Saturday, 10 October 2015

Banjir Besar (Kisah Dalam Al-Quran)


Banjir Besar
QS. Al-Qomar : 9-17, Hud : 25-48

Hujan turun selama empat puluh hari empat puluh malam. Air yang deras tercurah dari langit dan memancar dari bumi. Dalam sekejap, semua daratan tertutup air. Sungai-sungai meluap membanjirii daerah pemukiman dan pertanian. Badai begitu menakutkan. Langit menghitam, Yang ada hanya kegelapan. Air laut yang ganas naik semakin tinggi menenggelamkan puncak-puncak gunung. Semua makhluk hidup yang ada di luar perahu Nabi Nuh tenggelam ditelan banjir.

Dengan kehendak Allah, berlayarlah perahu Nabi Nuh menyusuri lautan menentang angin dan badai. Tampak orang-orang kafir berlarian menyelamatkan diri dari banjir. Nabi Nuh naik ke atas geladak kapal untuk mempenhatikan cuaca dan melihat keadaan di sekitarnya. Saat itu, dia melihat putra sulungnya yang bennama Kan’aan sedang berusaha menyelamatkan diri dari amukan banjir. Badannya timbul tenggelam di atas permukaan air.

Saat itu, muncul rasa kasih sayangnya sebagai seorang ayah melihat putranya dalam bahaya. Nabi Nuh berteriak memanggil Kan’aan, “Wahai anakku, kemari dan bergabunglah denganku dan keluargamu. Bertobatlah dan berimanlah engkau kepada Allah agar engkau selamat dan terhindar dari bahaya maut. Janganlah engkau mengikuti orang-orang kafir.

Namun, Kan’aan tidak mau mengikuti ajakan Nabi Nuh. Dia yakin, dia akan selamat tanpa bantuan ayahnya.

Percayalah, tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan engkau adalah naik ke kapal ini, Nak. Saat ini, tidak akan ada yang dapat menyelamatkan diri dari siksa Allah, kecuali orang-orang yang mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya!” seru Nabi Nuh.

Begitu Nabi Nuh selesai mengucapkan kata-katanya, tenggelamlah Kan’aan disambar gelombang yang ganas. Tubuhnya menghilang dari pandangan. Badannya tenggelam ke dasar lautan mengikuti kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka kepada Allah.

Nabi Nuh sedih melihat putranya meninggal dalam kekafiran. Beliau pun mengadu kepada Allah, “Ya Allah, sesungguhnya putraku itu adalah darah dagingku. Dia juga bagian dari keluargaku dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar dan Engkaulah Hakim yang Maha Berkuasa.

Kemudian Allah berfirman, "Wahai Nuh, sesungguhnya putramu itu tidaklah termasuk dalam keluargamu karena ia telah menyimpang dari ajaranmu, melanggar perintahmu, menolak dakwahmu, dan lebih memilih mengikuti jejak orang-orang kafir di antara kaummu."

Sesungguhnya, hanya mereka yang telah menerima dakwahmu, mengikuti jalanmu, dan beriman kepada-Ku yang dapat engkau masukkan ke dalam golongan keluargamu yang telah Aku janjikan perlindungan dan keselamatan. Adapun orang-orang yang yang telah mengingkarimu, mendustakan dakwahmu, dan tetap mengikuti hawa nafsunya, pastilah Ia akan mendapat hukuman yang telah Aku tentukan. Janganlah engkau sekali-kali menyatakan tentang sesuatu yang engkau belum mengetahuinya.

Nabi Nuh baru sadar setelah mendapat teguran dari Allah. Kasih sayangnya kepada putranya sejenak telah membuatnya lupa pada janji dan ancaman Allah terhadap orang yang sesat, termasuk putranya. Cinta kasih yang sesungguhnya hanyalah kepada Allah. Cinta kepada Allah harus melebihi cinta kepada apa dan siapa pun.

Nabi Nuh menyesali kelalaiannya. Beliau memohon ampunan kepada Allah seraya berseru, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan. Ya Allah, ampunilah kelalaian dan kekhilafanku sampai-sampai aku menanyakan sesuatu yang tidak aku ketahui. Ya Allah, bila Engkau tidak memberi ampunan serta menurunkan rahmat bagiku, niscaya aku menjadi orang yang rugi."

Singkat cerita, setelah air bah mencapai puncak keganasannya dan semua kaum Nuh yang zalim telah binasa sesuai dengan kehendak Allah, maka surutlah air lautan diserap bumi. Kemudian, kapal Nabi Nuh berlabuh di Bukit Juud.

