Sunday, 25 September 2016

Ciri-Ciri Ajaran Firqah Dhalalah (Aliran Sesat) Bagian III

Artikel ini adalah artikel lanjutan dari artikel sebelumnya tentang Ciri-Ciri Ajaran Firqah Dhalalah (Aliran Sesat) Bagian II, dan ciri aliran firqah dhalalah berikutnya adalah :

8. Mengingkari hadits Nabi . Mereka tidak mengakui hadits Nabi sebagai dasar Islam kedua setelah A1-Qur’an, mereka yang tidak mengakui hadits Nabi disebut golongan Inkarussunnah. mereka menyalahi firman Allah yang artinya :
“Apa yang dibawa oleh rasul saw, kepadamu maka ambillah, dan apa yang dilarang oleh Rasul kepadamu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)

9. Menafsirkan ayat A1-Qur’an secara serampangan sesuai kehendak dan kepentingan aliran dan golongan mereka sendiri, yang jauh dari maksud dan makna yang sebenarnya. Mereka mengimani sebagian ayat Al-Qur’an dan mengingkari sebagian yang lain, bila Ayat itu sesuai dengan misinya, maka diambil dan bila tidak, maka mereka buang jauh-jauh.
Allah berfirman yang artinya :
“Apakah kamu beriman dengan sebagian Al-Kitab dan mengingkari sebagian yang lain, tiada balasan bagi orang yang berbuat demikian ini dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat kelak mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat pedih dan berat. Allah tidak lengah dengan apa yang telah kamu perbuat”. (A1-Baqarah : 85)

Dalam Hadits dari Abu Hurairah , disebutkan bahwa Nabi bersabda :
“Barangsiapa yang sengaja mendustakanku maka sebaik-baik tempatnya adalah Neraka”. (HR. Bukhari) {al-Lu’lu’ wal-Marjan I/18} 

10. Mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk, bukan Kalamullah. dimana Al-Qur’an menurutnya sama dengan koran, buku-buku agama atau umum. 

11 Tidak mempercayai adanya Asma’ dan sifat-sifat Allah. Mereka mengatakan Allah tidak mempunyai nama dan tidak mempunyai sifat, merekapun mengharamkan mengkaji dan mengaji sifat-sifat dan asma’ Allah. Paham mereka ini jelas bertentangan dengan Firman Allah :
“Dan Allah mempunyai nama-nama yang baik, maka berd o’alah (tawasul) dengan nama-nama Allah lersebut, dan biarkanlah orang-orang yang ingkar kepada nama-nama Allah. Maka Allah akan membalas apa yang mereka perbuat”. (Al-a’raf: 180)

12. Tidak mengimani dan mengakui Nabi Muhammad adalah Nabi akhir zaman dan penutup para nabi dan rasul, yang tiada nabi dan rasul setelahnya. Mereka justru mengangkat Amir atau imamnya sebagai nabi atau menilai sejajar dengan nabi, mereka juga meyakini bahwa otoritas kenabian ada pada para Imam mereka, sebab menurutnya risalah kenabian belum terputus dengan diutusnya nabi Muhammad. Anggapan mereka itu bertentangan dengan firman Allah dalam Surat Al-Ahzab Ayat :40. :
Artinya : “Tidaklah Muhammad itu bapak dan laki-laki diantara kamu, namun Muhammad adalah utusan Allah dan penutup para nabi, dan adalah Allah Maha mengelahui alas segala-galanya”(Al-Ahzab : 40)

13. Tidak mempercayai bahwa nabi Muhammad Isra’ dan Mi’raj dengan jasad dan ruh, mereka mengatakan bahwa Isra’ Mi’raj yang dilakukan oleh Nabi , hanyalah lewat mimpi, atau hanya dengan ruh saja tanpa jasad. Anggapan mereka itu bertentangan dengan firman Allah Surat Al-Isra’ Ayat: 1 :
Artinya : “Maha Suci Allah Dzat yang telah mengisra‘kan hamba-Nya pada waklu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha..” (Al-Isra’ : 1 )

14. Tidak mengimani adanya nikmat dan siksa kubur. Mereka menganggap orang mati telah menyatu dengan tanah, maka tidak ada siksa atau nikmat kubur baginya, adanya siksa atau nikmat kubur itu hanya dongeng Aladin saja. Faham mereka bertentangan dengan Firman Allah  surat Thaha : 124 dan Al-Mukmin : 45-46. 

