Saturday, 3 September 2016

Biografi Ibnu Al-Haitham (Pelopor Perdaban Islam)

Pelopor peradaban islam, tokoh isla, bilik islam

IBNU AL-HAITHAM
(354-430 H/965-1 038 M)

Ibnu Al-Haitham adalah salah seorang di antara sarjana-sarjana Arab terkemuka. Dia berjasa dalam memberikan kontribusi di bidang ilmu politik, ilmu matematika, ilmu alam, ilmu obat-obatan, dan ilmu filsafat.
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Hasan Ibnu Al-Haitham. Dia dikenal oleh orang-orang Eropa sebagai “Alhazen”. Dia dilahirkan di Bashrah, di mana Ia memperoleh pendidikan. Fatimid Cliph Al Hakim bi Amri Allah mendengar tentang metode Al-Haitham dalam mengatasi banjir Sungai Nil setiap tahunnya. Dia berkunjung ke Mesir dan bertanya kepadanya bagaimana cara mengatur arus Sungai Nil untuk mencegah banjir bandang. lbnu Al-Haitham gagal membuktikan pernyataannya sampai kematian khalifah, kemudian karya yang dimulai dengan mengopi buku-buku terdahulu dalam bidang matematika dan ilmu alam. Dia juga mulai menulis buku-buku mengenai materi-materi yang berbeda. 

Kontribusi Ibnu AI-Khaitham dalam Ilmu Optik
Para ahli sejarah Eropa mengakui kontribusi Ibnu Al-Haitham di dalam perkembangan ilmu optik. Dalam warisan Islam “The Heritage of Islam”, Arnold mengatakan “bidang ilmu optik telah mencapai puncaknya melalui Ibnu Al-Haitham.” Sarton mengatakan “Ibnu Al-Haitham, adalah ilmuwan terbaik yang memiliki kedudukan di dunia Islam pada Abad Pertengahan dalam bidang ilmu alam. Dia adalah salah satu di antara sekian banyak figur terkemuka dalam bidang ilmu optik di sepanjang zaman. Dia juga seorang astronot, seorang ahli matematika, dan seorang doktor. Ensiklopedia Britanika mempertimbangkannya sebagai figur pemimpin dalam ilmu optik setelah Ptolomeus.

Ibnu Al-Haitham adalah ilmuwan pertama yang menyimpulkan perbesaran hak milik sebuah lensa. Dia juga yang pertama kali mendeskripsikan secara tepat jenis bagian-bagian mata dan memberikan nama-nama yang diadopsi dari ilmuwani lmuwan Barat dan diterjemahkannya ke dalam bahasa mereka. lstilah inilah yang masih diterima sampai saat ini. Di antara istilah-istilah tersebut adalah “retina”, “cornea”, “humour aqueous”. Acuan mereka mengenai lensa-lensa pembesar diletakkan berdasarkan kegunaan mereka di dalam koreksi mata yang tidak berfungsi lagi (disfungsi mata). 

Ibnu Al-Haitham sampai kepada kesimpulan bahwa penglihatan itu dimulai dari cahaya yang dikirimkan oleh sebuah objek menuju mata. Cahaya tersebut dipantulkan oleh retina dan dikirimkan menuju otak melalui saraf yang berhubungan dengan mata, membuat gambar yang menjadi objeknya. Melalui konklusi ini, dia nienentang teorinya Ptolomeus dan Euclid tentang penglihatan bahwa mata mengedarkan cahaya visualnya menuju objek penglihatan. Ibnu Al-Haitham juga melakukan serangkaian penelitian tentang cahaya, warna, dan refleksi cahaya di dalam beberapa eksperimen mengenai pengukuran sudut masuk dan pembiasan. Sebagian para peneliti mengukuhkannya sebagai bapak ilmu optik. 

Kontribusi Ibnu Al-Haitham dalam Bidang Matematika

Ibnu Al-Haitham adalah seorang ahli matematika yang handal. Ia menggunakan geometri, persamaan, dan aijabar untuk memecahkan persamaan-persamaan teori astronomi. Dia juga menyelesaikan persamaan-persamaan kubik dan secara tepat mengalkulasikan aturan-aturan permukaan peluru, piramid-piramid, kecenderungan cakram, sektor-sektor keliling lingkaran, dan penambahan keliling lingkaran. 

