Friday, 7 October 2016

Mekah Diguncang Kemarahan (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Rasulullah saw. mulai mengajak keluarga, kerabat, dan kaumnya untuk masuk Islam dan bertauhid. 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., dia berkata, “Ketika turun ayat “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”, Rasulullah saw. langsung menyeru kaum Quraisy dan mengumpulkan mereka. Setelah mereka berkumpul, beliau berkata di hadapan mereka seraya menyeru mereka satu per satu :
“Hai Bani Ka’ab bin Lu’ay, selamatkan diri kalian dari api neraka. Hai Bani Murrab bin Ka’ab, selamatkan diri kalian dan api neraka. Hai Bani Abdusy-Syams, selamatkan diri kalian dari api neraka. Hai Bani Abdu Munaf, selamatkan diri kalian dari api neraka. Hai Bani Hasyim, selamatkan diri kalian dari api neraka. Hai Bani Abdul Muththalib, selamatkan diri kalian dari api neraka. Hai Fatimah, selamatkan dirimu dari api neraka.


Sesungguhnya, aku tidak memiliki apa-apa untuk kalian dari Allah selain karena kalian ada hubungan keluarga denganku, maka aku akan selalu menyambung hubungan tersebut.” 

Mendengar hal itu, kaum musyrikin Quraisy segera menyatakan sikap mereka untuk memerangi Islam, mendiskreditkan orang-orang yang masuk ke dalam agama itu, dan menimpakan kepada mereka berbagai bentuk gangguan dan siksaan. 

Sejak Rasulullah saw. terang-terangan berdakwah dan mengajak manusia ke jalan Allah swt. dan terang-terangan menyebutkan kesesatan apa yang diwarisi oleh kaumnya dan nenek moyang mereka, Mekah diguncang kemarahan. Kaum muslimin mengalami berbagai penindasan selama lebih kurang sepuluh tahun. Hidup mereka tidak tenang, darah mereka tertumpah di Tanah Haram, kehormatan mereka terinjak-injak. Kedudukan mereka sebagai muslim membuat mereka harus menanggung berbagai resiko yang amat berat. 

Di samping penyiksaan secara fisik, kaum muslimin juga mengalami tekanan psikologis. Mereka dihina dan direndahkan. Semua itu dilakukan oleh kaum kafir Quraisy untuk melemahkan kaum muslimin, baik secara fisik maupun psikis

Biografi selanjutnya bisa dilihat pada postingan yang berjudul :  Sabar Dan Pasrah (Biografi Khadijah ra.)

Thursday, 6 October 2016

Apa Pengertian, Tujuan Dan Manfaat Tawassul Menurut Fikih islam ?

makna tawassul
Tanya : Menurut tradisi kaum Sunni berdoa dan berziarah kubur harus diawali terlebih dahulu dengan tawassul seperti “Ibadallah, rijalallah aghitsuna liajlillah dan yarabbi bil musthafa baligh maqashidana.”
1. Apa dan bagaimana pengertian, tujuan dan manfaat tawassul ?
2. Bagaimana tawassul yang benar supaya terhindar dari kemusyrikan ?
3. Tawassul tidak sampai pada ahli kubur, benarkah ?
(Hadi Ismanto, Universitas Brawijaya Malang) 

Jawab : Sebenarnya permasalahan ini sudah sangat usang, karena puluhan tahun yang lalu pertanyaan ini sudah muncul ke permukaan dan mendapatkan jawabannya. Tapi tak apalah toh tidak ada salahnya mengulang kembali. 

Thwassul berasal dan kata wasala-waslan-wasilatan atau tawassulan yang berarti sesuatu (sebagai wasilah atau perantara) untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pengertian itu seperti yang ada dalam dalam Al-Quran :
Artinya: “Dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.” (QS. Al Maidah : 35) 

Jadi tawassul atau perantara adalah mengerjakan sesuatu (apa saja) dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah. (Mu’jam Mufradat Alfazhi Al-Quran, 560, Mu’jam Al-Washit. II, 32)

Bagaimana tawassul yang benar ? Mari kita telusuri. Kita ingat Ayat :
Artinya : “Mereka berkata, “Wahal ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang orang yang bersalah.” (QS. Yusuf: 97)

Inilah salah satu cara bertawassul. Pada saat itu mereka (putera-putera Nabi Ya’qub) datang menemui ayahnya agar berdoa kepada Allah atas dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Menentukan pilihan kepada Nabi Ya’qub bukannya tanpa alasan tetapi karena memang sang ayah dianggap dekat kepada Allah Swt. 

