Wednesday, 5 October 2016

Wanita Sedang Haid Apakah Boleh Membawa Al-Quran Menurut Fikih Islam ?

wanita membawa al quran
Tanya : Apakah pada saat sedang menstruasi seorang wanita diperbolehkan memegang Al-Quran, dan terjemahannya ataupun masuk ke dalam masjid ? (Sarah, Semarang) 

Jawab : Dalam kitab-kitab fikih sering disebutkan darah haid atau menstruasi adalah damu jibillatin (darah watak), artinya darah yang akan dikeluarkan oleh seorang wanita pada umumnya ketika sudah sampai masanya. Rasulullah Saw. pernah bersabda berkaitan dengan hal ini :
Artinya : “Ini adalah sesuatu yang telah digariskan Allah kepada anak-anak perempuan Adam.” (HR Bukhari Muslim)

Ketika sedang menstruasi, berarti seseorang dalam keadaan menanggung hadas besar. Oleh karena itu pada waktu seseorang telah selesai keluar darahnya (suci) maka juga diwajibkan untuk mandi besar (Jinabah) untuk menghilangkan hadas tersebut. 

Orang yang sedang menstruasi tidak diperbolehkan (haram) melakukan beberapa hal, antara lain :
1). shalat, seperti sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim berikut :
Artinya : “Jika kamu mengalami haid berhentilah salat, dan apabila haidmu selesai bersihkanlah darahmu (mandilah), lalu salatlah.” (HR. Bukhari)

2). Membaca Al-Quran dengan niat membacanya. Nabi besabda :
Artinya : “Tdak boleh bagi orang junub dan orang haid, membaca sesuatu dari Al-Quran.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibn Majah) 

Tetapi apabila orang yang sedang junub atau menstruasi membaca Al-Quran dengan maksud untuk berdzikir dan bukan semata-mata membacanya, maka hukumnya boleh. Seperti misalnya ketika akan naik kendaraan membaca ayat : 


Atau ketika tertimpa musibah membaca :


3). Menyentuh dan membawa Al-Quran. Allah berfirman dalam surat Al-Waqi’ah, 79 sebagai berikut :
Artinya: “Tidak diperbolehkan memegangAl-Quran kecuali bagi mereka yang suci. “(QS. Al-Waqi’ah : 79) 

4). Al-Muktsu (diam) di dalam masjid. Nabi bersabda :
Artinya : “Saya tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan tidak pula bagi orang yang sedang junub.” (HR. Abu Dawud) 

Sedangkan apabila hanya lewat di dalam masjid, hukumnya boleh tetapi itu pun kalau haid atau orang yang sedang menstruasi tidak khawatir akan tercecernya darah haid di dalam masjid. Tetapi kalau khawatir akan tercecernya darah, maka hukumnya tidak boleh (haram), karena darah termasuk najis sedangkan mengotori masjid dengan najis adalah haram. 

5). Thawaf dan Puasa, baik itu puasa wajib atau puasa sunnah. Nabi bersabda :
Artinya : “Adakah tidak benar, apabila perempuan haid itu tidak shalat dan tidak puasa.” (HR. Bukhari) 

6). Bersenggama. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah, 222 :
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, Haid itu adalah kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci. maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. “(QS. Al-Baqarah: 222)

Sedangkan untuk terjemahan Al-Quran, dalam kasus ini kitab Nihayatu Az-Zain, karanya Abi Abdi Al-Mu’thi Muhammad bin ‘Umar bin Ali Nawawi menjelaskan bahwasanya terjemahan Al-Quran tidak termasuk tafsir Al-Quran yang diperbolehkan untuk menyentuhhnya. Itu pun jika jumlah tafsirnya lebih banyak daripada Al-Quran. Tetapi apabila tafsir yang ada di dalamnya sama atau bahkan lebih sedikit daripada kandungan Al-Quran maka hukumnya sama dengan Al-Quran. Artinya tetap tidak boleh untuk menyentuhnya. 

Oleh karena itu menyentuh atau membawa terjemahan Al-Quran tetap tidak diperbolehkan bagi orang yang sedang menstruasi maupun orang yang sedang menanggung hadas.

