Beberapa wuktu setelah pernikahannya, Alhamdulillah dengan Aminah tinggal di rumah orang tuanya. Tidak lama kemudian, Abdullah berangkat ke Suriah membawa barang dagangan. Dalam perjalanan pulang, Abdullah jatuh sakit dan akhirnya meninggal di Yatsrib. Karena Abdullah meninggal pada masa yang relatife muda, ia tidak banyak meninggalkan warisan. Ia hanya meninggalkan sebuah rumah, lima ekor unta dan sejumlah kambing serta seorang budak perempuan, Ummu Aiman namanya.
Mendengar suami yang amat dicintainya itu meninggal, Aminah terkejut dan sedih sekali. Kesedihan ini lebih menekan perasaannya karena ia dalam keadaan hamil. Hatinya meratap bila ia membayangkan nasib anaknya yang masih dalam kandungannya itu yang akan lahir sebagai anak yatim. Dengan sabar, ia menunggu kelahiran anaknya, karena setiduk-tidaknya anak yang akan lahir itu kelak menjadi pelipur lara serta penghibur duka yang selama ini meliputi dirinya.
Akhirnya, tibalah saat yang dinanti-nanti itu. Lahirlah bayi Muhammad. Aminah sendiri tidak menduga bahwa pada malam menjelang dini hari, Senin, 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah bertepatan dengan tanggal 22 April 571 M, ia akan melahirkan bayi yang dikandungnya itu.
Abdul Muthalib, begitu mendengar cucunya lahir, langsung berlari-lari mendatangi rumah Aminah. Diangkatlah bayi yang baru lahir itu. Diciuminya. Didekapnya, lalu dibawanya ke Ka’bah. Ia thawaf setengah berlari mengelilingi Ka’bah menggendong bayi yang baru saja lahir itu.
Sekembalinya dari Ka’bah, ia berkata kepada menantunya, “Bayi ini akan kuberi nama Muhammad. Aku berharap agar seluruh dunia sampai akhir memuji ia (Muhammad).” Sedangkan ibunya sendiri, juga sudah memberi nama bayinya itu, Ahmad. Nama Ahmad ini sudah disebut dalam Taurat dan Injil lebih dahulu. Kedua nama tersebut, yakni Muhammad dan Ahmad, juga telah disebut di dalam AL- Qur’anul Karim.
0 komentar:
Post a Comment