Kita kaji lagi ayat yang lain sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka tentulah mereka mendapati Allah Maha penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 64) 

Dari sini seolah-olah Allah menganjurkan manusia untuk hormat, ta’zhim dan mahabbah dengan kekasih-kekasih Allah Swt. dalam hal ini Rasul. Demikian pula perwujudan kecintaan itu dengan datang kepada para kekasih itu dan memohon agar berkenan berdoa untuk mereka. 

Kedua ayat ini secara jelas mengisyaratkan bahwa di dunia ini ada manusia-manusia tertentu baik masih hidup maupun sudah mati yang mempunyai derajat yang tinggi di hadapan Allah. Karena mereka tergolong manusia saleh yang dekat, maka dengan sendirinya akan dicintai oleh Allah. Kepada mereka, Allah memuliakan dan mengabulkan segala permintaannya.

Karena posisinya yang demikian itu, agama juga menganjurkan kita untuk ta’zhim, hormat dan mahabbah kepada mereka. Dalam hadis riwayat Imam Bukhari diriwayatkan bahwa Amir Al-Mukminin Sayyidina Umar Ibn Khaththab pernah bertawassul kepada Abbas, paman Nabi. Ketika itu negara tengah dilanda kemarau panjang. Karenanya beliau mengerjakan shalat istisqa’ (shalat minta hujan), kemudian berdoa : 
Artinya : “Wahai Allah sesungguhnya kami tawassul kepada Nabi kami, maka berikanlah kami hujan. Dan kami bertawassul kepadamu wahai paman nabi berikanlah kami hujan. Kemudian turunlah hujan.” (Minhaj Al-Yaqin, 19). 

Dengan demikian motifasi tawassul adalah berharap berkah atas derajat seseorang yang ditawassuli (wasilah) di sisi Allah dan kedekatan serta kecintaan Allah kepada mereka. Tawassul tidak sampai mensejajarkan apalagi mengunggulkan wasilah di atas Allah dan sifat ketuhanan-Nya. Demikianlah cara tawassul yang benar. 

Sekarang bagaimana tawassul yang menyebabkan kemusyrikan ? Man kita bandingkan.
Saya teringat sebuah ayat berikut ini :
Artinya : “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar : 3)

Ayat di atas adalah potongan perkataan orang-orang musyrik yang membolehkan penyembahan herhala. Seandainya mereka benar dengan maksud tawassulnya maka seharusnya Allah-lah yang lebih agung dari berhala mereka, sehingga tak ada yang patut disembah selain Dia. Di sinilah kemusyrikan itu kemudian timbul karena sudah berada di luar koridor tauhid dengan mensejajarkan Allah dan berhala dalam hal ma’bud atau sesembahan. Bahkan mereka menganggap berhala lebih hebat dan lebih tinggi dari Allah. Kita ingat ketika orang mukmin di Makkah memaki berhala-berhala yang dimiliki kaum kafir, kemudian turun ayat :
Artinya : “Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. A1-An’am: 108) 

Dari ayat itu bisa dilihat betapa orang kafir menempatkan berhala mereka jauh di atas Allah Rabb A1-’Alamin dan menganggap barhala-berhala itu memberikan manfaat dan madharat. 

Adapun untuk pertanyaan yang ketiga, sampaikah tawassul (dengan bacaan bacaan tahlil atau Al-Quran) kepada ahli kubur ? Imam Nawawi salah seorang ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa pahala bacaan Al-Quran sampai pada mayit yang juga dibenarkan oleh Imam Ibn Hanbal. Dalam kitab Majmu’ Li A1-Allamah, Muhammad Arabi juga menyebutkan bahwa bacaan Al-Quran kepada ahli kubur boleh dan pahalanva pun sampai kepada mereka. Pahala yang sampai kepada ahli kubur bukan hanya itu, melainkan juga semua amal yang diniatkan untuk mereka.

Jenis Dan Macam Mandi Sunnah Dalam Islam

jenis mandi sunnah
Tanya : Saya punya masalah yakni apa sajakah mandi sunah itu? 