Menyelami Makna Ucapan Khadijah ra. (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Alangkah baiknya kalau kita berhenti sejenak untuk menyelami makna ucapan Khadijah ra. Kata-kata yang amat mencerahkan, yang mengandung kebenaran, keteguhan hati, dan keyakinan yang menyucikan pendiriannya. Seakan-akan Khadijah ingin mengatakan kepada Rasulullah saw., “Wahai Abul Qasim, engkau makhluk yang paling sempurna. Engkau tidak akan ditimpa oleh sesuatu yang engkau takutkan berupa kelemahan dan ketidakmampuan mengemban tugas yang diberikan oleh Allah swt. Tugas itu merupakan kemuliaan dari-Nya untuk engkau, yaitu risalah kenabian.


Wahai Abul Qasirn, engkau pasti sanggup mengemban kewajiban menyampaikan perintah ilahi, karena Allah swt. telah memilih engkau untuk mengemban tugas tersebut. Tentu Allah Maha Mengetahui kepada siapa Ia memberikan amanah risalahnya. 

Wahai Abul Qasim, Allah swt. telah menciptakan engkau dalam bentuk yang paling utama dibandingkan seluruh makhluk-Nya. Maka, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, tidak akan membuat hatimu sedih dengan kejadian-kejadian yang engkau takutkan. Karena, pada dirimu terhimpun berbagai macam sifat yang mulia, akhlak yang terpuji, keutamaan yang diridhai, kemuliaan yang luhur, dan keluhuran yang mulia. 

Semua itu adalah jaminan kemenangan untukmu dan akan mewujudkan bagimu kebahagiaan, kebaikan, dan keberhasilan. Berbagai keinginanmu akan terwujud, risalahmu akan tersampaikan, dan engkau akan menjadi kenangan yang kekal abadi. Dalam dirimu terdapat sifat-sifat yang terpuji yang membuatmu dikenang selamanya.” 

Kalimat pertama yang diucapkan oleh Khadijah kepada Rasulullah saw. adalah, “Wahai Abul Qasim, engkau senang menyambungkan silaturahmi. Engkau suka mendekatkan yang jauh, membersihkan berbagai rasa dengki, menanamkan kelembutan kasih sayang. Semua keutmaan itu memperkuat jalinan kasih antara karib kerabat dan menghimpun seluruh hati dalam kesucian dan rasa sayang. Silaturahmi adalah sumber utama dari akhlak yang mulia yang merupakan salah satu kepribadianmu.” 

Sedangkan kalinat kedua yang diucapkan oleh Khadijah kepada Rasulullah saw adalah, “Engkau selalu berbicara jujur”. Khadijah ingin menyamkan kepada beliau : “Engkau adalah orang yang amat jujur dan tepercaya. Kejujuran dalam ucapan merupakan salah satu kepribadianmu. Setiap kali engkau mengatakan sesuatu, seluruh makhluk hidup yang ada di sekelilingmu akan mengatakan, “Engkau jujur wahai Abul Qasim”. Bahkan, meski kaummu herada dalam kenistaan dan kehinaan budi pekerti mereka, mereka menjulukimu dengan “Al-Amin”, orang yang tepercaya. Mereka dengan terang- terangan mengatakan demikian karena mereka mengakui bahwa engkau memang memiliki sifat terpuji tersebut, yaitu jujur dalam perkataan. Mereka menjadi saksi atas hal tersebur sehingga mereka berkata, “Kami tidak pernah mendapatimu berbohong.” 

Kalimat ketiga yang diucapkan oleh Kbadijah kepada Rasulullah saw. Adalah : “Engkau suka menanggung beban.” 

Maksudnya : “Engkau menanggung beban kaum papa yang tidak sanggup menghadapi kesulitan bidup. Jiwamu yang mulia dan hatimu pengasih tidak rela melihat kaum dhuafa yang mengalami kesulitan hidup sehingga engkau berusaha untuk berbuat baik untuk mereka agar hatimu merasa tenang dan jiwamu merasa lebih hidup.” 

Kemudian, kalimat keempat yang diucapkan oleh Khadijah kepada Rasulullah saw adalah : “Engkau berusaha membantu orang yang tak punya”. Maksudnya : “Engkau, wahai Abul Qasim, selalu berusaha membantu orang yang tak punya dengan kedermawanan yang engkau miliki. Engkau selalu mendahulukan kepentingan orang lain. Allah telah menjadikan engkau makhluk yang paling dermawan, bahkan engkau lebih pemurah daripada angin yang berembus.” 

