Wednesday, 14 October 2015

Syarat Dan Rukun Khotbah Jumat

Rukun dua khotbah Jumat
1. Mengucapkan puji-pujian kepada Allah. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Muslim. 

2. Membaca salawat atas Rasulullah Saw. Sebagian ulama berkata bahwa salawat ini tidak wajib, berarti bukan rukun khotbah.

3. Mengucapkan syahadat (bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan-Nya).
Sabda Rasulullah Saw.:
“Tiap-tiap khotbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti tangan yang terpotong.” (RIWAYAT AHMAD DAN ABU DAWUD) 

4. Berwasiat (bernasihat) dengan takwa dan mengajarkan apa-apa yang perlu kepada pendengar, sesuai dengan keadaan tempat dan waktu, baik urusan agama maupun urusan dunia -seperti ibadat, kesopanan, pergaulan, perekonomian, pertanian, siasat, dan sebagainya- serta bahasa yang dipahami oleh pendengar.

5. Membaca ayat Qur’an pada salah satu dari kedua khotbah.
Hadis : “Dari Jabir bin Samurah. Ia berkata, “Rasulullah Saw khotbah sambil berdiri. Beliau duduk di antara keduanya lalu beliau membacakan beberapa ayat Qur’an, memperingatkan, dan mempertakuti manusia. (RIWAYAT MUSLIM) 

6. Berdoa untuk mukminin dan mukminat pada khotbah yang kedua. Sebagian ulama berpendapat bahwa doa dalam khotbah tidak wajib sebagaimana juga dalam selain khotbah.

Syarat dua khotbah
  1. Kedua khotbah itu hendaklah dimulai sesudah tergelincir matahari. Keterangannya yaitu amal Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari.
  2. Sewaktu berkhotbah hendaklah berdiri jika mampu. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Muslim.
  3. Khatib hendaklah duduk di antara kedua khotbah, sekurang-kurangnya berhenti sebentar. Hal ini berdasarkan amal Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Muslim.
  4. Hendaklah dengan suara yang keras kira-kira terdengar oleh bilangan yang sah Jumat dengan mereka, sebab yang dimaksud dengan “mengadakan khotbah” itu ialah untuk pelajaran dan nasihat kepada mereka.
  5. Hendaklah berturut-turut baik rukun, jarak keduanya, maupun jarak antara keduanya dengan salat.
  6. Khatib hendaklah suci dari hadas dan najis. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw.
  7. Khatib hendaklah menutup auratnya. Hal ini berdasarkan amal Rasulullah Saw.
Catatan
(baca juga : Sunnah Dalam Khutbah Jumat)
Sebagian ulama berpendapat bahwa khotbah itu hendaklah mempergunakan bahasa Arab, karena di masa Rasulullah Saw. dan sahabat-sahabat beliau khotbah itu selalu berbahasa Arab. Tetapi mereka lupa bahwa keadaan di waktu itu hanya memerlukan bahasa Arab karena bahasa itulah yang umum dipergunakan oleh para pendengar. Mereka lupa bahwa maksud mengadakan khotbah ialah memberikan pelajaran dan nasihat kepada kaum muslim, dan yang mendengar diperintahkan supaya tenang (mendengarkan dan memperhatikan isi khotbah itu).
Firman Allah Swt.:
“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (AL-ARAF: 204)

Beberapa orang ahli tafsir mengatakan bahwa ayat ini diturunkan karena berkaitan dengan urusan khotbah.

Kalau khatib berkhotbah dengan bahasa yang tidak dipahami oleh perndengar, sudah tentu maksud khotbah itu akan sia-sia belaka. Pendengar akan dipersalahkan pula karena tidak menjalankan perintah (memperhatikan khotbah), sedangkan perintah itu tidak dapat mereka jalankan karena mereka tidak mengerti. Jadi, memberi pekerjaan kepada orang yang sudah jelas tidak dapat mengerjakannya merupakan perbuatan yang tidak berfaedah. Hal ini tentu tidak layak timbul dari agama yang maha adil!
Firman Allah Swt.:
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.” (IBRAHIM: 4)

Allah SWT. mengirim utusan-Nya dengan bahasa yang dapat dipahami oleh kaum yang diperintah, supaya utusan itu berfaedah bagi mereka.