Kontribusi lbnu Al-Haitham dalam Bidang Astronomi

Ibnu Al-Haitham tertarik dalam bidang astronomi dan ia menulis beberapa buku dalam bidang tersebut. Dia juga membuat sejumlah observasi. Di antara kontribusi utamanya adalah pengaturan sebuah metode terbaru untuk menentukan ketinggian kutub. Dia mengelaborasi sebuah teori mengenai gerak planet, Yang terus membawa pengaruh sampai sekarang. Sebuah tabel yang dibuat di Jerman sejak tahun 1942, yang menampilkan gerak planet-planet menurut teori Ibnu Al-Haitham, masih diekspos di Austria. Ibnu Al-Haitham menemukan bahwa seluruh benda-benda angkasa, termasuk bintang-bintang yang tak bergerak, adalah cahayanya sendiri dan menyebarkan cahaya mereka, kecuali pada bulan, yang menerima cahaya dan matahari.

Karya-karya Utamanya
Ibnu Al-Haitham meninggalkan sebuah kekayaan wanisan ilmiah di berbagai bidang, di antara karya-karyanya adalah : 

“Kitab al-Manadhir’ sebuah acuan mengenai ilmu optik yang berisikan penelitian tentang cahaya, anatomi mata dan penglihatan. Buku ini menciptakan sebuah revolusi dalam ilmu optik dan dipengaruhi oleh ilmuwan-ilmuwan Barat seperti Bacon dan Kepler. Buku ini menjadi referensi selama beberapa abad dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada sekitar Abad Pertengahan. Buku tersebut berisi tujuh esai, esai pertama dan ketiga telah direvisi dan dipublikasikan di dalam sebuah buku oleh Abdul Hamid Sabrah sejak tahun 1983 di Kuwait. Dr. Rochdi Rashid membubuhi keterangan mengenai artikel ke tujuh dalam bukunya “Geometri dan ilmu optik di abad ke empat Hijriah”, kemudian diterbitkan di Beirut tahun 1996. Salinan tulisan tangan lengkap dari buku ataupun dari beberapa artikelnya masih ada di beberapa perpustakaan di Istambul, Turki.
• “Hal Shokouk Euclid”
• “Makalat al-Shokouk ala Batlimus”
• “Kitab Sharh Oussoul Euclid’s fi al-Handass wa al-Adad
• “Kitab al-Jamia fi Ousoul al-Hissab’;
• “Kitab fi tahlil al Massa’il Al-Handassia’


Kesemuanya itu adalah ungkapan penghargaan bahwa Ibnu Al-Haitham menulis 80 buku dan mengacu dalam bidang astronomi, berhubungan dengan gerakan planet, bulan, benda-benda angkasa, dan dimensi-dimensi terkait. 

Karya-karya Ibnu Al-Haitham yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin memberikan pengaruh yang hebat bagi ilmuwani lmuwan Barat, seperti Kepler dan Francis Bacon. Menurut Mustapha Nadhif, Ibnu Al-Haitham telah memberikan kontribusi dalam perkembangan metodologi eksperimental berdasarkan observasi, eksperimen, dan investigasi. Sebelum Francis Bacon. Di dalam “Pengaruh Arab tentang Peradaban Barat”, Abbas Mahmud Al-Akkad mengatakan, bahwa terjemahan buku-buku Ibnu Al-Haitham mengenai ilmu optik telah digunakan sebagai referensi oleh seluruh ilmuwan Eropa yang datang setelahnya.

Biografi Al-Zahrawi (Pelopor Peradaban Islam)

pelopor peradaban islam, tokoh islam, bilik islam




AL-ZAHRAWI 

(WAFAT TAHUN 404 H /1013 M)

Al-Zahrawi adalah salah satu ahli bedah Muslim dunia dan termasyhur. Abu al-Kacem Khalaf Ibnu Abbas al-Zahrawi dikenal sebagai Abulcassis di Barat, lahir di kota Al-Zahra di luar kota Cordoba di Andalusia. Dia dikabarkan berada di Andalusia pada abad ke-4 di mana dia melayani sebagai doktor pribadi Abderrahman III dan kemudian anaknya al-Mustansir. 

Meskipun tanggal lahirnya tidak diketahui, ahli sejarah percaya wafatnya terjadi tahun 404 H /1013 M.