Jawab : Masalah kesehatan dan kebersihan mendapat perhatian besar dari agama Islam. Salah satu ayat yang tergolong turun awal berisi perintah Allah kepada Nabi Muhammad Saw. untuk mensucikan pakaiannya. Mengenai hal ini perhatikan surat A1-Muddatstsir, 4 berikut ini :
Artinya: “Dan pakaianmu bersihkanlah.” (QS. Al Muddatstsir: 4)

Perintah itu kemudian diikuti ayat-ayat serta hadis yang banyak membicarakan masalah tersebut. Maka tidak mengherankan apabila fikih sebagai penjabaran praktis dan Al-Quran dan hadis, menjadikan bersuci (at-thaharah) sebagai salah satu pokok bahasannya. Karena masalah thaharah banyak berkaitan dengan ibadah, maka pembahasannya diletakkan sebelum ibadah. 

Menurut para ulama fikih, bersuci meliputi : wudhu, mandi, tayamum, dan menhilangkan najis. Disamping hal itu, agama juga menganjurkan kepada hamba-Nya untuk bersiwak. 

Pada umumnya pandangan masyarakat tentang mandi terbatas pada mandi wajib, yang dilakukan karena sebab-sebab tertentu, yaitu : mengeluarkan sperma, bersebadan, haid, melahirkan, nifas dan meninggal dunia. Padahal, di samping mandi wajib, terdapat mandi sunah. Meskipun jika ditinggal tidak berdosa, mandi seyogyanya juga dikerjakan karena berpahala. Akibat kurangnya pemahaman terhadap masalah ini, banyak di antara kita kehilangan kesempatan beribadah. 

Mandi yang semestinya dapat dinilai ibadah, akhirnya hanya menjadi kebiasaan semata (al-’adah). Alangkah indahnya jika kita dalam melakukan satu aktivitas memperoleh dua keuntungan sekaligus, duniawi dan ukhrawi.

Untuk itu, ada baiknya dalam kesempatan ini sesuai dengan perintah penanya, saya terangkan kapan dan dalam kondisi apa mandi disunahkan, serta bagaimana pula caranya. 

Mandi sunah jumlahnya banyak, dan dianjurkan dalam situasi dan kondisi khusus. Pada umumnya dilakukan dalam rangka menjalankan suatu ibadah yang melibatkan banyak orang. Ketika menunaikan ibadah, sudah semestinya seorang hamba dalam keadaan suci dan bersih lahir batin.

Secara mendetail, Imam Zakaria Al-Anshari menguraikan mandi sunah dalam kitabnya Tahrir. Paling tidak, beliau menyebutkan ada 18 (delapan belas) waktu disunahkannya mandi. Waktu-waktu itu adalah 1). Untuk menghadiri shalat Jumat, 2). shalat istisqa’, 3). shalat gerhana matahari, 4). pada hari raya Idul Fitri, 5). ketika orang kafir masuk Islam dalam keadaan tidak menanggung hadas besar sebelumnya, 6). setelah memandikan mayit, 7). hijamah (membekam), 8). memasuki pemandian, 9). mencukur bulu kemaluan, 10). sembuh dari penyakit ayan (epilepsi), 11). hendak ihram, 12). memasuki tanah haram, 13). memasuki Makkah, 14). wukuf di Arafah, 15). wukuf di Muzdalifah, 16). menginap di Muzdalifah apabila belum mandi sebelumnya di Arafah, 17). Melempar jumrah selama tiga hari di Mina, 18). berubahnya bau badan dan lain sebagainya. 

Sudah barang tentu semua itu mempunyai landasan Al-Quran dan hadis. Yang sangat menarik, dalam kitab Tuhfah Ath-Thullab, Imam Zakaria juga menyatakan hahwasanya mandi juga dianjurkan ketika seseorang hendak menghadiri forum yang diikuti oleh banyak orang (majma’ min an-nas). Seperti rapat dan resepsi. Dalam hal ini beliau memberikan alasan sosial, demi kemaslahatan para hadirin, supaya mereka tidak terganggu oleh bau badan yang kurang sedap. “Fa ruu’iyan mashlahah al-hadhirin bi daff’i ar-raihah al-karihah,” tulis beliau ini artinya, mengganggu orang lain dalam bentuk apapun, tidak dibenarkan oleh agama. Rasulullah bersabda :
Artinya : “Muslim (yang sempurna) adalah orang yang kaum muslimin (masyarakat) terhindar dan dampak negative yang timbul dari lisan dan tangannya.” (HR. Ahmad) 

Kualitas keberagamaan seseorang, dengan begitu ditentukan oleh kesalehan ritual dan sosialnya.
Alangkah indahnya jika petuah ini kita terapkan dalam kehidupan nyata (Asy-Syarqawi I, 94). 

