Wednesday 21 October 2015

Syarat Sah Mengikuti Imam (Tata Cara Makmum)

1. Makmum hendaklah berniat mengikuti imam. Adapun imam tidak disyaratkan berniat menjadi imam, hal itu hanyalah sunat, agar ia mendapat ganjaran berjamaah.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat.” (RIWAYAT BUKHARI)


(baca juga : Arti Dan hukum Masbuq)

2. Makmum hendaklah mengikuti imam dalam segala pekerjaannya. Maksudnya, makmum hendaklah membaca takbiratul ihram sesudah imamnya; begitu juga permulaan segala perbuatan makmum, hendaklah terkemudian dari yang dilakukan oleh imamnya
 Sabda Rasulullah Saw.:
“Sesungguhnya imam itu dijadikan pemimpin supaya diikuti perbuatannya. Apabila ia telah takbir, hendaklah kamu takbir; dan apabila ia rukuk, hendaklah kamu rukuk pula.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Sesungguhnya imam itu gunanya supaya diikuti perbuatannya. Maka apabila Ia takbir, hendaklah karnu takbir, janganlah kamu takbir sebelum Ia takbir. Apabila ia rukuk hendaklah kamu rukuk, janganlah kamu rukuk sebelum ia rukuk. Apabila ia sujud, hendaklah kamu sujud, janganlah kamu sujud sebelum Ia sujud.” (RIWAYAT AHMAD DAN ABU DAWUD)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Abu Hurairah r.a. telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda, “Apakah seseorang di antara kamu tidak takut apabila ia mengangkat kepalanya mendahului imam, Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala himar.” (RIWAYAT JAMA’AH AHLI HADIS)

“Dari Anas. Ia berkata bahwa Rasulullah Saw. Telah bersabda, “Hai manusia sesungguhnya aku imam bagi kamu, maka janganlah kamu mendahului aku waktu rukuk, sujud, berdiri, duduk, dan salam.” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)


3. Mengetahui gerak-gerik perbuatan imam, umpamanya dari berdiri ke rukuk, dan rukuk ke i’tidal, dan i’tidal ke sujud, dan seterusnya baik dengan melihat imam sendiri, melihat saf (barisan) yang di belakang imam, maupun mendengar suara imam atau suara mubalignya.

4. Keduanya (imam dan makmum) berada dalam satu tempat, umpamanya dalam satu rumah. Sebagian ulama berpendapat bahwa salat di satu tempat itu tidak menjadi syarat, tetapi hanya sunat, sebab yang perlu ialah mengetahui gerak-gerik perpindahan imam dari rukun ke rukun atau dan rukun ke sunat, dan sebaliknya, agar makmum dapat mengikuti gerak-gerik imamnya.

5. Tempat berdiri makmum tidak boleh lebih depan daripada imam. Yang dimaksud di sini ialah lebih depan ke arah kiblat. Bagi orang yang salat sambil berdiri diukur tumitnya, dan bagi orang yang duduk diukur pinggulnya. Adapun apabila berjamaah di Masjidil Haram, hendaklah saf mereka melengkung sekeliling Ka’bah; di lain pihak, imam berhadapan dengan makmum.

Susunan makmum :
Kalau makmum hanya seorang, hendaklah Ia berdiri di sebelah kanan imam agak ke belakang sedikit; dan apabila datang orang lain, hendaklah ia berdiri di sebelah kiri imam. Sesudah takbir, imam hendaklah maju, atau kedua orang itu (makmum) mundur. 

Sabda nabi : “Dari Jabir. Ia berkata, “Saya telah salat mengikuti Nabi Saw Saya berdiri di sebelah kanan beliau, kemudian datang jabir bin Sakhrin berdiri di sebelah kiri beliau, maka beliau inenganbil tangan kami berdua sehingga beliau dirikan kami di belakang beliau.” (RIWAYAT MUSLIM)

Kalau jamaah itu terdiri atas beberapa saf, terdiri atas jamaah laki-laki dewasa, kanak-kanak, danperempuan, hendaklah diatur saf sebagai berikut: Di belakang imam ialah saf laki-laki dewasa, saf kanak-kanak, kemudian saf perempuan.
“Nabi Saw. pernah mengatur saf laki-laki dewasa di depan saf kanak-kanak dan saf perempuan di belakang saf kanak-kanak. (RIWAYAT MUSLIM)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Abu Hurairah telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Sebaik-baik saf laki-laki dewasa ialah saf yang pertama seburuk-buruknya (saf laki-laki dewasa) ialah saf yang di belakang sekali. Sebaik-baik saf perempuan ialah saf yang di belakang sekali, dan seburuk-buruknya ialah saf yang pertama.” (RIWAYAT MUSLIM )


Saf hendaklah lurus dan rapat, berarti jangan ada renggang antara satu orang dengan yang lain.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Anas, “Rasulullah Saw. menghadapkan muka kepada kami sebelum takbir. Beliau berkata, Rapatkanlah dan luruskanlah barisan kamu’.” (RIWAYAT MUSLIM)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Amamah. Rasulullah Saw. telah bersabda, “Penuhkan olehmu jarak yang kosong di antara kamu. Karena sesungguhnya setan dapat masuk di antara kamu sebagai anak kambing.” (RIWAYAT AHMAD)

6. imam hendaklah jangan mengikuti yang lain. Imam itu hendaklah berpendirian, tidak terpengaruh oleh yang lain. Kalau Ia makmum, tentu Ia akan mengikuti imamnya.

7. Aturan salat makmum dengan salat imam hendaklah sama. Artinya, tidak sah salat fardu yang lima mengikuti salat gerhana atau salat mayat karena aturan (cara) kedua salat itu tidak sama. Tetapi orang yang salat fardu tidak berhalangan mengikuti orang yang salat sunat yang sama aturannya, seperti orang salat Isya mengikuti orang salat tarawih, dan sebaliknya, karena aturan kedua salat tersebut sama.

8. Laki-laki tidak sah mengikuti perempuan. Berarti laki-laki tidak boleh menjadi makmum jika imamnya perempuan. Adapun perempuan yang menjadi imam bagi perempuan pula, tidak berhalangan.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Perempuan janganlah dijadikan imam, sedangkan makmumnya laki-laki.” (RIWAYAT IBNU MAJAH)

9. Keadaan imam tidak ummi, sedangkan makmum qari. Artinya imam itu hendaklah orang yang baik bacaannya. 

10. Makmum janganlah berimam kepada orang yang ia ketahui tidak sah (batal) salatnya. Misalnya mengikuti imam yang makmum ketahui bukan orang Islam, atau ia berhadas atau bernajis badan, pakaian, atau tempatnya. Imam seperti itu hukumnya tidak sah dalam salat.

Tuesday 20 October 2015

Arti Dan Hukum Masbuq

Masbuq ialah orang yang mengikut kemudian, Ia tidak sempat membaca Fatihah beserta imam di rakaat pertama.

Hukumnya yaitu: Jika ia takbir sewaktu imam belum rukuk, hendaklah Ia membaca Fátihah sedapat mungkin. Apabila imam rukuk sebelum habis Fatihah-nya, hendaklah Ia rukuk pula mengikuti imam. Atau didapatinya imam sedang rukuk, hendaklah Ia rukuk pula. Ringkasnya, hendaklah Ia mengikuti bagaimana keadaan imam sesudah ia takbiratul ihram. (baca juga : Syarat Sah Mengikuti Imam)

Apabila masbuq mendapati imam sebelum rukuk atau sedang rukuk dan Ia dapat rukuk yang sempurna bersama imam, maka ia mendapat satu rakaat; berarti salatnya itu terhitung satu rakaat. Kemudian hendaklah kekurangan rakaatnya ditambah jika belum cukup, yaitu sesudah imam memberi salam.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabi1a seseorang di antara kamu datang untuk salat sewaktu kami sujud, hendaklah kamu sujud, dan janganlah kamu hitung itu satu rakaat; dan barang siapa yang mendapati rukuk beserta imam, maka ia telah mendapat satu rakaat.” (RIWAYAT ABU DAWUD)

Adapun Fatihah-nya ditanggung oleh imam, ini adalah pendapat jumhurul ‘ulama. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa masbuq tidak mendapat satu rakaat kecuali apabila Ia dapat membaca Fatihah sebelum imam rukuk. Mereka beralasan dengan hadis berikut.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Bagaimana keadaan imam ketika kamu dapati, hendaklah kamu ikuti; dan apa yang ketinggalan olehmu, hendaklah kamu sempurnakan.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Orang yang lebih berhak menjadi imam ialah orang yang disebutkan dalam hadis berikut.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Uqbah bin Amr, “Rasulullah Saw. telah berkata, ‘Yang menjadi imam di antara kamu ialah mereka yang terbaik bacaannya. Kalau mereka sama bacaannya, maka yang terpandai dalam sunnah; kalau kepandaian mereka sama dalam sunnah, dilihat yang lebih dulu berhijrah (ke Madinah); kalau bersamaan pula, dilihat yang lebih tua. Janganlah diimamkan seseorang di tempat kekuasaan laki-laki lain (artinya tuan rumah lebih berhak menjadi imam), dan janganlah seseorang duduk di rumah orang lain di atas tikarnya kecuali dengan izin tuan rumah itu’.” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

Imam yang dibenci
Apabila seseorang menjadi imam masjid, langgar, atau tempat-tempat berjamaah yang lain, tetapi kaum (orang banyak) yang berjamaah di situ benci kepadanya, sedangkan kebencian mereka kepadanya disebabkan oleh keagamaan, maka hukum imam yang seperti itu menurut sebagian ulama haram, sebagian lagi berpendapat makruh. Dengan adanya kebencian itu mereka tentu akan menjauhkan diri darinya dan salat berjamaah di situ akan berkurang, ataupun mungkin juga menimbulkan fitnah yang tidak diinginkan oleh agama Islam.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abdulllah bin Umar,; “Rosulullah Saw. Telah berkata, Allah tidak menerima salat orang yang menjadi imam di antara satu kaum, sedangkan mereka benci kepadanyu.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN IBNU MAJAH).

Sunday 18 October 2015

Sunnah Dalam Khotbah Jumat

Sunnah-sunnah Dalam Khotbah Jumat

1. Khotbah itu hendaklah dilakukan di atas mimbar atau di tempat tang tinggi. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Mimbar tiga tangga tempatnya di sebelah kanan pengimaman. 

2. Khotbah itu diucapkan dengan kalimat yang fasih, terang, mudah dipahami, sederhana, tidak terlalu panjang, dan tidak pula terlalu pendek. 

3. Khatib hendaklah tetap menghadap orang banyak jangan berputar-putar, karena yang demikian itu tidak disyariatkan. 

4. Membaca surat Al-Ikhlas sewaktu duduk di antara dua khotbah. 

5. Menertibkan tiga rukun, yaitu dimulai dengan puji-pujian, kemudian salawat atas Nabi Saw., lalu berwasiat (memberi nasihat). Selain itu tidak ada tertib. 