Dengan keterangan yang singkat itu nyatalah kesalahan pendapat sebagian ulama tadi, dan jelaslah bagi kita bahwa khotbah-khotbah di Indonesia hendaklah mempergunakan bahasa Indonesia, supaya khotbah itu berguna bagi pendengar dan supaya pendengar tidak melangga,. perintah (insaf). Khotbah itu pun hendaklah berisi perkara Perkara yang berguna bagi si pendengar di masa itu, yaitu tentang urusan yang bersangkutan dengan soal umum.

Dua Orang Tamu (Kisah Dalam Al-Quran)


Dua Orang Tamu
QS. Al-Ankabut : 33-35

Allah mengabulkan doa Nabi Luth. Sebelum Allah memberi peringatan kepada kaum Nabi Luth yang sesat, Allah mengutus dua malaikat ke rumah Nabi Luth. Dua malaikat itu merupakan utusan Allah yang hendak memberitahu Nabi Luth bahwa hukuman Allah akan datang menimpa negeri tersebut.

Dua malaikat itu menjelma menjadi dua orang laki-laki yang berwajah tampan. Nabi Luth merasa gelisah dengan kedatangan mereka karena dia khawatir bahwa kaumnya akan tertarik pada kedua tamunya itu.”

Yang dikhawatirkan Nabi Luth ternyata benar-benar terjadi. Kaumnya segera tertarik melihat kedua orang tamu itu. Mereka mengintai keduanya dan meminta supaya Nabi Luth bersedia menyerahkan dua orang tamu tersebut.

Nabi Luth pun berseru kepada mereka, “Hai kaumku, lihatlah anak perempuanku yang boleh kalian nikahi. Sesungguhnya anak perempuanku lebih suci bagimu. Takutlah kalian kepada Allah dan janganlah berbuat kerusakan kepada tamuku. Apakah di antara kalian tidak ada yang berpikir jernih ?

Kaumnya menjawab, “Sesungguhnya engkau telah tahu bahwa kami tidak memerlukan anak perempuanmu dan engkau tahu bahwa yang kami kehendaki adalah laki-laki, bukan perempuan.”

Bila aku memiliki kekuatan, tentunya kalian sudah aku usir,” ucap Nabi Luth sedih.

Kaumnya mengejek Nabi Luth yang kebingungan. Nabi Luth segera menutup pintu rumahnya agar kaumnya tidak dapat masuk ke dalam rumahnya. Dua malaikat yang melihat kegelisahan di wajah Nabi Luth segera menenangkannya.

Dakwah Nabi Muhammad Secara Terbuka

Setelah Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah secara tertutup/sembunyi-sembunyi akhirnya Allah menurunkan surat Al-Hijr ayat 9, yaitu:
“Maka jelaskanlah apa yang Allah perintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”.
Langkah yang dilakukan nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan dakwah secara terbuka adalah :
*Dakwah kepada kerabat dekat yaitu Bani Mutholib
*Dakwah kepada masyarakat umum atau semua lapisan masyarakat.
*Dakwah kepada negeri-negeri lain.

Untuk melakukan seruan kepada masyarakat Makkah Nabi berpidato dibukit Shafa, salah satu isi pidatonya adalah:
  1. Peringatan dan ancaman Allah bagi orang yang tidak mengimani apa yang disampaikan Nabi. Akan tetapi bagi yang mengimani dan beramal Sholeh maka syurgalah balasannya.
  2. Kelak pada hari kiamat tidak ada yang dapat menolong kita selain amal sholeh kita.
  3. Nabi memohon kepada keluarganya untuk dapat membantunya dan memelihara agama Islam.
Tidaklah mudah Nabi melakukan dakwah sekalipun terhadap kerabat dekat sendiri, terbukti dengan reaksi Abu Lahab paman Nabi sendiri menolak mentah-mentah ajakan Nabi, sampai dia melempar batu kearah Nabi. Sehingga pada peristiwa tersebut Allah menurunkan surat Al-Lahab ayat 1-5 untuk mengutuk Abu Lahab dan istrinya. Walau demikian Nabi tetap bersikap tenang dan berjiwa besar untuk tetap berjuang menegakkan risalah Allah.
Surat Al-Lahab 1-5 yaitu :
“Celakalah kedua tangan Abu Lahab dan celakalah Ia (1) Tak ada gunanya kekayaan dan usaha mereka (2) Api yang menjilat-jilat kelak akan menggulungnya” (3) Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (4) Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (5) Yang di lehemya ada tali dari sabut.”


Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT, sebagai penutup nabi-nabi Allah dan Rasul-rasul Allah. Beliau diamanatkan oleh Allah untuk mengemban ajaran penyempurna, sehingga ajaran Nabi Muhammad SAW adalah ajaran yang menyempurnakan ajaran-ajaran Nabi dan Rasul sebelumnya.

Inti dari ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah :
  • Aqidah adalah Keyakinan yang terangkum dalam Rukun Iman
  • Akhlak adalah budi pekerti, moral, cara-cara mendekatkan diri kepada Allah terangkum dalam pengertian lhsan
  • Syari’ah adalah ketentuan Allah tentang perintah dan larangan, atau apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus dihindani , terangkum dalam rukun Islam.

Asmaul Husna - Ar Rahman

Ar-rahman berarti Allah Maha Pengasih. Allah mengasihi semua makhluk-Nya, seperti manusia, binatang, dan lain-lain.

Allah menciptakan bumi dan seisinya, juga tumbuhan semuanya untuk manusi. Sebagai orang Islam, kita harus mampu memanfaatkan semua pemberian Allah dengan sebaik-baiknya.

Kata Ar-Rahman secara luas dapat diartikan sebaga sifat kasih saying Allah kepada seluruh makhluk-Nya yang diberikan di dunia, baik manusia beriman atau kafir, binatang dan tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya.

Ar-Rahmaan adalah sebuah nama/asma kepada Dzat yang memiliki nikmat panjang atau nikmat besar. Disini mencakup ilmu, akal, islam dan iman.

Maksudnya yaitu barang siapa yang mempergunakan ilmu dan akal yang di perolehnya untuk islam dan iman maka ia mendapakan nikmat panjang. Karena tidak hanya di dunia saja melainkan ketika di akhirat, ia pun akan mendapatkan nikmat dari Allah SWT.

Kemudian aplikasi dari Ar-Rahman dapat dilihat dari perilaku dermawan, tolong-menolong dan lapang dada. Selain itu kata Ar-Rahman juga dapat mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri apabila kata Ar-Rahman selalu diucapkan di setiap kesempatan.

Diantaranya kita gunakan panca indera kita pada hal-hal yang diridhoi Allah SWT,
- mata digunakan untuk melihat sesuatu yang diridhoi Allah.
- telinga digunakan untuk mendengarkan pengajian.
- tangan digunakan untuk membantu orang dalam kesulitan.
- kaki digunakan untuk pergi ke sekolah dan masjid.
- pikiran digunakan untuk memikirkan yang baik.
- mulut digunakan untuk berkata yang benar, berkata jujur serta sering membaca Al Qur’an.

Contoh kemurahan Allah SWT kepada makhluknya di bumi ialah dengan turun hujan. Coba kita perhatikan, ketika turun . hujan, tanah yang kering dan gersang ? kemudian menjadi subur, tumbuhlah berbagai jenis tanaman yang dibutuhkan oleh manusia dan binatang seperti dalam Al-Qur’an difirmankan :
Artinya:
1. (tuhan) yang Maha pemurah,
2 yang telah menajarkan Al Quran.
3. Yang menciptakan manusia.
4. mengajarnya pandai berbicara.


Allah mempunyai nama Ar-Rahman. Ar-Rahman artinya maha pengasih. Ar-Rahman juga maha pemurah. Jadi Allah memiliki sifat pengasih dan pemurah.

Semua mahluk yang ada di dunia ini di kasihi oleh Allah. Seperti hewan, manusia dan tumbuhan, di kasihi Allah. Allah tidak membedakan mahluk yang beriman maupun yang tidak beriman. Yang hidup maupun yang mati. Semua di beri kenikmatan oleh Allah.