Allah lalu menyuruh Nabi Nuh dan para pengikutnya untuk turun di sana. Allah berfirman, “Hai Nuh, turunlah dengan selamat. Kalian orang-orang yang beriman kepada-Ku akan dilimpahi berkah-Ku.” Nabi Nuh dan pengikutnya mulai menjalani kehidupan baru yang diberkahi Allah. Sedikit demi sedikit, manusia kembali memenuhi bumi.

Kalimat Dan Arti Basmalah (Bismillah)

Kalimat basmalah sering kita ucapkan sewaktu memulai pekerjaan dan belajar, juga diucapkan setiap kali seorang Muslim melakukan berwudhu, membaca Al-Quran, memulai kegiatan harian lainnya dengan mengucapkan basmalah agar kita diberikan kemudahan dalam melakukan segala sesuatu.

Lafaz Basmalah sebagai berikut :

Bismillahi Rahmani Rahiim” Artinya “Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala apa yang telah diberikan Allah pada kita merupakan sebuah karunia. Contohnya adalah kita diberikan panca indra yang dengan panca indra semua tersebut kita dapat berbuat, kita dapat
melakukan segala aktivitas untuk memenuhi semua kebutuhan. Apabila salah satu panca indra bermasalah maka semua aktivitas kita akan terganggu.

Baca juga artikel Keutamaan dan Khasiat Basmalah (Bismillah) :
Keutamaan Dan Khasiat Basmalah (Bismillah) Bagian 1 
Keutamaan Dan Khasiat Basmalah (Bismillah) Bagian 2
Keutamaan Dan Khasiat Basmalah (Bismillah) Bagian 3 

Untuk itu, kita harus menjaga dengan baik karunia tersebut. Kita gunakan dengan sebaik mungkin untuk beraktifitas yang diridhai Allah SWT. Agar bisa mencapai lebih berkah segala aktifitas yang dilakukan, hendaknya semua hal itu diawali dengan selalu membaca kalimat Bismilla hirrahmaan nirrahiim atau yang lazim kita sebut dengan lafadz basmallah.

Sebaiknya diucapkan sebelum kita memulai suatu pekerjaan / kegiatan. Misalnya, akan pergi ke sekolah, mau makan, belajar, mengerjakan soal ujian, bekerja dan lain sebagianya.

Kalimat Balsmalah biasa juga kita baca ketika :
  1. Memulai pekerjaan, sebaiknya kita memulai pekerjaan harus dimulai dengan mengucapkan basmallah
  2. Hendak belajar, membaca basmaillah sebelum memulal belajar akan memudahkan kita biasakan karena membaca basmallah dapat membuat pikiran kita jernih
  3. Ketika hendak makan dan minum, memulai membaca basmallah ketika kita memulai makan dan minum harus kita biasakan sebagai ibadah kita sehari dan kita memohon apa yang kita makan dan minum merupakan makanan dan minuman yang menyehatkan.
  4. Ketika Berpakaian dan lain-lain

Friday, 9 October 2015

Halangan Yang Diperbolehkan Untuk Tidak Sahalat Berjamaah

Kita diperbolehkan meninggalkan salat berjamaah karena beberapa halangan berikut:
1. Karena hujan yang menyusahkan perjalanan ke tempat berjamaah.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Jabir, “Kami telah berjalan bersama-sama Rasulullah dalam perjalanan itu kami kehujanan. Rasulullah berkata, ‘Orang yang hendak  salat, salatlah di kendaraannya masing-masing.” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

2. Karena angin kencang.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Pada suatu malam yang dingin serta berangin badai, Nabi Saw. menyuruh seseorang supaya berseru, “Ketahuilah  Salatlah kamu di atas kendaraan kamu.” (RIWAYAT SYAFI’I)

3. Sakit yang menyusahkan berjalan ke tempat berjamaah.
Hadis : “Tatkala Rasulullah Saw sakit, beliau tinggalkan salat berjamaah beberapa hari. (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

4. Karena lapar dan haus, sedangkan makanan sudah tersedia. Begitu juga ketika sangat ingin buang air besar atau buang air kecil.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Aisyah. Rasulullah Saw. telah bersabda, “Jangan salat sewaktu makanan telah dihidangkan (di hadapannya) dan sewaktu orang yang bersangkutan menahan dua hajatnya (kencing dan buang air besar).” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

5. Karena baru memakan makanan yang berbau busuk, dan baunya sukar dihilangkan, seperti bawang, petai, jengko, dan sebagainya.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Barangsiapa makan bawang merah, bawang putih, atau kucai, maka ia jangan mendekati masjid.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

6. Ada sesuatu yang membawa masyaqat (kesulitan) untuk menjalankan salat berjamaah. Halangan tersebut ialah terhadap orang yang tidak mungkin berjamaah di rumahnya. Adapun orang yang dapat berjamaah di rumahnya, hendaklah ia berjamaah di rumahnya.