6. Pendengar hendaklah diam serta memperhatikan khotbah. Banyak ulama mengatakan bahwa haram bercakap-cakap ketika mendengarkan khotbah.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah. Bahwasanya Nabi Saw. telah berkata, Apabila engkau katakan diam kepada temanmu pada hari Jumat sewaktu imam berkhotbah, maka sesungguhnya engkau telah menghapuspahala salat Jumatmu.” (RIWAYAT BUKHARI) 

7. Khatib hendaklah memberi salam. 

8. Khatib hendaklah duduk di atas mimbar sesudah memberi salam, dan sesudah duduk itulah azan dikumandangkan.

(baca juga : Syarat Dan Rukun Khutbah Jumat)

Azan Jumat
Menurut pendapat yang mu’tamad, sesungguhnya azan Jumat itu hanya sekali saja, yaitu sewaktu khatib sudah duduk di atas mimbar.

Supaya menjadi perhatian kepada yang ingin menyelidiki sesuatu dengan jelas dan terang, maka di sini akan saya salin sedikit keterang dari Imam Syafii yang tersebut dalam kitab beliau, Al-Um. Beliau berkata, “Seorang yang saya percayai telah mengabarkan kepada saya bahwa azan Jumat itu di masa Nabi Saw. dan di masa khalifah pertama dan kedua dilakukan ketika imam sedang duduk di atas mimbar. Maka setelah khalifah yang ketiga (Usman), ketika itu orang sudah bertambah banyak, maka disuruh mengadakan azan sebelum imam duduk di mimbar, kemudian azan yang asal dilakukan pula. Sejak waktu itu terjadilah keadaan seperti yang ada sekarang (dua azan).” Katanya pula, “Ata’ telah membantah keterangan yang mengatakan bahwa Usman yang mengadakan azan pertama itu, tetapi sebenarnya -kata Ata’- yang mengadakan azan seperti itu ialah Mu’awiyah.” Kemudian Imam Syafli berkata pula “yang manakah diantara keduanya yang lebih baik?” Kata beliau, “Menurut saya, yang lebih baik ialah yang dikerjakan di masa Rasulullah Saw.”

Saturday 17 October 2015

Sunah Dalam Shalat Jumat

Sunah-Sunnah Dalam Shalat Jumat
(baca juga : Syarat Sah Dan Syarat Wajib Jumat)
1. Disunatkan mandi pada hari Jumat bagi orang yang akan pergi ke masjid untuk salat Jumat. 

2. Berhias dengan memakai pakaian yang sebaik-baiknya, dan lebih baik yang berwarna putih. 

3. Memakai wangi-wangian
Sabda Rasulullah Saw.:
“Barang siapa mandi pada hari Jumat, memakai pakaian yang sebaik-baiknya, memakai wangi-wangian kalau ada, kemudian ia pergi mendatangi Jumat, dan di sana ia tidak melangkahi duduk manusia, kemudian ia salat sunat serta diam ketika imam keluar sampai selesai salatnya, maka yang demikian itu akan menghapuskan dosanya antara Jumat itu dan Jumat yang sebelurnnya.” (RIWAVAT IBNU HIBBAN DAN HAKIM) 

4. Memotong kuku, menggunting kumis, dan menyisir rambut.
Hadis : “Rasulullah Saw memotong kuku dan menggunting kumis pada hari Jumat sebelum beliau pergi salat.” (RIWAYAT BAIHAQI DAN TABRANI)

5. Segera pergi ke Jumat dengan berjalan kaki. 

6. Hendakah Ia membaca Qur’an atau zikir sebelum khotbah. 

7. Paling baik ialah membaca surat Al-Kahfi.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Barang siapa membaca suraf Al-Kahfi pada hari Jumat, cahaya antara dua Jumat akan menyinarinya. (RIWAYAT HAKIM DAN IA MENYAHIHKAN) 

8. Hendaklah memperbanyak doa dan salawat atas Nabi Saw. pada hari Jumat dan pada malamnya.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Hendaklah kamu perbanyak membaca salawat atasku pada malam dan huri Jumat. Maka barang siapa yang membacakan satu salawat atasku, Allah akan memberinya sepuluh berkat.” (RIWAYAT BAIHAQI)

Uzur (halangan) Jumat
Yang dimaksud dengan halangan ialah orang yang tertimpa salah satu dari halangan-halangan yang disebutkan di bawah ini. degan demikian, ia tidak wajib salat Jumat.

1. Karena sakit.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Salat Jumat itu perkara hak yang diwijibkan atas setiap orang Islam dengun berjamaah, kecuali empat macam orang, (1) Hamba sahaya yang dimiliki. (2) perempuan, (3) anak-anak. (4) orang sakit.. (RIWAYAT ABU DAWUD DAN HAKIM)

2. Karena hujan; apabila karena hujan itu orang mendapat kesukaran untuk pergi ke tempat Jumat.
Hadis : “Dari Ibnu Abbas, Ia berkata kepada tukang azannya (bilal) disuatu hari turun hujan, “apabila engkau mengucapkan (dalam azan,”saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah”, sesudah itu janganlah kau ucapkan “marilah sholat” tetapi ucapkan olehmu “shalatlah kamu dirumah kamu”. Kata ibnu Abbas pula,”seolah-olah orang banyak membantah yang demikian”, kemudian katanya pula “adakah kamu merasa heran mengenai hal ini ? sesungguhnya hal ini tidak diperbuat oleh orang yang lebih baik daripada saya, yaitu Nabi SAW, sesungguhnya jumat itu wajib, sedangkan saya tidak suka membiarkan kamu keluar berjalan dilumpur dan tempat yang licin.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim ditegaskan bahwa ibnu Abbas menyuruh tukang azannya puda hari Jumat di saat hari turun hujan.

Menurut ulama, dikiaskan dengan hujan ini “tiap-tiap kesukaran yang menyusahkan pergi ke tempat Jumat.

Wednesday 14 October 2015

Syarat Dan Rukun Khotbah Jumat

Rukun dua khotbah Jumat
1. Mengucapkan puji-pujian kepada Allah. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Muslim. 

2. Membaca salawat atas Rasulullah Saw. Sebagian ulama berkata bahwa salawat ini tidak wajib, berarti bukan rukun khotbah.

3. Mengucapkan syahadat (bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan-Nya).
Sabda Rasulullah Saw.:
“Tiap-tiap khotbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti tangan yang terpotong.” (RIWAYAT AHMAD DAN ABU DAWUD) 

4. Berwasiat (bernasihat) dengan takwa dan mengajarkan apa-apa yang perlu kepada pendengar, sesuai dengan keadaan tempat dan waktu, baik urusan agama maupun urusan dunia -seperti ibadat, kesopanan, pergaulan, perekonomian, pertanian, siasat, dan sebagainya- serta bahasa yang dipahami oleh pendengar.

5. Membaca ayat Qur’an pada salah satu dari kedua khotbah.
Hadis : “Dari Jabir bin Samurah. Ia berkata, “Rasulullah Saw khotbah sambil berdiri. Beliau duduk di antara keduanya lalu beliau membacakan beberapa ayat Qur’an, memperingatkan, dan mempertakuti manusia. (RIWAYAT MUSLIM) 

6. Berdoa untuk mukminin dan mukminat pada khotbah yang kedua. Sebagian ulama berpendapat bahwa doa dalam khotbah tidak wajib sebagaimana juga dalam selain khotbah.

Syarat dua khotbah
  1. Kedua khotbah itu hendaklah dimulai sesudah tergelincir matahari. Keterangannya yaitu amal Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari.
  2. Sewaktu berkhotbah hendaklah berdiri jika mampu. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Muslim.
  3. Khatib hendaklah duduk di antara kedua khotbah, sekurang-kurangnya berhenti sebentar. Hal ini berdasarkan amal Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Muslim.
  4. Hendaklah dengan suara yang keras kira-kira terdengar oleh bilangan yang sah Jumat dengan mereka, sebab yang dimaksud dengan “mengadakan khotbah” itu ialah untuk pelajaran dan nasihat kepada mereka.
  5. Hendaklah berturut-turut baik rukun, jarak keduanya, maupun jarak antara keduanya dengan salat.
  6. Khatib hendaklah suci dari hadas dan najis. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw.
  7. Khatib hendaklah menutup auratnya. Hal ini berdasarkan amal Rasulullah Saw.
Catatan
(baca juga : Sunnah Dalam Khutbah Jumat)
Sebagian ulama berpendapat bahwa khotbah itu hendaklah mempergunakan bahasa Arab, karena di masa Rasulullah Saw. dan sahabat-sahabat beliau khotbah itu selalu berbahasa Arab. Tetapi mereka lupa bahwa keadaan di waktu itu hanya memerlukan bahasa Arab karena bahasa itulah yang umum dipergunakan oleh para pendengar. Mereka lupa bahwa maksud mengadakan khotbah ialah memberikan pelajaran dan nasihat kepada kaum muslim, dan yang mendengar diperintahkan supaya tenang (mendengarkan dan memperhatikan isi khotbah itu).
Firman Allah Swt.:
“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (AL-ARAF: 204)

Beberapa orang ahli tafsir mengatakan bahwa ayat ini diturunkan karena berkaitan dengan urusan khotbah.

Kalau khatib berkhotbah dengan bahasa yang tidak dipahami oleh perndengar, sudah tentu maksud khotbah itu akan sia-sia belaka. Pendengar akan dipersalahkan pula karena tidak menjalankan perintah (memperhatikan khotbah), sedangkan perintah itu tidak dapat mereka jalankan karena mereka tidak mengerti. Jadi, memberi pekerjaan kepada orang yang sudah jelas tidak dapat mengerjakannya merupakan perbuatan yang tidak berfaedah. Hal ini tentu tidak layak timbul dari agama yang maha adil!
Firman Allah Swt.:
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.” (IBRAHIM: 4)

Allah SWT. mengirim utusan-Nya dengan bahasa yang dapat dipahami oleh kaum yang diperintah, supaya utusan itu berfaedah bagi mereka.

Dengan keterangan yang singkat itu nyatalah kesalahan pendapat sebagian ulama tadi, dan jelaslah bagi kita bahwa khotbah-khotbah di Indonesia hendaklah mempergunakan bahasa Indonesia, supaya khotbah itu berguna bagi pendengar dan supaya pendengar tidak melangga,. perintah (insaf). Khotbah itu pun hendaklah berisi perkara Perkara yang berguna bagi si pendengar di masa itu, yaitu tentang urusan yang bersangkutan dengan soal umum.