Ciri yang berikutnya bisa dibaca dalam artikel : Ciri-Ciri Ajaran Firqah Dhalalah (Aliran Sesat) Bagian IV

Ciri-Ciri Ajaran Firqah Dhalalah (Aliran Sesat) Bagian II

ciri aliran sesat
Postingan sebelumnya pada artikel Ciri-Ciri Ajaran Firqah Dhalalah (Aliran Sesat) Bagian I sudah disampaikan beberapa ciri ajaran firqah dhalalah, dan berikut adalah postingan lanjutan dari ciri ajaran firqah dhalalah :

 6. Tidak mengimani kemu’jizatan A1-Qur’an, mereka menilai A1-Qur’an sama dengan koran, boleh dirobek, boleh dipakai bungkus kacang, diinjak dan dalam kondisi junub pun boleh membawa dan membacanya. 

7. Mengharamkan mengambil berkah dari kemu’jizatan Al-Qur’an, seperti mengobati orang sakit dengan A1-Qur’an, padahal Allah telah menegaskan bahwa al-Qur’an mengandung Syifa’ (penyembuhan), Rasulullah , dan para shahabatnya juga meruqiah dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan Malaikat Jibril mengobati dengan kemu’jizatan A1-qur’an, disaat Nabi , diteluh oleh Labid bin A’sham salah seorang Yahudi. Tidak mengakui kemu’jizatan A1-Qur’an berarti telah ingkar dan menentang firman Allah yang artinya :
“Dan kami turunkan Al-qur ‘an suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-q ur ‘an itu tidak menambah bagi orang-orang yang dhalim melainkan kerugian.” (QS. Al-Isra’ : 82)

Ada sebagian kalangan yang tadinya kurang percaya bahwa Al-Qur’an boleh dan dapat digunakan untuk mengobati orang sakit seperti orang kena guna-guna, santet, jin dan sebagainya, yang pengobatannya dalam Islam disebut RUQIYAH. Namun mereka sudah mulai mengerti isi Al-Qur’an dan Hadist, jadi mereka mulai mau mempercayai kemu’jizatan Al-Qur’an, yang pada mulanya mengatakan haram dan Bid’ah dan bahkan menganggap musrik menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an untuk meruqiyah orang sakit. Mungkin mereka sudah melihat kenyataan dan banyak belajar dan membaca isi Al-Qur’an dan hadits secara benar serta meninggalk an faham doktrinasi, setelah faham isi Al-Qu’an dan hadits, mereka mulai sadar dan meyakini bahwa meruqiyah atau mengobati orang sakit dengan Ayat-ayat Al-Qur’an diperbolehkan oleh Syari’at Islam. bahkan tidak sedikit diantara mereka yang menjadi pelaku RUQIYAH atau dukun pengobatan Islamy. 

Hal serupa juga terjadi di kalangan masyarakat Islam doktrinasi, yaitu menjalankan syari’at Islam berdasarkan doktrin atasan atau pimpinan organisasi atau aliran yang diikuti, setiap ajaran yang dibuat oleh pimpinannya diikuti sekalipun bertentangan dengan syari’at Islam, seperti doktrin pimpinannya mengharamkan mengobati orang sakit dengan ayat Al-Qur’an, mengharamkan mendo’akan orang mati, mengharamkan mengahdiahkan pahala pada orang islam yang telah meninggal dunia, mengharamkan Dzikir berjama’ah, mengharamkan ziarah kubur, mengharamkan wirid setelah shalat fardlu, mengharamkan mengaji asmaul husna, mengharamkan membaca shalawat nabi , mengharamkan para pengikutnya belajar diluar alirannya karena ilmu harus mangkul dari Imam dan lain-lain. Karena mereka lebih memilih ajaran doktrin oraganisasi atau aliran dari pada Al-Qur’an dan sunnah, maka sekalipun salah menurut syari’at Islam, tetap mereka yakini sebagia keberanaran, sebab dasarnya adalah doktrin atasan dan telah menjadi ciri dan identitas aliran atau organisasi, maka sekalipun bertentangan dengan syari’at Islam tetap mereka jalankan, inilah diantara sebab kenapa Islam terpuruk. 

Yang menggembirakan adalah diantara mereka mulai mau membuka lembaran Al-Qur’an dan hadits Nabi dan disana mereka temukan dalil-dalilnya, mereka juga mulai mau menerima saran orang lain dan belajar diluar kelompoknya, maka ajaran yang bersifat doktrinasi dan pimpinan mereka yang diajarkan secara turun-temurun kini sudah mulai mereka tinggalkan, terutama di kalangan pelajarnya, mereka banyak membaca buku-buku agama sehingga dapat membandingkan antara ajaran doktrinasi dengan ajaran islam yang sebenarnya yang ada di buku-buku dan kitab-kitab ahlus sunnah wal-jama’ah yang netral, sedang dikalangan awamnya masih berpegang teguh dengan ajaran doktrinasi, karena mereka tidak mampu membaca dan juga tidak mempunyai buku dan kitab-kitab agama yang cukup, sehingga fahamnya masih berkutat pada faham sempit doktrin atasan.