Meneladani Kisah Nabi tentang Ar-rahman
 
PENGHARGAAN NABI SULAIMAN PADA BANGSA SEMUT
Suatu hari, Nabi Sulaiman bersama pasukannya sedang bepergian ke sebuah tempat, di tengah perjalanan ia segera menghentikan pasukannya. “Tunggu kita melewati sebuah sarang semut. Jangan sampai kita mengganggu mereka apalagi menginjak sakit seekor semut di sini!” seru Nabi Sulaiman sambil turun dari kudanya. Saat itu Nabi Sulaiman mendengar raja semut berseru kepada rakyatnya, “Wahai rakyatku. Cepatlah kalian menyingkir dan masuk ke dalam sarang. Lihat, raja Sulaiman dan rombongannya akan melewati tempat ini!”

Demi untuk menghargai bangsa semut, Nabi Sulaiman sampai memerintah kan pasukannya untuk berhati-hati. Padahal dalam kehidupan kita sehari-hari sering kita suka meremehkan semut karena ukurannya yang sangat kecil.

Tuesday, 13 October 2015

Bagimana Maksud Menyayangi Dalam Konteks Pernikahan ?

Ritual nikah dalam Islam, merupakan peristiwa sakral, yang mempertemukan dua karakter yang berbeda dalam mengarungi kehidupan ini.

Sehingga bagi keduanya harus saling menyayangi dan memahami satu sama lainnya, demi tercapainya tujuan yang mulia tersebut. Sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah ayat yang berbunyi; “Wa ‘Asyiru hunna bil ma’rufi“. Sejauh mana kandungan yang dimaksud dalam ayat tersebut?

Jawab : Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah memberikan haknya istri tanpa menunda-nunda. tidak menyakitinya dan mencukupi segala kebutuhan kehidupannya menurut kemampuan suami.

Referensi : 

 

Syarat Sah Dan Syarat Wajib Shalat Jumat

Salat Jumat ialah salat dua rakaat sesudah khotbah pada waktu Lohor pada hari Jumat. (baca juga : Sunnah Dalam Shalat Jumat)

Hukum salat Jumat itu fardu‘ain, artinya wajib atas setiap laki-laki dewasa yang beragama Islam, merdeka, dan tetap di dalam negeri. Perempuan, kanak-kanak, hamba sahaya, dan orang yang sedang dalam perjalanan tidak wajib salat Jumat.
Firman Allah Swt.:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (AI-JUMUKH: 9)

Yang dimaksud dengan “jual beli” ialah segala pekerjaan selain dari urusan salat.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Salat Jumat itu hak yang wajib dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam dengan berjamaah, kecuali empat macam orang: (1) Hamba sahaya yang dimiliki (2) perempuan, (3) anak-anak, (4) orang sakit.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN HAKIM)

“Hendaklah para kaum benar-benar menghentikan kebiasaan mereka meninggalkan salat Jumat, atau Allah benar-benar akan mengunci niat hati mereka, kemudian mereka benar-benar termasuk orang-orang yang lalai.” (RIWAYAT MUSLIM)


Syarat-syarat wajib Jumat
1. Islam, tidak wajib atas orang non Islam.
2. Balig (dewasa), tidak wajib Jumat atas kanak-kanak.
3. Berakal, tidak wajib Jumat atas orang gila.
4. Laki-laki, tidak wajib Jumat atas perempuan.
5. Sehat, tidak wajib Jumat atas orang sakit atau berhalangan.
6. Tetap di dalam negeri, tidak wajib Jumat atas orang yang sedang dalam perjalanan.

Syarat sah mendirikan Shalat Jumat
1. Hendaklah diadakan di dalam negeri yang penduduknya menetap, yang telah dijadikan watan (tempat-tempat), baik di kota-kota maupun di kampung-kampung (desa-desa). Maka tidak sah mendirikan Jumat di ladang-ladang yang penduduknya hanya tinggal di sana untuk sementara waktu saja. Di masa Rasulullah Saw. dan di masa sahabat yang empat, Jumat tidak pernah didirikan selain di negeri yang penduduknya menetap. 

