Wednesday, 21 October 2015

Bayi Dalam Goa (Kisah Dalam Al-Quran)


Bayi Dalam Goa
QS. Al-An’am : 74-79

Terdengar suara tangis seorang bayi laki-laki. Suara tangisnya begitu kencang sehingga dapat membuat siapa saja yang mendengarnya iba. Namun, tidak ada seorang pun yang mendengar suara tangis bayi tersebut, karena ia berada di dalam sebuah gua yang terletak di dalam hutan. Bayi tersebut begitu kesepian di gua yang gelap itu.

Tiba-tiba, tangisan bayi itu terhenti. Rupanya ia kelelahan karena terlalu lama menangis. Kemudian, bayi itu tertidur pulas sambil mengisap jari-jarinya. Setelah hari itu, tidak terdengar lagi suara tangisnya. Yang ada hanya suara tawa bahagia. Bayi itulah yang bernama Ibrahim.

Ibrahim berada di dalam gua karena orangtuanya terpaksa membuang dirinya. Mereka tidak ingin bayinya itu dibunuh oleh tentara Raja Namruz. Raja Namruz mengeluarkan peraturan bahwa di negaranya tidak boleh ada keluarga yang merawat bayi laki-laki. Apabila lahir seorang bayi laki-laki, maka bayi itu harus dibunuh. Raja Namruz memernitahkan demikian karena dia merasa cemas bahwa suatu hari nanti akan ada seorang laki-laki dari bangsanya yang akan menghancurkan tahta kerajaannya.

Orang tua Ibrahim tidak mau melihat bayinya dibunuh. Oleh karena itu, keduanya terpaksa membuang Ibrahim ke dalam gua.

Semenjak itu, ibunda Ibrahim selalu memikirkan bayi laki-lakinya. Azar,suaminya,selalu berusaha menghiburistrinya.
“Kenapa wajahmu selalu murung?” tanya Azar begitu melihat istrinya merenung di dalam rumah. “Aku teringat anak kita, Ibrahim.”

“Jangan engkau cemaskan anak kita. Lebih baik nasibnya seperti itu daripada kita melihatnya dibunuh oleh tentara Raja Namruz.”

“Bagaimana kalau kita kembali ke dalam hutan untuk melihat keadaannya, Pak?” tanya
ibunda Ibrahim.

“Percuma saja, kemungkinan besar bayi kita sudah meninggal. Jangan membuat dirimu semakin
menderita, istriku.”

“Tapi... aku merasa bayi kita masih hidup, Pak!”

“Rasanya tidak mungkin Bu. Barangkali bayi kita sudah meninggal karena kelaparan atau dimakan binatang buas.

Mendengar perkataan suaminya, ibunda Ibrahim menangis tersedu-sedu. Ia membayangkan hal-hal buruk yang bisa terjadi pada bayinya. Namun, nalurinya mengatakan bahwa Ibrahim masih hidup.

“Kita harus kembali ke dalam hutan,” ucapnya kemudian. Matanya membulat menunjukkan tekad yang kuat. Akhirnya, Azar mengikuti keinginan istrinya karena ia tidak tega melihat istrinya bersedih terus-menerus. Keesokan harinya, mereka berangkat pagi-pagi sekali menuju hutan.

“Itu ... guanya,” tunjuk ibunda Ibrahim. Mereka berdua segera menuju ke arah gua. Keadaan gua itu tampak sangat tenang. Matahari pagi bersinar menerobos pintu gua. Ibunda Ibrahim segera bergegas masuk ke dalamnya. Apa yang dilihatnya di dalam gua benar-benar menakjubkan! Bayinya sedang tertawa-tawa seperti sedang bercanda dengan seseorang.

“Bayikuuu....” jeritnya bahagia. Azar segera mengikuti sang istri. Dia pun tertegun melihat istrinya menggendong Ibrahim.
“Lihat . . .Ibrahim masih hidup.”... aku sungguh tidak percaya.” ini suatu keajaiban. Rupanya ada yang menjaga Ibrahim.”