Ajaran Islam doktrinasi mulai ditinggalkan oleh para pengikutnya, seperti pengikut Islam Jama’ah, Ahmadiah al-Qadian, Lia Aminuddin, agama Ibrahimiyyah, dan aliran-aliran lainnya, sejumlah pengikut aliran tersebut ramai-ramai meninggalkan aliran dan ajaran doktrinasi, mereka kembali kepada ajaran Islam setelah menemukan kebenaran, mereka menyatakan bahwa ajaran doktrinasi yang selama ini mereka ikuti adalah bertentantang dengan syari’at Islam, karena ajaran itu hanya doktrin dari para Amir dan Imam Jama’ah atau aliran yang dianut. 

Ajaran Islam doktrinasi masuk jajaran ajaran sesat bila menyalahi Aqidah dan syari’at Islam dan dibenarkan bila masih dalam koridor masalah khilafiyah furu’iyah

Ciri-ciri berikutnya bisa dibaca dalam artikel lanjutan : Ciri-Ciri Ajaran Firqah Dhalalah (Aliran Sesat) Bagian III

Ciri-Ciri Ajaran Firqah Dhalalah (Aliran Sesat) Bagian I

ciri-ciri ajaran sesat
Pada postingan sebelumnya diuraikan definisi dari firqah dhalalah (Baca : Definisi Firqah Dhalalah), dan pada kesempatan kali ini akan diuraikan ciri-ciri tertentu ajaran Firqah dlalalah, diantaranya adalah :
1. Menduakan Allah, dalam arti disamping mereka mengaku bertuhankan Allah juga menganggap bahwa Imam atau Amir (pemimpin) mereka mempunyai otoritas ketuhanan, perkataan imamnya dianggap derajatnya sama dengan Al-Qur’an atau bahkan lebih tinggi dari firman Allah,  sehingga mereka lebih memilih ucapan para Imam mereka dari pada firman Allah. 

Allah berfirman :
“Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang mensyari‘atkan Agama yang tidak di izinkan Allah untuk mereka” (Asy-Syura: 21)
Allah berfirman :
“Katakanlah, apakah kamu selalu menghina Allah, mempermainkan Ayat-ayat-Nya? Tidak perlu meminta ma‘af karena kamu telah kafir setelah beriman” (At-Taubah: 65-66)

2. Menjadikan Amir atau Imamnya sebagai Nabi atau menganggapnya mempunyai otoritas kenabian, sehingga perkataan para Imam atau Amir mereka dianggap derajatnya sama dengan atau bahkan lebih tinggi kedudukannya dari pada sabda Nabi (Hadits). Anggapan itu bertentangan dengan firman Allah :
Tidaklah Muhammad itu sebagai bapak dan orang laki-laki dari padamu, namun Muhammad itu sebagai utusan Allah dan penutup para Nabi dan Rasul. Dan adalah Allah terhadap segala sesuatu Maha Mengetahui “ (Al-Ahzab: 40)

3. Mengingkarii Rukun Iman yang telah di tetapkan syari’at Islam. mereka justru membuat-buat Rukun Iman sendiri, diantara mereka ada yang membuat Rukun Iman sebagai berikut :
1. Tauhid : Ke-Esaan Allah .
2. Nubuwah : Kenabian,
3. Imamah : Perwalian (imam)
4. Al-Adl : Keadilan
5. Al-ma’ad : Hari pembalasan 

Ada pula Rukun Iman versi lain, yaitu menurut Mu’tazilah :
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada Malaikat .
3. Iman kepada Kitab-kitab .
4. Iman kepada Utusan .
5. Iman kepada Hari Kiamat. 

4. Mengingkari Rukun Islam yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam. Mereka mengurangi, merubah dan menambah Rukun Islam yang ada, mereka membuat Rukun Islam sebagai berikut :
1. Namaz : Shalat
2. Shiyam : Puasa
3. Az-Zakat : Membayar zakat
4. Al-Haj : Ibadah Haji
5. Al-Jihad : Jihad 

Dalam kitab Syi’ah juga disebutkan Rukun Islam versi lain, yaitu :
1. Ash-Shalat : Shalat
2. Az-zakat : Zakat
3. Ash-Shaum : Puasa
4. A1-Haj : Haji
5. Al-Wilayah : Kewalian (imam) 

Ada pula yang membuat rukun Islam sebanyak enam point, yaitu :
1. Asy-syahadatu : Syahadat
2. Ash-Shalatu : Shalat
3. Az-zakatu : Zakat
4. Ash-shaumu : Puasa
5. Al-hajj : Haji
6. A1-Ihsanu : Ihsan (kebaikan). 

