Friday, 18 September 2015

Apakah Ej*kulasi Karena Film Porno Batal Puasa ?

Tanya : Menonton film porno sehingga mengeluarkan mani (ej*kulasi) apakah bisa membatalkan puasa?

Jawab : Puasa sah jika telah memenuhi syarat dan rukunnya serta meninggalkan hal-hal yang bisa membatalkannya (mubthilat. Di antara yang membatalkan puasa adalah inzal (ej*kulasi, keluar mani), dengan catatan hal itu terjadi ‘an mubasyarah atau akibat persentuhan fisik, seperti mencium, saling menggenggam tangan, dan lain-lain. Jika ej*kulasi terjadi bukan karena persentuhan (‘an ghair mubasyarah) semisal karena pandangan atau lamunan, maka hal itu tidaklah membatalkan puasa. Begitu juga jika ejakulasi diperoleh sebagai akibat mimpi basah (ihtilam).

Dan keterangan di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa puasa tidak batal karena menonton film porno meskipun sampai terjadi ej*kulasi. Tetapi batalnya puasa hanyalah satu aspek saja dari pertanyaan ini. Dua aspek lainnya, yaitu menonton film porno dan puasa, memiliki aspek hukum dan moral yang terpisah dari masalah sah-tidaknya puasa.

Pornografi tidak mungkin dilepaskan dari perzinaan, baik dalam proses produksinya, maupun sebagai akibat yang ditimbulkannya. Sedangkan zina itu sendiri adalah perbuatan yang sangat dikutuk dan dilarang oleh agama. Sedemikian terlarangnya zina, sehingga Allah tidak hanya melarang melakukannya, tetapi bahkan melarang mendekatinya. Firman Allah SWT :
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)

Itupun masih ditambah dengan keterangan, “sungguh, zina adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk.” Maka sempurnalah keharaman perbuatan nista ini.

Termasuk dalam larangan ini adalah pornografi, karena pornografi adalah titik potensial yang menghubungkan seseorang dengan perzinaan. Ini mengikuti kaidah “ma adda ila al-haram fa huwa haram” (segala sesuatu yang bisa mengantar kepada hal yang haram maka hukumnya juga haram) dan kaidah lain yang bermakna serupa yaitu: “li al-wasa-il hukm al-maqashid” (terhadap pendukung, pendorong, penyebab suatu perkara diberlakukan hukum yang sama dengan perkara yang dihasilkannya). Tetapi, tidakkah berlebihan kalau menganggap pornografi sebagai pendorong perzinaan.

Tentu saja tidak semua perzinaan diakibatkan oleh pornografi sebagaimana tidak semua pornografi mengakibatkan (secara langsung) perzinaan. Tetapi barangkali kita dapat mengambil kasus-kasus kejahatan s*ksual sebagai indikator. Sepuluh tahun lalu, misalnya, pornografi tentu telah ada tetapi tidak semudah, sebebas dan seluas peredaraannya saat ini. Sejalan dengan itu, dalam waktu yang sama kejahatan s*ksual juga sangat meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.

Di sisi lain, tidak pantas rasanya berpuasa tetapi melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, apalagi hal itu juga mempunyai potensi mer*ngsang serta membangkitkan gairah s*ksual. Sedangkan gairah s*ksual tu sendiri adalah perwakilan absolut nafsu, sesuatu yang seharusnya justru menjadi sasaran ibadah puasa untuk ditaklukkan dan dikendalikan.

Lagi pula, ada sebagian ulama yang menganggap puasa tidak hanya sekedar pengekangan diri terhadap hal-hal fisik/ biologis (makan, minum, s*ks) semata. Lebih daripada itu, dalam berpuasa seseorang dituntut untuk bisa menjaga pancaindera serta segenap anggota badan lainnya untuk tidak terjatuh dalam segala bentuk maksiat dan perbuatan rendah.

Kita tentu,tidak ingin seperti orang-oiang yang digambarkan Rasulullah dalam hadisnya tentang mereka yang melakukan puasa tetapi tidak mendapatkan apapun kecuali lapar dan dahaga, karena sesungguhnya mereka tidak melakukan puasa kecuali dalam hal tidak makan dan minum.


Sumber :
Buku Dialog Dengan Kiyai Sahal Mahfudh (Solusi Problematika Umat)

0 komentar:

Post a Comment

Tabir Wanita