Artikel ini lanjutan dari artikel sebelumnya tentang Hal-hal yang dilarang ketika memiliki hadas.
C. Hal-hal yang dilarang karena hadas, haid, atau nifas.
1. Mengerjakan salat, baik salat fardu ataupun salat sunat.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila datang haid, hendaklah engkau tinggalkan salat.” (RIWAYAT BUKHARI)
2. Mengerjakan tawaf, baik awaf fardu ataupun awaf sunat.
3. Menyentuh atau membawa Al-Qur’an.
4. Diam di dalam masjid. Adapun melewatinya boleh apabila ia tidak takut akan mengotori masjid. Tetapi kalau ia khawatir kotorannya akan jatuh di masjid, maka lewat ke dalam masjid ketika itu haram. Keterangannya ialah beberapa hadis yang tersebut di atas.
5. Puasa, baik puasa fardu maupun puasa sunat. Perempuan yang meninggalkan puasa karena haid atau nifas wajib mengqada puasa yang ditinggalkannya itu. Adapun salat yang ditinggalkannya sewaktu haid atau nifas, tidak wajib diqadanya.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Nabi Saw. berkata kepada beberapa perempuan, ‘Bukankah perempuan haid itu tidak salat dan tidak puasa?”Jawab perempuan-perempuan yang hadir itu, “Ya, benar.” Kata Rasulullah, “Itulah kekurangan agama perempuan.” (RIWAYAT BUKHARI)
Menurut Hadist :
“Dari Mu’azah. Ia berkata, “Saya telah bertanya kepada Aisyah, ‘Bagaimanakah caranya orang haid mengqada puasanya, sedangkan salatnya tidak?’ Jawab Aisyah, “Telah terjadi pada kami haid di masa Rasulullah Saw., maka kami disuruh mengqada puasa dan kami tidak disuruh mengqada salat.” (RIWAYAT JAMA’AH AHLI HADIS)
6. Suami haram menalak istrinya yang sedang haid atau nifas. lbnu Umar telah menalak istrinya yang sedang haid, maka Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Beliau berkata kepada Umar, “Suruhlah anakmu itu supaya rujuk kepada istrinya, kemudian hendaklah ia tahan dahulu sarnpai perempuan itu suci, kemudian ia haid lagi, kemudian ia suci lagi, sesudah itu kalau ia (Ibnu Umar) menghendaki, teruskan perkawinan itu, dan itulah yang baik. Jika ia menghendaki, boleh ditalaknya sebelum dicampurinya. Dernikianlah iddah yang diperintahkan Allah Swt. yang boleh padanya perempuan ditalak.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
7. Suami istri haram bersetubuh ketika istri dalam haid atau nifas sampai ia suci dari haid atau nifasnya dan sesudah ia mandi.
Firman Allah Swt.:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah kotoran.’ Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” AL-BAQOROH: 222)
Apakah yang wajib dihindari oleh suami ketika istrinya sedang haid?
Dalam soal ini ada beberapa pendapat:
1. Yang wajib dihindari ialah semua badan istri karena dalam ayat tersebut diperintahkan menjauhi perempuan dengan tidak ditentukan apanya yang harus dijauhi itu.
2. Yang wajib dihindari hanya tempat keluar darah itu saja karena ayat tersebut membicarakan tentang darah.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Perbuatlah sekehendakmu, kecuali bersetubuh.” (RIWAYAT MUSLIM)
Asal hadis ini ialah berhubungan dengan orang-orang Yahudi di masa Rasulullah Saw. Apabila istri mereka haid, mereka tidak memberinya makan dan tidak mereka campuri. Sahabat-sahabat bertanya kepada Rasulullah, apakah perbuatan orang Yahudi itu sesuai dengan hukum. Rasulullah Saw. menjawab dengan hadis di atas.
3. Yang wajib dihindari adalah bagian antara pusar dan lutut perempuan karena dikhawatirkan tidak sabar.
Dan ayat tersebut timbul pula perbedaan paham antara ulama. Apabila haid sudah berhenti sebelum perempuan itu mandi, sudah bolehkah suami mendekatinya, atau mesti menunggunya mandi dahului?
Pendapat pertama mengatakan sudah boleh, tidak usah menunggu mandi lebih dahulu, karena la sudah suci.
Pendapat kedua mengatakan belum boleh sebelum ia mandi, sebab sucinya belum sempurna.
Hal yang harus diperhatikan berhubungan dengan darah
Di antara beberpa kewajiban kaum perempuan. ialah mempelajari hal-hal dan hukum-hukum yang berhubungan dengan darah haid, darah nifas, dan darah penyakit, sebab hal yang demikian amat banyak sangkut-pautnya dengan amal ibadat dan pergaulan antara suami istri. Kalau suami pandai, wajiblah mengajar istrinya, dan sang istri wajib belajar. Akan tetapi kalau suami tidak pandai, sang istri wajib belajar pada orang lain yang dipercayainya.
0 komentar:
Post a Comment