5. Membuat A1-Qur’an, dengan cara memalsukan, menambah, merubah, mengurangi atau tidak mempercayai sebagian isi A1-Qur’an. Seperti Syi’ah imamiyah mengaku mempunyai A1-Qur’an empat kali lebih besar dari Al-Qur’an yang ada, mereka mengatakan bahwa isi A1-Qur’an itu sebanyak 17.000 Ayat atau 18.000Ayat, sedangkan Al-Qur’an Mushaf Utsman hanya ada 6. 236 Ayat.
Ada pula aliran atau Jema’at yang membuat A1-Qur’an sendiri yang mereka beri nama “TADZKIRAH” padahal itu hanyalah omongan Imamnya yang dibukukan dengan mencampur-aduk dengan Ayat A1-Qur’an.

Ciri-ciri selanjutnya bisa dibaca pada artikel berikutnya :  Ciri-Ciri Ajaran Firqah Dhalalah (Aliran Sesat) Bagian II

Definisi Firqah Dhalalah (Aliran Sesat)

hadis tentang aliran islam
Yang dimaksud Firqah Dhalalah (sesat) adalah orang, golongan, jama’ah, organisasi, paguyuban, kelompok atau aliran yang mengaku Islam sebagai agamanya, Al-Qur’an dan Sunnah sebagai kedok landasan hukumnya, sedangkan ajaran yang dijalankan menyimpang dan bertentangan dari Al-Qur’an dan Sunnah, serta ijma’ para ulama’. Syari’at yang mereka terapkan adalah syari’at buatan Amir atau Imam (pemimpin) mereka secara akal-akalan. Mereka menambah, mengurangi, memalsukan dan bahkan merubah ajanan Islam dengan berkedok Islam, dan berkedok dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Atau dengan kata lain Firqah dhalalah adalah golongan yang keluar dari jalan Ahlus sunnah waljaina’ah dan Ijma’ ulama’ serta tidak mau mengikutj jalan salafus shalih. (Muqaddimah fil Ahwa’ wal Iftiraq wal Bida’ hal. 18-20). 

Firqah Dhalalah ini biasanya disebut dengan sebutan Ahlul Bid’ah sebab mereka sangat identik dengan perbuatan-perbuatan Bid’ah. 

Ibnu Taimiyyah mengatakan :
“Bid’ah itu dikaitkan dengan furqah sebagaimana Sunnah dikaitkan dengan jama‘ah. Seperti perkataan Ahlus sunnah waljama‘ah. Ahlul Bid’ah Wal Furqah“ (Al-Istiqamah I/42). 

Golongan atau aliran inilah yang disebut oleh Rasulullah sebagai aliran sesat yang dijamin masuk neraka, sebagaimana dalam sabda Rasulullah : 
“Sesungguhnya kaum Bani Isra‘il akan pecah-belah menjadi 72 golongan dan ummatku akan pecah-belah menjadi 73 golongan, semuanya sesat kecuali satu golongan. Para shahabat bertanya “Siapakah satu golongan yang selamat itu wahai Rasulullah saw? Rasulullah saw, menjawab “Yaitu golongan yang berpegang teguh dengan ajaranku dan shahabatku” (HR.Tirmidzi dari Abdullah bin Amr)

Dalam Hadist dan Jabir,  diceritakan ia berkata : Adalah Nabi , bersabda dalam Khutbah Jum’atnya :
“Maka sesungguhnya sebaik-baik Hadits adalah kitab Allah (Al-qur‘an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw, dan sejelek-jeleknya perkara adalah yang dibuat-buat, dan setiap ajaran yang dibuat-buat adalah sesat” (HR. Muslim)

Apa Hukum Air PDAM Yang Berbau Obat Menurut Fikih Islam ?

hukum air berbau obat
Tanya : Air PDAM yang asalnya keruh lalu menjadi bening karena obat, apakah suci dan mensucikan ?Air tersebut berbau obat, apakah dapat untuk bersuci ?

Jawab : Sering saya kemukakan, hanya air yang suci dan mensucikan (thahir muthahir) yang dapat (sah) digunakan untuk bersuci, wudhu, mandi atau menghilangkan najis. Air thahir muthahir disebut juga air mutlaq.

Air yang dapat digunakan bersuci ada enam, yaitu air sumur, mata air, sungai, laut, hujan dan embun. Intinya, air yang keluar/ memancar dari bumi atau jatuh dari langit (ma naba-a min al ardh au nazala min as-sama). 