Kontribusi Ilmiahnya

Kontribusi ilmiah dari al-Zahrawi adalah manifestasi dalam beberapa pencapaian ilmiahnya dalam ilmu obat-obatan secara keseluruhan, dan khususnya ilmu bedah. Dia merupakan yang pertama membedakan antara ilmu bedah dan topik lain tentang obat-obatan, membuat sebuah bidang ilmu yang berdiri sendiri didasarkan atas studi anatomi kehidupan dari tubuh. Dia juga yang pertama mengambil alih sebuah operasi mengangkat batu dari kandung kemih melalui vagina dan merupakan yang pertama membuat sebuah yang membelah dalam pembuluh pernapasan dalam sebuah operasi pada pegawainya. Dia juga sukses dalam memberhentikan haemorrhage dengan mencontohkan urat darah halus yang besar. Dia mengajarkan pelajarnya tentang bagaimana pencegahan luka-luka di bagian dalam tanpa meninggalkan bekas yang kelihatan, dan bagaimana membuat pencegahan-pencegahan dengan dua jarum dan satu benang tetap didalamnya.

Dalam bidang obat-obatan umum, dia yang pertama memberikan sebuah gambaran tentang kemampuan beberapa tubuh untuk haemoplia, seperti yang dia tekuni melalui penyakit encok dan punggung serta penyakit tuberkulosis. Dia juga mengenalkan metode baru dan instrumen baru untuk ginaekologi. Tentu saja, ahli bedah dan dokter gigi berkebangsaan Eropa diuntungkan dari gambaran yang dia buat untuk pola tentang instrumer penting yang berhubungan dengan pembedahan.

Karya-karya Besarnya

Yang terbesar dan terkenal tentang penghimpunan al Zahrawi adalah sebuah risalah yang berjudul “al-Tasrif Liman Ajaza ani Ta’Iif”. Ini adalah sebuah jenis ensikiopedia terdiri dan 30 Volume, dijelaskan dengan gambar-gambar, dan dengan banyaknya gambar tentang instrumen yang berhubungan dengan pembedahan yang digunakan oleh al-Zahrawi. Sebagian dari buku ini yang berhubungan dengan pembedahan telah diterjemahkan oleh Gerard de Cremona ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12. Buku ini juga diterbitkan dalam banyak versi : pertama di Venice tahun 1497, kedua di Basel tahun 1541, dan ketiga di Oxford tahun 1778. Buku ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis pada abad ke-19 oleh Dr.Leclerck. 

Zigfried Hunkah berkata pada bagian buku ini :”Ketiga bagian buku ini memainkan peranan penting di Eropa, seperti dijadikan landasan bagi yang berhubungan dengan pembedahan. Buku tentang obat-obatan merupakan cabang yang ditinggikan kepada sebuah status yang lebih tinggi. Ilmu bedah kemudian menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri didasarkan atas anatomi. Lebih jauh, buku ini mempunyai pengaruh yang penting terhadap masa Renaisans bangsa Eropa selama lima abad. Buku ini diajarkan di universitas-universitas, dan dijadikan sebagai sebuah rujukan untuk para ahli bedah bangsa Eropa.

Biografi Al-Karkhi (Pelopor Peradaban Islam)

tokoh islam, bilik islam

AL-KARKHI
(WAFAT ANTARA 410-420 H /1019-1029 M) 

Al-Karkhi adalah salah satu ahli matematika Muslim yang terkenal, dan “salah satu ahli matematika yang termasyhur yang mempunyai pengaruh nyata terhadap perkembangan ilmu matematika.” Tetapi hanya sedikit informasi tentang dirinya yang tersedia. 

Dia adalah Abu Bakar Muhammad lbnu al-Hassan (atau Hussain) al-Hassib al-Karkhi (setelah Karakh, sebuah kota di bagian Baghdad). Dia tinggal di Baghdad pada masa Vizir Abu Ghalib Muhammad Ibnu Khalf Fakhr al-Malik, Menteri Baha’u Dawla al-Bouwayhi. 

Kontribusi Ilmiahnya

Buku-buku Al-Karkhi berisi tentang masa awal dalam sejarah bangsa Arab, penyelesaian tentang persamaan yang tidak menentukan seperti persamaan-persamaan menggunaka metode-metode yang diambil dari De Fuentes.

