Di Fadam Ar’aam
Yakub menempuh jarak yang sangat jauh menuju Fadam Ar’aam. Dia harus melewati padang pasir dan gurun yang luas dengan terik matahari yang membakar kulit. Belum lagi di malam hari, angin sangat dingin menusuk tulang. Selama dalam penjalanan sesekali dia beristirahat di tempat yang teduh dan terdapat air untuk minum serta bekal untuk melanjutkan penjalanan.
Dia tiba di sebuah tempat yang sangat nyaman. Dia berhenti di bawah sebuah batu yang besar. Kakinya diluruskan agar otot-ototnya yang lelah dapat beristirahat. Angin yang menyejukkan membuat matanya terasa berat.
Perlahan-lahan, dia pun tertidur lelap. Dalam tidurnya, dia bermimpi bahwa dia akan dikaruniai rezeki yang banyak, kehidupan yang nyaman, serta anak cucu yang saleh dan berbakti, Kemudian, Yakub terbangun dari tidurnya. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan. Ternyata, dia masih berada di padang pasir yang luas seorang diri.
Namun, secara menakjubkan, Yakub merasa rasa letihnya menghilang. Dan dalam tubuhnya seakan-akan muncul kekuatan baru yang membuatnya sanggup untuk melanjutkan perjalanan.
Yakub pun berjalan lagi dengan semangat dan tenaga yang lebih besar daripada sebelumnya. Akhinnya, dia tiba di pintu gerbang Fadam Ar’aam. Dia masuk ke kota dengan langkah yang mantap.
Satelah berjalan memasuki kota, dia tiba di persimpangan jalan. Dia bertanya kepada salah seorang penduduk tentang letak rumah Laban. Karena Laban seorang yang kaya raya dan terpandang, maka orang itu pun segera menunjukkan arah pada Yakub. Ia menunjuk seorang gadis cantik yang sedang menggembalakan kambing.
“Kebetulan sekali, itu dia putri Laban. Dia bisa menunjukkan rumah Laban kepadamu. Nama gadis itu Rahil.” ucapnya.
Yakub pun menatap gadis yang bernama Rahil tersebut. Ia sangat cantik dan menarik. Yakub berjalan menghampiri Rahil yang sedang menggembalakan kambing. Dengan suara terputus-putus, Yakub memperkenalkan dirinya.
“Salam... aku Yakub putra Ribka, adik perempuan Laban, ayahmu"
.
Rahil tersenyum dengan ramah menyambut Yakub yang tampak kikuk. Senyum Rahil membuat hati Yakub tenang. Kemudian. Yakub pun menjelaskan dengan lancar maksud kedatangannya ke Fadam Ar’aam.
"Aku datang kemari karena Ayah menyuruhku menyampaikan pesan untuk ayahmu," ucapnya.
“Baiklah, aku senang bertemu denganmu. Ikutlah denganku. kita akan menemui ayah,” ucap Rahil dengan suara lembut.
Yakub pun mengikuti Rahil menuju rumahnya. Ketika Laban bertemu dengan Yakub, dia langsung memeluk Yakub. Hatinya sangat bahagia karena dapat bertemu dengan keponakannya. Kemudian, Laban segera menyiapkan kamar untuk Yakub.
Setelah beberapa hari tinggal di rumah Laban, Yakub menyampaikan pesan ayahnya. Yakub mengatakan bahwa Nabi Ishak sangat ingin berbesanan dengan Laban. Pesan tersebut diterima Laban dengan baik. Dia setuju menikahkan Yakub dengan salah satu putrinya, dengan syarat sebagai mas kawinnya Yakub harus bekerja di peternakan Laban selama tujuh tahun.
Yakub menyanggupi persyaratan Laban. Sejak hari itu, dia bekerja dengan giat dan sepenuh hati. Tanpa terasa dia telah melewati waktu tujuh tahun. Tiba waktunya untuk menagih janji kepada Laban. Ketika dia mengungkapkan kembali keinginannya, Laban menawarkan Laiya. kakak Rahil. sebagai calon istri Yakub. Namun, Yakub menghendaki Rahil karena Yakub sudah tertarik kepada Rahil sejak mereka pertama kali bertemu.
Keinginannya itu diutarakan terus-terang kepada Laban. Namun, Laban tidak dapat mengizinkan Yakub menikahi Rahil karena menurut adat-istiadat yang berlaku, seorang adik tidak boleh mendahului kakaknya. Sebagai jalan tengah, Laban menawarkan Yakub untuk menerima Laiya sebagai istri pertama dan Rahil sebagi istri kedua. Namun, Yakub harus kembali bekerja selama tujuh tahun untuk dapat menikahi keduanya.
Yakub akhirnya menerima tawaran itu. Die menikahi Laiya dan kembali bekerja selama tujuh tahun. Setelah bekerja tujuh tahun, barulah dia dapat menikahi Rahil. Setelah menikah. Laban menghadiahkan dua orang hamba sahaya untuk kedua putrinya. Dan kedua istrinya tersebut, Yakub dikaruniai dua belas anak. Yakub pun hidup makmur seperti yang pernah dia mimpikan ketika tertidur di bawah batu dahulu.