Adapun cara mandi sunah sepenuhnya disamakan dengan mandi wajib, yaitu dengan meratakan air ke seluruh anggota badan lahir dengan air yang suci dan mensucikan (thahir muthahhir), kecuali dalam hal niat yang disesuaikan dengan maksudnya. Kalau mau melakukan shalat Jumat, maka niat mandinya adalah untuk menghadiri shalat tersebut. Bila hendak melakukan shalat istisqa’, maka niat mandi untuk menunaikan tujuan tersebut. Demikian seterusnya. 

Salah satu kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah sebenarnya semua aktivitas kita dapat menjadi wahana untuk beribadah. Tidak kurang, makan dan minum jika dilandasi niat supaya mampu menjalankan ibadah atau mencari nafkah dan pekerjaan-pekerjaan lain yang berguna, dapat bernilai ibadah pula. Dalam kaitan ini Rasulullah bersabda :
Artinya: “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. Dan bagi seseoranglah, apa yang ia niatkan.” (Jami Al-Ulum wa Al-Hikmah; 5).

Di Bawah Bimbingan Rasulullah SAW (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Khadijah ra. senantiasa mendampingi Rasulullah saw. selama hampir seperempat abad sehingga dia menerima langsung berbagai petunjuk dari sumber aslinya yang masih sangat jernih. Dia juga memperoleh banyak hal dari beliau berupa kasih sayang, akhlak yang baik, dan ilmu dalam suasana yang diliputi oleh kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata.


Khadijah selama hidupnya juga selalu melaksanakan shalat bersama-sama Rasulullah saw., yaitu shalat yang berlaku pada masa itu : dua rakaat di waktu pagi dan dua rakaat di sore hari, sebelum turun kewajiban shalat yang lima waktu pada saat Rasulullah saw. mengalami Isra’. 

Diriwayatkan dari Urwah bin Zubair, dari Aisyah ra., dia berkata, “Kewajiban shalat itu pada awalnya hanya berupa dua rakaat, lalu diperintahkan shalat dalam waktu perjalanan, kemudian disempurnakan shalat pada saat bermukim.” 

Khadijah meninggal dunia sebelum turunnya berbagai kewajiban, termasuk kewajiban shalat lima waktu yang diwajibkan pada saat Rasulullah saw. melaksanakan Isra’ mi’raj. 

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, “Sesungguhnya, Rasulullah saw. ditanya tentang Khadijah mengenai keadaannya yang meninggal sebelum turunnya berbagai kewajiban dan hukum. Rasulullah saw. menjawab, “Aku melihatnya di salah satu sungai yang ada di surga, di sebuah rumah yang terbuat dari emas bersih dari kegaduhan dan permusuhan.” 

bilik islam
Lalu beliau juga ditanya tentang Abu Thalib (paman beliau yang telah mati-matian membela beliau dari makar kaum kafir Quraisy, namun di akhir hayatnya tidak sempat mengucapkan kalimat syahadat), apakah berbagai perbuatannya itu berguna baginya? Rasulullah saw. menjawab, “Semua perbuatannya itu telah membuatnya dikeluarkan dari Jahannam ke tempat yang dangkal” 

Diriwayatkan juga dari Afif Al-Kindy, dia mengatakan, “Abbas bin Abdul Muththalib dulu adalah sahabatku. Dulu dia suka pergi ke Yaman untuk membeli wangi-wangian dan menjualnya pada musim jual beli. Ketika aku sedang berada di tempat Ja’far di mina, dia didatangi oleh seorang laki-laki dewasa. Orang itu berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian dia shalat. 

Tak lama kemudian, keluar seorang wanita, dia pun berwudhu lalu melaksanakan shalat. Setelah itu, keluar juga seorang anak remaja, berwudhu lalu ikut shalat di sebelah orang tadi. Aku lantas bertanya kepada Abbas, “Hai Abbas, agama apa ini?” 

Dia menjawab, “ini adalah agama yang dibawa oleh Muhammad bin Ahdullah, keponakanku. Dia mengaku bahwa Allah telah mengutusnya sebagai Rasul. Anak ini adalah keponakanku, Ali bin Abu Thalib, dia telah mcngikuti agamanya, sedangkan wanita ini adalah Khadijah yang juga telah ikut agamanya.” 

Setelah Afif masuk Islam dan semakin mantap keislamannya, dia berkata, “Andai saja waktu itu aku menjadi orang yang keempat."

