ISHAK DAN RIBKA
QS. Al-Anbiyaa: 72-73
Sementara itu, Siti Sarah yang tinggal di Palestina bahagia dengan kehadiran anak laki-lakinya. Bayi laki-laki itu diberi nama Ishak yang berasal dari bahasa Ibrani yang artinya tertawa. Siti Sarah mengasuh Ishak menjadi seorang anak yang saleh. Ishak pun tumbuh menjadi pemuda yang perkasa lagi pintar.
Siti Sarah yang usianya sudah sangat lanjut akhirnya dipanggil oleh Allah. Beliau meninggal dunia dengan bahagia. Sepeninggal Siti Sarah, Nabi Ibrahim pun berniat mencarikan istri untuk Ishak. Beliau mengirim seorang pelayannya yang paling tua untuk mencarikan Ishak seorang istri. Calon istri Ishak itu harus dari bangsanya sendiri, bukan dari bangsa lain.
Si pelayan tadi mengambil sepuluh ekor unta tuannya. Lalu, dia pergi ke Fadama A’raam, kampung halaman Nabi Ibrahim. Banyak sekali barang berharga yang dibawanya. Pelayan itu, bersama pelayan lain yang menyertainya, berhenti di dekat sebuah mata air. Saat itu, hari sudah sore. Tak berapa lama datanglah beberapa perempuan yang mengambil air di sumur.
Sewaktu mereka sedang mengistirahatkan unta-unta mereka, berdoalah pelayan yang tertua kepada Allah, “Ya Allah, bantulah kami agar tujuan kami berhasil. Tunjukkanlah cinta-Mu kepada tuan kami, Ibrahim. Kalau aku berkata kepada seorang gadis, miringkanlah kendimu supaya aku bisa minum”, lalu gadis itu menjawab, “minumlah dan aku akan mengambilkan air untuk unta-untamu juga”, “kiranya dialah yang Engkau pilih.”
Ketika pelayan itu sedang berdoa, seorang gadis cantik bernama Ribka datang menuju sumur. Gadis itu memanggul kendi di bahunya yang kosong. Lalu, larilah pelayan itu menyambut gadis itu, “Berilah aku sedikit air untuk minum.”
"Minumlah Tuan", sahut Ribka sambil menurunkan kendi yang ada di pundaknya. Ketika pelayan itu selesai minum, berkatalah Ribka kepadanya, “Sekarang, izinkan aku mengambilkan air untuk unta-unta Tuan.” Gadis itu pun berlari ke sumur.
Pelayan itu memperhatikan gerak-gerik Ribka. Setelah Ribka selesai memberi minum untau nta, pelayan tua itu segera mengeluarkan sebuah cincin emas dan dua buah gelang. Lalu dia memasangkan perhiasan itu di tangan Ribka. Ribka tampak keheranan dengan kelakuan si pelayan. “Siapa ayah dan ibumu, apakah di rumahmu tersedia tempat menginap?” tanya si pelayan. “Tuan, aku ini anak Milka dan Nahor,” jawab Ribka. “Nahor?” Si pelayan itu menyebutkan nama kerabat Nabi Ibrahim itu dengan kaget.
“Kami adalah para pelayan Nabi Ibrahim,” ucap si pelayan. Ribka memang pernah mendengar tentang Nabi Ibrahim, paman ayahnya. Karena itu, Ribka kembali ke rumahnya dan menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya.
Laban, saudara lelaki Ribka, melihat cincin dan gelang yang dipakai Ribka. Begitu mendengar semua cerita Ribka, Laban segera berlari menuju sumur untuk menjemput si pelayan utusan Nabi Ibrahim. Ketika mereka tiba di rumah Ribka, makanan sudah tersedia di hadapan mereka.
Si pelayan tadi kemudian menceritakan kepada seluruh keluarga Ribka tentang maksud kedatangan mereka. Setelah selesai bercerita, orangtua Ribka saling mengangguk. Lalu, keduanya berkata, “Semua ini telah diatur oleh Allah. Kami tidak berhak menjawab ya atau tidak. Allah sendirilah yang telah memilih Ribka.”
Ribka maju ke depan, wajahnya memancarkan kebahagiaan. Tatapannya sangat tenang, walaupun hatinya berdebar-debar. “Bawalah Ribka, putri kami.’ kata ayah Ribka. “Jadikan dia istri Ishak.”
Si pelayan mengucap syukur kepada Allah. Kemudian, dia beserta pelayan-pelayan yang lain keluar untuk mengambil barang bawaan mereka. Hadiah-hadiah yang mereka bawa lalu diserahkan kepada keluarga Ribka. Lalu, mereka semua berpesta.
Pesta itu berakhir setelah lewat tengah malam. Keesokan harinya, kedua orang tua Ribka bertanya kepada Ribka, “Apakah engkau setuju untuk segera pergi bersama utusan Nabi Ibrahim” , "Aku setuju,” ucap Ribka dengan penuh keyakinan.
Mereka melepas Ribka dengan doa restu. Iring-iringan pun segera berangkat. Perjalanan mereka panjang dan melelahkan, namun hati mereka semua bahagia. Ketika rombongan sampai di sebuah gurun, tampak Ishak sedang berjalan-jalan menyusuri padang pasir. Ribka melihat Ishak dan bertanya kepada pelayan yang ada di dekatnya, “Siapakah pemuda yang bejalan di padang menuju ke sini?”, “Dialah Ishak, putra tuanku,” jawab si pelayan.
Hati Ribka berdebar-debar saat mengetahui bahwa pemuda itu adalah calon suaminya. Ribka segera memanggil pelayan-pelayan wanita untuk mengelilinginya. Dia mengambil cadar dan menutupi wajahnya. Ishak pun tiba di dekat rombongan. Pelayan tua itu segera menceritakan keberhasilan mereka. Ishak lalu membawa rombongan ke tempat ayahnya. Di sana, dia menikahi Ribka. Mereka pun hidup bahagia sebagai pasangan suami isteri.
0 komentar:
Post a Comment