Thursday, 25 August 2016

Nabi Muhammad SAW Di Masa Kanak-Kanak

Nabi Muhammad SAW Di Masa Kanak-Kanak
Menitipkan bayi-bayi yang baru lahir kepada kaum ibu pedesaan merupakan suatu kebiasaan di kalangan pemuka-pemuka kaum Quraisy pada saat itu. Kebiasaan tersehut dimaksudkan supaya si bayi selalu menghirup udara bersih dan segar. Juga untuk menjaga kondisi tuhuh ibunya yang baru saja melahirkan, agar tetap sehat. 

Selain itu, si bayi, sejak masih kanak-kanak bisa belajar berbicara bahasa Arab pedesaan yang dianggap lebih indah dan murni daripada bahasa Arab kota. Kebiasaan itu juga dipandang sebagai suatu usaha yang bernilai kemanusiaan, tolong-menolong antara orang kota dan orang desa, di mana ibu-ibu desa yang menolong, menyusukan dan membesarkan anak-anak orang kota memperoleh imbalan jasa, berupa upah yang layak. 

Menurut suatu riwayat, setelah Muhammad dilahirkan, beliau disusui ibunya hanya beberapa hari. Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, menyusui Muhammad selama tiga hari. Setelah itu, kakeknya, Abdul Muthalib menyerahkan Muhammad kepada seorang ibu desa yang bernama Halimah Sa’diyah, istri Haris, dari kabilah Bani Sa’ad. 

Awalnya Halimah enggan untuk menyusui Muhammad, karena Muhammad adalah anak yatim, sedangkan Halimah tergolong keluarga miskin. Ia khawatir tidak bisa merawat Muhammad dengan baik. Namun demikian, berkat dorongan Suaminya, diambillah Muhammad dari pangkuan Aminah. Aminah dan kakeknya, Abdul Muthalib pun dengan senang hati melepaskannya. 

Halimah pada waktu itu, juga baru saja melahirkan seorang anak laki-laki. Sangat beruntung Muhammad saat itu, karena mendapatkan saudara sepersusuan laki-laki juga. Menurut pengakuan Halimah, pada saat ia baru meletakkan Muhammad di pangkuannya, ketika mereka sampai di tempat persinggahan untanya, ia (Muhammad) terus menyusu sepaus-puasnya. Demikian pula anak kandungnya sendiri, dapat menyusu sekenyang-kenyangnya. Padahal sebelumnya, Halimah merasa air susunya telah habis.

Setibanya di rumah, mereka mulai merawat Muhammad dengan sebaik-baiknya. Halimah dan Harits sangat sayang dengan bayi asuhannya itu. Lama-kelamaan mereka merasakan bahwa anak yatim dari kota itu telah membawa kebahagiaan ke dalam rumah tangga mereka. Mereka bersama empat orang anak kandungnya ternyata amat sayang kepada saudara sepersusuannya itu.

Sesuai dengan pengamatan Halimah, anak itu lain dari yang lain. Sejak kecil, ia mempunyai keistimewaan yang tidak terdapat pada bayi-bayi lainnya. Pertumbuhan badannya begitu cepat. Halimah menyaksikan sendiri, pada umur 5 bulan Muhammad telah pandai berjalan, dan pada umur 9 bulan sudah pandai bicara dengan lancar. Lalu, pada usia 2 tahun, sudah bisa mengembalakan kambing bersama saudara-saudara sepupunya. 

Pada kesempatan lain, Halimah dan Harits memperhatikan pula hahwa dari wajah anak asuhannya itu memancarkan cahaya yang benderang. Setiap kali ia dibawa keluar, ada mega putih bersih yang memayungi dan mengikutinya ke mana saja anak itu dibawa. Pada petang hari, mega itu menjadi hujan, hingga daerah penggembalaan mereka senantiasa hijau. Ternaknya sekarang menjadi gernuk-gemuk dan banyak memberi susu. Mereka sekarang bisa hidup dalam kecukupan.