Biografi selanjutnya bisa dibaca pada postingan yang berjudul  Mekah Diguncang Kemarahan (Biografi Khadijah ra.)

Rumah Yang Penuh Berkah (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Itulah Khadijah binti Khuwailid ra. Manusia pertama yang masuk Islam. Demikian juga halnya dengan putri-putrinya, bahkan semua orang yang ada di rumahnya yang penuh berkah itu, termasuk kelompok yang menyegerakan diri untuk masuk Islam, seperti, Ali bin Abu Thalib dan Zaid bin Haritsah ra. 


Rumah ini adalah rumah paling baik yang ada di alam semesta ini. Dari rumah inilah muncul Khadijah, penghulu para wanita di seluruh dunia. Dari rumah ini juga muncul putrinya, Fatimah, penghulu para wanita penghuni surga. Sebelum semua itu, rumah itu merupakan tempat turunnya wahyu kepada Rasulullah saw. dan hidup di dalamnya pemimpin seluruh manusia. 

Dari rumah itu juga muncul Ali bin Abu Thalib, salah satu dari sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga. Dari rumah itu muncul Zaid bin Haritsah, satu-satunya sahabat Nabi saw. yang disebutkan namanya di dalam AlQ ur’an. 

Allah swt. berfirman,
“Dan ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu telah memberi nikmat kepadanya, “Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tat kala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya, Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (A1-Ahzab [33]: 37) 

Al-Muhib Ath-Thabari menyebutkan bahwa rumah Khadijah ra. merupakan tempat yang paling mulia setelah Masjidil Haram. Kemungkinan hal tersebut dikarenakan oleh lamanya masa tinggal Rasulullah saw. dan turunnya wahyu kepada beliau di rumah itu. 

Sementara Imam Al-Fasi mengatakan bahwa rumah yang diberkahi di Mekah adalah rumah Khadijah binti Khuwailid ra., Ummul Mu’minin. Di rumah ini dilahirkan Fatimah, penghulu kaum wanita di muka bumi dan saudari- saudarinya. 

Dia menyebutkan juga bahwa sesungguhnya, Rasulullah saw. tinggal di sana, Khadijah wafat di sana, dan Rasulullah saw. terus tinggal di rumah itu sampai beliau hijrah ke Madinah Munawwarah. Rumah itu diambil oleh Aqil bin Abu Thalib. Selanjutnya, rumah itu dibeli oleh Muawiyah bin Abu Sufyan yang kala itu menjabat sebagai Khalifah, lalu rumah itu dijadikannya masjid tempat shalat berjamaah

Kelanjutan biografi khadijah bisa dilihat pada postingan yang berjudul Di Bawah Bimbingan Rasulullah SAW. (Biografi Khadijah ra.)

Hati Yang Pertama Kali Tunduk Kepada Islam (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Islam telah mengangkat derajat wanita jauh lebih tinggi dan apa yang diharapkan dan dicita-citakannya. Islam menghaturkan untuk wanita beberapa ayat yang mulia, yang menerangkan penglihatannya dengan sinarnya, menguasai jiwanya dengan hujjahnya, menundukkan hatinya dengan keindahan susunannya, sehingga dia terdiam dan mendengarkan apa yang digambarkan oleh Allah tentang kasih sayang dan kemahakuasaan-Nya; tentang neraka dan surga; tentang balasan yang akan diberikan kepada wanita yang sabar dan baik, berupa pahala yang besar dan kedudukan yang mulia. Sehingga, semua itu mempengaruhi perasaannya, memenuhi jiwanya, dan menerangi pandangannya. Maka, pantaslah hati wanita itu dipenuhi oleh rasa cinta kepada Rasulullah, yang mengalir dalam aliran darahnya dan meresap ke dalam sela-sela tulangnya. 


Demikianlah kondisi wanita Arab. Hati yang pertama kali tunduk kepada Islam di antara para wanita adalah penghulu para wanita di dunia pada zamannya: Ummul Qasim, Khadijah binti Khuwajljd ra. 

Imam ‘Izuddin bin Al-Atsir rahimahullah mengatakan bahwa Khadijah binti Khuwailid ra. adalah makhluk yang paling pertama masuk Islam berdasarkan ijma’ kaum muslimin. 