Imarn Al-Qasthalani ra. menyatakan dalam kitabnya A1-Mawahib AI-Laduniyah bil-minah Al-Muhammadiyah : “Semua kedermawanan Rasulullah saw. itu hanya untuk Allah, demi mendapatkan ridha-Nya. Beliau terkadang memberikan hartanya kepada fakir miskin dan orang yang membutuhkan. Terkadang digunakan untuk berjuang di jalan Allah. Terkadang untuk membiayai orang yang ditundukkan hatinya oleh Allah untuk menerima Islam. 

Beliau lebih mementingkan orang lain daripada dirinya dan keluarganya sehingga seringkali pemberian beliau jauh lebih besar daripada pemberian seorang raja sekalipun. Bahkan, konon raja setara Kisra dan Kaisar pun tidak pernah bisa memberikan sebanyak itu. Sementara beliau sendiri hidup dalam kesederhanaan, bahkan seringkali kekurangan sehingga dapur di rumah beliau pernah tidak menyala selama satu sampai dua bulan. Beliau sendiri juga pernah mengikat batu di perutnya untuk menahan rasa lapar yang sangat.” 

Adapun kalimat kelima yang diucapkan oleh Khadijah kepada Rasulullah saw. Adalah : “Engkau memuliakan tamu”. Khadijah ra. ingin mengatakan, “Sesungguhnya, engkau wahai Abul Qasim, tidak akan pernah dihinakan oleh Allah selamanya.” 

Sikap memuliakan tamu merupakan sifat kemanusiaan yang paling utama. Dalam sikap tersebut terdapat pengaruh yang kuat terhadap upaya menarik hati, terutama di lingkungan tempat beliau hidup; lingkungan yang sangat membutuhkan berbagai fasilitas kehidupan di tengah gersangnya padang pasir, luasnya pegunungan dan lembah. 

Kalimat keenam yang diucapkan oleh Khadijah kepada Rasulullah saw. Adalah : “Engkau menolong penegak kebenaran”. Dengan kalimat tersebut Khadijah ra. ingin mengatakan, “Wahai Abul Qasirn, di antara kepribadianmu adalah engkau senang menolong penegak kebenaran.” 

Sungguh, itu  merupakan kepribadian yang khusus dijadikan oleh Allah untukmu. Menolong penegak kebenaran adalah kepribadian yang paling utama dan akhlak yang paling mulia. Sikap itu merupakan gabungan berbagai macam kebaikan dan sumber segala keutamaan. 

Mengenai sikap Khadijah yang luar biasa ini, Bintusy- Syati’ (Aisyah Abdurrahman) mengatakan, “Adakah wanita selain Khadijah yang mempersiapkan untuk Rasulullah saw. suasana yang kondusif untuk melakukan perenungan dan mengorbankan jiwa raganya untuk membantu meneguhkan hati beliau dalam rangka menerima risalah dari langit?” Apakah istri-istri beliau yang lain juga akan menyambut panggilan beliau yang amat bersejarah dari Gua Hira sebagaimana halnya Khadijah menyambut beliau. Menyambut dengan penuh kelembutan, kasih sayang, dan keimanan, tanpa ada keraguan sedikitpun dalam hatinya. Tidak ada keraguan untuk tidak mempercayainya serta tidak pernah terpikir olehnya bahwa Allah akan menghinakan Rasulullah saw. selamanya? 

Apakah seorang bangsawan selain Khadijah, yang kaya raya dan terpandang di kaumnya, akan merasa rela dan mau herdiri di sisi Rasulullah saw. untuk menghadapi cobaan terberat sepanjang sejarah; untuk menolongnya menghadapi berbagai macam gangguan dan tekanan, di jalan yang diyakininya hahwa itu adalah jalan kebenaran? 

Tidak, hanya dialah yang diberi oleh Allah kemampuan untuk mengisi kehidupan seorang manusia yang dijanjikan mendapat derajat kenabian. Dia adalah orang yang pertama kali masuk Islam dan Allah telah menjadikannya sebagai tempat berlabuhnya hati Rasulullah saw. sekaligus menjadi pendukung beliau yang paling setia. 

Biografi selanjutnya bisa dibaca pada posting yang berjudul : Hati Yang Pertama Kali Tunduk Kepada Islam

Tegar Berdiri Menghadapi Badai (Biografi Khadijah ra.)

Biografi Khadijah ra.
Diriwayatkai dari Aisyah ra., dia berkata, “Wahyu yang pertama turun kepada Rasulullah saw. adalah mimpi yang baik di dalam tidur. Beliau tidak pernah hermimpi, melainkan akan menjadi kenyataan seperti merekahnya cahava subuh. Kemudian, beliau gemar menyendiri. Beliau sering menyendiri di Gua Hira. Beliau beribadah di sana, yakni beribadah beberapa malam sebelum rindu kepada keluarga beliau. dan menganibil bekal untuk itu. 