Selain air mutlaq adalah air thahir ghair muthahir dan najis. Air thahir ghair muthahir hukumnya suci, tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci. Sedangkan air najis selain tidak bisa untuk bersuci, juga tidak boleh dikonsumsi. 

Air thahir ghair muthahir adalah air yang telah banyak mengalami perubahan rasa, warna maupun bau dari keadaannya semula, karena bercampur benda-benda suci. Sedangkan air najis adalah air yang kurang dari dua kulah (sekitar 193 kg) yang terkena najis, baik berubah maupun tidak, atau mencapai dua kulah dan berubah (Al-Fiqh Al-Manhajy bab thaharah).

Air yang telah berubah dapat menjadi air muthlaq bila perubahannya hilang dengan sendirinya atau karena jumlahnya diperbanyak (At-Tanbih pada pembahasan tentang air). 

Selanjutnya bagaimana dengan air PDAM yang berbau kaporit ? Bagaimana pula perubahan dari keruh menjadi bening karena pengaruh bahan kimia tertentu?

Untuk menilai apakah air seperti itu layak digunakan bersuci, tidak terlepas dari kondisi aslinya. Artinya, kalau diambil dari sumber air yang suci dan mensucikan, maka layak digunakan untuk bersuci. Perubahan bau akibat dicampur bahan kimia tidak bermasalah. Karena kadar perubahan itu sedikit.

Lain hal jika berasal dari air thahir ghair muthahir atau najis. Pemberian obat tidak bisa mengubah statusnya menjadi air muthlaq. Sebab, air yang najis atau thahir ghair muthahir hanya dapat menjadi air mutlaq jika perubahannya menjadi jernih kembali terjadi dengan sendirinya atau airnya diperbanyak. Bukan karena pengaruh bahan kimia atau benda lain. 

Intinya, bahan kimia yang dicampurkan tidak mempengaruhi status air yang semula.

Apa Hukum Pakaian Dari Kulit Atau Bulu Bangkai ?

hukum pakaian dari kulit bangkai, hukum pakaian dari bulu bangkai
Tanya : Bagaimanakah membuat pakaian dari bulu bangkai menurut ajaran Islam ? (Usro, Purwodadi)

Jawab : Kata bangkai dalam bahasa Indonesia memiliki kesepadanan dengan al-maitah dalam bahasa Arab. Menurut ahli bahasa (ahl al-lughah) sebagaimana dikutip oleh Imam Nawawi, kata itu merujuk pada pengertian “ma faaraqathu ar-ruh bi ghair dzakah” (makhluk hidup yang mengalami perpisahan jasad dengan roh tanpa melalui proses penyembelihan). 

Pengertian al-maitah ini tidak berbeda jauh dari pengertian lughawi-nya. Imam Ibrahim Al-Bajuri menjelaskan, al-maitah itu “az-zaallah al-hayah bila dzakah syar ’iyyah” (hewan yang kehilangan hidup tanpa melalui proses penyembelihan yang sah berdasarkan syara). Definisi lain al-maitah itu “maa faaraqathu ar-ruh min ghair dzakah syar ‘iyyah mimma yudzbah” (Al Bajuri. I; 39, Tahdzib Al-Asma’ wa Al-Lughah. II; 146).

Hewan dapat dipilah menjadi dua kelompok, halal dimakan (al-ma’kul), dan tidak halal dimakan (ghair al-ma’kul). Penyembelihan hanya berlaku untuk jenis yang pertama. Hewan haram dimakan, seperti anjing dan babi, penyembelihannya tidak membawa pengaruh apa-apa meskipun disembelih secara benar. Hukumnya tetap sama dengan bangkai, najis, dan tidak boleh dikonsumsi. Penyembelihan yang benar tidak bisa menghalalkan binatang yang sejak semula diharamkan oleh Syara. 

Dengan demikian bangkai itu; a). al-ma’kul yang mati tanpa proses penyembelihan; b). al-ma‘kul yang disembelih dengan cara yang tidak sesuai dengan syara’; c). ghair al-ma’kul yang mati. Tumbuh-tumbuhan dan benda mati bukan bangkai. Binatang yang halal dimakan yang mati akibat disembelih dengan cara yang dibenarkan syara’ juga bukan bangkai. 

Dalam Al-Quran, Allah Saw. Berfirman :
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi. dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. “ (QS. Al Baqarah: 173) 

Ayat ini secara eksplisit menjelaskan, bangkai termasuk salah satu benda yang diharamkan. Lalu timbul pertanyaan, apakah yang diharamkan ? 