“Ya ... tapi kita tidak dapat membawa Ibrahim pulang,” ucap Azar sambil mengelus kepala anaknya.

Kalau begitu, aku yang akan ke sini setiap hari,” ucap istrinya.

“Tapi ... bagaimana kalau orang lain curiga?”

“Aku akan berpura-pura mencari kayu bakar di hutan,” ucap istrinya penuh keyakinan.

“Baiklah ..,“ sahut Azar kemudian.

Sejak itu, setiap hari mereka menengok Ibrahim di dalam gua. Mereka datang pagi-pagi dan baru
pulang di sore hari. Mereka tetap merasa takjub menyadari Ibrahim dapat tinggal sendirian di dalam gua.

Mereka merahasiakan hal itu karena tidak berani membawa Ibrahim pulang ke kampung halamannya sebelum peraturan Raja Namruz dihapuskan.

Ibrahim pun tumbuh menjadi seorang anak laki-laki yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu. Sewaktu dia mulai besar dan sudah mengerti sesuatu, dia bertanya kepada orangtuanya, “Wahai -
Ibu, Bapak, siapakah yang menjadikan aku?”

Orangtuanya menjawab, “Yang menjadikan engkau adalah kami, karena engkau lahir ke dunia ini disebabkan oleh kami.”

“Lalu, siapa yang menjadikan Ayah dan Bunda?” tanya Ibrahim ragu.

“Tentu saja kakek dan nenekmu, karena kami lahir disebabkan oleh mereka,” jawab ayahnya.

“Lalu, siapakah yang pertama-tama menjadikan kita semua?” tanyanya lagi. Orangtuanya tidak dapat menjawabnya karena mereka tidak mengenal Allah sebagai Sang Pencipta alam semesta.
Ibrahim selalu bertanya-tanya siapakah yang menciptakan alam semesta ini. Namun, tidak ada seorang pun yang dapat menunjukkan dan mengajarkan kebenaran kepadanya.

Pada malam hari, Ibrahim sering melihat bintang-bintang, lalu dia berkata, “Inikah Tuhanku?” Kemudian, dia melihat bintang-bintang itu menghilang di balik awan hitam. Lalu, dia berkata lagi, “Aku tidak akan menyembah kepada sesuatu yang tidak kekal.”

Sesudah itu, dia melihat bulan purnama yang bersinar cemerlang. “Inikah Tuhanku?” Namun, beberapa saat kemudian. bulan purnama itu lenyap. “Kalau Tuhanku tidak selalu dapat memberiku petunjuk, tentu aku akan tersesat.”

Pada waktu siang, Ibrahim melihat matahari yang lebih besar dan lebih bercahaya dibanding semua yang pernah dia lihat sebelumnya. “Oh, mungkin inilah Tuhanku yang sebenarnya karena ia paling besar.” Tetapi kemudian, matahari itu terbenam. Ibrahim pun berkata, “Aku tidak akan bertuhan kepada matahari yang dapat terbenam.”

“Aku hanya akan menyembah kepada sesuatu yang menjadikan langit dan bumi dengan sebenarnya. Dan aku tidak akan pernah menduakan-Nya.”

Asmaul Husna - Al Muhaimin

Al Muhaimin artinya Yang Maha Memelihara. Semua makhluk di alam ini diciptakan Allah. Dia yang melindungi dan menjaganya. Dia mengurus sendiri semua makhluk-Nya. Da tidak akan membiarkan makhluk-Nya terlantar.

Allah menyayangi manusia dan tidak ingin manusia tersesat, maka dari itulah Allah memberi petunjuk melalui Al Qur’an.

Firman Allah SWT :
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dan apa yang mereka persekutukan.” (QS 59:23)


Kata Al Muhaimin berasal dan kata haimana yuhaiminu yang berarti memelihara, menjaga, mengawasi atau menjadi saksi (yang membenarkan atau menyalahkan.)