Kemudian, beliau pulang kepada Khadijah. Beliau mengambil bekal seperti biasanya sehingga datanglah kepadanva kebenaran. Ketika beliau ada di Gua Hira, datanglah Malaikat Jibiil seraya berkata, “Bacalah”. Beliau berkata, “Sungguh, aku tidak dapat membaca”. 


Ia mengambil dan mendekapku sehingga aku lelah. Kemudian ia melepaskanku, lalu ia berkata, “Bacalah” Aku berkata, “Sungguh, aku tidak dapat membaca”. 

Ia mengambil dan mendekapku untuk kedua kalinya, kemudian ia melepaskanku, lalu ia berkata, “Bacalah”. Maka, aku berkata, “Sungguh, aku tidak bisa membaca”. Lalu ia mengambil dan mendekapku untuk yang ketiga kalinya, kemudian ia melepaskanku. Lalu ia membacakan, 

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalain. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. 

Lalu, Rasulullah saw. pulang dengan membawa ayat itu dengan perasaan hati yang goncang dan tubuh gemetar. Beliau masuk menemui Khadijah binti Khuwailid, lalu beliau bersabda, “Selimuti aku! Selimuti aku.” 

Maka, Khadijah menyelimuti beliau sehingga keterkejutan beliau hilang. Beliau bersabda dan menceritakan kisah itu kepada Khadijah, “Sungguh aku takut kepada diriku.” 

Khadijah berkata kepada beliau, “Jangan takut, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menyusahkan engkau selamanya. Sesungguhnya, engkau suka menyambung persaudaraan, berkata benar, menanggung beban dan berusaha membantu orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan menolong orang yang menegakkan kebenaran.” 

Imam An-Nawawi ra. menjelaskan, “Para ulama ra. berkata, Arti ucapan Khadijah ra. adalah “engkau tidak akan ditimpa oleh sesuatu yang buruk karena Allah telah menjadikan pada dirimu akhlak yang mulia dan sifat yang luhur”, lalu dia menyebutkan beberapa contoh dari kemuliaan akhlak beliau. 

Dalam hal ini ada petunjuk bahwa kemuliaan akhlak dan keluhuran budi dapat menjadi sebab selamatnya seseorang dari kejahatan. Di sini juga berarti sebagai sebuah pujian terhadap seseorang di hadapannya dalam kondisi tertentu untuk kemaslahatan. Atau, untuk menenangkan orang yang sedang ketakutan oleh sesuatu dan memberitahunya kabar gembira serta hal-hal yang dapat menjadikannya selamat. Ucapan tersebut, juga merupakan bukti paling nyata tentang 

kehebatan Khadijab ra., kekuatan pikirannya, ketetapan hatinya, dan kepandaiannya dalam memahami sesuatu. 

Kemudian Khadijah membawa beliau pergi kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai. Dia adalah anak paman Khadijah; seorang pemeluk agama Nasrani pada zaman Jahiliah. Ia dapat menulis tulisan Ibrani, dan ia menulis injil dengan bahasa Ibrani akan apa yang dikehendaki Allah untuk ditulisnya. Ia seorang yang sudah sangat tua dan tunanetra. Khadijah berkata, “Wahai putra pamanku, dengarkanlah putra saudaramu.” 

Lalu Waraqah berkata kepada beliau, “Wahai putra saudaraku, apakah yang engkau lihat?” 

Rasulullah saw. menceritakan kepadanya tentang apa yang beliau lihat. Lalu Waraqah berkata kepada beliau, “ini adalah wahyu yang diturunkan Allah kepada Musa! Wahai, sekiranya aku masih muda! Sekiranya aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu....” 

Rasulullah saw. bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” 

Waraqah menjawab, “Belum pernah datang seorang laki-laki yang membawa seperti apa yang engkau bawa, kecuali ia disakiti atau diganggu. Jika aku masih hidup di masamu, maka aku akan menolongmu dengan pertolongan yang tangguh.” 

Tidak lama kemudian Waraqah meninggal dan wahyu pun bersela. 

Seolah-olah 40 tahun yang telah dilewati oleh beliau merupakan satu hari, sementara permulaan wahyu menjadi permilaan hari yang baru. Dari sana akal yang sensitive dan suka mencari kebenaran akan mencium cahaya kebenaran. Sedangkan dada yang sempit dan terbebani oleh rasa putus asa akan mmiliki harapan yang lapang dan loncatan ke depan yang jauh. Sesungguhnya, hal tersebut merupakan fase kenabian. 