Al-Karkhi juga muncul dengan beberapa solusi terhadap persamaan-persamaan dua urutan dan mempersembahkan penelitian tentang perkiraan akar pangkat angka-angka dan bukti tentang penemuan total kuadrat dan pangkat tiga dan penomoran alami yang dia hitung.

Karya-karya Besarnya

Kitab “Al-Fakhri fi aI-Jabr” Buku ini disebut al-Fakhri di bawah Fakhr al-Mulk dan sudah dihimpun antara 401 dan 407. 

Smith berkata dalam bukunya yang berjudul History of Mathematics bahwa buku al-Fakhri adalah sebuah warisan yang bernilai dalam ilmu al jabar. Sebuah penerjemahan dilakukan pada tahun 1853 oleh orientalis berkebangsaan Prancis yang bernama Franz Woepcke. 

Al-Kafi fi al-Hissab (Dasar-dasar Kalkulus). Buku ini diterbitkan antara 401 dan 407 dan diberikan sebagai sebuah hadiah kepada Fakhr al-Mulk. Buku ini berhubungan dengan prinsipp rinsip kalkulus yang dikenal pada masa itu sejalan dengan beberapa aturan perubahan dan metode penghitungan untuk memfasilitasi beberapa operasi. Penulis tidak menggunakan penomoran India dalam bukunya melainkan menulisnya dalam surat. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman oleh Hocheim dan diperbaiki dalam tiga volume antara 1878 dan 1880.  

Kitab “AI-Badi’a fi al-Hissab.

Biografi Abu Sahl Al Quhi (Pelopor Peradaban Islam)

tokoh islam, bilik islam

ABU SAHL AL-QUHI
(WAFAT TAHUN 405 H /1014 M)
Al-Quhi adalah salah satu sarjana Muslim terkenal yang cerdas dalam ilmu astronomi dan ilmu matematika sekitar abad ke-4 H/abad ke-10 M. Namanya adalah Abu Sahi Wijen Ibnu Rustum al-Quhi. Tanggal kelahirannya tidak diketahui, sementara kematiannya terjadi tahun 405 H / 1014 M. Dia berasal dari Kuh di Gunung Tabaristan dan tinggal di Baghdad. Ketika Sharafu Dawla al-Bouaihi naik takhta untuk berkuasa, dia kesayangannya dan ditunjuk sebagai kepala pemantauan tahun 378 H/988 M yang dibentuk di Baghdad. Dia memintanya untuk menyiapkan sebuah studi atas observasinya tentang tujuh planet, orbit mereka dan pergerakan dengan zodiak mereka.
Kontribusi Ilmiahnya
Al-Quhi adalah di antara ahli astronomi yang terkenal pada abad ke-4 H/ abad ke-1 0 M. Dia membuat angka observasi yang mana para sarjana pada masanya biasa memercayakan dan mengkritik beberapa hipotesis ahli astronomi yunani. Kepopulerannya juga datang dari keahliannya dalam membuat instrumen observasi.
Dalam ilmu matematika, “al-Quhi terfokus dengan Archimedes dan permasalahan Appolonius yang menyebabkan persamaan lebih tinggi daripada titik persamaan kedua. Dia mampu memecahkan beberapa masalah dan mendiskusikan persyaratan tentang setiap sebuah operasi. Penemuannya dapat dipertimbangkan sebagai yang terbaik yang pernah ditulis tentang ilmu geometri di dunia Muslim. 
Al-Quhi juga menyumbangkan pelajaran tentang berat, sebuah bidang di mana dia mempunyai kewenangan lebih tinggi. Ia menggunakan bukti geometrik untuk memecahkan banyak permasalahan yang syarat penentuan tentang berat. Lebih jauh, dia meninggalkan penelitian yang bernilai dalam menemukan prinsip-prinsip daya angkat.
Karya-karya Besarnya 
Dr. Abdullah ad-Difa’ dan az-Zarkali menyebutkan beberapa karya al-Quhi dalam ilmu astronomi dan matematika, buku-buku tersebut sebagai berikut :
- “Kitab Marakiz al-Akr”
- “Kitab al-Ussul ala Tahrikat Euclides”
- “Kitab San’at al-Usturlab bi al-Barahin”
- “Kitab aziyadat ala Archimedes fi al-Maqala Tania”
- “Ikhraj al-Khatayn min Nuqta ala zaouiya Maaluma”
-
Tatlit azzaouiya wa ‘ammal al-Musaba’ al-Mutassaoui al Adla’ fi Da’era”
 
Dr. Abdullah ad-Difa’ berkata dalam bukunya “Exact Science in Arab Islamic Civilization”: “Bagaimanapun, hampir semua karya-karya al-Quhi hilang dan hanya sedikit rujukan yang ditemukan dalam karya berbahasa Latin.