2. Berjamaah, karena di masa Rasulullah Saw. salat Jumat tidak pernah dilakukan sendiri-sendiri. Bilangan jamaah, menurut pendapat sebgian ulama, sekurang-kurangnya adalah empat puluh orang laki-laki dewasa dari penduduk negeri. Ulama yang lain mengatakan lebih dari empat puluh. Sebagian lagi berpendapat cukup dengan dua orang saja, karena dua orang pun sudah dapat dikatakan berjamaah. Tentang bilangan ini sungguh banyak sekali pendapat, tetapi karena kitab ini hanya untuk seperlunya serta dengan seringkas-ringkasnya saja, maka Pendapat-pendapat (mazhab) dan keterangan-keterangan satu persatunya tidak dapat diterangkan di sini.

3. Hendaklah dikerjakan di waktu Lohor.
Hadis : “Dari Anas, “Rasulullah Saw. salat Jumat ketika matahari telah tengelincir.” (RIWAYAT BUKHARI)
4. Hendak’ didahului oleh dua khotbah.
Hadis : “Dari Ibnu Umar: “Rasulullah Saw. berkhotbah dua khotbah pada hari Jumat dengan berdiri, dan beliau duduk di antara dua khotbah iitu.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Apa Hukum Puasa Sambil Menggunjing Dan Berdusta ?

Tanya : Bagaimana hukumnya melaksanakan ibadah puasa, namun dengan tidak bisa meninggalkan perkataan dusta dan menggunjing kesalahan orang lain. Batalkah puasa yang dilakukan oleh orang dengan aktivitas itu? Mohon penjelasan.

Jawab :
Menggunjing adalah membicarakan sesuatu yang berkenaan dengan orang lain yang tidak disukai oleh orang tersebut untuk dibicarakan, pada saat yang bersangkutan tidak berada di tempat (dzikruka akhaka bi ma fihi min ma yakrah/ dzikruka akhaka bima yakrah fighaybatihi) atau lazim disebut ngrasain atau rasan-rasan dalam bahasa Jawa. Adapun berdusta adalah mengatakan sesuatu yang berlawanan dengan kenyataan, berbohong. Kedua tindakan ini termasuk maksiat lisan yang dilarang oleh agama.

Al-Quran menggambarkan perbuatan menggunjing sebagai memakan ‘bangkai saudara. Perhatikan firman Allah sebagai berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentunya kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taobat lagi Maha Penyayang. “(QS. Al-Hujurat: 12)

Dr Wahbah Az-Zuhaily, memberikan komentar dalam tafsirnya Al- Wajiz halaman 518 sebagai berikut:
“Ini merupakan penggambaran perbuatan penggunjing dengan gambaran yang paling buruk menurut watak dan akal. Memakan daging anak Adam adalah haram, demikian juga menggunjing.”

Menggunjing merupakan tindakan pengecut karena bersifat menyerang orang lain tanpa sepengetahuan dan karena itu juga tidak memberikan kesempatan untuk membela diri. Sedangkan berdusta, menurut sebuah hadis, termasuk tanda kemunafikan. Dan pelakunya akan mendapat siksa yang pedih. Dalam Surat Al-Baqarah : 10 dinyatakan sebagai berikut:
Artinya: “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al-Baqarah: 10)

Idealnya, selama menjalankan ibadah puasa, kita tidak hanya meninggalkan makan/minum dan hal-hal fisik lainnya yang membatalkan puasa, tetapi juga mencegah seluruh anggota badan, hati dan pikiran dari hal-hal yang terlarang, termasuk di dalamnya berdusta dan menggunjing.

Para ulama bersepakat bahwa dusta dan menggunjing adalah haram, tetapi larangan untuk melakukan kedua hal itu pada saat berpuasa lebih ditekankan daripada ketika tidak berpuasa.

Namun, terdapat perbedaan pendapat dalam menjawab pertanyaan : apakah kedua perbuatan itu membatalkan puasa?