Tuesday 13 October 2015

Syarat Sah Dan Syarat Wajib Shalat Jumat

Salat Jumat ialah salat dua rakaat sesudah khotbah pada waktu Lohor pada hari Jumat. (baca juga : Sunnah Dalam Shalat Jumat)

Hukum salat Jumat itu fardu‘ain, artinya wajib atas setiap laki-laki dewasa yang beragama Islam, merdeka, dan tetap di dalam negeri. Perempuan, kanak-kanak, hamba sahaya, dan orang yang sedang dalam perjalanan tidak wajib salat Jumat.
Firman Allah Swt.:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (AI-JUMUKH: 9)

Yang dimaksud dengan “jual beli” ialah segala pekerjaan selain dari urusan salat.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Salat Jumat itu hak yang wajib dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam dengan berjamaah, kecuali empat macam orang: (1) Hamba sahaya yang dimiliki (2) perempuan, (3) anak-anak, (4) orang sakit.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN HAKIM)

“Hendaklah para kaum benar-benar menghentikan kebiasaan mereka meninggalkan salat Jumat, atau Allah benar-benar akan mengunci niat hati mereka, kemudian mereka benar-benar termasuk orang-orang yang lalai.” (RIWAYAT MUSLIM)


Syarat-syarat wajib Jumat
1. Islam, tidak wajib atas orang non Islam.
2. Balig (dewasa), tidak wajib Jumat atas kanak-kanak.
3. Berakal, tidak wajib Jumat atas orang gila.
4. Laki-laki, tidak wajib Jumat atas perempuan.
5. Sehat, tidak wajib Jumat atas orang sakit atau berhalangan.
6. Tetap di dalam negeri, tidak wajib Jumat atas orang yang sedang dalam perjalanan.

Syarat sah mendirikan Shalat Jumat
1. Hendaklah diadakan di dalam negeri yang penduduknya menetap, yang telah dijadikan watan (tempat-tempat), baik di kota-kota maupun di kampung-kampung (desa-desa). Maka tidak sah mendirikan Jumat di ladang-ladang yang penduduknya hanya tinggal di sana untuk sementara waktu saja. Di masa Rasulullah Saw. dan di masa sahabat yang empat, Jumat tidak pernah didirikan selain di negeri yang penduduknya menetap. 

2. Berjamaah, karena di masa Rasulullah Saw. salat Jumat tidak pernah dilakukan sendiri-sendiri. Bilangan jamaah, menurut pendapat sebgian ulama, sekurang-kurangnya adalah empat puluh orang laki-laki dewasa dari penduduk negeri. Ulama yang lain mengatakan lebih dari empat puluh. Sebagian lagi berpendapat cukup dengan dua orang saja, karena dua orang pun sudah dapat dikatakan berjamaah. Tentang bilangan ini sungguh banyak sekali pendapat, tetapi karena kitab ini hanya untuk seperlunya serta dengan seringkas-ringkasnya saja, maka Pendapat-pendapat (mazhab) dan keterangan-keterangan satu persatunya tidak dapat diterangkan di sini.

3. Hendaklah dikerjakan di waktu Lohor.
Hadis : “Dari Anas, “Rasulullah Saw. salat Jumat ketika matahari telah tengelincir.” (RIWAYAT BUKHARI)
4. Hendak’ didahului oleh dua khotbah.
Hadis : “Dari Ibnu Umar: “Rasulullah Saw. berkhotbah dua khotbah pada hari Jumat dengan berdiri, dan beliau duduk di antara dua khotbah iitu.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Monday 12 October 2015

Sunah-Sunah Dalam Shalat

1. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai tinggi ujung jari sejajar dengan telinga, telapak tangan setinggi bahu, keduanya dihadapkan ke kiblat. 

2. Mengangkat kedua tangan ketika akan rukuk, ketika berdiri dan rukuk, dan tatkala berdiri dari tasyahud awal dengan cara yang telah diterangkan pada takbiratul ihram.
Sabda Nabi :
“Dari Ibnu Urnar. Ia berkata, Apabila Nabi Saw. hendak melakukan salat, beliau mengangkat kedua tangannya sehingga keduanya satma tinggi dengan kedua belah bahunya, kemudian baru beliau takbir. Apabila hendak rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya seperti demikian; dan apabila bangun dari rukuk, beliau angkat pula kedua tangannya seperti demikian.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

“Beliau tidak rnengangkat kedua tangan ketika bangkit dan sujud, dan tidak pula ketika duduk antara dua sujud.” (RIWAYAT MUSLIM)
 
“Apabila beliau berdiri dan rakaat yang kedua, beliau mengangkat kedwi tangannya”. (RIWAYAT BUKHARI)
3. Meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, dan keduanya diletakkan di bawah dada. Menurut sebagian ulama diletakkan di bawah pusat.
Sabda Nabi :
“Dari Wail bin Hujrin, “Saya telah salat beserta Rasulullah Saw Beliau meletakkan tangan kanan beliau di atas tangan kirinya di atas dada beliau.” (RIWAYAT IBNU KHUZAIMAH)

4. Melihat ke arah tempat sujud, selain pada waktu membaca “Ashadu anlailaha illallah” dalam tasyahud. Ketika itu hendaklah melihat ke telunjuk.
 
5. Membaca doa iftitah sesudah takbiratul ihram, sebelum membaca AI-Fatihah.
Lafaznya :

Hadisnya:
“Abu Hurairah berkata, “Rasulullah Saw apabila telah mengucap takbir dalam salat, beliau diam sebentar sebelurn menibaca Fatihah. Saya bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu, apakah yang engkau baca di antara takbir dan Fatihah?’ Jawab beliau, ‘Saya membaca: Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dan kesalahanku sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, basuhlah kesalahanku dengan air es, dan embun’.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Atau dengan lafaz yang tersebut dalam hadis lain yaitu :


“Aku menghadapkan mukaku ke hadirat yang menjadikan langit dan bumi dengan tunduk menyerahkan diri. Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Sesungguhnya salatku, ibadatku, hidup dan matiku hanyalah untuk Tuhan semesta alam. Tuhan yang tidak bersekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (RIWAYAT MUSLIM)

6. Membaca “a’uzubillahi minasyaitoni rojim” yang artinya “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”(RIWAYAT ABU SA’ID AL-KHUDRI), sebelum membaca bismillah.
Firman Allah Swt.:
“Apabila kamu membaca AI-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (AN-NAFIL 98)

Diam sebentar sebelum membaca AI-Fatihah dan sesudahnya.
Hadis Nabi : “Dari Samurah, “Nabi Saw. diam sebentar apabila sudah takbir dan apabila sudah selesai dari membaca Al-Fatihah.” (RIWAYAT ABU DAWUD)

7. Membaca amin sehabis membaca Fatihah. Sebelum membaca amin. disunatkafn pula membaca: “robbigh firli”

Kalau Al-Fatihah dibaca dengan suara keras, amin juga demikian. Sebaliknya kalau Al-Fatihah tidak dibaca keras, amin pun tidak.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila imam berkata walad-dallin, hendaklah kamu berkata amn. Maka sesungguhnya malaikat berkata amin pula, dan imam juga berkata amin. Maka barang siapa yang sama-sama amifn-nya dengan amin malaikat, diampuni dosanya yang telah lalu.” (RIWAYAT AHMAD DAN NASAI)

“Dari Wail bin Hujrin. la telah mendengar Rasulullah Saw. ketika selesai membaca walad-dallin, beliau membaca rabbig firli ãmin. (RIWAYAI TABRAN1 DAN BAIHAQI)

9. Membaca surat atau ayat Qur’an bagi imam atau orang salat sendiri sesudah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama (ke-1 dan ke-2) dalam tiap-tiap salat. Surat atau ayat yang dibaca dalam rakaat pertama hendaklah lebih panjang daripada yang dibaca dalam rakaat kedua, dan kedua surat itu hendaklah berurutan sebagaimana urutan dalam Qur’an.
Hadist Nabi : “Dari Abu Qatadah, “Sesungguhnya Nabi Saw. membaca Al-Fatihah dan dua surat pada dua rakaat yang pertama waktu salat Lohor. Pada dua rakaat yang akhir (ke-3 dan ke-4) beliau membaca Al-Fatihah saja; ayat yang beliau baca itu sewaktu-waktu (kadang-kadang) beliau perdengarkan kepada kami; ayat yang beliau baca dalam rakaat pertama lebih panjang daripada yang beliau baca dalam rakaat kedua. Demikian pula pada salat Asar dan pada salat Subuh.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

10. Sunat bagi makmum mendengarkan bacaan imamnya.
Firman Allah Swt.:
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik.” (AL-A’RAF: 204)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila kamu salat di belakang saya (mengikuti saya), maka janganlah kamu baca apa-apa selain Ummul-Qur’an (A1-Fatihah) “ (RIWAYAT TIRMIZI)

11. Mengeraskan bacaan pada salat Subuh dan pada dua rakaat yang pertama pada salat Magrib dan Isya, begitu juga salat Jumat, salat Hari Raya, Tarawih, dan Witir dalam bulan Ramadan, beralasan dengan amalan Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari.

12. Takbir tatkala turun dan bangkit, selain ketika bangkit dari rukuk.

13. Ketika bangkit dan rukuk membaca “samiallahu liman hamidah”
 
14. Tatkala i’tidal membaca ”robbana walakal hamdu”
Hadis Nabi : “Dari Ahu Hurairah. Rasulullah Saw. apabila berdiri untuk salat, beliau takbir ketika berdiri, takbir ketika rukuk, kemudian membaca Samiallahu liman hamidah ketika bangkit dari rukuk, lalu membaca rabbana walakalhamdu ketika i‘tidal. Beliau takbir ketika turun akan sujud, kemudian takbir ketika bangun dari sujud, lalu takbir lagi ketika sujud kedua dan ketika bangkit dari sujud. Beliau lakukan demikian pada semua rakaat salat, dan beliau takbir ketika berdiri dari rakaat yang kedua sesudah tasyahud pertama.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

15. Meletakkan dua tapak tangan di atas lutut ketika rukuk. Keterangan yaitu amal Rasulullah Saw. (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
 
16. Membaca tasbih tiga kali ketika rukuk. Lafaznya “subhana rabbiyal adzimi” yang artinya“Mahasuci Tuhanku Yang Maha Agung.” (Riwayat Muslim)
 
17. Membaca tasbih tiga kali ketika sujud. Lafaznya “subhana rabbiyal a’la” yang artinya “Mahasuci Tuhanku Yang Maha Tinggi.” (RIWAYAT MUSLIM DAN ABU DAWUD)
 
18. Membaca doa ketika duduk antara dua sujud. Lafaznya: “Allahumaghfirli warhamni wajburni wahdini warzukni”
Hadis Nabi : “Dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Nabi Saw. membaca di antara dua sujud: Ya Allah, ampunilah aku, berilah rahmat kepadaku, cukupilah aku, pimpinlah aku, dan berilah rezeki kepadaku’.” (RIWAYAT TIRMIZI DAN ABU DAWUD)
 
19. Duduk iftirasy (bersimpuh- duduk di atas mata kaki kiri, tapak kaki kanan ditegakkan, ujung jari kaki kanan dihadapkan ke kiblat) pada semua duduk dalam salat, kecuali duduk akhir. Keterangannya yaitu amal Rasutullah Saw. (RIWAYAT TIRMIZI) 

20. Duduk tawarruk di duduk akhir (Seperti iftirasy juga, tetapi tapak kakinya yang kiri dikeluarkan ke sebelah kanan, dan pantatnya sampai ke tanah). Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw. (RIWAYAT BUKHARI)

21. Duduk istirahat (sebentar) sesudah sujud kedua sebelum berdiri. Beralasan kepada amal Rasulullah Saw. (RIWAYAT BUKHARI)

22. Bertumpu pada tanah tatkala hendak berdiri dari duduk. Keterangannya amal Rasulullah Saw. (RIWAYAT BUKHARI)

23. Memberi salam yang kedua, hendaklah menoleh ke sebelah kiri sampai pipi yang kiri itu kelihatan dan belakang.
Hadis Nabi “Dari Sa’id bin Abi Waqas. Ia berkata, “Saya lihat Nabi Saw. memberi salam ke kanan dan ke kiri sehingga kelihatan putih pipi beliau.” (RIWAYAT MUSLIM)

24. Ketika memberi salam hendaklah diniatkan memberi salam kepada yang di sebelah kanan dan kirinya, baik terhadap manusia maupun malaikat. Imam memberii salam kepada makmum, dan makmum berniat menjawab salam imam.