Friday, 2 September 2016

Waktu Yang Dilarang Untuk Shalat

bilik islam
Sebagaimana telah diterangkan, salat sunat Mutlaq itu tidak mempunyai waktu yang tertentu, tetapi semua waktu boleh dimanfaatkan untuk salat sunat Mutlaq, kecuali beberapa waktu berikut ini : 

1. Shalat sesudah shalat Subuh sampai terbit matahari.
“Dari Abu Hurairah, “Nabi Saw. telah melarang salat sesudah shalat Subuh hingga terbit matahari.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

2. Shalat sesudah shalat Asar sampai terbenam matahari.
“Dari Abu Hurairah, “Rasulullah Saw. telah melarang shalat sesudah shalat Asar.” (RIWAYAT BUKHARI) 

3. SHalat tatkala istiwa (tengah hari) selain hari Jumat.
“Dari Abu Hurairah, “Rasulullah Saw telah melarang shalat pada waktu tengah hari tepat, sampai tergelincir matahari kecuali hari Jumat.” (RIWAYAT ABU DAWUD) 

4. Shalat tatkala terbit matahari sampai matahari setinggi tombak (pukul 8.00-9.00) jam zawaliyah. 

5. Shalat tatkakala matahari hampir terbenam sampai terbenamnya.
“Dari Uqbah bin Amir, “Rasulullah Saw. melarang shalat pada tiga saat. 1. Tatkala terbit matahari sampai tinggi. 2. Tatkala hampir Lohor sampai tergelincir matahari. 3. Tatkala matahari hampir terbenam (RIWAYAT MUSLIM)

Shalat Sunnah Istikharah Dan Shalat Sunnah Mutlaq

bilik islam
Shalat Sunnah lstikharah
Salat lstikharah artinya salat meminta petunjuk yang baik. Umpamanya seseorang akan mengerjakan suatu pekerjaan yang penting, sedangkan Ia masih ragu-ragu, apakah pekerjaan itu baik untuk dia atau tidak. Ketika itu disunatkan baginya salat lstikharah dua rakaat, sesudah itu berdoa, meminta petunjuk kepada Allah atas pekerjaannya yang masih diragukannya itu.
Sabda Rasulullah Saw.: ,
“Dari Jabir bin Abdullah, “Rasulullah Saw. mengajar kami untuk meminta petunjuk dalam beberapa perkara yang pen ting. Beliau berkata, Apabila salah seorang di antara kamu menghendaki suatu pekerjaan, hendaklah ia salat dua rakaat, kemudian berdoalah : Allahumma... sampai akhir” (RIWAYAT BUKHARI)

Lafaz doa Rasulullah Saw.: 

bilik islam, Shalat Sunnah lstikharah Dan Mutlaq

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta petunjuk yang baik dengan pengetahuan-Mu, aku meminta agardiberi kekuatan dengan kekuatan-M u, aku meminta kemurahan-Mu yang luas, karena sesungguhnya Engkau kuasa, aku tidak mempunyai kekuasaan. Engkau mengetahui, sedangkan aku tidak mengetahui, dan engkau yang amat mengetahui yang gaib-gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa pekerjaan ini (disebut pekerjaan apa) baik bagiku, buat agamaku, kehidupanku, dan hari kemudianku, maka berikanlah ia kepadaku, dan mudahkanlah ia bagiku, kemudian berkatilah ia kepadaku. Dan jika Engkau mengetahui bahwa pekerjaan ini buruk bagiku, buat agamaku, kehidupanku dan hari kemudianku, jauhkanlah ia dariku, jauhkanlah aku darinya dan berikanlah kepadaku kebaikan di mana pun adanya, kemudian jadikanlah aku orang yang rida dengan pemberian-Mu itu.” (RIWAYAT BUKHORI)

Shalat Sunah Mutlaq
Salat sunat MuIaq artinya salat sunat yang tidak ditentukan waktunya dan tidak ada sebabnya. Jumlah rakaatnya pun tidak ada batas, berapa saja, dua rakaat atau lebih. Caranya seperti salat sunat yang lain.
Sabda Rasulullah Saw. :
“Salat itu adalah suatu perkara yang terbaik, banyak ataupun sedikit.” (RIWAYAT IBNU MAJAH)