Al Muhaimin yang merujuk kepada sifat Allah (QS 59: 23) berarti bahwa hanya Allah yang memelihara dan menjaga seluruh makhluknya baik dari segi keselamatannya, keamanan, dan kesejahteraannya. Salah satu hikmah penyebutan Al Muhaimin di belakang As Salam dan Al Mu’min adalah bahwa Allah yang memelihara kesejahteraan (salam) dan ketenangan hati (amin) dan seluruh hamba-Nya.

Pemeliharaan dan pengawasan Allah itu begitu luas cakupannya, karena banyaknya yang diawasi dan luasnya jagad raya ini sehingga tidak ada satu makhlukpun yang dapat menandingi. Apalagi menandingi kemampuan Allah dalam memelihara dan mengawasi, membayangkan kemampuan Allah untuk melakukan pemeliharaan dan pengawasan saja tidak ada yang bisa. Akal manusia terlalu lemah untuk dapat membayangkannya. Begitu pula indera mereka hanya memiliki kemampuan yang sangat terbatas. Hanya mampu melihat yang lahir saja. Manusia tidak bisa melihat apa yang tersembunyi di kegelapan malam. Sedang bagi Allah sebutir biji yang jatuh dalam kegelapanpun dilihat-Nya (QS Al- An’am/6: 59).

Begitupun indera yang lain hanya mampu menjangkau segala sesuatu yang bersifat lahiriyah saja sedang apa yang tersembunyi di dalam hati tidak bisa dilihatnya. Sedang Allah menyaksikan sekaligus yang lahir dan apa yang dibisikkan oleh hati manusia. Bahkan apa yang disembunyikan oleh hati manusiapun diketahui Allah. Pengawasan manusia juga dibatasi oleh ruang dan waktu. Apa yang ada di balik tembok tidak bisa dilihatnya. Begitu pula apa yang sudah terjadi di masa lampau dan apa yang akan terjadi di masa mendatang tidak bisa diketahuinya sekarang. Allah sangat jauh dari kelemahan seperti itu. Allah SWT menyaksikan sekaligus semua makhluknya di mana saja mereka berada di seluruh jagad raya ini secara silmultan. Bahkan Allah menjangkau semua penglihatan, tetapi tidak ada penglihatan manusia yang dapat menjangkaunya (QS Al- An’am/6: 103).

Al-Muhaimin Artinya Allah yang maha menjaga. Alam semesta beserta isinya ada yang memelihara dan menjaga. Bumi selalu berputar mengelilingi matahari. Allah SWT telah menetapkan bumi, bintang, planet-planet lainnya berputar pada porosnya. Sehingga, terjadi keseimbangan antara benda-benda raksasa tersebut satu dengan yang lainnya. Yang menjaga keseimbangn alam semesta hanyalah Allah SWT.

Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah Al-Anbiyah ayat 33.
Artinya: “dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS:Al-Anbiyah :21:33)

Seluruh alam terhampar dalam angkasa raya yang sangat luas, yang tak seorang pun mengetahuinya batas-batas kekuasanya kecuali sang pencipta. Demikian pulah dengan tubuh atau jasad manusia. Manusia dapat hidup, bergerak, berfikir, memiliki tenaga, kekuatan, dan ksehatan. Itu semua nikmat dari Allah SWT yang maha menjaga.

Kisah Teladan Nabi

UNTA RAKSASA PELINDUNG RASULULLAH

Allah SWT Maha Memelihara, terutama pada hamba-Nya yang bertakwa. Nabi Muhammad SAW adalah salah atu Nabi kekasih Allah SWT. Saat itu, Nabi Muhammad SAW dimusuhi oleh Abu Jahal dan kaum musyrikin Quraisy. Karena mereka tak suka dengan dakwah Nabi Muhammad SAW yang mengajak kepada kebenaran.

Setiap subuh, Nabi Muhammad SAW biasa melaksanakan salat Subuh di depan Ka’bah, “Aku akan menjatuhkan batu besar ke atas kepala Muhammad SAW saat dia sedang sujud,” kata Abu Jahal sambil bersiap-siap menjatuhkan sebuah batu besar. Namun tiba-tiba datang seekor unta raksasa mau menerkam Abu Jahal. Tentu saja Abu Jahal berlari ketakutan. Akhirnya, ia pun gagal melaksanakan niatnya untuk membunuh Nabi Muhammad SAW.