Mayoritas ulama mengharamkan semua bentuk pemanfaatan al-intif’(bangkai). Tidak terbatas dengan memakan, tetapi juga menggunakan untuk hal-hal lain kecuali apabila ada dalil syar’i yang memperbolehkan (Rawai’ Al-Bayan. I; 160-164). 

Najis
Ketika Al-Quran mengharamkan bangkai, para ulama berusaha mencari alasan yang mendasari, yang dalam istilah ushul fikih disebut al-illah. Setelah mereka berijtihad diperoleh kesimpulan, alasannya itu najasah (najis). Jadi, bangkai haram karena najis. Status bangkai sebagai benda najis dapat kita lihat dalam kitab-kitab fikih pada pembahasan tentang kesucian (ath thaharah). 

Sebagai akibat ketika kita mengerjakan ibadah yang mensyaratkan kesucian seperti shalat, bangkai seharusnya dihindarkan dari badan, pakaian dan tempat shalat. 

Seperti kita maklumi, hewan terdiri atas beberapa unsur seperti daging, tulang, rambut dan bulu. Keempat unsur itu memiliki sifat berbeda-beda. Daging mengandung darah, membusuk, dapat tumbuh dan kalau dilukai terasa sakit. Tulang jika dilukai menyakitkan tetapi tidak membusuk, tidak berdarah dan tidak lekas hancur. Rambut dan bulu, dapat tumbuh tetapi tidak memiliki rasa sakit. 

Berdasarkan kenyataan itu, para ulama dalam menghukumi berbeda-beda. Semua ulama sepakat daging bangkai berhukum najis. Mengenai tulang dan bulu, mereka berbeda pendapat. Imam Syafi’i mengemukakan tulang dan bulu bangkai berhukum najis.

Tentang pandangan Imam Ahmad, terdapat dua riwayat yang bertentangan antara najis dan suci. Tetapi di kalangan pengikutnya ada perbedaan. Tulang berhukum najis, sedangkan rambut dan bulu tidak. Ulama Hanafiah menyatakan, rambut, tulang dan bulu bangkai berhukum suci. Menurut Imam Malik rambut itu suci, tetapi tulangnya najis. (Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba’ah: I; 10-11). 

Perbedaan pendapat (khilaf) itu berakibat pada hukum untuk memanfaatkan hal-hal di luar konsumsi (dimakan), seperti bulu untuk pakaian. Ulama yang menganggap suci maka memperbolehkan. Sedangkan yang berpendapat najis, melarang menggunakannya. (Ahkam Al-Ath’imah fi Asy Syariah Al-Islamiyah; 374-375)

Dengan demikian, membuat pakaian dari bulu bangkai dalam madzhab Syafi’i tidak diperkenankan. Adapun bila bulu diambil dari hewan yang masih hidup, dibedakan antara hewan yang halal dan haram. Binatang yang tidak halal, bulunya juga najis. Sedangkan hewan yang halal, maka bulunya dthukumi suci. (Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba’ah. I; 9).

Apakah CD Dan Kaset Al-Quran Sama Dengan Mushaf ?

arti mushaf, definisi mushaf
Tanya : Seperti dimaklumi, sekarang ini banyak beredar CD dan kaset Al-Quran di tengah-tengah masyarakat. Padahal kita tahu, Al-Quran memiliki beberapa khususiyah (kekhususan). Salah satunya adalah tidak boleh disentuh kecuali dalam keadaan suci dari hadas kecil dan besar. Pertanyaan saya adalah : apakah CD atau kaset Al-Quran secara hukum disamakan dengan Al-Quran, sehingga untuk menyentuhnya diper1ukan berwudlu dulu ? (Nazar, Yogya)

Jawab : Pertanyan ini sangat menarik dan penting sekali. Sekarang, pada era komputer, penggunaan CD Al-Quran sudah banyak. Pemilik komputer yang memiliki CD Al-Quran, tidak hanya bisa menampilkan ayat-ayat Al-Quran di layar monitor, tetapi juga bacaan, dan terjemahan, lengkap dengan bermacam penafsiran para ulama yang dinukil dari berbagai kitab tafsir.

Jadi sangat praktis sekali. CD ini bisa diperoleh dengan mudah di toko dengan harga yang relatif murah. Tidak hanya Al-Quran, sekarang banyak pula CD yang berisi kitab-kitab keislaman dalam berbagai disiplin ilmu, seperti fiqh, tafsir, bahasa dan lain-lain. 

Penggunaan CD dan kaset Al-Quran menjadi masalah, lantaran Al-Quran atau lebih tepatnya mushaf sebagaimana diungkapkan penanya mempunyai beberapa khususiyah, atau keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab atau buku lain. Salah satunya adalah tidak boleh disentuh dalam keadaan tidak suci karena menyandang hadas kecil maupun besar. Berbeda dengan membacanya, yang tidak diperkenankan bagi penyandang hadas besar saja.