Kini, tibalah saatnya. Tak terasa, Halimah harus berpisah dengan anak yatim yang sekarang menjadi jantung hatinya. Sesuai perjanjian, dia akan mengantar Muhammad kembali ke pangkuan ibunya, Aminah setelah mencapai umur 2 tahun. Namun demikian, karena ibunya, Aminah, telah terjangkit penyakit menular yang pada saat itu sedang merajalela di kota Mekah, beberapa saat kemudian, Muhammad dititipkan kembali kepada Halimah. 

Untuk yang kedua kalinya Muhammad hidup dalam asuhan Halimah. Itu berarti Muhammad di tangan Halimah selama 6 tahun. Setiap pagi, putra-putra halimah bersama Muhammad pergi ke tengah ladang untuk mengembalakan kambing. Pada saat anak-anak sedang menggembalakan kambing, putra Halimah yang bernama Dimrah melihat Muhammad sedang duduk di atas batu besar. Sekonyong-konyong tanpa diketahui dari mana datangnya, tampak ada dua orang yang berpakaian serba putih duduk di samping kanan kiri Muhammad. Kemudian, baju Muhammad dibuka oleh kedua orang itu. Dibelahnya dada anak yatim itu. Peristiwa itu terjadi ketika Muhammad berumur 4 tahun. 

Melihat kejadian yang luar biasa itu, anak Halimah, Dimrah, herlari-lari sambil menangis. Sesampainya di rumah, ia menuturkan kejadian itu kepada ibunya seraya herkata, “Di tempat kami menggembalakan kambing, ada orang menangkap adikku, Muhammad. Jumlahnya dua orang. Mereka besar-besar dan pakaiannya putih-putih, sedangkan aku tidak mampu mencegahnya.” 

Mendengar berita dan anaknya itu, Halimah menjadi panik dan cemas. Ia hergegas untuk menengok Muhammad ke tempat penggembalaannya itu. Sesampainya di sana, Muhammad tampak berdiri di depan kemahnya dalam keadaan sehat. Dengan napas yang masih terengah-engah, Halimah bertanya kepada Muhammad, “Apa yang telah terjadi terhadap dirimu anakku?” 

Dengan nada tenang Muhammad menjelaskan tentang kejadian itu seraya berkata, “Tidak apa-apa, Bu! Hanya ada dua orang laki-laki yang terlihat masih muda, berpakaian rapi dan bagus. Mereka menghampiriku seraya memberikan salam kepadaku, lalu mereka berkata, ‘Wahai Muhammad, jangan takut. Aku tidak akan menyusahkan dirimu.” Mereka membaringkan diriku di atas rumput. Dibukanya bajuku dan dibelahlah dadaku. Dadaku dibasahi dengan air lalu mereka memasukkan lagi ke dalam dadaku dan menutupnya seperti sediakala. Sedikit pun aku tidak merasakan sakit. Tidak ada bekas luka pada dadaku. Setelah itu, kedua orang tersebut kembali ke ufuk yang tinggi sekali dengan sangat cepat dan menghilang di balik awan.” 

Mendengar cerita Muhammad itu, di satu sisi, Halimah merasa bangga dan gembira mendapati anak-anaknya selamat dari cidera. Hatinya semakin yakin bahwa kelak Muhammad menjadi kebanggaan umat manusia. Namun, di sisi lain, kecemasan hatinya semakin menjadi. Ia merasa khawatir tidak bisa menjaga keselamatan serta keamanan Muhammad. Karena itu, Halimah berpikir lebih baik mengembalikannya kepada ibu kandungnya sendiri, Aminah. Halimah menyerahkan Muhammad kembali kepada ibu kandungnya di Mekah, pada saat Muhammad berusia 6 tahun. 

Kini, kegembiraan beralih kepada Aminah. Melihat anaknya kembali ke pangkuannya dalam keadaan yang memuaskan. Sebagai seorang wanita yang mulia, Aminah berniat hendak menunjukkan kepada anaknya hubungan kekeluargaan ibu dan hapaknya sekaligus herziarah ke makam ayahnya. 

Nabi Muhammad SAW Di Masa Kanak-Kanak
Ia berangkat ke Madinah bersama budak perempuannya, Ummu Aiman. Sesampainya di kampung Abwa, ketika dalam perjalanan pulang kembali ke Mekah, dengan tidak disangka-sangka Aminah jatuh sakit dan beberapa hari kemudian meninggal dunia. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Kini, Muhammad yang baru berusia 6 tahun itu, telah menjadi yatim piatu. 

