Tanya : Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir ini Taman Pendidikan Al-Quran (TPA/TPQ) merebak di mana-mana. Peserta didiknya semuanya anak kecil. Apakah mereka boleh memegang atau membawa mushaf tanpa berwudhu dulu ? Soalnya kalau disuruh wudhu terus-menerus agak memberatkan untuk ukuran anak seumur mereka. Solusinya bagaimana?
Jawab : Dalam agama Islam, Al-Quran jelas memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia. Sebagai wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw., Al-Quran mempunyai banyak keistimewaan yang tidak terdapat pada kitab suci lain sebelumnya, seperti Zabur, Taurat, dan Injil.
Apalagi dibandingkan dengan kitab maupun buku-buku yang tidak bersumber dari wahyu. Di antaranya, kita tidak boleh menyentuh atau membawa mushaf dalam keadaan hadas, artinya harus berwudhu lebih dahulu. Hal itu sebagai ungkapan penghormatan (ihtiram) kita terhadap Al-Quran. Tetapi apakah hal itu berlaku untuk semua orang dan dalam setiap kondisi ? Ternyata tidak.
Keharusan bersuci terlebih dahulu itu tidak berlaku untuk Semua orang dan dalam setiap waktu. Ada beberapa pengecualian seseorang diperbolehkan menyentuh mushaf dalam keadaan hadas. Pengecualian itu karena mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan.
Imam Nawawi dalam salah satu karyanya, At-Tibyan fi Adab Hamalah Al-Quran, membicarakan masalah tersebut secara agak panjang lebar. Diterangkan bahwa anak kecil yang sudah mumayiz (pandai), yakni sudah bisa makan-minum dan istinja’ sendiri diperbolehkan menyentuh atau membawa mushaf tanpa wudhu untuk kepentingan belajar.
Melanggengkan status suci dengan berwudhu secara kontinyu bagi anak kecil dipandang bukan perkara mudah. Malah kalau hal ini diterapkan secara ketat dengan tanpa memperhatikan pelakunya dalam hal ini anak-anak yang hendak belajar Al-Quran, bisa-bisa tidak mau mengaji. Dalam hal itu, para fuqaha sangat bijaksana, membedakan anak kecil dan orang dewasa dalam masalah menyentuh mushaf.
Dengan demikian, dia belum saatnya dibebani kewajiban-kewajiban yang berlaku untuk orang dewasa. Pertimbangan mereka adalah li al-masyaqqah, karena memberatkan. Memang ada kaidah, al-masyaqqah tajlib at-taisir, hal-hal yang memberatkan bisa menimbulkan kemudahan.
Bisa juga kita kaitkan dengan kaidah yang lain, daf’u al mufasid muqaddam ‘ala jalbi al-mashalih, menghindari mafshadah lebih diutamakan atau didahulukan daripada menarik kemaslahatan. Berwudhu ketika hendak menyentuh mushaf adalah mashlahah. Tidak mau mengaji Al-Quran, merupakan mafsadah. Selain anak kecil untuk keperluan belajar, dalam situasi darurat, orang dewasa (mukallaf) juga diperkenankan menyentuh dan membawa mushaf tanpa berwudhu. Misalnya, khawatir mushafnya terbakar, umpamanya terjadi kebakaran rumah, di dalamnya Anda menemukan mushaf yang nyaris terbakar api. Tidak mungkin Anda mengambil air wudhu terlebih dahulu, karena keburu mushafnya habis dilalap api.
Dalam situasi darurat seperti itu, Anda diperbolehkan mengambil mushaf tersebut meskipun dalam keadaan berhadas. Begitu juga kalau khawatir mushaf yang ada terkena najis, atau tenggelam ke dalam air.
0 komentar:
Post a Comment