Saturday 10 October 2015

Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat

Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
1. Meninggalkan salah satu rukun atau sengaja memutuskan rukun sebelum sempurna, umpamanya melakukan i’tidal sebelum sempurna rukuk.

2. Meninggalkan salah satu syarat.
Misalnya berhadas, dan terkena najis yang tidak dimaafkan, baik pada badan ataupun pakaian, sedangkan najis itu tidak dapat dibuang ketika itu. Kalau najis itu dapat dibuang ketika itu juga, maka salatnya tidak batal. Serta terbuka aurat, sedangkan ketika itu tidak dapat ditutup. Kalau ketika itu juga dapat ditutup kembali, maka salat tidak batal.

3. Sengaja berbicara dengan kata-kata yang biasa ditujukan kepada manusia, sekalipun kata-kata tersebut bersangkutan dengan salat, kecuali jika lupa.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Rasulullah Saw berkata kepada Mu’awiyah bin Hakam, “Sesungguhnya salat itu tidak pantas disertai dengan percakapan manusia. Yang layak dalam salat ialah tasbih, takbir, dan membaca Qur’an.” (RIWAYAT MUSLIM DAN AHMAD)

Apabila orang yang sedang salat hendak memberitahukan suatu kejadian karena amat penting (darurat), misalnya memperingatkan imam, memperingatkan orang yang akan terjatuh, atau memberi izin kepada orang yang akan masuk ke rumahnya, hendaklah ia membaca tasbih (subhanallah) kalau laki-laki; dan kalau perempuan hendaklah bertepuk.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Sahi bin Sa’di, dari Nabi Saw., “Barang siapa yang terpaksa untuk rnemberitahukan suatu kejadian dalam salat, hendaklah ia membaca tasbih, dan hanya bertepuk tangan untuk perempuan.” RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Adapun mendeham-deham atau menunjuki bacaan imam apabila ia ragu-ragu atau lupa, tidaklah membatalkan salat.
Sabda Nabi : “Dari Ali k.w. ia berkata, “Saya diperbolehkan oleh Rasulullah Saw. datang kepada beliau, baik di waktu siang ataupun di waktu malam. Dan apabila saya datang kepada beliau di waktu beliau sedang salat, beliau mendeham-deham kepada saya (untuk mengizinkan saya).”(RIWAYAT AHMAD, IBNU MAJAH, DAN NASAI)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Nabi Saw. telah membaca sesuatu ketika salat, tetapi beliau ragu-ragu pada bacaan itu. Setelah salat beliau berkata kepada Umar, adakah engkau ikut salat tadi bersama dengan kami?’Jawab Umar, ‘Ya, saya ikut.’Rasulullah Saw berkata, ‘Mengapa tidak engkau tunjuki saya dalam bacaan tadi’?”(RIWAYAT ABU DAWUD)

4. Banyak bergerak.
Melakukan sesuatu dengan tidak ada perlunya (hajat), seperti bergerak tiga langkah atau memukul tiga kali berturut-turut. Karena orang yang dalam salat itu hanya disuruh mengerjakan yang berhubungan dengan salat saja, sedangkan pekerjaan yang lain hendaklah ditinggalkan.

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Fasuti. bahwa Rasulullah Saw telah bersabda, “Sesungguhnva dalam salat itu sudah ada pekerjaan yang tertentu (tidak layak ada pekerjaan yang lain)” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Adapun apabila ada hajat pada perbuatan yang lain, maka tidak ada halangan. Umpamanya salat sewaktu sangat takut dalam peperangan, atau melihat kalajengking atau ular akan menggigit, maka tidak ada halangan ia bergerak atau melangkah; begitu juga gerak yang sedikit, seperti menggerakkan jari atau lidah, karena yang demikian itu tidak mengubah rupa aturan salat;
“Rasululbih Saw menyuruh membunuh kalajengking dan ular ketika salat. (RIWAYAT ABU DAWUD DAN TIRMIZI)

5. Makan atau minum.
Keterangannya sebagaimana keterangan no. 4. Keadaan makan dan minum itu sangat berlawanan dengan keadaan salat.

Friday 9 October 2015

Halangan Yang Diperbolehkan Untuk Tidak Sahalat Berjamaah

Kita diperbolehkan meninggalkan salat berjamaah karena beberapa halangan berikut:
1. Karena hujan yang menyusahkan perjalanan ke tempat berjamaah.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Jabir, “Kami telah berjalan bersama-sama Rasulullah dalam perjalanan itu kami kehujanan. Rasulullah berkata, ‘Orang yang hendak  salat, salatlah di kendaraannya masing-masing.” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

2. Karena angin kencang.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Pada suatu malam yang dingin serta berangin badai, Nabi Saw. menyuruh seseorang supaya berseru, “Ketahuilah  Salatlah kamu di atas kendaraan kamu.” (RIWAYAT SYAFI’I)

3. Sakit yang menyusahkan berjalan ke tempat berjamaah.
Hadis : “Tatkala Rasulullah Saw sakit, beliau tinggalkan salat berjamaah beberapa hari. (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

4. Karena lapar dan haus, sedangkan makanan sudah tersedia. Begitu juga ketika sangat ingin buang air besar atau buang air kecil.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Aisyah. Rasulullah Saw. telah bersabda, “Jangan salat sewaktu makanan telah dihidangkan (di hadapannya) dan sewaktu orang yang bersangkutan menahan dua hajatnya (kencing dan buang air besar).” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

5. Karena baru memakan makanan yang berbau busuk, dan baunya sukar dihilangkan, seperti bawang, petai, jengko, dan sebagainya.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Barangsiapa makan bawang merah, bawang putih, atau kucai, maka ia jangan mendekati masjid.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

6. Ada sesuatu yang membawa masyaqat (kesulitan) untuk menjalankan salat berjamaah. Halangan tersebut ialah terhadap orang yang tidak mungkin berjamaah di rumahnya. Adapun orang yang dapat berjamaah di rumahnya, hendaklah ia berjamaah di rumahnya.

Halangan di sini maksudnya ialah orang yang berhalangan itu tidak berdosa meninggalkan berjamaah, sekalipun berjamaah itu wajib. Tidak makruh meninggalkan berjamaah sekalipun berjamaah itu sunat istimewa (sunat muakkad).

Thursday 8 October 2015

Hukum Dan Dalil Shalat Berjamaah

Apabila dua orang salat bersama-sama dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain, keduanya dinamakan salat berjamaah.

Orang yang diikuti (yang di hadapan) dinamakan imam, sedangkan yang mengikuti di belakang dinamakan makmum.
Firman Allah Swt.:
“Dan apabila katnu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dan mereka berdiri (salat) bersamamu.” (AN-NISA: 102)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda, “Kebaikan salat berjamaah melebihi salat sendirian sebanyak 27 derajat.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

“Sahabat Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa seorang tunanetra datang kepada Nabi Saw, lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak menemukan seseorang yang menuntunku ke masjid. “Maka Nabi Saw. memberikan kemurahan (dispensasi) kepadanya. Ketika ia berpaling Nabi Saw. memanggilnya, lalu bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan (azan) untuk salat?” Ia menjawab “Ya.” Nabi Saw bersabda, “Penuhilah seruannya.” (RIWAYAT MUSLIM)

“Dari Abu Hurairah. Nabi Saw. telah berkata, “Seandainya tidak ada perempuan-perempuan dan salat berjamaah di rumah, aku kerjakan salat Isya di masjid. Dan aku suruh pemuda-pemudaku untuk membakar rumah-rumah itu dengan segala isinya.”

Hukum salat berjamaah
Sebagian ulama mengatakan bahwa salat berjamaah itu adalah fardu‘ain (wajib‘ain), sebagian berpendapat bahwa salat berjamaah itu fardu kifayah, dan sebagian lagi berpendapat sunat muakkad (surat istimewa). Yang akhir inilah hukum yang lebih layak, kecuali bagi salat Jumat. Menurut kaidah persesuaian beberapa dalil dalam masalah ini, seperti yang telah disebutkan di atas, pengarang Nailul Autar berkata, “Pendapat yang seadil-adilnya dan lebih dekat kepada yang betul masalah salat berjamaah itu sunat muakkad.”

Bagi laki-laki, salat lima waktu berjamaah di masjid Iebih baik daripada salat berjamaah di rumah; kecuali salat sunat, maka di rumah lebih baik. Bagi perempuan, salat di rumah lebih baik karena hal itu lebih aman bagi mereka.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Hai manusia, salatlah kamu di rumah kamu masing-masing. Sesungguhnya sebaik-baik salat ialah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat lima waktu (maka di masjid lebih baik).” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Janganlah kamu melarang perempuan-perempuanmu ke masjid, walaupun rumah mereka (perempuan) lebih baik bagi mereka buat beribadat.” (RIWAYAT ABU DAWUD)

Catatan Penting :
1. Salat berjamaah, makin banyak dikerjakan makin baik.
“Dari Ubay bin Ka’ab. Ia berkata, “Rasulullah Saw. telah berkata ‘Salat seorang laki-laki beserta seorang laki-laki lebih banyak ganjarannya daripada ia salat seorang diri. Dan salat seorang laki-laki beserta dua orang laki-laki lebih banyak ganjarannya daripada ia salat bersama-sama dengan seorang laki-laki saja. Manakala jamaah lebih banyak, maka jamaah itu lebih dikasihi Allah’. (RIWAYAT AHMAD, ABU DAWUD DAN NASAI)

2. Masih mendapat kebaikan berjamaah bila makmum masih dapat mengikutinya sebelum imam memberi salam. Akan tetapi, makmum yang mengikuti dan mula-mula mendapat ganjaran lebih banyak daripada makmum yang mengikuti kemudian. 