Selesai acara penguburan Aminah, semua orang kembali ke rumah masing-masing. Di dekat kubur, hanya tinggal Muhammad dan Ummu Aiman. Mereka terdiam, tidak berkata-kata. Air mata beliau mengalir membasahi kubur ibunya, meratapi nasibnya. Selanjutnya, keduanya meneruskan perjalanan ke Mekah. Lalu, Muhammad diserahkan kepada kakeknya, Abdul Muthalib. Abdul Muthalib larut dalam perasaan sedih ketika menerima cucu yang dicintainya itu. Pada usia 6 tahun ini, Muhammad mulai merasa kesepian. Pemeliharaan anak yatim ini diserahkan sepenuhnya kepada kakeknya. Namun demikian, hanya berlangsung selama 2 tahun. 

Di dalam suatu riwayat diceritakan bahwa ketika Abdul Muthalib dalam keadaan sakit yang sangat kritis, ia memanggil semua anaknya untuk berkumpul. Abdul Muthalib kemudian menyampaikan wasiat kepada mereka seraya berucap, “Wahai anak-anakku, kini aku sedang sakit. Sakitku adalah sakit tua. Kurasa tak lama lagi aku hidup di dunia ini. Aku sengaja memanggil kalian untuk berkumpul bukan untuk mewariskan harta benda, tetapi aku ingin menitipkan cucuku, Muhammad kepada kalian.” 

Abdul Muthalib menerangkan kepada Muhammad keadaan pribadi dan watak anak-anaknya satu per satu agar Muhammad dapat mempertimbangkan siapa di antara mereka yang paling cocok dalam hatinya untuk diikuti dan menyerahkan dirinya. Tak lama kemudian Muhammad mendekati dan merangkul Abu Thalib. Itu berarti Abu Thalib adalah pilihannya. 

Abu Thalib adalah seorang yang sangat mencintai Muhammad. Tak kurang dari kecintaan nenek dan ibunya. Akan tetapi, Abu Thalib adalah seorang yang miskin. Ayahnya, Abdul Muthalib yang pemurah itu, tidak rneninggalkan harta warisan. 

Karena miskinnya, ia terpaksa menyerahkan kehormatannya untuk menyediakan makanan dan minurnan bagi jamaah haji di musim haji. Muhammad pun terpaksa berusaha untuk dapat meringankan beban pamannya itu. Ia menerima upah sebagai imbalan atas jasanya menggembalakan kambing orang.

Pada usia 12 tahun, Muhammad dibawa pamannya ke Suriah menyertai para kafilah; membawa barang dagangan. Sumber-sumber Islam menceritakan tentang seorang biarawan Kristen, bahwa di suatu dataran tinggi di Syam, berdiamlah seorang pendeta bernama Buhairah. Pendeta tua itu sudah lama juga melihat dari jendela rumahnya, serombongan kafilah yang dipimpin Abu Thalib. Dia sangat tertarik memperhatikan rombongan kafilah itu, karena kafilah itu diikuti segumpal awan putih. Semakin dekat, semakin jelas tampak olehnya bahwa awan itu sebenarnya memayungi seorang anak muda yang mengendarai unta yang berjalan di bagian belakang kafiah. 

Nabi Muhammad SAW Di Masa Kanak-Kanak
Setelah cukup dekat, pendeta tua itu ditakjubkan lagi oleh cahaya perangai yang cemerlang dari anak muda pengendara unta tersehut. Belum pernah ia rasakan dalam hidupnya yang sangat panjang ketakjuban seperti saat itu. Tanpa disadari, ia pun berlari-lari menjemput kepala kafilah tersebut. Rombongan kafilah tersebut dipersilakan singgah di rumahnya. 