Perempuan ini tidaklah sama dengan kebanyakan wanita lainnya. Allah telah menyiapkan dirinya dengan kebijaksanaan, visi yang jauh ke depan, pandangan yang cerdas, dan kesucian jiwa yang menjadikannya lebih kuat dari kebanyakan kaum laki-laki. Khadijah tidak memeluk Islam karena hanya ikut-ikutan atau sekadar basa-basi, tapi dia memeluknya karena sangat terpengaruh oleh kemuliaan Islam dan kecondongan hati padanya

Kelanjutan biografi khadijah bisa dilihat pada postingan :  Rumah Yang Penuh Berkah (Biografi Khadijah ra.)

Wednesday, 5 October 2016

Wanita Sedang Haid Apakah Boleh Membawa Al-Quran Menurut Fikih Islam ?

wanita membawa al quran
Tanya : Apakah pada saat sedang menstruasi seorang wanita diperbolehkan memegang Al-Quran, dan terjemahannya ataupun masuk ke dalam masjid ? (Sarah, Semarang) 

Jawab : Dalam kitab-kitab fikih sering disebutkan darah haid atau menstruasi adalah damu jibillatin (darah watak), artinya darah yang akan dikeluarkan oleh seorang wanita pada umumnya ketika sudah sampai masanya. Rasulullah Saw. pernah bersabda berkaitan dengan hal ini :
Artinya : “Ini adalah sesuatu yang telah digariskan Allah kepada anak-anak perempuan Adam.” (HR Bukhari Muslim)

Ketika sedang menstruasi, berarti seseorang dalam keadaan menanggung hadas besar. Oleh karena itu pada waktu seseorang telah selesai keluar darahnya (suci) maka juga diwajibkan untuk mandi besar (Jinabah) untuk menghilangkan hadas tersebut. 

Orang yang sedang menstruasi tidak diperbolehkan (haram) melakukan beberapa hal, antara lain :
1). shalat, seperti sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim berikut :
Artinya : “Jika kamu mengalami haid berhentilah salat, dan apabila haidmu selesai bersihkanlah darahmu (mandilah), lalu salatlah.” (HR. Bukhari)

2). Membaca Al-Quran dengan niat membacanya. Nabi besabda :
Artinya : “Tdak boleh bagi orang junub dan orang haid, membaca sesuatu dari Al-Quran.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibn Majah) 

Tetapi apabila orang yang sedang junub atau menstruasi membaca Al-Quran dengan maksud untuk berdzikir dan bukan semata-mata membacanya, maka hukumnya boleh. Seperti misalnya ketika akan naik kendaraan membaca ayat : 


Atau ketika tertimpa musibah membaca :


3). Menyentuh dan membawa Al-Quran. Allah berfirman dalam surat Al-Waqi’ah, 79 sebagai berikut :
Artinya: “Tidak diperbolehkan memegangAl-Quran kecuali bagi mereka yang suci. “(QS. Al-Waqi’ah : 79) 

4). Al-Muktsu (diam) di dalam masjid. Nabi bersabda :
Artinya : “Saya tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan tidak pula bagi orang yang sedang junub.” (HR. Abu Dawud) 

Sedangkan apabila hanya lewat di dalam masjid, hukumnya boleh tetapi itu pun kalau haid atau orang yang sedang menstruasi tidak khawatir akan tercecernya darah haid di dalam masjid. Tetapi kalau khawatir akan tercecernya darah, maka hukumnya tidak boleh (haram), karena darah termasuk najis sedangkan mengotori masjid dengan najis adalah haram. 

5). Thawaf dan Puasa, baik itu puasa wajib atau puasa sunnah. Nabi bersabda :
Artinya : “Adakah tidak benar, apabila perempuan haid itu tidak shalat dan tidak puasa.” (HR. Bukhari) 

6). Bersenggama. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah, 222 :
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, Haid itu adalah kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci. maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. “(QS. Al-Baqarah: 222)

Sedangkan untuk terjemahan Al-Quran, dalam kasus ini kitab Nihayatu Az-Zain, karanya Abi Abdi Al-Mu’thi Muhammad bin ‘Umar bin Ali Nawawi menjelaskan bahwasanya terjemahan Al-Quran tidak termasuk tafsir Al-Quran yang diperbolehkan untuk menyentuhhnya. Itu pun jika jumlah tafsirnya lebih banyak daripada Al-Quran. Tetapi apabila tafsir yang ada di dalamnya sama atau bahkan lebih sedikit daripada kandungan Al-Quran maka hukumnya sama dengan Al-Quran. Artinya tetap tidak boleh untuk menyentuhnya. 