3. Imam hendaklah merngankan salatnya, kecuali kalau makmumnya hanya terdiri atas kaum yang terbatas banyaknya dan mereka suka bila diperpanjang.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila salah seorang di antara kamu menjadi imam, hendaklah diringankan salatnya karena manusia itu ada yang tua, kecil, lemah, dan ada yang mempunyai keperluan lain. Apabila seseorang di antara kamu salat sendirian, maka bolehlah ia memanjangkan salatnya sekehendaknya.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Sunday 4 October 2015

Bacaan Zikir Sesudah Shalat Fardu

Seusai memberi salam pada setiap salat fardu, disunatkan membaca:
Hadis : “Saya minta ampun kepada Allah Yang Maha besar (3x). Ya Allah, sejahteralah Engkau dan dari Engkaulah kesjahteraan, Engkaulah yang kuasa memberi berkah yang banyak. Wahai Tuhanku, yang mempunyai sifat kemegahan dan kemuliaan.” (RIWAYAT MUSLIM)

Bacaan ini dibaca oleh Rasulullah Saw., menurut riwayat Muslim. 


“Ya Allah, tiada yang dapat menghalangi sesuatu yang Engkau berikan, tiada yang dapat memberi sesuatu yang Engkau halangi, tiada yang dapat menolak sesuatu yang telah Engkau pastikan, dan tiada bermanfaat kekayaan bagi yang mempunyai kekayaan, hanya dari Engkaulah kekayaan.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Lalu :


"Maha suci Allah (33x). Segala puji-pujian bagi Allah (33x), Allah Maha besar (33x), Tidak ada Tuhan melainkan Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah yang mernpunyai kekuasaan yang memerintahkan segala perintah, dan bagi-Nya segala puji-pujian dan ia berkuasa atas segala sesuatu.” (RIWAYAT MUSLIM)



Friday 2 October 2015

Kapan Batas Waktu Shalat Tarawih ?

Tanya : Bagaimana hukumnya bila shalat Isya’ dan dilanjutkan dengan tarawih pada saat hampir imsak dan bagaimana bila melakukan tarawih sudah mendengar shoal-shola, apakah diteruskan? Tolong dijelaskan batas waktu shalat tarawih yang paling akhir.

Jawab : Shalat adalah serangkaian perbuatan dan ucapan yang dimulai dengan takbirah al-ihram dan diakhiri dengan salam. Shalat ada yang wajib, ada yang sunah. Umat Islam hanya diwajibkan shalat lima kali sehari semalam. Selain itu, hukumnya sunah.

Shalat sunah banyak sekali jumlahnya, dan satu di antaranya shalat tarawih. Shalat tarawih hukumnya sunah muakkadah (sangat dianjurkan sekali). Dari segi bahasa, tarawih adalah bentuk jamak (plural) dari tarwih, yang artinya beristirahat. Dinamakan demikian, karena tarawih yang secara keseluruhan berjumlah 20 (dua puluh) rakaat, dalam setiap empat rakaat dipisah istirahat dengan duduk sebentar (jalsah yasirah), supaya tidak terlalu capek. Tarawih sering juga disebut qiyam ramadhan, karena hanya diperintahkan pada malam bulan Ramadhan.

Dari segi pelaksanaan, dua puluh rakaat merupakan jumlah maksimal, minimalnya dua rakaat. Jadi sah-sah saja shalat tarawih empat, delapan, dua belas rakaat dan seterusnya. Setiap dua rakaat diakhiri dengan salam.

Ucapan dan pekerjaan shalat tarawih tidak jauh berbeda dengan shalat-shalat lain. Perbedaannya, barangkali hanya pada niatnya. Karena niat memang harus disesuaikan dengan ibadah yang akan dilakukan (al-manwiy)

Tarawih hanya diperintahkan pada malam bulan Ramadhan, setelah shalat Isya’ sampai fajar. Tidak boleh shalat tarawih sebelum menunaikan shalat Isya’. Jadi, tarawih waktunya muwassa’ (longgar). Kita dipersilakan shalat kapan saja, awal, pertengahan, atau menjelang akhir, asalkan fajar belum terbit.

Bertarawih menjelang imsak atau setelah mendengar shola-shola, sudah barang tentu diperbolehkan.

Jika kita menemukan fakta, bahwa masyarakat selalu menyelenggarakan tarawih setelah shalat Isya’ pada awal waktu, sekitar pukul 19.00 WIB, hal itu semata-mata karena alasan praktis lebih mudahnya mengumpulkan masyarakat pada saat itu. Kalau diselenggarakan tengah malam, dapat dipastikan banyak yang tidak ikut, lantaran tidur atau sibuk menyiapkan makan sahur. Para shahabat pada zaman khalifah Umar Ibn Khaththab juga melakukan tarawih pada permulaan malam. Berdasarkan fakta sejarah ini, Dr. Wahbah Az-Zuhaili menyatakan, sebaiknya shalat tarawih dikerjakan pada awal waktu. (Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, II, 1091).

Begitu pula, jika kita menyaksikan mereka selalu mengerjakan secara berjamaah, hal itu tidak menafikan kenyataan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan secara munfarid (sendirian atau tidak berjamaah). Sehingga, apabila karena satu dan lain hal, kita tidak bisa mengikuti jamaah tarawih, tidak secara otomatis kesempatan bertarawih lantas hilang. Kita masih dapat mengerjakannnya sendirian pada waktu yang lain, misalnya setelah sahur, sesuai. dengan kesempatan dan kemungkinan yang ada. Jangan sampai shalat tarawih ditinggalkan, karena pahalanya besar, berdasarkan sabda Rasulllah:
Artinya: “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan, maka diampuni dosanya yang terdahulu.“ (HR. Bukhari)

Wednesday 16 September 2015

Syarat Azan Dan Iqamah Serta Yang Disunnahkannya

1. Orang yang menyerukan azan dan iqamah itu hendaklah orang yang sudah mumayiz (berakal, walaupun sedikit). 

2. Hendakah dilakukan sesudah masuk waktu salat, kecuali azan Subuh, boleh dikumandangkan sejak tengah malam.
Menurut hadis:
“Dari Jabir bin Sam urah. Ia bercerita, “Bilal azan apabila matahari telah tergelincir, tidak dikuranginya lafaz azan itu, kemudian ia belum iqamah (qamat) sehingga Nabi Saw keluar. Apabila beliau telah keluar, barulah Bilal iqamah, yaitu setelah melihat beliau.” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Mas’ud. Sesungguhnya Nabi Saw. telah bersabda, “Janganlah terhalang salah seorang kamu dari makan sahur karena azannya Bilal, sesungguhnya Bilal itu azan agar orang yang sedang beramal kembali beristirahat, dan orang yang tidur agar bangun bersiap-siap untuk salat’ (RIWAYAT JAMAAH KECUALI T1RMLZI)

3. Orang yang azan dan iqamah hendaklah orang Islam (muslimin). Orang kafir tidak boleh azan dan iqamah. 

4. Kalimat azan dan iqamah hendaklah berturut-turut, berarti tidak diselang dengan kalimat yang lain atau diselang dengan berhenti yang lama. 

5. Tertib, artinya kalimat-kalimatnya teratur, sebagaimana yang tersebut di atas.

Yang disunatkan dalam azan dan iqamah

1. Orang yang azan dan iqamah hendaklah menghadap ke kiblat. 

2. Hendaklah berdiri, karena dengan berdiri itu lebih pantas dalam arti pemberitahuan.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Hai Bilal, berdirilah, lalu azanlah untuk salat.” (RIWAYAT MUSLIM)

3. Hendaklah dilakukan di tempat yang tinggi, agar lebih jauh terderigar. 

4. Muazin hendaklah orang yang keras dan baik suaranya, agar lebih banyak menarik pendengar untuk datang ke tempat salat. Sabda Rasulullah Saw.:
“Rasulullah Saw telah berkata kepada Abdullah bin Zaid, ajarkanlah lafaz azan kepada Bilal, karena sesungguhnya suaranya lebih keras dan lebih baik daripada suaratnu.” RIWAYAT ABU DAWUD) 

5. Muadzin hendaklah suci dan hadas dan najis. 

6. Membaca salawat atas Nabi Saw. sesudah selesai azan, kemudian berdoa dengan doa ini:


“Ya Allah, Tuhan yang mempunyai seruan yang sempurna mi dan salat yang sedang didirikan mi, berilah Nabi Muhammad Saw derajat yang tinggi dan pangkat yang mulia, dan berilah dia kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya.” (RIWAYAT BUKHARI DAN lAIN- LAIN NYA)

7. Disunatkan membaca doa di antara azan dan iqamah.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Anas bin Malik. Ia berkata, “Rasulullah telah berkata, ‘Doa (permintaan) di antara azan dan iqamah tidak ditolak’.” (RIWAYAT AHMAD, ABU DAWUD DAN TIRMIZI)

Pendengar azan hendaklah turut pula menyebut dengan perlahan-lahan seperti kalimat azan yang diucapkan oleh muadzin, kecuali sewaktu muain menyebut kalimat:
“Hayya ‘alas-slah, hayya ‘alal-falah”
yang mendengar hendaklah membaca:
“La haula wala quwwata illa billa”.

Begitu juga yang mendengar iqamah, hendaklah turut membaca apa-apa yang dibaca oleh muazin, kecuali sewaktu ia membaca:
“Qad qomatis-salah,
Yang mendengar hendaklah membaca:
“Aqamahallahu wa adamaha”
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila kamu mendengar azan, hendaklah kamu berkata seperti yang dikatakan oleh muazin.”(RIWAYAT BUKHAR1 DAN MUSLIM). Pada riwayat Muslim dikatakan, kecuali sewaktu mendengar Hayya ‘alas-shalah. Hayya ‘alal-falah, maka yang mendengar hendaklah berkata la haula wala quwwata illa billah.” (RIWAYAT ABU DAWUD)

“Dari Syahar bin Husyab, “Sesungguhnya Bilal telah qamat (iqamah) tatkala ia mengucapkan qad qomatis-salah, Rasulullah Saw menyebut aqamahallahu wa addmaha.” (RIWAYAT ABU DAWUD)

Syarat Wajib Shalat

1. Islam.
Orang yang bukan Islam tidak diwajibkan salat, berarti ia tidak dituntut untuk mengerjakannya di dunia hingga ia masuk Islam, karena meskipun dikerjakannya, tetap tidak sah. Tetapi ia akan mendapat siksaan di akhirat karena tidak salat, sedangkan ia dapat mengerjakan salat dengan jalan masuk Islam terlebih dahulu. Begitulah seterusnya hukum-hukum furu’ terhadap orang yang tidak Islam. (baca juga : Syarat Sah Shalat) dan (baca juga : Rukun Shalat)
Firman Allah Swt.:
“Berada di dalam surga, mereka tanya-menanya tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, ‘Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?’ Mereka menjawab, ‘Karm dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin’.” (AL-MUDDASSIR: 40-44)

Apabila orang kafir masuk Islam, maka dia tidak diwajibkan mengqada salat sewaktu ia belum Islam, begitu juga puasa dan ibadat lainnya; tetapi amal kebaikannya sebelum Islam tetapakan mendapat ganjaran yang baik.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Islam itu menghapuskan segala kejahatan yang telah ada sebelum Islam (maksudnya yang dilakukan seseorang sebelum Islam).” (RIWAYAT MUSLIM)

“Beliau berkata kepada Hakim bin Huzam, “Engkau Islam atas amal kebaikanmu yang telah lain.” (RIWAYAT MUSLIM)

2. Suci dari haid (kotoran) dan nfas.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Beliau berkata kepada Fatimah binti Abi Hubaisy, “Apabila datang haid, tinggalkanlah salat.” (RIWAYAT BUKHARI)

Telah diterangkan bahwa nifas ialah kotoran yang berkumpul tertahan sewaktu perempuan hamil.