Setelah disajikan makanan dan minuman, pendeta itu bertanya kepada Abu Thalib, “Apa huhungan Tuan dengan anak itu ?“ Abu Thalib menjawab, “Dia anakku” Pendeta itu menjawab, “Dia anak yatim bukan?” Terkejut Abu Thalib mendengar ucapan pendeta itu. Ia berkata, “Anak ini kemenakanku. Ayahnya sudah meninggal selagi masih dalam kandungan ibunya. Kini, aku sebagai ganti ayahnya. Aku memeliharanya seperti anak kandungku sendiri.” 

Buhairah bertanya kepada Muhammad, “Pernahkah malaikat muncul kepadamu dan pernahkah kamu mengalami mimpi-mimpi tertentu?” 

Dengan lugu, Muhammad menyampaikan pengalamannya ketika didatangi malaikat waktu dia menggembala kambing bersama anak-anak Halimah. Dia juga menceritakan berbagai mimpinya. 

Buhairah berkata, “Sekarang, hilanglah sernua ganjalan dalam pikiran dan hatiku. Tak salah lagi, engkaulah ruh kebenaran yang dijanjikan Nabi Isa as.” Lalu, Buhairah menyingkap baju Muhammad seraya bekata, “Lihatlah tanda kenabian yang ada dipunggungnya”. Berulang-ulang Buhairah menciumi tanda kenabian itu dan merangkul Muhammad. Dengan air mata yang berlinang, ia berkata lagi, “Semoga umurku dipanjangkan Tuhan untuk menjadi salah satu seorang pengikutmu".

Ketika hendak pamit, Buhairah berpesan ke pada Abuu Thalib, “Aku herharap, Tuan berhati-hati benar menjaga dia. Aku yakin, dialah Nabi akhir zaman yang telah lama ditunggu-tunggu oleh umat manusia.” Memperhatikan pesan Buhairah itu, Abu Thalib memperpendek kunjungannya ke Suriah. Ia segera pulang kembali ke Mekah.

Doa Ketika Memakai Dan Melepas Baju

Doa Ketika Memakai Dan Melepas Baju

Doa Ketika Memakai Baju

Sahabat Abu Said AI-Khudri ra. Mengatakan : Apabila Rasulullah SAW mendapatkan baju, sorban, gamis atau selendang baru beliau menyebutnya dengan nama aslinya kemudian membaca : 


(Ya Allah bagimu pujian Engkau telah pakaikan baju untukku, aku mohon kebaikannya dan kebaikan terciptanya serta aku berlindung kepadamu dari kejelekannya dan kejelekan terciptanya) 

Dari sahabat Muadz bin Anas ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa memakai baju baru lalu dia membaca :

(Puji bagi Allah yang telah memakaikan dan menganugerahkannya untukku dengan tiada daya dan kekuatan dari ku)
Maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

Diriwayatkan dari Sahabat Umar ra. Bahwa Rasulullah SAW Bersabda : Barang siapa memakai baju baru lalu dia membaca :


(Puji bagi Allah yang telah memakaikan untukku apa yang bisa menutup auratku dan menghias diriku dalam hidupku)

Lalu dia sedekahkan baju yang lama maka senantiasa dalam lindungan dan penjagaan serta di jalan Allah SWT selama hidup dan setelah mati.

Do’a Ketika Melepas Baju

Sahabat Anas ra. berkata Rasulullah SAW bersabda Hijab antara mata (pandangan) bangsa jin dan aurat Manusia apabila hendak melepas bajunya adalah bacaan :


(Dengan nama Allah yang tiada Tuhan selain diri-Nya)

Do’a Sebelum Dan Setelah Bangun Tidur

Do’a Sebelum Dan Setelah Bangun Tidur

Diriwayatkan dai Sahabat Hudzaifah Bin Yaman dan Ab Dzar r.a : Adanya Rasulullah Saw apabila hendak tidur Beliau membaca : 

Do’a Sebelum Dan Setelah Tidur

(Dengan namamu ya Allah Aku hidup dan mati)
Dan apabila bangun dan tidur beliau membaca : 


(Puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami dari kematian dan kepadanya tempat kembali)
Diriwayatkan dari Ummil Mu’minin Aisyah r.a dari Nabi saw bahwa beliau bersabda : Tidak ada seorang hamba yang ketika Allah bangunkan dari tidurnya lalu dia membaca : 


(Tiada Tuhan selain Allah yang maha Esa , Tiada sekutu bagi-Nya, kekuasaan dan pujian hanyalah milik-Nya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.)
Kecuali Allah mengampuni dosa-dosanya walaupuri sebanyak buih samudera. 