Tuesday, 20 October 2015

Apa Hukum Terburu-Buru Berbuka Puasa ?

Tanya : Suatu ketika saya menyetir mobil keluar kota. Di tengah perjalanan saya mendengar suara adzan. Kebetulan saya tidak membawa arloji, sedangkan cuaca mendung. Sambil menyetir saya langsung berbuka dengan minum air mineral. Beberapa menit kemudian, saya sampai di tujuan. Ternyata bedug Maghrib baru ditabuh. Rupanya suara adzan yang saya dengar dari siaran radio daerah lain. Lantas bagaimana dengan puasa saya? (Usman Chan Buduran, Sidoarjo)

Jawab :
Dari segi pelaksanaannya, ibadah dibagi menjadi dua : muthlaqah dan muqayyadah. Ibadah muthlaqah adalah ibadah yang pelaksanaannya tidak diatur. Seperti sedekah, tidak ditentukan kapan, kepada siapa, dan jumlahnya berapa. Ibadah muqayyadah merupakan kebalikan dari muthlaqah. Jenis ibadah muqayyadah, ditentukan siapa pelakunya, kapan waktunya, dan apa persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi.

Puasa temasul jenis ibadah muqayyadah. Misalnya dari segi waktu pelaksanaan, puasa terbatas pada bulan Ramadhan, sejak fajar terbit sampai matahari terbenam, tidak lebih tidak kurang. Bahwa waktu puasa sehari penuh, ditegaskan Allah dalam Al Quran:
Artinya: “Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudia sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. A1-Baqarah: 187)

Dalam berpuasa memang dianjurkan untuk mempercepat berbuka (tajil al-fithr) dan mengakhirkan sahur (ta’khir as-sahur). Tetapi harap diingat, anjuran mempercepat berbuka itu berlaku apabila sudah diperoleh keyakinan matahari telah terbenam. Jadi, jika sifatnya masih dugaan atau ragu-ragu, jangan cepat-cepat berbuka.

Kedudukan waktu dalam ibadah puasa penting sekali sehingga menuntut perhatian yang serius dari shaim (orang yang berpuasa) untuk mengetahuinya. Puasa yang tidak dimulai sejak fajar atau sudah diakhiri sebelum Maghrib tidak sah.

Waktu ibadah harus sesuai dengan kenyataan, tidak cukup hanya berdasarkan keyakinan atau dugaan semata. Misalnya, kalau seseorang dengan cara atau metode tertentu telah menyakini atau menduga dengan kuat waktu Zhuhur telah tiba, lalu mengerjakan shalat, tetapi dalam kenyataannya waktu Zhuhur belum tiba, maka shalatnya harus diulangi lagi. Ini mengikuti kaidah fiqih: “la ibrah biazh-zhann ai-bayyin khatha uhu” tidak ada pembenaran bagi dugaan yang terbukti salah.

Shalat Zhuhur tersebut tidak dianggap cukup sebagai pemenuhan kewajiban, karena ia didirikan di atas dugaan yang kemudian terbukti salah. Sedangkan dugaan semacam itu tidak mempunyai tempat dalam sistem hukum Islam.

Demikian halnya dengan puasa. Puasa yang disudahi berdasarkan dugaan bahwa waktu buka telah tiba (sebagaimana umumnya jika terdengar suara adzan dari radio), dan kemudian ternyata dugaan itu berlawanan dengan kenyataan maka puasanya harus dianggap batal sebelum waktunya.

Meskipun tentu saja ketidak tahuan itu membebaskan Anda dari dosa membatalkan puasa, tetapi hal yang sama tidak membebaskan Anda dari kewajiban qadha’. Anda wajib mengganti puasa yang batal ini nanti setelah Ramadhan berakhir.

Arti Dan Hukum Masbuq

Masbuq ialah orang yang mengikut kemudian, Ia tidak sempat membaca Fatihah beserta imam di rakaat pertama.