Apa Hukum Memanfaatkan Dan Memakai Barang Hasil Gadaian ?

barang gadaian, bilik islam
Tanya : Bagaimana hukumnya orang menerima barang gadaian dengan mengambil manfaatnya ? Misalnya seseorang menerirna barang gadaian berupa tanah, kemudian mengambil hasilnya tanpa adanya syarat pada waktu akad dengan alasan sudah menjadi adat kebiasaan. (Priono, Kudus) 

Jawab : Manusia dalam masalah rezeki tidak sama. Ada yang kaya, ada yang miskin, dan yang kaya tidak selamanya kaya. Sewaktu-waktu usahanya bisa mengalami kerugian, akhirnya bangkrut, menjadi miskin. Begitu pula sebaliknya, yang semula kurang sukses, suatu ketika berubah menjadi kaya. 

Tepat sekali bila orang sering mengumpamakan kehidupan ini laksana roda yang berputar. Lebih dari itu, perubahan pada hakikatnya adalah sifat alam yang paling mendasar. 

Dan sifat itulah (berubah) yang oleh ulama mutakallimin (teolog muslim) dijadikan bukti bahwa alam semesta ini asalnya tiada kemudian ada. 

Oleh karenanya, jarang sekali ditemukan seseorang yang selama hidupnya tidak pernah beruntung. Kenyataan itulah yang mendorong disyariatkannya al-qardh (akad utang-piutang) dalam agama Islam. 

Memberikan pinjaman dilihat dari perspektif keagamaan maupun secara moral sangat dipuji dan dianjurkan. Karena itu di dalamnya terkandung sikap ta’awun, tolong menolong antara sesama manusia.

Pada posisi lain, kita bisa mengingkari satu kenyataan bahwa tidak semua peminjam mampu membayar utang pada waktunya yang telah disepakati bersama. Hal itu, tanpa disadari sering mengakibatkan seseorang enggan memberi pinjaman kepada orang lain, terutama para pelaku bisnis yang modalnya selalu berputar. 

Dengan demikian, kebutuhan adanya akad gadai yang di kalangan fuqaha dinamakan ar-rahn akan memberikan kepastian terbayarnya utang pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. 

Dengan akad tersebut, kedua belah pihak sama-sama diuntungkan, yang memberi pinjaman merasa aman, dan pada gilirarinya akan mempermudah pihak-pihak yang membutuhkan memperoleh pinjaman darinya.
 
Diperbolehkannya akad gadai, telah ditegaskan Allah Swt. dalam Al-Quran sebagai berikut :
Artinya : Jika kamu dalam perjalanan -sekaligus melakukan mu‘amalah tidak secara kontan-, sedangkan kamu tidak menemukan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang (oleh yang berpiutang). “ (QS. Al-Baqarah: 283)

Selain ayat tersebut, ada sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim tentang diperbolehkannya akad gadai, yang isinya menceritakan hahwa Rasulullah Saw. pernah menyerahkan pakaian besinya kepada seorang Yahudi sebagai jaminan. 

Terjadinya akad gadai, tidak bisa dilepaskan dari 4 (empat) unsur yang disebut sebagai rukun-rukun gadai, ar-rahin(pemberi gadai), al-murtahin (penerima gadai), al-marhun (barang gadaian) dan sighat (lafal atau ucapan transaksi gadai).

Mengingat barang gadai berfungsi sebagai jaminan (watsiqah), maka selama akad gadai berlangsung, secara hukum kepemilikannya tetap di tangan ar-rahin, belum berpindah kepada al-murtahin. 

Sebagai pemilik yang sah, ar-rahin boleh memanfaatkan barang gadaian, selama tidak mengurangi nilai harganya. Jika barang gadaian itu sebuah apartemen, maka dia boleh menempatinya, atau sebuah mobil, dia diperbolehkan menaikinya untuk berbagai kepentingan.

Adapun bentuk pemanfaatan yang mengakibatkan turunnya harga atau menghilangkan kepemilikan, maka hukumnya dilarang. Hal itu untuk melindungi kepentingan al-murtahin.

