Thursday, 13 October 2016

Cara Mencuci Pakaian Yang Benar Menurut Fikih Islam

cara mensucikan pakaian yang terkena najis
Tanya : Selama ini saya mencuci pakaian bayi dan pakaian saya menjadi satu (tiga ember sekitar 20 liter secara beruntun, dan membilas pakaian saya dahulu sebelum membilas pakaian bayi yang najis). Apakah cara itu sudah benar untuk menghilangkan najis ? Karena keterbatasan air, bagaimana cara ideal dan praktis untuk mencuci pakaian dan lantai yang najis ? (Nawawi, Kedu, Temanggung)

Jawab : Di antara syarat-syarat sah shalat adalah suci, baik badan, pakaian maupun tempat. Bila salah satu dari ketiga unsur itu tidak suci, akan memberikan konsekuensi ketidaksahan shalat yang dilaksanakan.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah kebersihan. Meski tidak menjadi syarat sah shalat, bersih cukup urgen karena sedikit banyak mencerminkan sikap tata krama kita pada Sang Pencipta. Kalau kita merasa malu saat berhadapan dengan seorang bangsawan atau pejabat dengan berpakaian kotor, seharusnya kita lebih merasa tidak sopan lagi saat menghadap Sang Khaliq dalam keadaan tidak bersih. 

Dalam beribadah, yang lebih diutamakan adalah kesucian, karena ibadah mensyaratkan suci sebagai syarat sah. Asalkan sudah suci, ibadah sudah sah, walaupun secara lahir tidak bersih. Bersih saja belum dianggap cukup, kalau tidak suci. Idealnya bersih dan suci. 

Sebagai ilustrasi, bila lantai terkena najis atau kotoran hewan, kemudian kotoran itu kita hilangkan sampai tidak nampak lagi bekas-bekasnya, mungkin kita akan mengatakan lantai itu sudah suci. Persepsi semacam itu perlu diluruskan, karena lantai itu belum disiram dengan air. Jadi belum suci.
Demikian penting kesucian dan kebersihan dalam beribadah, sehingga sebagai seorang muslim kita harus memiliki pemahaman yang cukup mengenai membersihkan dan menghilangkan najis, agar tidak hanya bersih tapi juga suci. 

Kali ini saya akan mengemukakan cara membersihkan najis sebagaimana yang ditanyakan saudara Nawawi. 

Mencuci adalah kewajiban yang hams dilaksanakan untuk menunjang keberhasilan beribadah. Dalam disiplin ilmu usul fiqh dijelaskan, suatu pekerjaan yang kewajibannya tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan wujudnya, pekerjaan itu hukumnya wajib (ma la yathnmu al-wajib illa bihi fahua wajibun). 

Sebagai contoh adalah shalat. Shalat merupakan suatu kewajiban yang dibebankan kepada setiap mukallaf, yang untuk keabsahannya pakaian, badan, atau tempat yang kita gunakan harus suci dari najis. 

Maksudnya, shalat kita tidak akan sah kecuali dengan wujudnya kesucian. Dengan demikian, mencuci pakaian dengan maksud menghilangkan najis untuk beribadah adalah wajib. Dan sudah tentu akan mendapatkan pahala tersendiri. 

Dalam literatur-literatur fikih, cukup banyak keterangan yang mengetengahkan bagaimana cara mensucikan suatu benda yang terkena najis. Salah satunya adalah kitab Al-Bajuri.

Sebagaimana kita ketahui, air adalah satu-satunya alat untuk menghilangkan najis. Tetapi ada yang harus diperhatikan air yang digunakan harus suci dan mensucikan. 

Bila benda yang dimaksud adalah pakaian, caranya sebagai beriküt. Kalau air yang digunakan hanya sedikit, mula-mula kita siapkan ember yang sudah diisi air. 

Pertama, pakaian kita basahi dengan air, boleh disiram, boleh dicelupkan, untuk menghilangkan kotoran, pakaian kita kucek secukupnya dengan deterjen atau yang lain kalau memang diperlukan.

Kedua, setelah semua selesai, kita bilas untuk menghilangkan kotoran dan najis serta busa deterjen pada ember yang kedua. Bila sudah benar-benar bersih, dalam pengertian bau, warna dan rasanya sudah hilang, kita jangan tergesa-gesa menjemurnya. Sebab pakaian itu masih perlu dibilas lagi, karena hukumnya belum suci. 

Untuk mensucikaruiya, siramkan air pada pakaian tersebut atau pakaian kita masukkan dulu pada bak air/ember, baru setelah itu kita tuangkan air ke dalamnya. 

Jangan sebaliknya. Air dimasukkan terlebih dahulu baru kemudian pakaian. Cara itu tidak dapat dibenarkan, karena air bertemu langsung dengan najis.

Adapun untuk mensucikan lantai yang terkena najis, pada prinsipnya sama, yaitu benda yang terkena najis dibuat najis hukmiyah. 

Caranya, menghilangkan bau, warna dan rasa najis itu, sehingga seakan-akan sudah suci walaupun hakikatnya belum, karena belum terkena air. Setelah itu, barulah disiram dengan air hingga merata pada lantai yang terkena najis. Demikian penjelasan dalam kitab Kifayat Al-Akhyar.

Persaudaraan Di Madinah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

biografi lengkap nabi muhammad
Pengikut-pengikut Muhammad yang telah beriman dan meninggalkan tempat lahir mereka, mengikuti Nabi ke Madinah disebut kaum Muhajirin. Sedangkan pemeluk-pemeluk Islam di Madinah yang baru yang membantu Nabi, memperoleh gelar kaum Anshar atau penolong.

