Friday, 4 September 2015

Hukum Dan Cara Mengqadha Shalat Yang Benar

Tanya : Saya meninggalkan shalat, dan mau mengqadha’nya, tetapi tidak tahu secara pasti berapa jumlahnya. Kapan men gqadha’ dikerjakan? dan apa wiridan untuk bertobat?

Jawab : Shalat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam agama Islam. Ia adalah rukun Islam kedua dan terpenting setelah syahadat, ibadah yang paling utama, menjadi tiang agama, dan kewajiban yang pertamakali dihisab. Pada sisi lain, shalat mengandung banyak hikmah, misalnya menjadikan hati lebih tenteram, menghapus dosa dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, sangat tidak layak bagi setiap muslim mengabaikannya dalam keadaan apapun. Pada kondisi dan situasi yang sulit, Allah Swt. telah memberikan pelbagai kemudahan. Ketika bepergian diperkenankan mengqashar dan menjama. Jika tidak mampu berdiri, diperbolehkan duduk atau tidur sesuai dengan kemampuan. Pada saat tidak menemukan air atau tidak bisa menggunakannya, disyari’atkan tayamum.

Sebenarnya shalat itu tidak berat, asal dibiasakan. Mendirikan shalat dengan ikhlas dan khusyu justru mendatangkan kelezatan rohani tersendiri. Supaya terbiasa, orang tua diperintahkan menyuruh anaknya mengerjakan shalat sejak berumur 7 (tujuh) tahun, dan memberinya pelajaran atau sanksi (at-tadib) apabila meninggalkan pada umur 10 (sepuluh) tahun.

Shalat termasuk ibadah formal (muqayyadah) yang telah ditentukan waktu pelaksanaannya. Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang ukmin.” (QS. An-N isa’, 103)

Tidak sah menjalankan shalat sebelum waktunya tiba. Dilarang meninggalkan shalat tanpa udzur sampai waktunya habis. Menjalankan shalat pada waktunya dinamakan ada’, kebalikannya adalah qadha yaitu mengerjakan shalat di luar waktunya.

Mengqadha’shalat hukumnya wajib,
baik meninggalkannya karena ada udzur atau tidak. Hanya saja, jika ada udzur pelakunya tidak berdosa. Kalau terdapat unsur kesengajaan, pelakunya berdosa. Perintah mengqadha didasarkan pada sabda
Rasulullah:
Artinya: “Barangsiapa lupa tidak mengerjakan shalat maka dia harus melakukakannya (mengqadha‘nya) ketika mengingatnya. “(HR Bukhari dan Muslim)

Shalat yang ditinggalkan tanpa udzur wajib secepatnya diqadha’ (‘ala al-faur). Jika ada udzur sebaiknya dipercepat, supaya lekas lepas dari tanggungan (bara’ah adz-dzimmah). Hal ini sebagaimana dianut oleh Madzhab Syafi’i.

Kewajiban mengqadha‘ shalat tetap berlaku sampai kapanpun. Ini artinya, shalat yang ditinggalkan selama bertahun-tahun masih tetap menjadi tanggungan. Jenis dan jumlah shalat yang diqadha’ disesuaikan dengan jumlah dan jenis yang ditinggalkan. Oleh karena itu, harus diketahui terlebih dahulu, apakah shalat yang ditinggalkan itu Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ ataukah Subuh, dan berapa kali terjadi.

Kalau tidak diketahui secara pasti jumlah shalat yang ditinggalkan, ada 3 (tiga) pendapat. Pertama, mengqadha - shalat kecuali yang diyakini telah dikerjakan. Kedua, mengqadha’ shalat yang diyakini belum dikerjakan. Ketiga, menggunakan pendapat pertama bagi orang yang sering meninggalkan, dan pendapat kedua jika jarang melalaikan shalat. (Al-Fiqh Al-island, 1161, juga Qalizbi I, 118).

Sebagai wujud kehati-hatian dalam beragama (al-thtiyath), sebaiknya kita memilih pendapat pertama. Ia adalah pendapat terkuat, dan sejalan dengan salah satu kaidah fikih, al-ashl al adam. ini sekaligus pengamalan dari kaidah yang lain, al-khuruj min al-hilaf musfahab.

Kalau seseorang meyakini telah meninggalkan shalat tetapi lupa jenisnya, apakah Zhuhur ataukah lainnya, maka ia harus mengqadha’ shalat fardhu lima waktu secara keseluruhan. Hanya dengan begitu, ia dipastikan. telah mengqadha’ shalat yang pernah ditinggalkan.

Mengqadla’dapat dilakukan kapan saja. Mengingat Anda meninggalkannya dengan sengaja, tanpa udzur, maka Anda harus mengqadha’ secepatnya. Jangan sampai ditunda-tunda lagi. Mengqadha’ shalat secepat mungkin hukumnya wajib. Dalam kaidah fikih kita kenal ungkapan al-wajib la yutrak illa li wajib, sebuah kewajiban tidak bia ditinggalkan kecuali untuk melakukan kewajiban yang lain.

Menurut Madzhab Syafi’i, mengqadha‘ shalat dalam jumlah banyak tidak diwajibkan secara berurutan. Artinya, boleh mengqadha’Ashar, lalu Zhuhur, disusul Isya’ misalnya. Lebih baik berurutan, karena hukumnya sunah. (Mughni Al-Muhtaj I, 127).

Perlu diingat, bahwa selain mengqadha Anda harus bertobat atas kesalahan tersebut. Mengqadha‘ shalat tidak secara otomatis membebaskan Anda dari dosa. Mengqadha’ justru merupakan bagian dari tobat. Tobat adalah meninggalkan perbuatan yang dilarang syara, menyesalinya dan berketetapan hati tidak akan mengulangi lagi pada masa mendatang. Wiridan yang dianjurkan adalah memperbanyak bacaan istirhfar. Tapi jangan hanya di mulut. Ucapan itu harus keluar dari lubuk hati yang terdalam, dan diwujudkan dalam tindakan nyata, berupa perubahan sikap dan perilaku dari yang tidak diridhai Allah menuju amal yang diridhai-Nya.

0 komentar:

Post a Comment

Tabir Wanita