3. Berakal.
Orang yang tidak berakal tidak diwajibkan salat. 

4. Balig (dewasa).
Umur dewasa itu dapat diketahul melalui salah satu tanda berikut:
a. Cukup berumur lima belas tahun.
b. Keluar mani.
c. Mimpi bersetubuh.
d. Mulai keuar haid bagi perempuan.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Yang terlepas dari hukum ada tiga macam; (1) kanak-kanak hingga ia dewasa, (2) orang tidur hingga ia bangun, (3) orang gila hingga ia sembuh.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN IBNU MAJAH. HADIS INI SAHIH)

Orang tua atau wali wajib menyuruh anaknya salat apabila ia sudah berumur tujuh tahun. Apabila ia sudah berumur sepuluh tahun tetapi tidak salat, hendaklah dipukul.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Suruhlah olehmu anak-anak itu untuk salat apabila ia sudah berumur tujuh tahun. Apabila ia sudah berumur sepuluh tahun, hendaklah kamu pukul jika ia meninggalkan salat.” (RIWAYAT TIRMIZI)

5. Telah sampai dakwah (perintah Rasulullah Saw. kepadanya)
. Orang yang belum menerima perintah tidak dituntut dengan hukum.
Firman Allah Swt.:
“Agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutus_Nya rasul-rasul.” (AN-NISA: 165)

6. Melihat atau mendengar
Melihat atau mendengar menjadi syarat wajib mengerjakan salat walaupun pada suatu waktu untuk kesempatan mempelajari hukum-hukum syara’. Orang yang buta dan tuli sejak dilahirkan tidak dituntu dengan hukum karena tidak ada jalan baginya untuk belajar hukumh ukum syara 

7. Terjaga.
Maka orang yang tidur tidak wajib salat; begitu juga orang yang lupa.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Yangter lepas dari hukum ada tiga macam; (1) kanak-kanak hingga ia dewasa, (2) orang tidur hingga ia bangun, (3) orang gila hingga ia sembuh.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN IBNU MAJAH. HADIS INI SAHIH)

Peringatan….!!!
Apabila seseorang meninggalkan salat karena tidur atau lupa, maka Ia wajib salat apabila ia bangun atau ingat, dan Ia tidak berdosa. Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila seseorang tertidur dalam waktu salat atau lupa dari salat, hendaklah ia salat apabila ingat. Sesungguhnya Allah Azza Wajalla berfirman, ‘Kerjakanlah salat karena ingat kepada-Ku’.” RIWAYAT MUSLIM).

Yang mu’tamad (lebih kuat) ialah salat orang lupa atau tidur itu bukan qada, tetapi ada’an bagi keduanya, karena hadis tersebut (maka hendaklah ia salat apabila Ia telah ingat) mengandung pengertian bahwa waktu salat bagi keduanya ialah waktu ingat, dan waktu salat yang telah ditentukan bukan waktu bagi kedua-duanya.

Syarat Sah Shalat

1. Suci dari hadas besar dan hadas kecil
Yang dimaksud Hadas besar yaitu junub, haid, nifas dan baru melahirkan. Bersucinya dengan mandi. Hadas kecil yaitu tidak dalam keadaan berwudu. (baca juga : Rukun Sholat) dan (baca juga : Syarat Wajib Shalat)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Allah tidak menerirna salat seseorang di antara kamu apabila ia berhadas hingga ia berwudu.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Firman Allah Swt.:
“Jika kamu junub, maka mandilah.” (ALMA’IDAH: 6)

2. Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis.
Firman Allah Swt.:
“Dan bersihkanlah pakaianmu.”- (AL-MUDDA1R: 4)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Ketika orang Arab Badui kencing di dalam masjid, Rasulullah berkata, “Tuangi olehmu kencing itu dengan setimba air.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Najis yang sedikit atau yang sukar memeliharanya (menjaganya) -seperti nanah bisul, darah khitan, dan darah berpantik yang ada di tempatnya- diberi keringanan untuk dibawa salat. Kaidah: “Kesukaran itu membawa kemudahan.”

3. Menutup aurat.
Aurat ditutup dengan sesuatu yang dapat menghalangi terlihatnya warna kulit. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut, aurat perempuan seluruh badannya kecuali muka dan dua tapak tangan.
Firman Aflah Swt.:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid.” (AI-ARAF: 31)

Yang dimaksud dengan “pakaian” dalam ayat ini malah pakaian untuk salat. Sabda RasuluNah Saw.:
“Aurat laki-laki ialah antara pusat sampai dua lutut.” (RIWAYAT DARUQUTNI DAN BAIHAQI)

Firman Allah Swt.:
“Katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman, supaya mereka memejamkan mata mereka dari yang tidak halal, dan hendaklah mereka menjaga kehormatan mereka, janganlah mereka memperlihatkan perhiasan mereka selain dari yang biasa nyata kelihatan (sukar menutupnya), dan hendaklah mereka tutupkan kerudung (telekung) mereka ke kuduk dari dada mereka, dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, bapak mereka, mertua mereka, anak mereka, anak saudara mereka, saudara mereka, anak saudara mereka yang laki-laki atau perempuan, perempuan muslim, hamba yang mereka miliki, atau orang yang mengikutinya (pelayan) laki-laki yang tidak mempunyai syahwat (nafsu) kepada perempuan, atau kepada kanak-kanak yang belum bernafsu melihat aurat perempuan.” (AN-NUR: 31)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Aisyah. Bahwa Nabi Saw. telah berkata, ‘Allah tidak menerima salat perempuan yang telah balig (dewasa) melainkan dengan bertelekung (kerudung).” (RIWAYAT LIMA AHLI HADIS SELAIN NASAI)


“Dari Ummu Salamah. Sesungguhnya ia telah bertanya kepada Nabi Saw, “Bolehkah perempuan salat hanya memakai baju kurung dan kerudung (telekung) saja, tidak memakai kain?” Jawab Nabi Saw, “Boleh, kalau baju kurung itu panjang sampai menutupi kedua tumitnya.” (RIWAYAT ABU DAWUD)


4. Mengetahui masuknya waktu salat.

Di antara syarat sah salat ialah mengetahul bahwa waktu salat sudah tiba. Keterangannya telah tersebut dalam pasal yang menerangkan waktu salat. (baca : waktu sholat fardu)

5. Menghadap ke kiblat (ka’bah).
Selama dalam salat, wajib menghadap ke kiblat. Kalau salat berdiri atau salat duduk menghadapkan dada. Kalau salat berbaring, menghadap dengan dada dan muka. Kalau salat menelentang, hendaklah dua tapak kaki dan mukanya menghadap ke kiblat; kalau mungkin kepalanya diangkat dengan bantal atau sesuatu yang lain.
Firman Allah Swt.:
“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (AL-BAQARAH: 144)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Nabi Saw. berkata kepada Khallad bin Rafi “Apabila engkau hendak salat, sempurnakanlah wudumu, kemudian menghadaplah ke kiblat.” (RIWAYAT MUSLIM)

Tuesday 15 September 2015

Waktu Shalat Fardu Menurut Fikih Islam

Firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (AN-NISA : 103)

Salat yang fardu atau wajib dilaksanakan oleh tiap-tiap mukailaf (orang yang telah balig lagi berakal) ialah lima kali sehari semalam. Sabda Rasulullah Sa’w.:
“Telah difardukan Allah atas umatku pada malam Isra’ lima puluh salat. Maka senantiasa saya kembali ke hadirat Ilahi, dan saya minta keringanan sehingga dijadikan-Nya menjadi lima kali dalam sehari semalam “(SEPAKAT AHLI HADIS)

(baca juga : Syarat Sah Shalat)

1. Salat Lohor. Awal waktunya adalah setelah tergelincir matahari dari pertengahan langit. Akhir waktunya apabila bayang-bayang sesuatu telah sama dengan panjangnya, selain dari bayang-bayang yang ketika matahari menonggak (tepat di atas ubun-ubun). 

2. Salat Asar. Waktunya mulai dari habisnya waktu lohor, bayang-bayang sesuatu lebih daripada panjangnya selain dari bayang-bayang yang ketika matahari sedang menonggak, sampai terbenam matahari. 

3. Salat Magrib. Waktunya dari terbenam matahari sampai terbenamnya syafaq (teja) merah (Cahaya matahari yang terpancar di tepi langit sesudah terbenamnya. Ada dua macam, mula-mula merah, sesudah hilang yang merah ini datang cahaya putih kedua cahaya dinamakan “syafaq)

4. Salat Isya.
Waktunya mulai dan terbenam syafaq merah (sehabis waktu Magrib) sampai terbit fajar kedua (Cahaya matahari sewaktu akan terbit, bertebaran melintang di tepi langit sebelah timur)

5. Salat Subuh. Waktunya mulai dari terbit fajar kedua sampai terbit matahari.

Dalil waktu-waktu salat
Sabda Rasulullah Saw.:
“Saya telah djadikan imam oleh Jibril di Baitullah dua kali, maka Ia salat bersama saya; salat Lohor ketika tergelincir matahari, salat Ashar ketika bayang-bayang sesuatu menyamainya, salat Magrib ketika terbenam matahari, salat Isya ketika terbenam syafaq, dan salat Subuh ketika fajar bercahaya. Maka besoknya salat pulalah Ia bersama saya; salat Lohor ketika bayang-bayang sesuatu menyamainya, salat Asar ketika bayang-bayang sesuatu dua kali panjangnya, salat Magrib ketika orang puasa berbuka, salat Isya ketika sepertiga malam, dan salat Subuh ketika menguning cahaya pagi. Lalu Jibril berkata, ‘Inilah waktu salat nabi-nabi sebelum engkau, dan waktu salat ialah antara dua waktu.” (R1WAYAT ABU DAWUD DAN LAIN-LAINNYA)

“Waktu Lohor ialah apabila tergelincir matahari ke sebelah barat, selama belum datang waktu Asar.” (RIWAYAT MUSLIM)

“Ashar waktunya sebelum terbenam matahari.” (RIWAYAT MUSLIM)

“Magrib waktunya sebelum hilang syafaq.” (RIWAYAT MUSLIM)

“Tidur itu tidak sia-sia, tetapi sesungguhnya yang sia-sia ialah orang yang tidak salat hingga masuk pula waktu salat yang lain.” (RIWAYAT MUSLIM)

Pengertian hadist ini ialah, apabila habis waktu Lohor datanglah waktu Asar, dan seterusnya, kecuali antara salat Subuh dengan salat Lohor, karena ada dalil yang lain.
Sabda Rasulullah Saw :
“Waktu salat Subuh ialah dari terbit fajar selama belum terbit matahari.” (RIWAYAT MUSLIM)

Yang lebih baik hendaklah salat itu dikerjakan di awal waktunya, dan haram mengakhirkan (melalaikan) salat sampai habis waktunya, makruh tidur sesudah masuk waktu salat, sedangkan ia belum salat. Firman Allah Swt.:
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya.” (AL-MAUN: 4-5)

Rukun Dalam Shalat

1. Niat.
Arti nat ada dua :
a. Asal makna niat ialah “menyengaja” suatu perbuatan. Dengan adanya kesengajaan ini, perbuatan dinamakan ikhtiyari (kemauan sendiri, bukan dipaksa). (baca juga : Syarat Sah Shalat) dan (baca juga : Syarat Wajib Shalat)

b. Niat pada Syara’ (yang menjadi rukun salat dan ibadat yang lain), yaitu menyengaja suatu perbuatan karena mengikuti perintah Allah supaya diridhai-Nya. Inilah yang dinamakan ikhlas

Maka orang yang salat hendaklah sengaja mengerjakan salat karena mengikuti perintah Allah semata-mata agar mendapat keridaan-Nya; begitu juga ibadat yang lain.
Firman Allah Swt.:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” AL-BAYYINAH: 5)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Mazhab yang empat bersepakat bahwa niat pada salat lima waktu hukumnya wajib. Berarti niat itu harus ada pada salat lima waktu. Akan tetapi, mereka berbeda paham tentang apakah niat itu rukun atau syarat.