Alangkah indahnya keutamaan yang datang ini. Alangkah agungnya apa yang dihadapi oleh Muhammad saw. 

Karena itulah, Rasulullah saw. segera menyadari hal tersebut. Pendirian istri beliau Khadijah ra. adalah pendirian yang paling mulia dan terpuji yang pernah dilakukan oleh wanita sepanjang perjalanan sejarah. Khadijah menenangkan Rasulullah ketika beliau merasa galau. Dia membantunya ketika mengalami kesulitan; mengingatkan sisi positif yang ada pada diri beliau; meyakinkan beliau bahwa orang-orang baik seperti beliau tidak akan pernah diabaikan oleh Allah. Sebab, ketika Allah menjadikan seseorang memiliki akhlak yang mulia, dia akan diberi keluarga yang akan menguatkannya. Dengan pandangan yang luar biasa dari hati yang tulus itu Khadijah berhak mendapat penghargaan dari Tuhan semesta alam. Maka, Allah swt. pun menyampaikan salam kepadanya lewat Ar-Ruh Al-Amin (Malaikat Jibril).

Biografi selanjutnya dapat dibaca pada postingan yang berjudul :  Menyelami Makna Ucapan Khadijah ra.

Keutamaan Dan Manfaat Shalawat Nuuridz Dzati (Faedah Dan fadhilah Shalawat)



ALLAAHUMMA SHALLI WA SALLIM WA BAARIK ALAA SAYYIDINA MUHAMMADININ NUURIDZDZAATI WASSIRRIS SAARII FIl SAA-IRIL ASMAAI WASHSHIFAATI WA’ALAA AALIHI WA SHAH BIHI WA SALLIM. 


Artinya :

Ya Allah limpahkanlah rahmat, kesejahteraan dan berkah kepada junjungan kami Nabi Muhammad saw. yang bercahaya Dzatnya, yang baik perjalanan hidupnya dalam segala nama dan sifat. Dan semoga rahmat melimpah pula kepada segenap keluarga beliau dan sahabat beliau serta berilah keselamatan. 

Khasiatnya :
Bila shalawat tersebut di atas dibaca tiap-tiap hari sebanyak 500 kali sampai berjumlah 100.000 kali, insya Allah apa yang membebani dan segala urusan (dunia) ini akan terusir hilang.

Shalawat Untuk Mendapatkan Kegembiraan Dan Dikabulkan Do’anya

Shalawat Untuk Mendapatkan Kegembiraan, Shalawat Agar Dikabulkan Do’anya

ALLAAHUMMA SHALL! ‘ALAA MUHAMMADIN F’IL AWWAL IINA WA SHALLI ‘ALAA MUHAMMADIN FIL AAKHJRIINA WA SHALLI ‘ALAA MUHAMMADIN FINNABIYYINA WA SHALLI ‘ALAA MUHAMMADIN FIL MURSALIINA WA SHALLI ‘ALAA MUHAMMADI N FIL MALA-ILA’LAA ILAA YAUMIDDIIN.
 
Artinya :
Ya Allah, limpahkanlah rahmat atas Nabi Muhammad SAW. terhadap orang-orang dahulu, limpahkanlah rahmat atas Nabi Muhammad saw. terhadap orang-orang akhir, limpahkanlah rahmat atas Nabi Muhammad kepada semua Nabi, dan lmpahkanlah rahmat atas Nabi Muhammad kepada semua rosul, dan limpahkanlah rahmat atas Nabi Muhammad kepada malaikat yang di langit sampai hari kiamat.
 
Hasiatnya :
Barangsiapa mengucap/membaca shalawat ini sebanyak 3 (tiga) kali di waktu pagi dan tiga kali di waktu sore hari maka leburlah dosanya. Dia (pembaca/pengucap) Itu akan selalu riang tak pernah merasa sedih, dan dlkabulkanlah doa’nya, terpenuhi angan-angannya dan dapat melihat siapa-siapa yang memusuhinya, sehingga Ia dapat bersiap-siap sebelum orang yang memusuhinya itu mencelakakannya atau berbuat sesuatu atasnya.

