Tanya : Sebagai pengantin buru, datangnya bulan puasa bagi kami merupakan siksaan tersendiri. Kalau kami berdua tidak mampu lagi menahàn nafsu, apakah boleh kami mokel (berbuka) lalu berkumpul? Bagaimana cara yang benar agar teihindar dari ancaman puasa dua bulan berturut-turut? (NN Arjasa, Jember)
Jawab : Ada macam-macam hal yang membatalkan puasa Ramadhan dan beragam pula konsekuensinya. Ada yang sekedar harus meng-qadha’(mengganti di hari lain), tetapi ada pula yang mengakibatkan sanksi berat. Terhitung yang berat adalah hubungan s*ks (Jima).
Dasar hukum sanksi ini hadis riwayat Bukhari dan Muslim tentang lelaki yang mengaku telah melakukan pelanggaran ini. Rasulullah lalu mengurutkan tiga sanksi untuk menjadi kaffarah (penebus): pembebasan budak, puasa dua bulan berturut-turut, dan memberi makan enam puluh orang miskin.
Tiga kaffarah itu tidak dapat dipilih begitu saja, tetapi berlaku urut. Karena di zaman ini sanksi pertama tidak berlaku lagi, dengan sendirinya pelakunya harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika karena sebab yang dibenarkan syariat hukuman itu tidak mungkin dilakukan, baru dapat ditempuh sanksi terakhir berupa pemberian paket kepada 60 fakir-miskin, masing-masing 1 mud (± 6 ons) bahan makanan pokok.
Kaffarah ini berlaku antara lain jika hubungan s*ks itulah yang mengakibatkan batalnya puasa. Jika sebelumnya puasanya sudah batal atau dibatalkan, maka kaffarah di atas tidak berlaku.
Tetapi itu tidak berarti sanksinya menjadi lebih ringan. Meninggalkan atau membatalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan syariat adalah sebuah dosa yang sangat besar. Diriwayatkan At-Turmudzi, Rasulullah bersabda, yang artmya:
“Barangsiapa meninggalkan/membatalkan sehari puasa Ramadhan tanpa alasan yang meringankan dan tidak pula karena sakit, maka puasa sepanjang masa tidak cukup sebagai gantinya.”
Membatalkan puasa sebelum berhubungan s*ks bukan hanya berarti memangkas sanksi. Setidaknya ada dua alasan moral untuk tidak melakukannya.
Pertama, puasa dua bulan berturut-turut adalah hukum yang secara spesifik telah ditetapkan Allah. Apakah Anda ingin lari dari hukum-Nya?
Kedua, dengan membatalkan puasa untuk menghindarkan kaffarah, maka sesungguhnya seseorang telah melakukan akal-akalan, bermain siasat atas hukum Allah. Pertanyaannya, secerdik itukah Anda?
Bagaimanapun beratnya, begitulah hukum telah ditetapkan. Jika tidak ingin tertimpa beratnya hukum, sebaiknya Anda berhati-hati. Tidak ada salahnya untuk mengurangi tindakan-tindakan lahiriah yang lazim digunakan untuk mengekspresikan rasa sayang, cinta, dan kemesraan suami-istri. Jika dianggap perlu, ciptakan jarak (sementara). Ikuti kegiatan-kegiatan kerohanian yang banyak diselenggarakan selama bulan Ramadhan. Prinsipnya, hindari segala sesuatu yang dapat menyebabkan Anda jatuh dalam pelanggaran ini.
Inilah sesungguhnya makna puasa : menahan diri dari godaan nafsu, tidak untuk menghancurkannya tetapi untuk mampu mengendalikannya. Bukankah akan sampai juga waktu di mana dorongan nafsu itu dapat dipenuhi tanpa ancaman murka Tuhan.
Jawab : Ada macam-macam hal yang membatalkan puasa Ramadhan dan beragam pula konsekuensinya. Ada yang sekedar harus meng-qadha’(mengganti di hari lain), tetapi ada pula yang mengakibatkan sanksi berat. Terhitung yang berat adalah hubungan s*ks (Jima).
Dasar hukum sanksi ini hadis riwayat Bukhari dan Muslim tentang lelaki yang mengaku telah melakukan pelanggaran ini. Rasulullah lalu mengurutkan tiga sanksi untuk menjadi kaffarah (penebus): pembebasan budak, puasa dua bulan berturut-turut, dan memberi makan enam puluh orang miskin.
Tiga kaffarah itu tidak dapat dipilih begitu saja, tetapi berlaku urut. Karena di zaman ini sanksi pertama tidak berlaku lagi, dengan sendirinya pelakunya harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika karena sebab yang dibenarkan syariat hukuman itu tidak mungkin dilakukan, baru dapat ditempuh sanksi terakhir berupa pemberian paket kepada 60 fakir-miskin, masing-masing 1 mud (± 6 ons) bahan makanan pokok.
Kaffarah ini berlaku antara lain jika hubungan s*ks itulah yang mengakibatkan batalnya puasa. Jika sebelumnya puasanya sudah batal atau dibatalkan, maka kaffarah di atas tidak berlaku.
Tetapi itu tidak berarti sanksinya menjadi lebih ringan. Meninggalkan atau membatalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan syariat adalah sebuah dosa yang sangat besar. Diriwayatkan At-Turmudzi, Rasulullah bersabda, yang artmya:
“Barangsiapa meninggalkan/membatalkan sehari puasa Ramadhan tanpa alasan yang meringankan dan tidak pula karena sakit, maka puasa sepanjang masa tidak cukup sebagai gantinya.”
Membatalkan puasa sebelum berhubungan s*ks bukan hanya berarti memangkas sanksi. Setidaknya ada dua alasan moral untuk tidak melakukannya.
Pertama, puasa dua bulan berturut-turut adalah hukum yang secara spesifik telah ditetapkan Allah. Apakah Anda ingin lari dari hukum-Nya?
Kedua, dengan membatalkan puasa untuk menghindarkan kaffarah, maka sesungguhnya seseorang telah melakukan akal-akalan, bermain siasat atas hukum Allah. Pertanyaannya, secerdik itukah Anda?
Bagaimanapun beratnya, begitulah hukum telah ditetapkan. Jika tidak ingin tertimpa beratnya hukum, sebaiknya Anda berhati-hati. Tidak ada salahnya untuk mengurangi tindakan-tindakan lahiriah yang lazim digunakan untuk mengekspresikan rasa sayang, cinta, dan kemesraan suami-istri. Jika dianggap perlu, ciptakan jarak (sementara). Ikuti kegiatan-kegiatan kerohanian yang banyak diselenggarakan selama bulan Ramadhan. Prinsipnya, hindari segala sesuatu yang dapat menyebabkan Anda jatuh dalam pelanggaran ini.
Inilah sesungguhnya makna puasa : menahan diri dari godaan nafsu, tidak untuk menghancurkannya tetapi untuk mampu mengendalikannya. Bukankah akan sampai juga waktu di mana dorongan nafsu itu dapat dipenuhi tanpa ancaman murka Tuhan.
Sumber :
Buku Dialog Dengan Kiyai Sahal Mahfudh (Solusi Problematika Umat)
Buku Dialog Dengan Kiyai Sahal Mahfudh (Solusi Problematika Umat)
0 komentar:
Post a Comment