Tapi jika al-murtahin memperbolehkan ar-rahin memanfaatkan al-marhun -meski berakibat hilangnya kepemilikan darinya atau sekedar mengurangi harganya-, maka sah-sah saja dilakukan. 

Dan perlu diingat, al-murtahin bisa mencabut kembali izin yang telah diberikan sebelum ar-rahin terlanjur melakukan tindakan atas izin tersebut. 

Lalu bagaimana hukumnya, jika penerima gadai memanfaatkan barang-barang tersebut?

Perlu ditegaskan lebih dulu, posisi al-murtahin dalam akad ar-rahn semata-mata sebagai pemberi pinjaman (kreditor), bukan pemilik barang gadaian. 

Keuntungan yang diperolehnya dari akad gadai, hanyalah adanya kepastian pelunasan utang tepat pada waktunya, dengan jalan menjual barang gadaian. 

Dengan demildan, al-murtahin sama sekali tidak diperkenankan memafaatkan barang gadaian, kecuali atas seizin ar-rahin sebagai pemilik yang sah.

Kalau hak memanfaatkan barang gadaian itu disyaratkan ketika akad ar-rahn berlangsung, akibatnya bisa fatal, yakni tidak sahnya akad. Demikian ketarangan dalam kitab Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-A rba‘ah, dan lain-lain. 

Kebiasaan yang berlaku di masyarakat, ketika seseorang yang menerima barang gadaian secara otomatis berhak memanfaatkan atau mengambil hasilnya. Padahal hal ini semestinya tidak terjadi. Artinya, kalau ar-rahm mengizinkan, maka pemanfaatan tersebut tidak dipermasalahkan. Sebaliknya, jika tidak maka al-murtahin tidak berhak memanfaatkan atau mengambil hasilnya.

Semua itu bertujuan untuk melindungi ar-rahin dari segala penindasan dan pemerasan. Islam menginginkan agar al-murtahin ketika memberikan pinjaman kepada ar-rahin betul-betul didorong oleh motivasi yang luhur. Yakni meolong orang dalam kesulitan, tanpa mengharapkan pamrih apapun darinya selain ridha Allah Swt.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah pernah bersabda :
Artinya : “Setiap utang piutang yang menarik manfaat pada sipemberi pinjaman (kreditor) adalah riba.”
 
Berdasarkan hadis tersebut, jelas tidak dibenarkan si pemberi pinjaman memperoleh keuntungan-keuntungan berupa harta benda atas jasa semata-mata karena memberi pinjaman tanpa seizin dan ridha dari si peminjam.

Apa Hukum Meminang Dan Apa Status Hukum Perempuan Dipinang

Apa Hukum Meminang Dan Apa Status Hukum Perempuan Dipinang, hukum meminang menurut islam, hukum melamar menurut islam, status hkum wanita yang sudah dilamar, status lamaran, status dilamar, hukum meminang, hukum dipinang, syarat meminang.
Tanya : Bagaimanakah status perempuan yang telah dipinang dengan pria yang meminangnya? Apakah sudah seperti suami istri ataukah masih seperti orang biasa ? Mohon penjelasan Pak Kiai. Soalnya, saya pernah lihat sebagian dari mereka melakukan tindakan yang menurut saya tidak patut. 

Jawab : Dalam kehidupan sehari-hari, hampir tidak pernah dijumpai pernikahan tanpa didahului peminangan calon mempelai pria terhadap calon mempelai perempuan. Kalaupun ada, jumlahnya sangat kecil. 

Hal ini menunjukkan besar kesadaran masyarakat akan arti penting peminangan dalam rangka membentuk keluarga ideal yang penuh sakinah, mawaddah dan rahmah lewat pernikahan. 

Peminangan dalam literatur fikih disebut khithbah. Secara harfiah, khithbah adalah thalab ar-rajul al-mar’ah li az-zawaf permintaan seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk melakukan pernikahan. 

Pengertian istilah itu tidak jauh berbeda dalam arti harfiahnya. Kompilasi Hukum Islam Indonesia mendefinisikan peminangan sebagai upaya ke arah terjadi hubungan perjodohan antara seorang pria dan perempuan. 

Peminangan hukumnya sunah, diperintahkan, tetapi tidak sampai pada tingkat kewajiban. Tanpa peminangan, akad pernikahan tetap sah karena tidak termasuk rukun dan syarat. 