Larangan menyentuh mushaf dalam keadaan hadas, misalnya didasarkan pad.a sebuah kitab/surat yang ditulis Rasulullah dan ditujukan kepada Amru Ibnu Hazm, yang termaktub di dalamnya “la yamassu Al-Qurana illa thahir” artinya: tidak boleh menyentuh Al-Quran kecuali orang yang suci.

Yang dimaksud orang suci (thahir) adalah orang yang terbebas dari hadas. Pelarangan ini, oleh penulis kitab Mausu‘ah Al-Ijma’ fi Al-Fiqh Al-Islami, dimasukkan ke dalam kategori permasalahan yang mujma’ ‘alaih, dalam artian telah disepakati hukumnya oleh para ulama. (Subul As-Salam. I, h. 70, Mausu’ah Al-Ijma’ fi Al-Fiqh Al-Islami. h. 878).

Definisi Mushaf
Kaset dan CD Al-Quran sudah barang tentu merupakan fenomena baru, yang belum terjadi pada zaman para ulama mengarang kitab-kitab fiqhnya.

Oleh karenanya, untuk memperoleh mengenai jawaban tersebut secara harfiyah/tekstual sangat sulit sekali. Apalagi sebagian ulama ada yang menghindari membicarakan persoalan yang belum terjadi (al-fardhiyyat).

Tetapi paling tidak, pertanyaan tersebut dapat diselesaikan dengan mengacu pada definisi mushaf. Apakah mushaf itu? Lalu apakah CD dan kaset Al-Quran dapat dinamakan mushaf ?

Penulis kitab I’anah Ath-Thalibin, mendefinisikan mushaf sebagai nama untuk kertas (al-waraq) yang ditulisi kalamullah. Sementara dalam kitab Hasyiyah Al-Bajuri disebutkan, bahwa mushaf adalah : nama sesuatu yang ditulisi kalamullah. Definisi ulama-ulama yang lain tidak berbeda dengannya. Dari dua definisi ini, dapat kita lihat bahwa tulisan merupakan faktor penentu, apakah sesuatu itu dinamakan mushaf atau bukan. (I’anah Ath-Thalibin, I, h. 66, Al-Bajuri, I, h. 144) 

Pada sisi lain, baik CD maupun kaset tidak memuat tulisan huruf Al-Quran. Dan dua premis tersebut maka muncullah satu natijah (konklusi) bahwa CD dan kaset Al-Quran bukan mushaf. 

Alasannya jelas, yaitu; tidak adanya tulisan Al-Quran. Karena bukan mushaf dengan sendirinya, menyentuhnya tidak diharuskan berwudlu terlebih dulu. 

Nampaknya CD atau kaset Al-Quran mempunyai persamaan dengan penghapal Al-Quran yang secara populer mendapat julukan al-hafizh. Orang yang hapal Al-Quran di luar kepala (bi al-ghaib), tidak dinamakan mushaf, misalkan mampu mengucapkan seluruh ayat Al-Quran mulai surat Al-Fatihah sampai An-Nas secara fasih. Sehingga kita dapat bersalaman dengannya dalam keadaan menanggung hadas sekalipun.

Terakhir, perlu juga diketahui, permasalahan tersebut dengan jawaban yang sama, pernah dibahas dalam Muktamar Nahdhatul Ulama ke-26 di Semarang, sebagai termaktub dalam kitab Ahkam Al-Fuqaha yang memuat semua hasil Muktamar dan Munas NU ke-1 s/d 29, yang diterbitkan oleh PP RML Ada baiknya kitab tersebut dimiliki, karena memuat beragam masalah dalam berbagai aspek kehidupan.

Saturday, 24 September 2016

Kenapa Siwak Dianjurkan Dan Apa Hukum Bersiwak Menurut Islam

hukum bersiwak, dalil bersiwak,
Tanya : Kapan beisiwak dianjurkan ? (Abdul Kholiq, Jepara)
Jawab : Islam memiliki kepedulian yang sangat besar terhadap kesehatan dan kebersihan. Kadar perhatian ini, misalnya terlihat jelas pada sebuah hadis :
Artinya : “Kesucian merupakan separuhnya iman.” (HR.Muslim)

Pengertian kebersihan dan kesucian yang dimaksud oleh Islam tentu sangat luas, yang mencakup kebersihan dan akidah yang salah, sifat-sifat yang tercela, serta tindakan-tindakan yang tidak terpuji.
Dalam istilah sufi, upaya penyucian itu disebut at-takhalli, yakni terbebasnya seseorang dari akhlak yang tercela dan dosa. At-takhalli selanjutnya disusul dengan at-tahalli, yaitu menghiasi diri dengan akhlak dan perbuatan yang baik. Setelah itu seorang akan mencapai at-tajailli.