Juga diriwayatkan dari Ummil Mu’minin A’isyah r.a bahwasanya Rasulullah SAW. apabila beliau bangun tengah malam beliau membaca : 


(Tiada Tuhan selain Engkau maha suci Engkau ya Allah Aku mohon ampunan dosa dan rahmat Tambahkanlah ilmu untukku dan jangan Engkau ubah hati ku setelah Engkau beri petunjuk dan anugerahkan rahmat untukku sunguh Engkau Maha pemberi anugerah)

Keutamaan Dan Manfaat (Fadilah Dan Faeda) Shalawat Fatih

Shalawat Fatih

Manfaat Dan Keutamaan (Fadilah Dan Faeda) Shalawat Fatih, Manfaat Dan Keutamaan (Fadilah Dan Faeda) Shalawat Fatih, manfaat shalawat fatih, keutamaan shalawat fatih, faedah shalawa fatih, fadilah shalawat fatih


ALLAAHUMMA SHALLI WA SALLIM WA BAARIK ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADINIL FAATIHI LIMAAUGHLIQA WAL KHAATIMI LIMAA SABAQA WANNASHIRIL HAQQI BILHAQQI WALHAA-DII ILAA SHIRAATHIKAL MUSTAQIIMI SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WA ‘ALAA AALIHI WA ASH-HAABIHI HAQQA QADRIHI WA MIQDAARIHIL ‘AZHIIMI.

Artinya :
Ya Allah, lmpahkanlah rahmat dan keselamatan serta berkah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw., yaitu pembuka barang yang dikunci, pengakhir barang yang dahulu, penolong kebenaran dengan Jalan benar, dan penunjuk kepada jalan-Mu yang lurus. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada beliau, kepada keluarganya dan kepada Semua sahabatnya dengan sebenar-benar kuasanya dan kekuasaannya yang agung.

Khasiatnya :
  1. Barangsiapa yang membaca shalawat tersebut di atas satu dalam seumur hidup maka dijamin dirinya tldak akan masuk neraka.
  2. Bagi orang yang mau membaca shalawat tersebut secara terus-menerus selama empat Puluh hari maka Allah akan menerima taubatnya dan semua dosa-dosanya
  3. Barangsiapa yang mau membaca shalawat tersebut sebanyak seribu kali pada malam Jum’at atau majam kamis atau malam senin, maka Ia akan dapat berkumpul dengan Rasulullah SAW.

Adapun cara membacanya ialah setelah shalat empat raka’at, raka’at pertama membaca Al Qadar, raka’at kedua membaca surat Al Zalzalah, raka’at ketiga membaca surat Al Kafirun dan raka’at keempat membaca surat Al Mu‘awwidzatain.

Tata Cara Shalat Orang Sakit Dan Hukumnya

tata cara shalat orang sakit, hukum shalat orang sakit, dalil shalat orang sakit, shalatnya orang sakit
Orang sakit wajib juga salat sekemampuannya selama akal atau ingatannya masih tetap. Kalau tidak mampu berdiri, ia boleh salat sambil duduk, kalau tidak mampu duduk, boleh berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat, kalau tidak kuat berbaring, boleh menelentang dengan kedua kakinya ke arah kiblat, dan kalau dapat kepalanya diberi bantal agar mukanya menghadap ke kiblat.

Termasuk dalam arti “tidak mampu” ialah apabila ia mendapat kesukaran berdiri atau mendapat kesukaran duduk dan seterusnya, atau takut sakitnya akan bertambah parah apabila ia berdiri; apalagi kalau ia takut binasa.