Tuesday, 4 October 2016

Biografi Al-Battani (Pelopor Peradaban Islam)


AL- BATTANI
(244-317 H/ 858-929 M)

Dia adalah Abu Abdullah Muhammad Ibnu Jabir Ibnu Sinan ar-Raqqi al-Harrani, dikenal sebagai al-Battani. Dia dinamai sebagai ar-Raqqi setelah Raqqa, sebuah kota di Eufrat di Irak. Dia dikenal di Barat pada Abad Pertengahan sebagai Albategnus atau Albategni. 

Al-Battani lahir di “Battan” dekat Harran, terletak pada salah satu aliran Sungai Eufrat. Tanggal kelahirannya tidak jelas, tetapi kemungkinan dia lahir pada tahun 235 H/858 M. Mengenai tanggal wafatnya, “semua ahli sejarah menyepakati dia wafat pada 317 H/ 929 M, dekat kota Moussul di Irak. Dia dihormati sebagai salah satu ahli astronomi besar bangsa Arab. Dia mencurahkan seumur hidupnya dari tahun 264 H sampai wafatnya untuk memantau planet-planet dan bintang-bintang. Al-Battani pertama sekali diajari oleh ayahnya, Jabir Ibnu al-Battani, yang juga dikenal baik sebagai ilmuwan. Dia kemudian pindah ke Rakka di mana dia mempelajari karya-karya para pendahulunya terutama karya Ptolomeus. Dia mengabdikan dirinya meneliti dibidang ilmu perbintangan, ilmu trigonometri, ilmu aljabar, ilmu geometri, dan ilmu geografi. Dia menghabiskan pekerjaannya menempuh antara “Ar-aqqah”dan “Antakia” di Syria, di mana dia mengadakan sebuah tempat observasi sesuai dengan namanya (Observatorium al Battani). 

Ensiklopedia Islam mencatat al-Battani sebagai seorang yang terkenal dalam hal pemantauan planet-planet dan salah satu ahli hitung yang terkenal di bidang geometri, letak planet-planet, dan menghitung bintang. Semua sarjana bangsa Eropa mengakui bahwa al-Battani lebih menguasai ilmu pengetahuannya daripada ahli astronorni Yunani Ptolomeus. Ahli astronomi Perancis Lalande mengatakan bahwa al-Battani adalah salah satu diantara 20 ahli astronomi terbaik yang eksis di seluruh dunia.

Kadari Tawkan menyatakan dalam bukunya “Budaya Keilmuan Bangsa Arab dalam Ilmu Matematika dan Ilmu Astronomi bahwa “Kajori” dan “Halle” mempertimbangkan al Battani merupakan salah satu ilmuwan yang menghasilkan karya besar. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai Ptolomeus dari Arab. George Sarton menggambarkannya sebagai ahli astronomi termasyhur pada masanya dan salah satu sarjana Islam terkemuka. 

Kontribusinya terhadap Ilmu Astronomi
Kontribusi terpentingnya dalam ilmu astronomi adalah penemuannya tentang letak bintang, nadir, dan penentuan titik-titik bintang di langit. Dia juga tekun dengan ketelitian yang luar biasa mendalami kecondongan gerhana, lamanya tahun tropis, musim, dan kebenaran serta lingkaran tengah matahari. Dia menentang pandangan Ptolomeus dan menunjukkan bahwa letak matahari berubah-ubah. Kebenaran observasinya tentang bulan dan gerhana matahari digunakan oleh orang-orang Eropa (Dunthorne tahun 1749 M) untuk menentukan percepatan sekuler dan pergerakan bulan sepanjang satu abad penuh.

Dia juga meralat orbit-orbit bulan dan planet-planet yang diperkuat sebuah daftar tentang letak-letak baru mereka. Di samping itu, dia membandingkan letak beberapa bintang termasuk ke dalamnya daftar pergerakan planet-planet yang terkenal yang digunakan para ahli astronomi selama barabad-abad. 

“Nellino” mengakui bahwa dia “menemukan teori baru yang menerangkan keterampilannya dan kemampuannya dalam mencari arti untuk menerangkan tentang bagian bulan yang tampak”.

Kontribusinya terhadap Ilmu Matematika
Al-Battani adalah salah satu sarjana pertama bangsa Arab yang menggunakan sinus sebagai pengganti titik lingkaran. Dia juga menggunakan tangen dan kotangen dalam ilmu ukur yang berbentuk bola. Dia juga menggunakan aljabar dalam memecahkan masalah-masalah yang mana di yunani menggunakan ilmu geometri. Al-Battani adalah penemu ilmu trigonometri dan yang berusaha keras mengembangkan penelitian di bidangnya.

