Tanya : Saya seorang gadis. Sebagaimana kodratnya, setiap gadis tidak mungkin puasa genap sebulan. Setiap tahun saya selalu mengqadha’, tetapi tahun ini .saya lupa berapa hari harus membayar sehingga setelah Ramadhan kembali datang, ternyata ada dua hari yang belum terbayar. Bagaimana saya harus membayar utang puasa tersebut? Apakah setelah selesai Ramadhan ini (gabung dengan utang berikutnya) atau hanya perlu membayar fidyah? (Khusnul Mar’iyyah, Paciran, Lamongan)
Jawab : Qadha’ adalah mekanisme syariah untuk melaksanakan suatu ibadah yang karena satu dan lain hal tidak dilaksanakan tepat pada waktunya. Setiap ibadah yang wajib, wajib pula qadhanya, termasuk di dalamnya puasa Ramadhan, meskipun sebab tidak terlaksananya ibadah itu pada waktunya sama sekali di luar kehendak dan kendali orangnya seperti karena haid, sakit, dan lain sebagainya.
Kewajiban qadha berlaku bagi mereka yang masih memiliki kemampuan dan kesempatan untuk melaksanakannya. Dalam konteks puasa Ramadhan, maka waktu qadha terbentang panjang selama sebelas bulan, terhitung mulai bulan Syawal hingga Sya’ban. Tapi keleluasaan waktu ini hanya berlaku bagi orang yang meninggalkan puasa dengan alasan yang dibenarkan syariah. Atas mereka yang begitu saja meninggalkan puasa (karena malas, tidak mampu menahan godaan, dan lain sebagainya) berlaku kewajiban untuk menunaikan qadha sesegera mungkin (mubadarah) dan berturut-turut hingga tunai segala “utang” kewajibannya. ( Qurdy Syarh Minhaj Al-Qawim).
Bagaimana kalau kesempatan yang panjang itu hilang.juga, yang bersangkutan belum juga menunaikan qadha’ sampai datangnya Ramadhan lain?
Para ulama sepakat bahwa orang macam ini benar-benar keterlaluan (dan dihukumi berdosa) karena berlaku teledor (tasahul) terhadap waktu kesempatan panjang yang disediakan. Atas keteledoran itu ditambahkan sanksi baru yaitu membayar fidyah (denda) berupaya penyerahan bahan makanan pokok sebanyak 1 (satu) mud (satuan tradisional Arab, kira-kira sama dengan 6 ons dalam satuan metrik). Adapun kewajiban untuk mengganti puasanya dengan puasa juga masih berlaku seperti semula.
Membayar fidyah saja (tanpa qadha ) tidak cukup untuk pelanggaran suatu kewajiban. Seperti diterangkan dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhajy, mekanisme fidyah dalam konteks puasa tidak berlaku bagi mereka yang mampu menjalaninya melainkan hanya untuk orang-orang sangat tua yang karena keterbatasan fisiknya, tidak lagi punya kemampuan untuk menjalankan puasa. Dalam contoh lain, fidyah puasa juga berlaku pada mereka yang menderita sakit sedemikian rupa sehingga tak mungkin lagi diharapkan kesembuhannya. Bagi kedua jenis orang ini, sepanjang apapun kesempatan dibentangkan, tidak mungkin bagi mereka untuk menunaikan qadha, dan dicukupkan bagi mereka pembayaran fidyah.
Adapun waktu pelaksanaannya tentu saja harus menunggu Sampai Ramadhan ini selesai, karena bulan ini khusus diperuntukkan bagi pelaksanaan puasa tahun ini saja.
Jadi, dalam kasus Anda yang masih punya “utang” dua hari dari tahun kemarin, dan tujuh hari (misalnya) dari Ramadhan ini, maka kewajiban Anda adalah qadha atas sembilan hari puasa plus dua paket fidyah untuk diserahkan kepada fakir-miskin.
Jawab : Qadha’ adalah mekanisme syariah untuk melaksanakan suatu ibadah yang karena satu dan lain hal tidak dilaksanakan tepat pada waktunya. Setiap ibadah yang wajib, wajib pula qadhanya, termasuk di dalamnya puasa Ramadhan, meskipun sebab tidak terlaksananya ibadah itu pada waktunya sama sekali di luar kehendak dan kendali orangnya seperti karena haid, sakit, dan lain sebagainya.
Kewajiban qadha berlaku bagi mereka yang masih memiliki kemampuan dan kesempatan untuk melaksanakannya. Dalam konteks puasa Ramadhan, maka waktu qadha terbentang panjang selama sebelas bulan, terhitung mulai bulan Syawal hingga Sya’ban. Tapi keleluasaan waktu ini hanya berlaku bagi orang yang meninggalkan puasa dengan alasan yang dibenarkan syariah. Atas mereka yang begitu saja meninggalkan puasa (karena malas, tidak mampu menahan godaan, dan lain sebagainya) berlaku kewajiban untuk menunaikan qadha sesegera mungkin (mubadarah) dan berturut-turut hingga tunai segala “utang” kewajibannya. ( Qurdy Syarh Minhaj Al-Qawim).
Bagaimana kalau kesempatan yang panjang itu hilang.juga, yang bersangkutan belum juga menunaikan qadha’ sampai datangnya Ramadhan lain?
Para ulama sepakat bahwa orang macam ini benar-benar keterlaluan (dan dihukumi berdosa) karena berlaku teledor (tasahul) terhadap waktu kesempatan panjang yang disediakan. Atas keteledoran itu ditambahkan sanksi baru yaitu membayar fidyah (denda) berupaya penyerahan bahan makanan pokok sebanyak 1 (satu) mud (satuan tradisional Arab, kira-kira sama dengan 6 ons dalam satuan metrik). Adapun kewajiban untuk mengganti puasanya dengan puasa juga masih berlaku seperti semula.
Membayar fidyah saja (tanpa qadha ) tidak cukup untuk pelanggaran suatu kewajiban. Seperti diterangkan dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhajy, mekanisme fidyah dalam konteks puasa tidak berlaku bagi mereka yang mampu menjalaninya melainkan hanya untuk orang-orang sangat tua yang karena keterbatasan fisiknya, tidak lagi punya kemampuan untuk menjalankan puasa. Dalam contoh lain, fidyah puasa juga berlaku pada mereka yang menderita sakit sedemikian rupa sehingga tak mungkin lagi diharapkan kesembuhannya. Bagi kedua jenis orang ini, sepanjang apapun kesempatan dibentangkan, tidak mungkin bagi mereka untuk menunaikan qadha, dan dicukupkan bagi mereka pembayaran fidyah.
Adapun waktu pelaksanaannya tentu saja harus menunggu Sampai Ramadhan ini selesai, karena bulan ini khusus diperuntukkan bagi pelaksanaan puasa tahun ini saja.
Jadi, dalam kasus Anda yang masih punya “utang” dua hari dari tahun kemarin, dan tujuh hari (misalnya) dari Ramadhan ini, maka kewajiban Anda adalah qadha atas sembilan hari puasa plus dua paket fidyah untuk diserahkan kepada fakir-miskin.
0 komentar:
Post a Comment