Halangan di sini maksudnya ialah orang yang berhalangan itu tidak berdosa meninggalkan berjamaah, sekalipun berjamaah itu wajib. Tidak makruh meninggalkan berjamaah sekalipun berjamaah itu sunat istimewa (sunat muakkad).

Bagimana Hukum Puasa Dengan Memperlambat Haid ?

Tanya : Bagaimana hukumnya perempuan meminum obat untuk memperlambat haid supaya dapat berpuasa sebulan penuh?

Jawab : Seperti kita maklumi bersama, kewajiban puasa Ramadhan tidak berlaku atas perempuan yang mengalami haid. Berpuasa baginya tidak sah, dan hukumnya justru haram. (Mughni Al-Muhtaj I, 423).

Pemberian dispensasi (keringanan hukum) tersebut bisa dirmaklumi. Perempuan pada waktu haid atau menstruasi, secara fisik dan psikis tengah mengalami gangguan. Fisiknya cenderung lemah, dan pikirannya kurang konsentrasi. Tidak jarang, datangnya menstruasi disertai keluhan berupa rasa sakit dan mual.

Di samping puasa, shalat juga tidak diwajibkan kepada perempuan saat haid. Bedanya, puasa harus diqadha sementara shalat tidak perlu.

Keringanan tersebut pada umumnya disambut dengan gembira oleh kaum Hawa. Bagaimanapun, berpuasa pada saat haid tentu akan terasa lebih berat. Tetapi bagi perempuan tertentu, hal itu justru disesali, sebab menghalangi puasa, yang berarti kehilangan kesempatan untuk beribadah. Meskipun kalau dipikir secara mendalam, meninggalkan puasa karena haid, juga merupakan ibadah tersendiri, kalau diniati menjalankan perintah Allah (yang dalam kasus ini berupa larangan). Bukankah definisi larangan (haram) adalah sesuatu yang berdosa jika dilakukan, dan berpahala jika ditinggalkan?

Berkat kemajuan ilmu farmasi, sekarang telah ditemukan obat untuk memperlambat haid. Dengan meminum obat ini, dimungkinkan seorang perempuan tidak mengalami haid dalam jangka waktu tertentu. Dan sini lalu muncul gagasan memperlambat haid dengan harapan dapat berpuasa sebulan penuh.

Meminum obat memperlambat haid, sejauh tidak membawa akibat negatif (diperlukan pendapat ahli dalam hal ini), tidak dipermasalahkan. Dan kalau obat itu terbukti efektif mencegah haid, puasanya juga sah. Prinsipnya, perempuan berpuasa dalam keadaan suci. Terlepas, apakah kondisi suci itu terjadi secara alamiah atau karena pengaruh obat tertentu. Kesimpulan ini, merujuk pada kaidah ushul fiqth, “ashl al-madhan at-tahrim wa al-manafi al-hill” artinya: Sesuatu yang tidak dijelaskan status hukumnya oleh dalil agama, apabila bermanfaat hukumnya diperbolehkan, jika membawa madharat dilarang. (Qurrah Al‘Ain bi Syarh Waraqat Al-Haramain, 55).

Meskipun demikian, membiarkan sikius haid secara alami saya kira lebih baik karena lebih aman. Pada galibnya, melawan fitrah atau peristiwa alamiah akan menimbulkan dampak negatif, sekecil apapun dampak itu. Lagi pula, jika seorang perempuan berniat berpuasa jika tidak terhalang haid, insya Allah niat baik itu akan dicatat juga. Bukankah Rasulullah bersabda:
Artinya: “Keabsahan amal tergantung pada niatnya. Dan setiap orang memperoleh balasan sesuai dengan apa yang diniatkan.” (HR. Bukhari).

Apa Hukum Mencari Hari Baik ?