Mayoritas fuqaha menyatakan, berdusta dan menggunjing tidak membatalkan puasa. Pendapat sebaliknya (menurut Al-Auza’iy, Al-Tsauriy dan lain-lain) menyatakan bahwa keduanya membatatkan puasa, dan oleh karenanya wajib diganti dengan mekanisme qadha.

Perbedaan pendapat ini muncul dari perbedaan dalam memahami dan menilai beberapa hadis yang dijadikan sumber untuk menetapkan hukum kasus ini. Misalnya hadis riwayat Abu Hurairah:
Artinya: “Puasa itu tidak hanya meninggalkan makan dan minum, (tetapi juga) meninggalkan al-laghw dan ar-rafats.” (HR-Baihaqi)

Dalam kamus Al-Mu’jam Al-Wasith diterangkan ar-rafats adalah perkataan buruk, dan al-laghw adalah perbuataan yang sia-sia, tidak berguna. Hadis lainnya diriwayatkan Al-Laits dan Mujahid, yang artinya: “Ada dua perkara yang membatalkan puasa, yaitu menggunjing dan berdusta.”

Kedua hadis di atas mi scara lahiriah, sebagaimana pendapat Al-Auza’iy, memberikan pengertian batalnya puasa akibat berdusta dan menggunjing. Kesimpulan ini diperkuat dengan hadis lain tentang orang yang berpuasa tanpa mendapatkan pahala. Perhatikan hadis berikut ini:
Artinya: “Banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar.” (HR Nasai dan Ibn Majah)

Hal mi masih dipertegas lagi dengan hadis lain:
Artinya: “Ada lima perkara yang membataikan puasa : dusta, menggunjing, mengadu-domba bersumpah palsu, dan melepaskan pandangan terhadap sesuatu yang tidak dibenarkan syara’.”(HR. Nasai)

Meskipun demikian, mayoritas ulama berpendapat bahwa berdusta dan menggunjing tidak membatalkan puasa. Kelompok ini menolak validitas hadis terakhir (tentang lima perkara yang membatalkan puasa), dan memahami tiga hadis lainnya dengan pengertian bahwa kesempurnaan puasa tidak dapat dicapai tanpa meninggalkan ar-ra fats dan al-laghw.

Mirip dengan pendapat ini adalah pendapat Imam Al-Mawardi dan A1-Mutawalli yang menyatakan bahwa hal yang batal bukanlah pekerjaan puasanya tetapi pahalanya. (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab VI, 356, Umdah Al-Qari: X, 276).

Perkawinan Sesama Jenis (Kisah Dalam Al-Quran)


Perkawinan Sesama Jenis
QS. Al-Ankabut : 28-30

Nabi Luth merupakan anak saudara laki-laki Nabi Ibrahim. Nabi Luth hijrah bersama Nabi Ibrahim dari Negeri Babil ke Negeri Syam. Nabi Luth diutus oleh Allah untuk berdakwah ke negeri tempat kaum Sodom dan Amurah yang gemar melakukan kerusakan. Kaum ini lebih suka melakukan perkawinan sesama jenis. Laki-laki menikahi laki-laki.

Sudah berulang kali Nabi Luth menasihati kaumnya agar meninggalkan perbuatan mereka yang tercela itu. Nabi Luth berkata kepada kaumnya. “Sesungguhnya kalian telah melakukan perbuatan yang sangat keji yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh seorang pun di alam
semesta ini.

Namun, mereka malah menertawakan dan mengejek Nabi Luth.
“Hai Luth, tidak usah engkau urus masalah kami. Lebih baik engkau urus saja keluargamu.”
“Jika kalian terus-menerus melakukan perbuatan keji ini, niscaya Allah akan memberi peringatan pada kalian.
“Coba saja datangkan siksa jika kamu benar,” ucap kaumnya dengan nada menantang.

Nabi Luth hanya berserah diri kepada Allah. Beliau sangat ingin agar kaumnya sadar, namun
beliau merasa tidak berdaya untuk mengubah kekerasan hati mereka. Akhirnya Nabi Luth pun berdoa, “Ya Allah, tolonglah aku menghadapi kaum yang berbuat bencana ini.”

Tabir Wanita