Sabda Rasulullah Saw.:
“Ali bin Abi Talib menceritakan hadis berikut langsung dari Nabi SaW Beliau telah bersabda, “Salat orang yang sakit sambil berdiri jika mampu. Kalau tidak mampu, salatlah sambil duduk. Jika ia tidak kuat sujud, isyaratkan saja dengan kepalanya, tetapi hendaklah sujudny lebih rendah daripada rukuknya. Kalau Ia tidak mampu salat sambil duduk, salatlah sambil berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat. Dan kalau tidak mampu sambil berbaring ke sebelah kanan, salat sambil menelentang, kedua kakinya ke arah kiblat.” (RIWAYAT DARUQUTNI).

Pengertian Shalat Jamak Dan Jenis Shalat Yang Bisa Dijamak

Pengertian Shalat Jamak, Jenis Shalat Yang Bisa Dijamak, waktu shalat jamak, syarat shalat jamak, jenis shalat jamak, dalil shalat jamak, jamak taqdim, jamak takhir, fikih islam
Sholat jamak adalah penggabungan antara dua waktu sholat kedalam satu waktu sholat.

Salat yang boleh dijamakkan hanya antara Lohor dengan Asar, dan antara Magrib dengan Isya, sedangkan Subuh tetap wajib dikerjakan pada waktunya sendiri.

Salat jamak artinya salat yang dikumpulkan. Yang dimaksudkan ialah dua salat fardu yang lima itu, dikerjakan dalam satu waktu. Umpamanya salat Lohor dan Asar dikerjakan di waktu Lohor atau di waktu Asar.

Hukum salat jamak ini “boleh” bagi orang yang dalam perjalanan, dengan syarat-syarat seperti yang telah disebutkan pada salat qasar. (baca : Shalat qasar)

Shalat jamak terdiri dari dua jenis, Jamak taqdim (dahulu) dan jamak ta’khir (terkemudian).

Jamak taqdim ialah salat Lohor dan Asar yang dikerjakan di waktu Lohor salat Magrib dan Isya dikerjakan di waktu Magrib.

Jamak ta’khir ialah salat Lohor dan Asar yang dikerjakan di waktu Asar, salat Magrib dan Isya dikerjakan di waktu Isya.

Hadis : “Dari Anas. la berkata, “Rasulullah Saw. apabila berangkat dalam perjalanan sebelum tergelincir matahari, maka beliau ta’khirkan salat Lohor ke waktu Asar, kemudian beliau turun (berhenti) Untuk menjamak keduanya (Lohor dan Asar). Jika matahari telah tergelincir sebelum beliau berangkat, maka beliau salat Lohor dahulu, kemudi baru beliau naik kendaraan.” (Riwayat Bukhari Dan Muslim)

“Dari Mu’ad “Bahwasanya Nabi Saw. dalam perang Tabuk, apabila beliau berangkat sebelum tergelincir matahari, beliau ta’khirkan Lohor hingga beliau kumpulkan ke Asar, beliau salat untuk keduanya (Lohor dan Asar di waktu Asar); dan apabila beliau berangkat sesudah tergelincir matahari, beliau kerjakan salat Lohor dan Asar sekaligus, kemudian beliau berjalan. Apabila beliau berangkat sebelum Magrib, beliau ta’khirkan Magrib hingga beliau lakukan salat Magrib beserta Isya; dan apabila beliau berangkat sesudah waktu Magrib, beliau segerakan Isya, dan beliau salatkan Isya beserta Magrib.” (RIWAYAT AHMAD. ABU DAWUD DAN TIRMIZI)

Syarat jamak taqdim
Syarat jamak taqdim menurut pendapat sebagian ulama ada tiga:
  1. Hendaklah dimulai dengan salat yang pertama (Lohor sebelum Asar, atau Magrib sebelum Isya) karena waktunya adalah waktu yang pertama.
  2. Berniat jamak agar berbeda dari salat yang terdahulu karena lupa.
  3. Berturut-turut, sebab keduanya seolah-olah satu salat.

Syarat jamak ta’khir
Pada waktu yang pertama hendaklah berniat akan melakukan salat pertama itu di waktu yang kedua, supaya ada maksud bersungguh-sungguh akan mengerjakan salat pertama itu dan tidak ditinggalkan begitu saja. 

Orang yang menetap (tidak dalam perjalanan) boleh pula salat jamak taqdim karena hujan, dengan syarat seperti yang teah disebut pada jamak taqdim. Disyaratkan pula bahwa salat yang kedua itu berjamaah di tempat yang jauh dari rumahnya, serta ia mendapa kesukaran pergi ke tempat itu karena hujan.