Merupakan hal yang lumrah dimasyakat, bahwa setiap akan mengadakan resepsi pernikahan, biasanya shahib al-hajat menanyakan bulan, tanggal dan hari yang baik pada seorang kyai, dukun dan lain sebagainya.

Pertanyaan :
a. Adakah menurut Islam anjuran resepsi pernikahan harus dilakukan dalam waktu tertentu?
b. Bagimana hukumnya bagi seorang yang mempercayai hari-hari tersebut dapat berpengaruh?

Jawab :
a.Secara terpcrinci tidak ada, namun hanya ada ketentuan secara umum, yakni; disunahkan nikah pada bulan Syawal.

b.Menurut Ibnu Farkhan, hukumnya tidak apa-apa jika meyakini bahwa terjadinya hal-hal tersebut karena kehendak Allah SWT.

Referensi :
 
 
 

Membuat Kapal (Kisah Dalam Al-Quran)


Membuat Kapal
QS. A1-Mu’minuun: 23-30

Setelah menerima perintah dari Allah untuk membuat kapal yang besar, Nabi Nuh segera mengumpulkan para pengikutnya. Beliau memimpin mereka agar mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat kapal tadi. Untuk tempat membuatnya, Nabi Nuh mencari lokasi di luar kota. Beliau tidak ingin pekerjaannya terganggu sehingga dicarilah tempat yang jauh dari keramaian. Setelah mendapatkan tempat yang cocok, mulailah mereka membuat kapal yang kokoh.

Nabi Nuh dan para pengikutnya bekerja dengan keras. Siang dan malam mereka bahu-membahu. Teriknya sinar matahari yang membakar kulit tidak mereka pedulikan. Dinginnya angin malam padang pasir tidak membuat mereka gentar. Semangat yang kuat terpancar dari dirin Nabi Nuh dan para pengikutnya.

Walaupun Nabi Nuh dan pengikutnya bekerja di tempat terpencil, namun tetap saja kaumnya yang keras kepala itu mengetahui kegiatan Nabi Nuh. Mereka datang untuk mengejek dan mengolok-olok Nabi Nuh dan kawan-kawan.

Wahai, Nuh! Bukankah menurut pengakuanmu, engkau seorang Nabi dan Rasul? Kenapa sekarang engkau menjadi tukang kayu dan membuat perahu?

Nabi Nuh sama sekali tidak mengindahkan ejekan mereka. Melihat hal itu, kaumnya semakin bersemangat mengolok-olok.

Kamu pasti sudah gila membuat perahu di tempat yang jauh dari air,” ucap salah seorang kaumnya yang sesat.

Hahaha... aku tahu perahu yang kamu buat itu pasti untuk ditarik kerbau,” ucap salah seorang yang lain.

Nabi Nuh tidak peduli dengan ejekan mereka. Beliau hanya berkata, “Tunggu saja saatnya, jika kalian sekarang mengejek dan mengolok-olok kami, maka akan tiba kesempatan kelak bagi kami untuk menunjukkan kebenaran. Kalian pun akan tahu alasan aku membuat kapal ini. Tunggulah hingga Allah memberi ketentuan bagi kalian.”

Setelah pekerjaan membuat kapal selesai, Nabi Nuh mendapat wahyu dari Allah, “Bersiap-siaplah engkau dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda dari-Ku, segeralah angkut para pengikutmu ke dalam kapal beserta orang-orang yang telah beriman dari kaummu dan kerabatmu. Bawalah serta binatang di muka bumi ini dengan berpasang-pasangan. Berlayarlah kalian dengan seizin-Ku. Setelah Allah berfirman, Nabi Nuh segera mengumpulkan para pengikutnya dan membawa berbagai jenis binatang untuk diangkut ke dalam kapal.

Saat itu, langit tampak cerah. Para pengikut Nabi Nuh masuk ke dalam kapal diikuti dengan ratusan binatang.

Kaumnya yang durhaka menertawakan Nabi Nuh dan para pengikutnya. Mereka tetap keras kepala dan sama sekali tak percaya dengan peringatan Nabi Nuh. Di dalam kapal, Nabi Nuh dan para pengikutnya sudah mempersiapkan bekal yang banyak. Mereka tidak tahu kapan banjir akan datang, mereka juga tidak tahu kapan air akan surut.

Setelah mereka aman di dalam kapal, hujan deras pun mulai turun.

