Penderitaan yang dialami oleh Bani Hasyim selama pemboikotan berlangsung di lembah maut menyebabkan banyak diantara mereka yang jatuh sakit. Abu Thalib, pimpinan Bani Hasyim yang telah tua, tak lama setelah kembali ke Mekah, menderita sakit yang kritis. Mengetahui Abu Thalib sakit, pemuka-pemuka Quraisy segera mendatanginya seraya berkata, “Abu Thalib, seperti kau ketahui, kau adalah dari keluarga kami juga. Keadaan sekarang seperti kau ketahui sendiri, sangat mencemaskan kami. Engkau juga sudah mengetahui keadaan kami dengan kemenakanmu itu. Panggilah ia! Kami akan saling memberi dan menerima. Ia angkat tangan dari kami, kami pun akan demikian. Biarlah kami dengan agama kami dan ia dengan agamanya sendiri pula.”
Tiba-tiba datanglah Muhammad. Ketika itu, mereka masih berada di tempat pamannya tersebut. Setelah beliau mengetahui maksud mereka, beliau pun berkata, “Katakanlah bahwa tidak ada tuhan yang wajib disembah kecuali Allah. Tinggalkan penyembahan yang selain Allah.”
Mereka bertanya, “Wahai Muhammad, maksudmu supaya tuhan-tuhan itu dijadikan satu Tuhan saja?” Mereka berkata satu sama lain, “Orang ini (sambil menunjuk kepada Muhammad) tidak akan memberikan apa-apa seperti yang kamu kehendaki. Karena itu, pergilah sekarang!”
Akhirnya, meninggallah Abu Thalib sebagai paman dan pembela Nabi, pada usia 87 tahun. Kendatipun ia tidak masuk Islam, ia telah sehidup semati di samping Nabi. Ia sangat mencintai dan merasa sedih jika berpisah dengan Nabi serta selalu siap untuk membelanya.
Tiga hari kemudian, setelah Abu Thalib meninggal, datang lagi cobaan yang lebih berat. Khadijah, istrinya yang tercinta, meninggal. Kematian Khadijah membuat diri Nabi bertambah sedih. Bagi Nabi, kematian Khadijah bukan hanya sebagai bentuk kehilangan seorang istri, melainkan juga kehilangan teman seperjuangan yang selalu mendampinginya dalam segala suka dan duka. Begitu besar jasa Khadijah terhadap Islam. Seluruh hartanya telah dikorbankan demi membela perjuangan Islam.
Dengan meninggalnya kedua orang itu, Nabi merasa sangat kehilangan, karena keduanya merupakan tulang punggung bagi perjuangan beliau. Kematian mereka merupakan malapetaka yang amat besar bagi Nabi. Peristiwa ini berlangsung pada tahun ke-10 dari kerasulan, sehingga tahun tersebut terkenal dalarn sejarah Islam sebagai tahun duka cita (kesedihan).
Dengan meninggalnya kedua orang yang selalu membela perjuangan Nabi, kaum Quraisy semakin keras dan tidak segan-segan lagi melampiaskan kemarahan mereka terhadap Nabi, terutama Abu Lahab. Ia adalah orang yang paling busuk hatinya. Bahkan, bersama kawan-kawannya, ia meletakkan kotoran di atas punggung Nabi pada saat sedang shalat. Mereka juga pernah mencekik leher Nabi sewaktu beliau sujud di Masjid sehingga nyaris tidak bisa bernapas. Untunglah Abu Bakar datang pada waktunya, memberi bantuan seraya menghardik mereka. “Apakah kamu akan membunuh seseorang hanya karena ia mengatakan bahwa tidak ada tuhan selain Allah ?“
0 komentar:
Post a Comment