Hukumnya yaitu: Jika ia takbir sewaktu imam belum rukuk, hendaklah Ia membaca Fátihah sedapat mungkin. Apabila imam rukuk sebelum habis Fatihah-nya, hendaklah Ia rukuk pula mengikuti imam. Atau didapatinya imam sedang rukuk, hendaklah Ia rukuk pula. Ringkasnya, hendaklah Ia mengikuti bagaimana keadaan imam sesudah ia takbiratul ihram. (baca juga : Syarat Sah Mengikuti Imam)

Apabila masbuq mendapati imam sebelum rukuk atau sedang rukuk dan Ia dapat rukuk yang sempurna bersama imam, maka ia mendapat satu rakaat; berarti salatnya itu terhitung satu rakaat. Kemudian hendaklah kekurangan rakaatnya ditambah jika belum cukup, yaitu sesudah imam memberi salam.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabi1a seseorang di antara kamu datang untuk salat sewaktu kami sujud, hendaklah kamu sujud, dan janganlah kamu hitung itu satu rakaat; dan barang siapa yang mendapati rukuk beserta imam, maka ia telah mendapat satu rakaat.” (RIWAYAT ABU DAWUD)

Adapun Fatihah-nya ditanggung oleh imam, ini adalah pendapat jumhurul ‘ulama. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa masbuq tidak mendapat satu rakaat kecuali apabila Ia dapat membaca Fatihah sebelum imam rukuk. Mereka beralasan dengan hadis berikut.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Bagaimana keadaan imam ketika kamu dapati, hendaklah kamu ikuti; dan apa yang ketinggalan olehmu, hendaklah kamu sempurnakan.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Orang yang lebih berhak menjadi imam ialah orang yang disebutkan dalam hadis berikut.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Uqbah bin Amr, “Rasulullah Saw. telah berkata, ‘Yang menjadi imam di antara kamu ialah mereka yang terbaik bacaannya. Kalau mereka sama bacaannya, maka yang terpandai dalam sunnah; kalau kepandaian mereka sama dalam sunnah, dilihat yang lebih dulu berhijrah (ke Madinah); kalau bersamaan pula, dilihat yang lebih tua. Janganlah diimamkan seseorang di tempat kekuasaan laki-laki lain (artinya tuan rumah lebih berhak menjadi imam), dan janganlah seseorang duduk di rumah orang lain di atas tikarnya kecuali dengan izin tuan rumah itu’.” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

Imam yang dibenci
Apabila seseorang menjadi imam masjid, langgar, atau tempat-tempat berjamaah yang lain, tetapi kaum (orang banyak) yang berjamaah di situ benci kepadanya, sedangkan kebencian mereka kepadanya disebabkan oleh keagamaan, maka hukum imam yang seperti itu menurut sebagian ulama haram, sebagian lagi berpendapat makruh. Dengan adanya kebencian itu mereka tentu akan menjauhkan diri darinya dan salat berjamaah di situ akan berkurang, ataupun mungkin juga menimbulkan fitnah yang tidak diinginkan oleh agama Islam.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abdulllah bin Umar,; “Rosulullah Saw. Telah berkata, Allah tidak menerima salat orang yang menjadi imam di antara satu kaum, sedangkan mereka benci kepadanyu.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN IBNU MAJAH).

Kaum Tsamud Membunuh Unta (Kisah Dalam Al-Quran)

Para pemuka kaum Tsamud mengadakan persekongkolan. Mereka mengatur rencana untuk membunuh unta Nabi Saleh.

Namun, di hati mereka tetap terbersit rasa takut akan datangnya hukuman dari Allah. Di tengah keraguan tersebut, seorang wanita bangsawan yang kaya raya menawarkan akan menyerahkan dirinya kepada siapa saja yang berhasil membunuh unta Nabi Saleh. Ada juga seorang wanita yang menawarkan putri-putrinya yang cantik bagi siapa pun yang bisa membunuh unta itu.

