Tanya : Bagaimana hukumnya melangsungkan akad pernikahan lewat telepon? (Abdullah, Jepara)
Jawab : Pada zaman ini, alat ukur sudah berteknologi canggth, termasuk di bidang komunikasi. Alat-alat itu sudah sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari.
Handphone canggih (samrtphone) tumbuh bagaikan jamur di musim labuh. Kenyataan tersebut mengilhami sebagian orang untuk melangsungkan pernikahan lewat telepon, karena dipandang lebih praktis apalagi bagi orang yang sangat sibuk. Namun, memutuskan hukum, tidaklah cukup hanya didasarkan atas pertimbangan kepraktisan semata. Perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang lain. Sebab menurut ajaran Islam, pernikahan sangat sakral.
Pernikahan merupakan mitsaq al-ghalizh (tali perjanjian yang kuat dan kokoh), yang bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Dilihat dan segi fungsinya, pernikahan merupakan satu-satunya cara yang sah untuk menyalurkan kebutuhan biologs dan mendapatkan keturunan, di samping meningkatkan ketakwaan seseorang.
Melihat kedudukannya yang demikian, prosesnya tentu agak rumit dan ketat. Berbeda dengan akad jual beli atau muamalah lainnya, seperti termaktub dalam kitab Tan wir Al Qulub, At-Tanbih, dan Kifayah Al-Akhyar, akad pernikahan hanya dianggap sah jika dihadiri mempelai laki-laki, seorang wali ditambah minimal dua orang saksi yang adil.
Pengertian “dihadiri” di sini, mengharuskan mereka secara fisik (jasadnya) berada dalam satu majelis. Hal itu mempermudah tugas saksi dan pencatatan. Sehingga kedua mempelai yang terlibat dalam akad tersebut pada saat yang akan datang tidak mempunyai peluang untuk mengingkarinya.
Karenanya, akad nikah lewat telepon tidak mendapat pembenaran dari fikih. Sebab tidak dalam satu majelis dan sangat sulit dibuktikan.
0 komentar:
Post a Comment