Golongan Syafi'i dan Maliki sepaham bahwa niat itu menjadi rukun pada salat lima waktu. Hanafiyah dan Hanabilah sepakat pula bahwa niat itu menjadi syarat pada salat lima waktu.

Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah beralasan dengan ayat dan hadis tersebut di atas, sedangkan Hanafiyah beralasan dengan ijma’ ulama, karena yang dimaksud dengan ibadat dalam ayat di atas menurut tafsiran mereka termasuk urusan tauhid (ketuhanan), bukan ibadat amaliyah seperti salat. Mereka menafsirkan hadis tersebut dengan mentaqdirkan awab (pahala). Oleh sebab itu, tafsir hadis tersebut menurut mereka adalah pahala amal yang bergantung pada niat.

Maka orang yang beramal dengan tidak berniat, amalnya sah hanya tidak mendapat pahala. Apakah arti sah kalau tidak mendapat pahala? Mereka menjawab, arti sah di sini ialah orang beramal tidak berniat, terlepas dari tuntutan walaupun ia tidak mendapat pahala.

Yang perlu dalam niat salat yang lima waktu ialah “sengaja mengerjakan salat” supaya berbeda dengan perbuatan yang lain, dan “menentukan salat yang dikerjakan”’ seperti Lohor, Asar, dan lain-lainnya; dan “menyengaja atau meniatkan bahwa salat itu fardu” salah satu contohnya adalah niat Lohor, yaitu; “sengaja aku salat fardu Lohor”; demikian juga yang lain.

2. Berdiri bagi orang yang kuasa.
Orang yang tidak kuasa berdiri, boleh salat sambil duduk; kalau tidak kuasa duduk, boleh berbaring; dan kalau tidak kuasa berbaring, boleh menelentang; kalau tidak kuasa juga demikian, salatlah sekuasanya, sekalipun dengan isyarat. Yang penting salat tidak boleh ditinggalkan selama iman masih ada. Orang yang di atas kendaraan, kalau takut jatuh atau takut mabuk, ia boleh salat sambil duduk. Juga ia boleh percaya akan nasihat tabib yang mahir.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Amran bin Husban berkata, “Saya berpenyakit bawasir, maka saya bertanya kepada Nabi Saw tentang salat. Beliau berkata, ‘Salatlah sambil berdiri; kalau tidak kuasa, salatlah sambil duduk; kalau tidak kuasa duduk, salat sambil berbaring” (RIWAYAT BUKHARI, DAN NASAl MENAMBARKAN. “Kalau tidak juga kuasa, salatlah sambil menelentang. Allah tidak memberati seorang melainkan sekuasanya.”)

Pada salat fardu diwajibkan berdiri karena berdiri adalah rukun salat. Tetapi pada salat sunat, berdiri itu tidak menjadi rukun.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Barang siapa salat sambil berdiri, mendapat ganjaran yang sempurna, barang siapa salat sambil duduk, mendapat seperdua ganjaran orang yang salat sambil berdiri; barang siapa salat sambil berbaring, mendapat ganjaran seperdua dari orang yang salat sambil duduk.” (RIWAYAT BUKHARI)

Ganjaran duduk dan berbaring itu kurang dari ganjaran berdiri, apabila dilakukan ketika mampu. Tetapi jika dilakukan karena berhalangan, ganjarannya tetap sempurna seperti salat berdiri.

3. Takbiratul ihram (membaca “Allahu Akbar”)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw masuk ke masjid, kemudian masuk pula seorang laki-laki, lalu dia mengerjakan salat. Sesudah salat, laki-laki itu datang kepada Nabi dan memberi salam. Nabi menjawab salam laki-laki itu. Kemudian beliau berkata. “Salatlah kembali, karena engkau belum salat.” Laki-laki itu lalu salat kembali seperti tadi, sesudah itu ia memberi salam kepada Nabi, dan Nabi berkata, “Salatlah kembali, karena engkau belurn salat.” Hal itu terjadi sampai tiga kali. Laki-laki itu lalu berkata, “Demi Tuhan yang telah mengutusmu membawa kebenaran, saya tidak dapat melakukan cara lain selain cara yang tadi. Sebab itu, ajarlah saya.”

Sabda Nabi, “Apabila engkau berdiri memulai salat, takbirlah, sesudah itu bacalah mana yang engkau dapat membacanya dari Al-Q ur’an, kemudian rukuklah sehingga ada turna’ninah (diam sebentar) dalam rukuk itu, dan bangkitlah sampai engkau berdiri lurus. Sesudah itu sujudlah sampai engkau diam pula sejenak dalam sujud itu, kemudian bangkitlah dan sujud sampai engkau diam pula sebentar dalam duduk itu, sesudah itu sujudlah kembali sampai engkau diam pula sebentar dalam sujud itu. Kerjakanlah seperti itu dalarn setiap salatmu.” -Sepakat ahli hadis dan pada riwayat Ibnu Majah disebutkan, “Kemudian bangkitlah sehingga engkau diam pula sejenak ketika berdiri itu.” (HADIS INI DISEBUT HADIS MUSIUS SALAH)

“Kunci salat itu wudu, permulaannya takbir, dan penghabisannya salam.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN TIRMIZI


4. Membaca surat Fatihah.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Tiadalah salat bagi seseorang yang tidak membaca surat Fatihah.” (RIWAYAT BUKHARI)

“Tidak sah salat bagi orang yang tidak membaca surat Fatihah.” (RIWAYAT DARUQUTNI)


“Bismillahir rahmnirrahim itu satu ayat daru surat Fatihah.” (RIWAYAT DARUQUTNI)

Imam Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, dan jumhurul ulama telah bersepakat bahwa membaca Al-Fatihah pada tiap-tiap rakaat salat itu wajib dan menjadi rukun salat, baik salat fardu ataupun salat sunat. Mereka beralasan kepada hadis-hadis tersebut di atas. Al-Hanafiyah berpendapat bahwa yang fardu dibaca ialah Al-Qur’an, tidak tertentu pada Al-Fatihah saja. Pendapat ini berdasarkan pada ayat Al-Qur’an.
Firman Allah Swt.:
“Bacalah apa yang mudah bagimu dan Al-Qur’n. (AL-MUZAMMIL : 20)

Pihak pertama menjawab tentang pendapat bahwa ayat tersebut mujmai (tidak jelas), surat atau ayat mana yang dimaksudkan mudah itu. Maka hadis-hadis tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mudah itu ialah AI-Fatihah.

5. Rukuk serta tuma’ninah (diam sebentar)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Kemudian rukuklah engkau hingga engkau diam sebentar untuk rukuk.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Adapun rukuk bagi orang yang salat berdiri sekurang-kurangnya adalah menunduk kira-kira dua tapak tangannya sampai ke lutut, sedangkan yang baiknya ialah betul-betul menunduk sampai datar (lurus) tulang punggung dengan lehernya (90 derajat) serta meletakkan dua tapak tangan ke lutut. Rukuk untuk orang yang salat duduk sekurang-kurangnya ialah sampai muka sejajar dengan lututnya, sedangkan yang baiknya yaitu muka sejajar dengan tempat sujud.

6. I’tidal serta tuma’ninah (diam sebentar)
Artinya berdiri tegak kembali seperti posisi ketika membacaAI-Fatihah. Sabda Rasulullah Saw.:
“Kemudian bangkitlah engkau sehingga berdiri tegak untuk i’tidal (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

7. Sujud dua kali serta tuma’ninah (diam sebentar)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Kemudian sujudlah engkau hingga diam sebentar untuk sujud, kemudian bangkitlah engkau hingga diam untuk duduk, kemudian sujudlah engkau hingga diam untuk sujud.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Sekurang-kurangnya sujud adalah meletakkan dahi ke tempat sujud. Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila engkau sujud, letakkanlah dahimu, dan janganlah engkau mencotok seperti cotok ayam.” (RIWAYAT IBNU HIBBAN DAN IA MENGESAHKAN)
Sebagian ulama mengatakan bahwa sujud itu wajib dilakukan dengan tujuh anggota, dahi, dua tapak tangan, dua lutut, dan ujung jari kedua kaki.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Saya disuruh supaya sujud dengan tujuh tulang, yaitu dahi, dua tapak tangan, dua lutut, dan ujung kedua kaki.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Sujud hendaknya dengan posisi menungkit, berarti pinggul lebih tinggi daripada kepala.

8. Duduk di antara dua sujud serta tuma’ninah (diam sebentar) Sabda Rasulullah Saw.:

“kemudian sujudlah engkau hingga diam untuk sujud, kemudian bangkitlah engkau hingga diam untuk duduk, kemudian sujud engkau hingga diam pula untuk sujud.”RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

9. Duduk akhir
Untuk tasyahud akhir, salawat atas Nabi Saw. dan atas keuarga beliau, keterangan yaitu amal Rasulullah Saw. (beliau selalu duduk ketika membaca tasyahud dan salawat).