Dua jenis hadiah yang menggiurkan dari kedua wanita itu, ditambah hasutan dari pemuka kaum Tsamud membuat dua orang laki-laki bernama Mushadda’ bin Muharrij dan Gudar bin Salif bersedia membunuh unta Nabi Saleh. Mereka segera bersiap-siap akan membunuh unta itu untuk mendapatkan hadiah yang telah dijanjikan.

Kedua laki-laki itu dibantu oleh tujuh pria. Mereka bersembunyi di tempat yang biasa dilalui si unta ketika akan pergi ke tempat minumnya. Mereka menunggu dengan perasaan gelisah, takut rencana mereka akan gagal. Tak lama, suara langkah si unta mulai terdengar pelan. Ketika unta itu lewat di hadapan mereka, Mushadda’ segera mengacungkan panahnya. Anak panah meluncur dari busurnya dan mengenal betis si unta. Kemudian Gudar segera keluar dan menikamkan pedangnya di perut unta tersebut. Setelah itu, mereka menyembelih unta tadi.

Dengan bangganya, kesembilan orang itu lalu pergi ke kota untuk menyampaikan berita matinya unta Nabi Saleh. Keberhasilan mereka mendapat sambutan meriah dan teriakan kegembiraan dari orang-orang yang tidak beriman.

Mereka berkata kepada Nabi Saleh, “Wahai Saleh, untamu telah mati terbunuh. Coba datangkan ancaman yang telah kamu ucapkan, jika kamu termasuk orang yang jujur.” Nabi Saleh menjawab, “Aku telah memperingatkan kalian bahwa Allah akan menurunkan hukuman-Nya atas kalian jika kalian mengganggu unta itu. Peringatan yang telah Allah janjikan akan datang.”

Nabi Saleh memberi waktu tiga hari kepada kaumnya untuk bertobat. Namun, mereka malah mengejek Nabi Saleh dan menantang datangnya siksa Allah.

Nabi Saleh kembali memberi peringatan dengan memberitahu kepada kaumnya tentang hukuman yang dapat menimpa mereka.

“Wahai kaumku, ingatlah perkataanku! Bila kalian tidak bertobat kepada Allah, maka siksa Allah akan datang selama empat hari. Pada hari pertama, saat kalian bangun dari tidur, wajah kalian akan berubah menjadi kuning dan berubah menjadi merah. Hari kedua, wajah kalian akan menjadi hitam. Hari ketiga dan keempat, azab akan datang dan Allah.”

Mendengar peringatan tersebut. kesembilan orang yang telah membunuh unta Nabi Saleh segera mengadakan pertemuan penting.
“Bagaimana ini? Saleh kembali mengancam kita,” ucap salah seorang dari mereka.

“Kita harus membunuh Saleh pada saat dia lengah, yaitu pada malam hari.” “Kita harus bersumpah melakukan ini agar kita terbebas dari Saleh.” “Baiklah ... kita semua setuju.”

“Kita juga harus merahasiakan ini agar keluarga Saleh tidak menuntut kita.”

Akhirnya, mereka semua bersumpah akan membunuh Nabi Saleh secara diamd iam.

Pada malam yang telah disepakati, mereka mengendap-endap datang ke rumah Nabi Saleh. Ketika mereka akan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar di atas kepala mereka.
“BRAAAKK ....“ Batu besar itu langsung menimpa mereka. Mereka bahkan tidak sempat meminta tolong.

Keesokan harinya, Nabi Saleh dengan para pengikutnya segera meninggalkan Hijr. Mereka menuju Ramlah, sebuah tempat di Palestina.

Kaum Tsamud yang ditinggalkan binasa. Allah mendatangkan halilintar dan gempa bumi yang dahsyat bagi mereka.

Apa Hukum Menafkahi Istri Di Penjara ?


Beberapa waktu yang lalu telah dikabarkan, bahwa ada salah satu seorang istri dari artis yang tertangkap basah sedang pesta sabu-sabu. Sehingga sekarang dia harus mendekam di penjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya itu. Apakah masih wajib bagi seorang suami untuk menafkahi sang istri dalam kasus di atas?

Jawab : Tidak wajib.