Oleh karena itu menyentuh atau membawa terjemahan Al-Quran tetap tidak diperbolehkan bagi orang yang sedang menstruasi maupun orang yang sedang menanggung hadas.

Menyelami Makna Ucapan Khadijah ra. (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Alangkah baiknya kalau kita berhenti sejenak untuk menyelami makna ucapan Khadijah ra. Kata-kata yang amat mencerahkan, yang mengandung kebenaran, keteguhan hati, dan keyakinan yang menyucikan pendiriannya. Seakan-akan Khadijah ingin mengatakan kepada Rasulullah saw., “Wahai Abul Qasim, engkau makhluk yang paling sempurna. Engkau tidak akan ditimpa oleh sesuatu yang engkau takutkan berupa kelemahan dan ketidakmampuan mengemban tugas yang diberikan oleh Allah swt. Tugas itu merupakan kemuliaan dari-Nya untuk engkau, yaitu risalah kenabian.


Wahai Abul Qasirn, engkau pasti sanggup mengemban kewajiban menyampaikan perintah ilahi, karena Allah swt. telah memilih engkau untuk mengemban tugas tersebut. Tentu Allah Maha Mengetahui kepada siapa Ia memberikan amanah risalahnya. 

Wahai Abul Qasim, Allah swt. telah menciptakan engkau dalam bentuk yang paling utama dibandingkan seluruh makhluk-Nya. Maka, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, tidak akan membuat hatimu sedih dengan kejadian-kejadian yang engkau takutkan. Karena, pada dirimu terhimpun berbagai macam sifat yang mulia, akhlak yang terpuji, keutamaan yang diridhai, kemuliaan yang luhur, dan keluhuran yang mulia. 

Semua itu adalah jaminan kemenangan untukmu dan akan mewujudkan bagimu kebahagiaan, kebaikan, dan keberhasilan. Berbagai keinginanmu akan terwujud, risalahmu akan tersampaikan, dan engkau akan menjadi kenangan yang kekal abadi. Dalam dirimu terdapat sifat-sifat yang terpuji yang membuatmu dikenang selamanya.” 

Kalimat pertama yang diucapkan oleh Khadijah kepada Rasulullah saw. adalah, “Wahai Abul Qasim, engkau senang menyambungkan silaturahmi. Engkau suka mendekatkan yang jauh, membersihkan berbagai rasa dengki, menanamkan kelembutan kasih sayang. Semua keutmaan itu memperkuat jalinan kasih antara karib kerabat dan menghimpun seluruh hati dalam kesucian dan rasa sayang. Silaturahmi adalah sumber utama dari akhlak yang mulia yang merupakan salah satu kepribadianmu.” 

Sedangkan kalinat kedua yang diucapkan oleh Khadijah kepada Rasulullah saw adalah, “Engkau selalu berbicara jujur”. Khadijah ingin menyamkan kepada beliau : “Engkau adalah orang yang amat jujur dan tepercaya. Kejujuran dalam ucapan merupakan salah satu kepribadianmu. Setiap kali engkau mengatakan sesuatu, seluruh makhluk hidup yang ada di sekelilingmu akan mengatakan, “Engkau jujur wahai Abul Qasim”. Bahkan, meski kaummu herada dalam kenistaan dan kehinaan budi pekerti mereka, mereka menjulukimu dengan “Al-Amin”, orang yang tepercaya. Mereka dengan terang- terangan mengatakan demikian karena mereka mengakui bahwa engkau memang memiliki sifat terpuji tersebut, yaitu jujur dalam perkataan. Mereka menjadi saksi atas hal tersebur sehingga mereka berkata, “Kami tidak pernah mendapatimu berbohong.” 

Kalimat ketiga yang diucapkan oleh Kbadijah kepada Rasulullah saw. Adalah : “Engkau suka menanggung beban.” 

Maksudnya : “Engkau menanggung beban kaum papa yang tidak sanggup menghadapi kesulitan bidup. Jiwamu yang mulia dan hatimu pengasih tidak rela melihat kaum dhuafa yang mengalami kesulitan hidup sehingga engkau berusaha untuk berbuat baik untuk mereka agar hatimu merasa tenang dan jiwamu merasa lebih hidup.” 

Kemudian, kalimat keempat yang diucapkan oleh Khadijah kepada Rasulullah saw adalah : “Engkau berusaha membantu orang yang tak punya”. Maksudnya : “Engkau, wahai Abul Qasim, selalu berusaha membantu orang yang tak punya dengan kedermawanan yang engkau miliki. Engkau selalu mendahulukan kepentingan orang lain. Allah telah menjadikan engkau makhluk yang paling dermawan, bahkan engkau lebih pemurah daripada angin yang berembus.” 