Nabi Sebagai Penggembala Kambing

Sejak kecil Nabi Muhammad ralin bekerja. Beliau sudah belajar bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan nabi ketika masa kecil adalah mengembala kambing. Kambing-kambing yang beliau gembalakan adalah milik paman dan beberapa orang Mekah yang dipercayakan kepada beliau.

Nabi Muhammad berhasil menjalankan pekerjaan ini. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah kambing yang gemuk dan tebal bulunya serta banyak menghasilkan susu yang sangat dibutuhkan masyarakat ketika itu.

Dengan menggembala kambing ini Nabi Muhammad sesungguhnya telah belajar memimpin. Menggembala harus dilakukan dengan sabar. Menggembala harus dilakukan dengan penuh kasih sayang. Sebagai penggembala juga harus berani melindungi binatang yang digembalakan. Karena itu Nabi Muhammad kelak berhasil menjadi rasul pilihan AIIahSWT.

Beberapa sifat terpuji nabi yang dimiliki sejak kecil adalah:

1. Tidak sombong
2. Pemaaf
3. Sabar dan tabah
4. Kasih sayang kepada sesama
5. Tidak pernah berbuat tercela
6. Tidak pernah menyembah berhala 

Sebagai umat Islam sudah seharusnya kita mencontoh sifat dan perilakti Nabi Muhammad SAW, dalam kehidupan sehari-hari.

Mambiasakan Bersholawat sebagai Wujud Kecintaan Kepada Nabi Muhammad SAW

Kata Sholawat dalam bahasa Arab adalah jamak dari kata sholat yang artinya adalah Do’a, keberkahan, kemuliyaan, kesejahteraan dan ibadah, seperti dalam Al-Qur’an disebutkan pada surat Al-Ahzab ayat 56
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hal orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

Nabi Muhammad SAW. Adalah nabi pembawa ajaran Allah, pembawa ajaran kebaikan, pembawa petunjuk bagi manusia agar beriman dan berakhlak mulia. Untuk itu kita sebagai umatnya wajib memuliyakan dan memujinya, yaitu salah satunya adalah dengan bersholawat.

Maka bersholawatlah semata-mata untuk mendapatkan keridloan Allah semata. Karena dengan bersholawat kepada Nabi semoga kita mendapatkan syafaat dan Ridlo Allah SWT, amin.
Rangkuman
  1. Muhammad adalah anggota kabilah Bani Hasyim. Kabilah ini memiliki kedudukan yang mulia di kalangan suku Quraisy. Kakek Muhammad yang bernama Abdul Muthalib merupakan salah satu kepala suku Quniasy.
  2. Ayah Muhamad bernama Abdullah. Ia merupakan salah satu putra Abdul Muthalib. Ibu Muhammad bernama Aminah binti Wahab. Ia berasal dari kabilah Bani Zuhrah. Baik dari garis keturunan ayah maupun ibunya, Muhammad merupakan keturunan Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim.
  3. Muhammad lahir pada malam menjelang dini hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun gajah atau yang bertepatan dengan 20 April 571 Masehi.
  4. Muhammad kemudian diasuh oleh Halimah as-Sa’diyah sampai usia empat tahun.
  5. Sejak kanak-kanak, Muhammad sudah menunjukkan tanda-tanda kenabian. Muhammad sudah pandai berjalan pada usia 5 bulan. Ia juga telah pandai berbicara ketika berusia 9 bulan.
  6. Aminah binti Wahab, Ibu Muhammad meninggal di Kampung Abwa setelah berziarah ke makam Abdullah di kota Yasrib.
  7. Muhammad kemudian diasuh oieh Abdul Muthalib. Setelah Abdul Muthalib meninggal, Muhammad diasuh oleh Abu Thalib.

Thursday, 8 October 2015

Apa Hukum Membaca Al-Quran Tengah Malam ?

Tanya : Sudah menjadi kebiasaan di kampung kami atau juga di mayoritas tempat di tanah air menggunakan bulan Ramadhan sebagai bulan kesempatan beramal. Intensitas beramal semakin padat bahkan hingga malam hari. Yang kami tanyakan, apakah mèmbaca Al-Quran tengah malam dengan menggunakan pengeras suara (soud speaker) diperbolehkan oleh agama?

Jawab : Bulan puasa adalah bulan ibadah dan pahala segala macam ibadah dilipatgandakan oleh Allah. Dalam jangka pendek, bulan puasa diharapkan mampu mencetak pribadi muslim yang bertakwa. Perhatikan arti ayat berkut ini:
Artinya: ‘Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. “(QS. A1-Baqarah: 183)

Dalam jangka panjang, bulan Ramadhan ini merupakan momentum untuk melakukan investasi ukhrawi dengan beribadah sebanyak, sesering, dan sebagus mungkin.