Referensi : 
 
 
 

Sifat-Sifat Tercela Pasukan Gajah

Pasukan gajah yang dipimpin Abrahah akhirnya gagal menghancurkan Ka’bah. Mereka dihancurkan oleh Allah SWT, karena memiliki sifat-sifat yang tercela.

Beberapa sifat tercela yang dimiliki pasukan Abrahah adalah sebagal berikut:
a. Iri
Sifat iri adalah rasa tidak senang apabila orang lain mendapat nikmat atau kesenangan. Rasa iri dipihak Abrahah mulai muncul ketika Mekah berkembang menjadi kota yang ramai. Bahkan keramaian kota Mekah mengalahkan Kota San’a yang menjadi tempat tinggal mereka. Abrahah merasa tidak senang apabila kota Mekah menjadi kota yang ramai. Kota Mekah ramai karena adanya ka’bah yang dikunjungi penduduk negeni-negeri disekitar Jazirah Arab.

b. Dengki
Rasa iri itu bertambah menjadi dengki. Dengki adalah menginginkan kenikmatan yang didapat orang lain berpindah kepadanya. Oleh karena itu, Abarahah kemudian mendirikan gereja untuk menyaingi Kabah dan mengunjungi gerejanya dengan demikian, ia telah melakukan usaha agar keramaian di kota Mekah berpindah ke kota San’a.

c. Dendam
Namun, harapan Abarahah tidak menjadi kenyataan. Orang-orang tetap tidak mau mengunjungi gerejanya. Mereka tetap saja berduyun-duyun mengunjungi Ka’bah. Melihat kenyataan itu, Abrahah merasa sakit hati karena usahanya telah gagal. Ia menjadi dendam yakni keinginan yang kuat untuk membalas.

d. Sombong
Dalam perjalananya menuju Mekah, pasukan Abrahah melakukan perampasan dan keonaran. Mereka berjalan dengan penuh rasa sombong. Sombong adalah rasa tinggi hati dan meremehkan orang lain. Mereka menganggap dirinya yang paling hebat. Mereka merampas harta penduduk yang lemah.

Allah SWT, akhirnya menurunkan azabnya. Sifat-sifat tercela yang mereka tunjukkan dibalas Allah SWT, dengan azab yang pedih. Banyak diantara prajurit mereka yang mati. Pasukan mereka bercerai-berai tak tentu arah.

Rangkuman
  1. Abrahah adalah Gubernur Yaman untuk Kerajaan Habasyah (Etiopia). Abrahah membangun pusat pemerintahan di kota San’a. Pada waktu itu, yang menduduki tahta kerajaan Habasyah adalah Raja Najasyi. Yaman mempunyai letak yang strategis, oleh karena itu, Yaman menjadi rebutan Negara-negara lainnya.
  2. Pasukan gajah menyerang Ka’bah pada tahun 571 Masehi. Pasukan Abrahah merampas harta penduduk yang mereka jumpai sepanjang perjalanan.
  3. Pasukan gajah dihancurkan oleh Allah SWT, dengan mengirimkan burung Ababil. Pasukan gajah hancur dan gagal menghancurkan Ka’bah:
  4. Sifat-sifat tercela pasukan gajah adalah sebagai berikut:
  5. Iri adalah rasa tidak senang apabila orang lain mendapat nikmat atau kesenangan.
  6. Dengki adalah menginginkan kenikmatan yang didapat orang lain berpindah kepadanya.
  7. Dendam adalah keinginan yang kuat untuk membalas.
  8. Sombong adalah rasa tinggi hati dan meremehkan orang lain.

Monday, 19 October 2015

Apa Hukum Istri Minta Nafkah Saat Suami Mau Pergi ?


Sungguh keterlaluan…!!, sudah ditinggal sendirian, tidak diberi nafkah lagi, itulah yang dialami oleh neng Nita. Padahal sebelum suaminya pergi keluar kota, dia sudah minta jatah, tapi suaminya tidak menghiraukannya. Apakah bagi suami wajib memenuhi permintaan sang istri sebagaimana dalam kasus di atas.

Jawab : Wajib.

Referensi :

 

Tabir Wanita