Karya-karya Besarnya
Di antara karya-karya besarnya sebagai berikut:
“zij Assabi” adalah penulisan terpentingnya. Berisikan penemuan-penemuan tentang observasi planet-planet, dia menjalankannya pada tahun 299 H, daftar pergerakan benda-benda angkasa, dia menemukan sejalan dengan beberapa karya astronomi yang ia kerjakan dan tahun 264 sampai 306 H. Pencatatannya yang pertama “Zij” atau ephemeris (“Zij” penunjukan sebuah istilah bahasa Persia terhadap ephemeris yang lama) berisikan kebenaran dan informasi akurat. Buku yang berpengaruh besar dalam perkembangan ilmu astronomi dan matematika sekitar masa kebangkitan bangsa Arab-Islam atau pada saat di luar masa kebangkitan bangsa Eropa. Beberapa ilmuwan Arab menyebutkan dalam perhitungan mereka, beberapa darinya dikutip atau isinya diinterpretasikan beberapa bagian. 

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Tivok Platoof pada abad ke-12 di bawah judul sciencia de Sttellarum, : IImu Perbintangan, dan telah dicetak di Nuremberg tahun 1537 M. Pada abad ke-13, Raja Castile, Alfonso X, meminta penerjemahan buku ini dari bahasa Arab ke bahasa Spanyol. Sebuah naskah terjemahan yang tidak lengkap terdapat di Paris. Penggandaan buku ini tersedia di Vatikan. Carlo Nellino menerbitkan edisi asli bahasa Arab meniru dari salinan El Esconjal dalam tiga volume di Roma tahun 1899-1907 disertai oleh penerjemahan bahasa Latin dan menguraikan beberapa topik. 

“Kitab Ma’rifatal-Bi’ruj fimaa bayna Arba’ al-Falak” dimana al-Battani menghubungkan pemecahan matematika terhadap permasalahan ilmu astrologi untuk orientasi observasi;
 
Risala fi Mikdar al-Ittissalat;
 
Risala fi Tahqiq Akdar al-Ittisalat;
 
Pada dua risalah terakhir, al-Battani menentukan pembahasan kesesuaian dua planet sebagai garis lintang dan garis bujur, apakah mereka berada pada satu orbit yang sama atau keseluruhannya berada di luar bidang. 

“Charch al- Maqalat al- Arba’ Libatlimus” Ptolomeus mengakhiri “Almagest”-nya dengan risalah keempat ini yang mana ia membagi persoalan-persoalan astrologi dan pengaruh bintang pada keadaan sekular. 

Kitab Ta’adil al Kawakib. Al-Battani belajar perbedaan antara pergerakan planet pada orbitnya seperti sebuah nilai konstan dan gerakan nyatanya yang berbeda dari satu posisi dengan lainnya. 

Kesimpulannya, al-Battani adalah satu di antara orang jenius terbesar di dunia yang mengembangkan teori-teori penting dan memperkaya ilmu pengetahuan manusia sesudahnya dengan menambahkan penemuan-penemuan baru di bidang astronomi, aijabar, dan trigonometri. Dia pantas diakui untuk observasi planet- planet dan pergerakan benda-benda angkasa. Beberapa dari temuannya berlanjut menggerakkan kepentingan para sarjana dan kebanggaan mereka.

Apakah Membaca Al-Quran Tanpa Mengerti Makna Dan Artinya Akan Mendapat Pahala ?

membaca al quran tanpa mengerti makna
Tanya : Membaca Al-Quran namun tidak mengerti artinya apalagi maksudnya, apakah bisa mendapatkan pahala sebagai ibadah ? (Kurniawan, Magelang)

Jawab : Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan sebagai mukjizat kepada Nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu kalamullah yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad tidak dinamakan Al-Quran. 

Al-Quran diturunkan dengan maksud menyempumakan ajaran-ajaran nabi sebelumnya. Di dalamnya terdapat hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, cerita-cerita sejarah, peraturan-peraturan dan tata cara hidup manusia baik dalam kedudukannya sebagai hamba Allah maupun sebagai makhluk sosial dan lain-lain.

Al-Quran juga diturunkan sebagai pedoman dan pegangan hidup bagi umat manusia yang harus dipatuhi dan dilaksanakan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. Sebagai wahyu Allah, maka mengikuti apa yang ada di dalamnya bisa membahagiakan manusia saat hidup di dunia maupun nanti pada kehidupan di akhirat yang menjadi tujuan hidup setiap manusia.