10. Membaca tasyahud akhir

Lafaz tasyahud : 


 Artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud. Rasulullah Saw berkata, ‘Apabila salah seorang di antara kamu salat, hendaklah ia membaca tasyahud: ‘Segala kehormatan, segala doa, dan ucapan-ucapan yang baik kepunyaan Allah. Mudah-mudahan turunlah sejahtera atasmu hai Nabi, dan begitu juga rahmat Allah dan karunia-Nya. Mudah-mudahan dilimpahkan pula sejahtera atas kita sekalian dan atas hamba Allah yang saleh-saleh (baik-baik). Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang sebenar-benarnya melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu hamba dan utusan-Nya’.” Sambungan hadis “Kemudian hendaklah ia memilih doa yang dikehendakinya.” RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Ada lafaz lain yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud, dan lbnu Abbas, yaitu:


11. Membaca salawat atas Nabi Muhammad Saw.
Waktu membacanya ialah ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir. Adapun salawat atas keluarga beliau menurut Syafi’i tidak wajib melainkan hanya sunat.
Lafaz salawat : 


Artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud. Rasulullah Saw. telah datang kepada kami, maka Basyir berkata kepada beliau, “Allah telah menyuruh kami supaya membacakan salawat atas engkau?” Bagaimanakah cara kami membaca salawat atas engkau? Beliau menjawab, “Katakanlah olehmu, ‘Ya Tuhanku, berilah rahmat atas Nabi Muhammad dan atas keluarganya sebagaimana Engkau telah memberi rahmat atas keluarga Nabi Ibrahim, dan berilah karunia atas Nabi Muhammad dan atas keluarga beliau sebagaimana Engkau telah memberi karunia atas keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkaulah Yang Amat Terpuji dan Amat Mulia’.” (RIWAYAT AHMAD, MUSLIM, NASAI DAN TIRMIZI)

Sekurangkurangnya membaca salawat seperti berikut:  


“Ya Tuhanku, berilah rahmat atas Muhammad dan keluarganya.”

Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca salawat ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir tidaklah wajib. Hadis tersebut tidak memberikan ketentuan apakah salawat itu dibaca dalam salat dan sesudah tasyahud akhir, yang dapat disimpulkan dari hadis tersebut hanya membaca salawat di luar salat. Yang berpendapat wajib dibaca dalam salat sesudah membaca tasyahud akhir mengemukakan alasan bahwa pertanyaan dalam hadis tersebut menurut riwayat lain adalah pertanyaan mengenai cara membaca salawat dalam salat.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Allah telah menyuruh kami supaya membaca salawat atas engkau. Maka bagaimanakah cara kami membaca salawat atasmu. Kapan kami membaca salawat atasmu dalam salat kami?” Rasulullah Saw menjawab, “Katakanlah olehmu Allahumma... dan seterusnya seperti yang tersebut dalam hadis pertama tadi.” (RIWAYAT IBNU KHUZAIMAH DARUQUTNI, DAN IBNU HIBBAN)

Dengan riwayat ini maka jelaslah bahwa yang dipersoalkan ialah membaca salawat dalam salat.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ibnu Mas’ud, dan Nabi Saw, ‘”Apabila salah seorang di antara kamu telah membaca tasyahud dalam salat, hendaklah ia membaca Allahumma salli ... (salawat) sampai akhir.” (RIWAYAT BAIHAQI DAN HAKIM)

12. Memberi salam yang pertana (ke kanan)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Permulaan salat itu takbir dan penghabisannya salam.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN TIRMIZI)

“Rasulullah Saw memberi salam hanya sekali pada salat witir. (RIWAYAT IBNU HIBBAN)

Lafaz salam yang sempurna, yaitu:
“Assalamu‘alaikum warahmatulla” yang artinya “Mudah-mudahan selamatlah kamu dengan rahmat dan berkah Allah. (RIWAYAT ABU DAWUD DAN IBNU HIBBAN)

Sekurang-kurangnya mengucapkan:
“Assalamu‘alaikum” yang artinya “Mudah-mudahan kesejahteraan bagi kamu.”

Sebagian ulama berpendapat bahwa memberi salam itu wajib dua kali, ke kanan dan ke kiri. Mereka mengambil alasan hadis berikut:
“Dari Ibnu Mas’ud. Sesungguhnya Nabi Saw. memberi salam ke kanan dan ke kiri. Beliau mengucapkan, ‘Assalamu‘alaikum warahmatullah. Assalamu‘alaikurn Warahmatullah.” sehingga kelihatan putih pipi beliau. (RIWAYAT LIMA AHLI HADIS DAN DISAHKAN OLEH TIRMIZI)

Ulama yang pertama menjawab bahwa salam kedua yang tersebut dalam hadis ini sunat, bukan wajib. Dengan demikian, kedua hadis yang seolah-olah berlawanan itu dapat dipergunakan bersama-sama.

13. Menertibkan rukun
Artinya meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya masing-masing menurut susunan yang telah disebutkan di atas.
Sabda Rasutullah Saw.:
“Salatlah kamu sebagaimana kamu lihat saya salat.” (RIWAYAT BUKHARI).

Memahami Shalat Dan Yang Disunnahkan Sebelum Shalat

Asal makna salat menurut bahasa Arab ialah “doa”, tetapi yang dimaksud di sini ialah “ibadat yang tersusun dari beberapa perikataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan.
Firman Allah Swt.:
“Dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dan (perb uatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (AL-ANKABUT: 45)

Salat fardu (salat lima waktu)
Salat yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang yang dewasa dan berakal ialah lima kali sehari semalam. Mula-mula turunnya perintah wajib salat itu ialah pada malam isra setahun sebelum tahun Hijriah. Hal itu akan dijelaskan satu per satu berikut ini.

Yang sunat dilakukan sebelum salat
1. Azan

Asal makna azan ialah “memberitahukan’ Yang dimaksud di sini ialah “memberitahukan bahwa waktu salat telah tiba dengan lafaz yang ditentukan oleh syara” Dalam lafaz azan itu terdapat pengertian yang mengandung beberapa maksud penting, yaitu sebagal akidah, seperti adanya Allah yang Maha besar bersifat Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya; serta menerangkan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang cerdik dan bijaksana untuk menerima wahyu dari Allah. (baca juga : Syarat Adzan Dan Iqomah)

Sesudah kita bersaksi, bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad Utusan-Nya, kita diajak menaati perintah-Nya, yakni mengerjakan salat, kemudian diajaknya pula pada kemenangan dunia dan akhirat. Akhirnya disudah, dengan kalimat tauhid.

Azan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu salat telah tiba dan menyerukan untuk melakukan salat berjamaah. Selain itu untuk mensyiar agama Islam di muka umum.
Firman Allah Swt.:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada han Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah (salat) dan tinggalkanlah jual beli. Yang deinikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (AL-JUMUKH: 9)

Lafaz azan : 
 
Kalau azan salat Subuh, sesudah “Hayya alal falah” ditambah dengan “Assalatu khairum minan-naum” (2x).

Artinya : Allah Mahabesar (4 x), aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya patut disembah melainkan Allah (2 x), aku bersaksi bahw Nabi Muhammad utusan Allah (2 x), marilah salat (2 x), marilah’ menuju kebahagiaan selama-lamanya (2 x), Allah Maha besar (2 x), tidak ada Tuhan yang sebenarnya patut disembah melainkan Allah.

Arti tambahan azan Subuh: “Salat itu lebih baik daripada tidur.” (RIWAYAT MUSLIM DAN NASAl).

2. Iqamah
Yaitu memberitahukan kepada hadirin supaya siap berdiri untuk salat, dengan lafaz yang ditentukan oleh syara.

Lafaz iqamah:
 
Artinya : Allah Maha besar (2 x), aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya patut disembah melainkan Allah, aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, marilah salat, marilah menuju kebahagiaan selama-lamanya, sesungguhnya salat telah didirikan (2 x), Allah Maha besar (2 x), tidak ada Tuhan yang sebenarnya patut disembah melainkan Allah. (RIWAYAT AHMAD DAN ABU DAWUD)

Azan dan iqamah hukumnya sunat menurut pendapat kebanyakan ulama. Tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa azan dan iqamah itu adalah fardu kifayah karena keduanya menjadi syiar Islam.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Malik bin Huwairi. Sesungguhnya Rasulullah Saw telah bersabda, “Apabila datang waktu salat, hendaklah azan salah seorang di antara kamu, dan hendaklah yang tertua di antara kamu menjadi imam.” (RIWAYAT BUKHAR1 DAN MUSLIM)

Azan dan iqamah hanya disyariatkan untuk salat fardu (salat lima waktu) saja, baik salat berjamaah maupun salat sendiri.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila engkau sedang mengurus kambing atau di tengah padang, maka azanlah untuk (menyerukan) salat, dan keraskan suaramu dengan seruan itu. Karena sesungguhnya ini, manusia, dan apa pun yang mendengar selama suara orang azan itu, pada hari kiamat nanti akan menjadi saksi baginya.” (RIWAYAT BUKHARI)

Adapun untuk salat-salat sunat -seperti salat jenazah, salat nazar, dan sebagainya- tidak disunatkan azan dan iqamah. Hanya bagi salat-salat tersebutkalau dilakukan dengan berjamaah disyariatkan hendaklah diserukan “assalatal jami’ah” (marilah salat jamaah). 

Iqamah perempuan

Bagi jamaah perempuan, menurut kata yang masyhur dalam mazhab Syafil, disunatkan iqamah saja; azan tidak disunatkan karena azan itu diucapkan dengan suara nyaring (keras). Hal itu tidak layak bagi perempuan, sebab dikhawatirkan akan menjadi fitnah bagi pendengar.

Azan dan iqainah untuk anak yang baru lahir
Disunatkan azan pada telinga kanan-anak yang baru lahir, dan iqamah pada telinganya yang kiri.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Barangsiapa yang lahir anaknya, maka azanlah pada telinga kanannya dan iqamahlah pada telinga kirinya, maka anak itu tidak dimudaratkan oleh jin (tidak kena penyakit kanak-kanak)’ (DIRIWAYATKAN DALAM KITAB IBNU SUNNI DARI HASAN BIN AUF)

Faedahnya, supaya kalimat yang mula-mula didengrnya sewaktu ia lahir didunia ini ialah kalimat tauhid. Demikian juga sewaktu ia akan meninggal dunia, hendaklah diajarkan dan diperingatkan dengan kalimat itu.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Ajarilah orang yang hampir mati dengan kalimat “La Ilaha Illallah”. Tidak ada Tuhan yang sebenarnya patut disembah melainkan Allah.” (RIWAYAT MUSLIM DAN YANG LAINNYA)

3. Membatasi tempat salat
Di antara beberapa hal yang dilakukan sebelum salat ialah membatasi tempat salat dengan dinding, dengan tongkat, dengan menghamparkan sajadah (tikar untuk salat) atau dengan garis, supaya orang tidak lewat di depan orang yang sedang salat, sebab lewat di depan orang salat itu hukumnya haram.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Kalau orang yang lewat di depan orang salat mengetahui dosa yang akan didapatinya, tentu lebih baik ia berbenti (menanti) empat puluh tahun daripada lewat di depan orang salat.“ (SEPAKAT AHLI HADIS)

“Apabila seseorang salat menghadap sesuatu yang membatasinya dari manusia, kemudian ada orang hendak lewat di depannya hendaklah dicegahnya orang itu. Jika orang itu tidak menghiraukan, hendaklah dibunuhnya; sesungguhnya dia adalah setan. (SEPAKAT AHLI HADIS)

Tabir Wanita