Imarn Al-Qasthalani ra. menyatakan dalam kitabnya A1-Mawahib AI-Laduniyah bil-minah Al-Muhammadiyah : “Semua kedermawanan Rasulullah saw. itu hanya untuk Allah, demi mendapatkan ridha-Nya. Beliau terkadang memberikan hartanya kepada fakir miskin dan orang yang membutuhkan. Terkadang digunakan untuk berjuang di jalan Allah. Terkadang untuk membiayai orang yang ditundukkan hatinya oleh Allah untuk menerima Islam. 

Beliau lebih mementingkan orang lain daripada dirinya dan keluarganya sehingga seringkali pemberian beliau jauh lebih besar daripada pemberian seorang raja sekalipun. Bahkan, konon raja setara Kisra dan Kaisar pun tidak pernah bisa memberikan sebanyak itu. Sementara beliau sendiri hidup dalam kesederhanaan, bahkan seringkali kekurangan sehingga dapur di rumah beliau pernah tidak menyala selama satu sampai dua bulan. Beliau sendiri juga pernah mengikat batu di perutnya untuk menahan rasa lapar yang sangat.” 

Adapun kalimat kelima yang diucapkan oleh Khadijah kepada Rasulullah saw. Adalah : “Engkau memuliakan tamu”. Khadijah ra. ingin mengatakan, “Sesungguhnya, engkau wahai Abul Qasim, tidak akan pernah dihinakan oleh Allah selamanya.” 

Sikap memuliakan tamu merupakan sifat kemanusiaan yang paling utama. Dalam sikap tersebut terdapat pengaruh yang kuat terhadap upaya menarik hati, terutama di lingkungan tempat beliau hidup; lingkungan yang sangat membutuhkan berbagai fasilitas kehidupan di tengah gersangnya padang pasir, luasnya pegunungan dan lembah. 

Kalimat keenam yang diucapkan oleh Khadijah kepada Rasulullah saw. Adalah : “Engkau menolong penegak kebenaran”. Dengan kalimat tersebut Khadijah ra. ingin mengatakan, “Wahai Abul Qasirn, di antara kepribadianmu adalah engkau senang menolong penegak kebenaran.” 

Sungguh, itu  merupakan kepribadian yang khusus dijadikan oleh Allah untukmu. Menolong penegak kebenaran adalah kepribadian yang paling utama dan akhlak yang paling mulia. Sikap itu merupakan gabungan berbagai macam kebaikan dan sumber segala keutamaan. 

Mengenai sikap Khadijah yang luar biasa ini, Bintusy- Syati’ (Aisyah Abdurrahman) mengatakan, “Adakah wanita selain Khadijah yang mempersiapkan untuk Rasulullah saw. suasana yang kondusif untuk melakukan perenungan dan mengorbankan jiwa raganya untuk membantu meneguhkan hati beliau dalam rangka menerima risalah dari langit?” Apakah istri-istri beliau yang lain juga akan menyambut panggilan beliau yang amat bersejarah dari Gua Hira sebagaimana halnya Khadijah menyambut beliau. Menyambut dengan penuh kelembutan, kasih sayang, dan keimanan, tanpa ada keraguan sedikitpun dalam hatinya. Tidak ada keraguan untuk tidak mempercayainya serta tidak pernah terpikir olehnya bahwa Allah akan menghinakan Rasulullah saw. selamanya? 

Apakah seorang bangsawan selain Khadijah, yang kaya raya dan terpandang di kaumnya, akan merasa rela dan mau herdiri di sisi Rasulullah saw. untuk menghadapi cobaan terberat sepanjang sejarah; untuk menolongnya menghadapi berbagai macam gangguan dan tekanan, di jalan yang diyakininya hahwa itu adalah jalan kebenaran? 

Tidak, hanya dialah yang diberi oleh Allah kemampuan untuk mengisi kehidupan seorang manusia yang dijanjikan mendapat derajat kenabian. Dia adalah orang yang pertama kali masuk Islam dan Allah telah menjadikannya sebagai tempat berlabuhnya hati Rasulullah saw. sekaligus menjadi pendukung beliau yang paling setia. 

Biografi selanjutnya bisa dibaca pada posting yang berjudul : Hati Yang Pertama Kali Tunduk Kepada Islam

Tabir Wanita