Al-Quran berbeda dengan hadis Qudsi. Meskipun sama-sama diturunkan kepada Nabi Muhammad, namun Al-Quran mempunyai kelebihan. Keistimewaan itu setiap orang yang membacanya akan mendapatkan pahala sebagai ibadah. 

Dalam kitabnya Syaikh Zakaria Al-Anshari menjelaskan, Al-Quran adalah almuta‘abbadu bitilawatihi, artinya membaca Al-Quran termasuk sebagai ibadah, yang tentu saja akan mendapat pahala apabila itu dilakukan, meskipun dia tidak tahu maksud dan artinya.

Apa Hukum Membawa Al-Quran Bagi Anak-anak ?

hukum anak kecil membawa al quran
Tanya : Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir ini Taman Pendidikan Al-Quran (TPA/TPQ) merebak di mana-mana. Peserta didiknya semuanya anak kecil. Apakah mereka boleh memegang atau membawa mushaf tanpa berwudhu dulu ? Soalnya kalau disuruh wudhu terus-menerus agak memberatkan untuk ukuran anak seumur mereka. Solusinya bagaimana? 

Jawab : Dalam agama Islam, Al-Quran jelas memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia. Sebagai wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw., Al-Quran mempunyai banyak keistimewaan yang tidak terdapat pada kitab suci lain sebelumnya, seperti Zabur, Taurat, dan Injil.

Apalagi dibandingkan dengan kitab maupun buku-buku yang tidak bersumber dari wahyu. Di antaranya, kita tidak boleh menyentuh atau membawa mushaf dalam keadaan hadas, artinya harus berwudhu lebih dahulu. Hal itu sebagai ungkapan penghormatan (ihtiram) kita terhadap Al-Quran. Tetapi apakah hal itu berlaku untuk semua orang dan dalam setiap kondisi ? Ternyata tidak. 

Keharusan bersuci terlebih dahulu itu tidak berlaku untuk Semua orang dan dalam setiap waktu. Ada beberapa pengecualian seseorang diperbolehkan menyentuh mushaf dalam keadaan hadas. Pengecualian itu karena mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan.

Imam Nawawi dalam salah satu karyanya, At-Tibyan fi Adab Hamalah Al-Quran, membicarakan masalah tersebut secara agak panjang lebar. Diterangkan bahwa anak kecil yang sudah mumayiz (pandai), yakni sudah bisa makan-minum dan istinja’ sendiri diperbolehkan menyentuh atau membawa mushaf tanpa wudhu untuk kepentingan belajar. 

Melanggengkan status suci dengan berwudhu secara kontinyu bagi anak kecil dipandang bukan perkara mudah. Malah kalau hal ini diterapkan secara ketat dengan tanpa memperhatikan pelakunya dalam hal ini anak-anak yang hendak belajar Al-Quran, bisa-bisa tidak mau mengaji. Dalam hal itu, para fuqaha sangat bijaksana, membedakan anak kecil dan orang dewasa dalam masalah menyentuh mushaf.

Dengan demikian, dia belum saatnya dibebani kewajiban-kewajiban yang berlaku untuk orang dewasa. Pertimbangan mereka adalah li al-masyaqqah, karena memberatkan. Memang ada kaidah, al-masyaqqah tajlib at-taisir, hal-hal yang memberatkan bisa menimbulkan kemudahan. 

Bisa juga kita kaitkan dengan kaidah yang lain, daf’u al mufasid muqaddam ‘ala jalbi al-mashalih, menghindari mafshadah lebih diutamakan atau didahulukan daripada menarik kemaslahatan. Berwudhu ketika hendak menyentuh mushaf adalah mashlahah. Tidak mau mengaji Al-Quran, merupakan mafsadah. Selain anak kecil untuk keperluan belajar, dalam situasi darurat, orang dewasa (mukallaf) juga diperkenankan menyentuh dan membawa mushaf tanpa berwudhu. Misalnya, khawatir mushafnya terbakar, umpamanya terjadi kebakaran rumah, di dalamnya Anda menemukan mushaf yang nyaris terbakar api. Tidak mungkin Anda mengambil air wudhu terlebih dahulu, karena keburu mushafnya habis dilalap api. 

Dalam situasi darurat seperti itu, Anda diperbolehkan mengambil mushaf tersebut meskipun dalam keadaan berhadas. Begitu juga kalau khawatir mushaf yang ada terkena najis, atau tenggelam ke dalam air.

Tabir Wanita