Sujud Tilawah Dan Sujud Syukur

Sujud Tilawah Dan Sujud Syukur, syarat sujud tilawah, rukun sujud tilawah, bacaan sujud tilawah, tata cara sujud tilawah, manfaat sujud tilawah, dalil sujud tilawah.
Sujud tilawah artinya sujud bacaan. Disunatkan sujud bagi, orang yang membaca ayat-ayat Sajdah, begitu juga orang yang mendengarnya. Apabila orang yang membacanya sujud, maka yang mendengar atau makmum sujud pula; tetapi apabila yang membacanya tidak sujud, yang mendengar tidak disunatkan sujud pula.

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. telah berkata, “Apabila manusia membaca ayat Sajdah, kemudian Ia sujud, menghindarlah setan Ia menangis seraya berkata, ‘Hai celaka! Anak Adam (manusia) disuruh sujud, lantas Ia sujud, maka baginya surga; dan saya disuruh sujud juga. tetapi saya enggan (tidak mati), maka bagi saya neraka” (RIWAYAT MUSLIM)

“Dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Nabi Saw pernah membaca Qur’an di depan kami. Ketika bacaannya sampai pada ayat Sajdah, beliau takbir, lalu sujud, maka kami pun sujud bersama-sama beliau.” (RIWAYAT TIRMIZI)

Bacaan Sujud Tilawah  



Rukun Sujud Tilawah
 
Rukun sujud tilawah di luar salat, yaitu: (1) Niat, (2) takbiratul ihram, (3) sujud, (4) memberi salam sesudah duduk.

Syarat-Syarat Sujud Tilawah
 
Syarat-syarat sujud tilawah sebagaimana syarat salat, seperti suci dari hadas dan najis, menghadap ke kiblat serta menutup aurat.

Ini pendapat sebagian ulama. Mereka mendasarkan keadaan sujud itu sebagaimana keadaan dalam salat. Sebagian ulama yang lain berpendapat tidak disyaratkan suci dari hadas dan tidak pula diharuskan suci pakaian dan tempat.

Ayat-Ayat Sajdah


Di dalam. Al-Qur’an ayat-ayat tersebut diberi tanda dengan tulisan yang menunjukkan bahwa ayat itu adalah ayat Sajdah.

Sujud Syukur

Sujud syukur artinya sujud terima kasih karena mendapat nikmat (keuntungan) atau karena terhindar dari bahaya kesusahan yang besar.

Sujud syukur hukumnya sunat. Sada Nabi :
“Dari Abu Bakrah, “Sesungguhnya apabila datang kepada Nabi Saw. sesuatu yang menggembirakan atau kabar suka, beliau langsung berterima kasih kepada Allah.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN TIRMIZI)

Perbandingan Sujud Tilawah Dengan Sujud Syukur
  1. Syarat dan rukun keduanya sama, tetapi para ulama berselisih pendapat dalam hal syarat dan rukun kedua macam sujud itu.
  2. Kedua sujud itu hanya dilakukan satu kali.
  3. Sujud tilawah disunatkan dalam salat dan di luar salat, sedangkan sujud syukur hanya disunatkan di luar salat, tidak boleh dilakukan dalam salat.

Pengertian Dan Sebab Sujud Sahwi

pengertian sujud sahwi, sebab sujud sahwi, tata cara sujud sahwi, bacaan sujud sahwi,
Sujud sahwi adalah sujud tambahan dalam sholat yang dilakukan ketika ada kelupaan dalam gerakan sholat.

Sebab-sebab sujud sahwi adalah : 

1. Ketinggalan tasyahud pertama atau ketinggalan qunut, menurut pendapat-.pendapat yang telah dijelaskan terdahulu dalam pembahasan sunat yang lebih penting. 