Dengan demikian, Islam menekankan keseimbangan antara lahir dan batin, jiwa dan raga, material dan spiritual, dunia dan ukhrawi. Keseimbangan ini juga terwujud dalam masalah kebersihan. Sebagai agama, Islam tidak hanya memerintah umatnya membersihkan hati dan akhlak, tapi juga badan secara keseluruhan, yang salah satu caranya adalah dengan bersiwak (menyikat gigi) secara rutin. 

Sebenarnya bersiwak bukanlah perkara baru bagi umat Islam. Bukan 100 (seratus) atau 200 (dua ratus) tahun yang lalu mereka baru mengenalnya. Jauh sebelum itu, lebih dan 14 (empat belas) abad yang lalu Rasulullah Saw. telah memerintah umatnya untuk membiasakan diri bersiwak sebagai terlihat dalam banyak hadis, seperti termaktub dalam kitab Shahih Muslim: I; 24 dan Jawahir A1-Bukhar. 84.

Misalnya diriwayatkan dari orang tua Abu Burdah bahwa beliau pernah menemui Rasulullah Saw. dalam keadaan bersiwak. Bahkan tradisi bersiwak sudah dimulai Nabi Ibrahim as. (Al-Bajuri. I; 42).
Berangkat dari beberapa hadis tersebut, para ulama berkesimpulan bersiwak hukumnya sunah. Anjuran bersiwak berlaku kapan dan di mana saja kecuali bagi orang berpuasa setelah lingsir matahari (zawal) sampai terbenam. Bersiwak pada saat itu hukumnya makruh. Pengecualian ini berangkat dan sebuah hadis yang menginformasikan bahwa bau mulut orang berpuasa yang tidak sedap itu di sisi Allah lebih wangi daripada minyak misik. Jika Allah menyukai hal itu, sudah seyogyanya tidak dihilangkan. 

Sebenarnya masalah ini termasuk persoalan khilafiyah. Terbukti ada ulama yang tidak menghukumi makruh. (Al-Bajuri. I; 43). Meskipun secara umum bersiwak dianjurkan, ada waktu-waktu tertentu bersiwak lebih ditekankan daripada saat-saat yang lain.

Waktu yang sangat dianjurkan bersiwak adalah ketika hendak mengerjakan shalat sebelum berwudhu, membaca Al-Quran, hadis atau ilmu-ilmu syar’i, sebelum dan setelah tidur, dan ketika bau mulut berubah menjadi tidak sedap akibat makan bawang pete dan sejenisnya, atau karena diam terlalu lama.

Dari segi alat, menurut para ulama, segala benda kasar yang bisa menghilangkan kotoran yang menempel pada gigi dapat digunakan untuk bersiwak, seperti kayu arak (kayu siwak), dan kain.

Jadi bersiwak tidak harus menggunakan sikat atau pasta gigi seperti yang selama ini kita kenal. Kalau misalnya tidak mampu membeli pasta gigi, kita bisa bersiwak dengan kayu siwak yang banyak diperjual belikan atau meminta kepada orang yang pulang dari tanah suci Makkah.

Kayu itu sangat murah dan tidak membutuhkan pasta gigi. Jadi sangat praktis dan ekononus. Hasilnyapun tidak kalah dari sikat yang biasa kita pakai dengan pasta gigi sehari-hari. Para ulama tidak hanya membahas dari segi hukum bersiwak. Mereka juga menjelaskan faedahnya.

Sebagai termaktub dalam kitab Al-Iqna’. I; 214, dengan bersiwak kita mendapatkan beberapa keuntungan, memperoleh ridha Allah, melipatgandakan pahala ibadah, menjadikan gigi lebih putih dan bersih, menghilangkan bau mulut yang tidak sedap, memperkuat gusi, memperlambat tumbuhnya uban di kepala, punggung tetap lurus (tidak bengkok), menambah kecerdasan dan mempertajam penglihatan.

Karena itu, kalau umat Islam masih kurang memperhatikan masalah kesehatan khususnya bersiwak jelas hal itu lebih karena masih sempitnya pemahaman tentang ajaran agama, di samping keminiman kesadaran akan arti penting kesehatan secara umum akibat rendahnya tingkat pendidikan dan kemiskinan.

Kebersihan merupakan salah satu masalah yang sangat ditekankan oleh Islam, tetapi kurang mendapat perhatian secara dengan semestinya oleh umatnya. Justru orang lain yang mengamalkan.

Tabir Wanita