Toh demikian, seperti telah saya kemukakan, masyarakat pada umumnya tidak meninggalkan peminangan sebagai mukaddimah (pendahuluan) menuju perkawinan. 

Hal ini barangkali disebabkan banyak manfaat yang diperoleh. Lewat peminangan seorang pria mengetahui kesediaan makhthubah (perempuan yang dipinang) untuk dinikahi. Kesediaan ini sangat penting dikaitkan dengan ketentuan Kompilasi Hukum Islam Indonesia pasal 16 yang menyatakan perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai.
Lalu diperkuat oleh pasal 17, yang berbunyi : “Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai, maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan”. 

Peminangan juga memungkinkan kedua calon mempelai saling mengenal, paling tidak secara fisik, dengan melihat secara langsung (mu‘ayanah). 

Rasulullah pernah menyuruh Al-Mughirah Ibn Syu’bah ketika meminang seorang perempuan agar melihatnya. Beliau bersabda, “Pandanglah dia, karena hal itu lebih bisa menciptakan keharmonisan antara kalian berdua.” (Al-Halal wa Al-Haram Fi Al-Islam, 170) 

Informasi yang lebih mendetail tentang kepribadian masing-masing dapat diperoleh melalui konsultasi dengan kawan atau kerabat. 

Dengan begitu, kekecewaan di kemudian hari akibat salah pilih dapat diantisipasi. Setelah memahami kekurangan dan kelebihan pasangannya, kedua pihak dapat memperkirakan risiko yang mungkin terjadi, sekaligus mempersiapkan diri secara mental untuk menghadapinya dengan penuh kedewasaan.
 
Status Hukum 
Kesadaran masyarakat akan arti penting peminangan hagi perkawinan ternyata belum diimbangi pengetahuan secara memadai tentang akibat hukum yang ditimbulkan. Bagaimanakah status hukum makhthubah dalam hubungannya dengan laki-laik yang telah meminangnya?

Apakah ia sama persis atau hanya dalam beberapa aspek dengan istri ataukah statusnya masih seperti ketika ia belum dipinang? 

Pada dasarnya antara peminangan dan pernikahan terdapat perbedaan yang sangat fundamental. Peminangan tidak lebih dari mukaddimah pernikahan. Dalam peminangan, laki-laki baru pada tahap mengungkapkan perasaan atau keinginan mengajukan penawaran kepada pihak perempuan untuk menikah. 

Sebuah penawaran tentu saja dapat diterima dan ditolak. Sedangkan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga. Karena itu, setelah peminangan, status khatib dan makhthubah belum terjalin hubungan yang spesial. Mereka berdua masih dianggap seperti orang lain. Status suami istri lengkap dengan hak dan kewajibannya baru diperoleh setelah keduanya menikah. 

Ketentuan ini membawa konsekuensi, dalam masa tunggu antara peminangan sampai pernikahan, mereka berdua tidak dibenarkan mengerjakan hal-hal yang hanya diperkenankan dilakukan suami istri. Seperti berduaan di tempat sepi (al-khalwah), tidur bersama, apalagi melakukan hubungan s*ksual dan atau mukaddimahnya.

Akibat hukum peminangan terbatas pada pelarangan meminang perempuan yang telah dipinang pria lain, selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan dari pihak perempuan. Putusnya pinangan dapat diketahui lewat pernyataan secara lisan atau berdasarkan indikator-indikator yang lain. Rasulullah Saw. Bersabda : “Janganlah salah seorang dari kamu sekalian meminang (perempua) yang telah dipinang saudaranya, hingga ia (peminang sebelumnya) meninggalkannya atau mengizinkannya.” (Subul As-Salam: III, 113). 

Dengan demikian, para orang tua seyogyanya mengarahkan putra-putrinya agar tidak terlibat dalam huhungan terlalu jauh dengan calon pasangannya. Siapa tahu setelah salah satunya “mencicipi” yang lain, pernikahan batal dilangsungkan. Mengingat kemungkinan putusnya peminangan selama belum menikah masih terbuka. Di samping itu, perbuatan tersebut dilarang agama. Lagi pula status anak akibat “kecelakaan” sebelum pernikahan dalam masalah warisan dan lain-lain berbeda dengan anak yang sah. 

Satu hal yang jelas, memelihara kesehatan jauh lebih baik daripada mengobati penyakit. Apalagi jika penyakit itu tidak memiliki obat penawar.

Tabir Wanita