Sabda Rasulullah Saw. :
“Dari Al-Mugirah. Rasulullah Saw. telah berkata, “Apabila salah seorung dari kamu berdiri sesudah dua rakaat tetapi ia belurn sampai sempurna berdiri, hendaklah ia duduk kembali (untuk tasyahud pertama); dan, jika Ia sudah berdiri betul, maka ia jangan duduk kembali, dan hendaklah ia sujud dua kali (sujud sahwi)” (RIWAYAT AHMAD)


2. Kelebihan rakaat, rukuk, atau sujud karena lupa. 

Sabda Rasulullah Saw. :
“Dari Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya Nabi Saw. telah salat Lohor lima rakaat. Maka orang bertanya kepada beliau. Jawab beliau, ‘Tidak. Mereka yang melihat beliau salat berkata, ‘Engkau telah salat limu rakaat.’ Mendengar keterangan mereka demikian, maka beliau terus sujud dua kali.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

3. Karena syak (ragu) tentang jumlah rakaat yang telah dikerjakan. Umpamanya ragu apakah rakaat yang sudah dikerjakan itu tiga atau empat, maka hendaklah Ia tetapkan bilangan yang diyakininya, yaitu tiga rakaat, maka Ia tambah satu rakaat lagi, kemudian sujud sahwi sebelum memberi salam. 

Sabda Rasulullah Saw. :
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri. Nabi Saw. berkata, “Apabila salah satu dari kamu ragu dalarn salat, apakah ia sudah mengerjakan tiga atau empat, maka hendaklah dihilangkannya keraguan itu, dan diteruskan salatnya menurut yang diyakini, kemudian hendaklah sujud dua kali sebelum salam.” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

4. Apabila kurang rakaat salat karena lupa. 

Sabda Rasulullah Saw. :

“Abu Hurairah r.a. telah rnenceritakan hadis berikut: Nabi Saw melakukan salah satu dari dua salat sore hari hanya dua rakaat, lalu memberi salam kemudian beliau berdiri menuju ke sebuah tonggak kayu di depan rnasjid, lalu meletakkan tangan di atasnya, sedangkan diantara kaum (yang bermakmum) terdapat Abu Bakar dan Umar, tetapi keduanya merasa segan berbicara kepadanya Kemudian keluarlah (dari masjid) orang-orang yang tergesa-gesa seraya mengatakan “shalat telah dipersingkat”, diantara kaum itu terdapat seorang laki-laki yang dipanggil oleh Nabi Saw dengan nama julukan zu1 Yadain. Lalu laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah apakah engkau lupa, ataukah salat telah diperpendek?’ Nabi Saw menjawab’ “Aku tidak lupa dan salat tidak diperpendek.” Lelaki itu berkata “Memang benar, engkau telah lupa.” Maka Nabi Saw. salat (lagi) dua rakaat, lalu bersalam. Kemudian Nabi Saw. bertakbir dan melakukan sujud seperti sujud sebelumnya atau lebih lama (daripadanya), lalu beliau mengangkat kepalanya seraya hertakbir dan melakukan sujud lagi sama dengan sujud sebelumnya atau lebih lama lagi, lalu beliau mengangkat kepalanya seraya bertakbir. (MUTTAFAQ ‘ALAIH. LAFAZ HADIS INI MENURUT IMAM BUKHARI)
Yang dimaksud dengan “Salah satu dari dua salat sore hari” ialah, riwayat Imam Muslim menafsirkannya sebagai salat Asar. Al-’asyiyyi ialah waktu antara tergelincir hingga terbenamnya matahani. Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa salat yang dimaksud adalah salat Lohor. Perbedaan pendapat ini terjadi mungkin karena kisahnya banyak.

Dengan hadis ini sebagian ulama berpendapat bahwa sujud sahwi itu tempatnya sesudah memberi salam, bukan sebelumnya. Hukum sujud sahwi itu sunat, yang penting ialah untuk imam dan orang yang salat sendiri, sedangkan makmum wajib mengikuti imamnya. Berarti kalau imam sujud, ya wajib pula sujud mengikuti imamnya; dan apabila imam tidak sujud, ia tidak boleh sujud sendiri.

Bacaan sujud sahwi sama dengan bacaan sujud rukun. Begitu juga bacaan duduk antara dua sujud, sama dengan bacaan duduk antara dua sujud yang masuk rukun.

Tabir Wanita