Salah satu ibadah utama adalah membaca Al-Quran. Membaca Al-Quran meskipun tidak disertai pemahama makna, tetap bernilai ibadah yang menjanjikan pahalai meskipun tentu akan sangat lebih baik jika setiap pembacaan dibarengi pemahaman arti dan pesannya, lalu dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, semangat tadarrus Al-Quran pada bulan Ramadhan patut disambut baik, bukan saja karena membaca Al-Quran adalah ibadah utama, tetapi juga karena adanya anjuran untuk menyemarakkan Ramadhan, antara lain dengan bacaan Al-Quran itu. Bahwa dalam pelaksanaannya terdapat potensi “gangguan” terhadap lingkungan (Al-Quran dibaca sampai lewat tengah malam dengan pengeras suara), penting pula untuk mendapatkan perhatian, agar sebuah niat baik tidak justru hadir sebagai gangguan bagi orang lain yang, misalnya, menghendaki istirahat yang layak setelah seharian bekerja.

Pertanyaan ini sudah mengemuka sejak dulu: manakah yang lebih utama, membaca Al-Quran dengan suara keras ataukah pelan saja?

Imam Nawawi menyatakan dalam At-Tibyan fi Adab Hamalah Al-Quran, ada banyak hadis yang dapat dijadikan dalil keutamaan membaca dengan keras, banyak pula yang menganjurkan sebaliknya. Jenis pertama di antaranya adalah:
Artinya: “Hiasilah Al-Quran dengan suaramu.“ (Riwayat Abu Dawud, Nasai, dan lain-lain)

Sayyidina Ali lbn Abi Thalib ketika mendengar gemuruh suara orang-orang membaca Al-Quran di masjid berkomentar : “Alangkah beruntungnya mereka. Mereka adalah orang yang paling dikasihi Rasulullah.”
Sementara dari jenis kedua kita dapatkan hadis berikut.
Artinya: “Orang yang membaca Al-Quran keras-keras itu seperti orang yang bersedekah secara terang-terangan. Dan orang yang membaca pelan-pelan itu seperti orang yang bersedekah sembunyi-sembunyi.” (Riwayat Abu Dawud, Turmudzi dan Nasai)

Padahal umum dimaklumi, sedekah secara sembunyi-sembunyi lebih diutamakan. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam suràt Al-Baqarah: 271 scbagai berikut :
Artinya: “Jika kamu menampakkan sedekah (mu,), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya, dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 271)

Bagaimana memaknai dan memahami perbedaan yang terdapat pada kedua jenis teks sumber hukum di atas, mengingat tingkat validitas keduanya dapat dianggap sama?

Imam Ghazali mengkompromikan perbedaan itu dengan melakukan pemilahan: (1) Mereka yang khawatir terjatuh dalam sikap riya (beribadah untuk pamer) lebih baik membaca dengan pelan-pelan, karena bacaan yang pelan akan lebih mengamankan pembacanya dari tendensi niya (2) mereka yang tidak khawatir nya lebih baik membaca dengan suara keras, karena dengan bacaan yang keras, orang lain bisa ikut mendengarkan. Jadi, manfaatnya lebih luas. Menurut kaidah fikih, ibadah yang bermanfaat luas lebih utama daripada yang terbatas (al-muta’addi afdhal min al-qashir).

Tetapi di samping nilai ibadah itu sendiri, patut dipertimbangkan pula faktor-faktor lain yang terkait dengannya, misalnya hak masyarakat untuk memperoleh ketenangan. Inilah yang dimaksud Ali Ibn Muhammad dalam Fath Al-Karim Al-Mannan ketika menyatakan bahwa bacaan yang pelan lebih utama, jika bacaan keras mengganggu orang lain yang tengah melakukan shalat atau “sekedar” tidur.

Dalam setiap tindakan kita, selalu ada tuntutan untuk bersikap bijak, yaitu melakukan sesuatu yang baik, pada waktu yang baik dan dengan cara yang baik pula. Termasuk dalam hal ini adalah beribadah. Karena Islam hadir sebagai rahmat, maka ibadah (sebagai pengejawantahan formalnya) tentu harus menjadi rahmat pula.

Tabir Wanita