis yang termaktub dalam kitab Bulugh Al-Maram karangan ulama hadis terkemuka Ibn Hajar AI-’Asqalani.

Hadis pertama riwayat dari sahabat Abu Hurairah ra. menyatakan bahwasanya Rasulullah Saw., bersabda:
“jika salah satu dari kalian bersujud, janganlah menderum seperti unta menderum, letakkanlah kedua tangan sebelum lutut.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasai)

Dalam hadis tersebut jelas, kita diperintahkan untuk mendahulukan tangan. Suatu pengertian yang berlawanan dengan pemahaman tersebut terlihat pada hadis kedua, riwayat dan sahabat Wa’il Ibn Hajar ra. yang mengatakan:

“Saya melihat Rasulullah Saw, ketika meletakkan (menjatuhkan) lutut sebelum kedua tangannya. “(HR. Abu Dawud, Tirinidzi, Nasai dan Ibn Majah)

Ketika ada dua hadis yang tampak bertentangan seperti itu, para ulama akan memilih mana yang lebih kuat: yang sahih didahulukan daripada yang dha’if (lemah). Kalau kedudukannya sama, sebisa mungkin dikompromikan agar sejalan dan tidak saling bertentangan. Jika langkah tersebut tidak mungkin dicapai, hadis yang terdahulu dirombak (naskh) oleh yang terakhir. Dengan catatan, sejarah keduanya diketahui. Bila waktunya tidak jelas, sikap yang mereka ambil adalah al-waaf, Maksudnya, kedua hadis tersebut tidak diamalkan, lalu beralih kepada dalil lain. Solusi itu diketemukan pada kitab-kitab ushul fikih, seperti Tashi Al-Thuruqat, Irsyad Al-Fuhul dan Al-Luma.

Yang menjadi permasalahan, adalah para ulama sering berbeda dalam menilai sebuah hadis. Hadis yang dianggap sahih oleh seorang ulama ahli (muhadditsin) tertentu, pada saat sama kadang diklaim tidak sahih oleh ulama lain. Pada giirannya, mereka cenderung berpendapat sesuai dengan hasil ijtihad masing-masing.

Pada kasus sujud, Imam Malik dan Imam Auza’i memilth hadis yang pertama. Sedangkan Madzhab Syafi’i dan Hanafi, cenderung mengamalkan hadis kedua. Dalam kaitan itulah, mengapa khilaf menjadi tak terelakkan. Apalagi kalau sebuah hadis hanya diketahui oleh satu pihak saja. Namun yang pasti, para ulama terdahulu telah berupaya semaksimal mungkin dalam mendekati setiap kebenaran. Yang benar memperoleh dua pahala, yang salah mendapat satu pahala. Dengan syarat mereka betul-betul memiliki kompetensi untuk berijtihad. Dalam arti, melengkapi diri dengan berbagai disiplin keilmuan yang diperlukan untuk tugas mulia yang sangat berat itu. Sekarang masalahnya tinggal kita pilih mana yang sesuai dengan keyakinan dan kemantapan masing-masing. Keduanya sama-sama mendasar dan boleh diamalkan. Kalangan pesantren yang akrab dengan kitab-kitab Madzhab Syafi’i, mungkin mendahulukan lutut. Tetapi bagi kalangan yang lain, mungkin mandahulukan kedua tangan.

1 comment:

Tabir Wanita