Pengabdian kaum Muhajirin kepada Nabi tak terhingga besarnya. Mereka telah meninggalkan kaum kerabat mereka, memberanikan diri menghadapi penderitaan-penderitaan dan cobaan-cobaan dalam menegakkan agama Islam. Hanya dengan rasa persaudaraan yang tinggilah, segala penderitaan dan cobaan itu dapat diatasi. 


Dalam suatu pertemuan, Nabi mengundang orang-orang Muhajirin dan Anshar. Beliau berkata, “Wahai saudara-saudara Anshar dan Muhajirin, saudara-saudara adalah kaum muslimin. Orang-orang Islam itu bersaudara dan orang-orang bersaudara itu harus tolong-menolong dalam kebaikan.” 

Persaudaraan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar sangat mesra, sehingga satu sama lain dapat saling mewarisi harta, jika di antara mereka ada yang meninggal dunia. Kaum Anshar memberikan sumbangan yang besar untuk menyukseskan penyebaran agama Islam. 

Selain Nabi mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, Nabi mengusahakan juga persahabatan di antara semua golongan penduduk Madinah. 

Penduduk Madinah terdiri dari kaum Yahudi. Kaum Yahudi terbagi menjadi tiga golongan, yaitu Bani Quraizhah, Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa. Bani Quraizhah dan Bani Nadhir berpihak kepada suku Aus dan Bani Qainuqa berpihak kepada suku Khazraj. Permusuhan diplomatis ini mengakibatkan timbulnya Perang Buats yang melemahkan satu golongan tanpa memberi keuntungan pada golongan lain. Dengan demikian, penduduk Madinah berada dalam ketakutan dan kegelisahan terus-menerus. 

Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh Nabi dalam upaya melenyapkan permusuhan antar golongan yang saling bermusuhan adalah dengan membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan kaum Yahudi yang berdiam di dalam dan di sekitar kota Madinah.

Dalam perjanjian ini, ditetapkan dan diakui hak kemerdekaan setiap golongan untuk memeluk dan menjalankan agamanya. Inilah slah satu perjanjian politik yang memperlihatkan kebijaksanaan Nabi saw. sebagai salah seorang politisi yang ulung. Tindakan seperti ini tidak pernah dilakukan oleh nabi-nabi dan para rasul sebelumnya. 

Dengan demikian, kedudukan Nabi saw. bukan hanya sebagai seorang Nabi dan Rasul, melainkan juga dalam masyarakat Islam, beliau sebagai seorang politisi, diplomat yang ulung. Di tengah-tengah medan perang, beliau adalah pejuang yang gagah berani dan memperlakukan musuh yang sudah menyerah dengan baik. Beliau adalah seorang kesatria yang tiada bandingannya. 

Adapun isi perjanjian tertulis yang dihuat oleh Nabi dengan kaum Yahudi adalah sebagai berikut:
  1. orang-orang Islam dengan orang-orang Yahudi harus hidup sebagai satu bangsa;
  2. kedua belah pihak harus menjalankan agamanya masing-masing dan tidak boleh saling mengganggu;
  3. apabila salah satu pihak ada yang diserang musuh, maka pihak lainnya harus membantu;
  4. apabila kota Madinah diserang musuh, kedua belah pihak harus bersama-sama mempertahankannya;
  5. apabila terjadi suatu perselisihan, maka Muhammad yang menjadi hakim yang terakhir dan tertinggi;
  6. mulai saat ini pertumpahan darah, pembunuhan dan kekerasan diharamkan di Madinah; dan
  7. syarat-syarat perdamaian akan dirundingkan bersama. 
Demikianlah isi perjanjian politik yang dibuat oleh Nabi saw. Dengan perjanjian itu, kemerdekaan beragama dan berpikir serta hak-hak kehormatan jiwa dan harta golongan non muslim telah terjamin. Dengan perjanjian itu pula, seluruh kota Madinah dan sekitarnya menjadi terhormat bagi seluruh penduduk. Mereka berkewajiban mempertahankan kota ini dan mengusir setiap serangan yang datang dari luar. Mereka harus bekerja sama untuk mempertahankan segala hak dan segala bentuk kebebasan yang telah disetujui bersama dalam perjanjian itu. 

Dengan basil perjanjian itu, kaum muslimin merasa tenteram menjalankan kewajiban agama mereka, baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Mereka tidak lagi khawatir akan adanya gangguan atau akan takut difitnah

Biografi selanjutnya dapat dilihat pada postingan yang berjudul :  Perang Badar (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Khasiat Dan Manfaat Ayat Kursi (Al Kursi) Bagian 2

5. Menyembuhkan orang gila
Caranya : Bacalah ayat Al Kursi 11 kali pada kepala orang yang gila sambil ditiup-tiupkan. Lakukanlah cara ini berulang-ulang. Insya Allah secara berangsur-angsur akan menjadi sembuh. 


6. Untuk penyembuhan segala penyakit
Caranya : Tulislah ayat Al Kursi 3 kali di dalam tempat air seperti piring, cangkir, gelas atau apa saja yang bisa dipakai. Ingat, tempat air itu harus bersih dan suci. Kemudian tuangkan air ke dalamnya. Setelah itu minumkan air itu kepada orang yang sakit. Pada waktu minum bacalah niat :


“Nawaitus syifaa a minallaahi ta’ala li ‘illati…. (sebutlah nama si sakit). Jika air itu untuk diminum sendiri, bacalah niat :  


“Nawaitus syifaa a minallaahi ta’aala li ‘ilatii.’ 

Artinya:
Aku niat berobat kepada Allah Ta’ala untuk penyakitku.” 

7. Untuk keselamatan dalam perjalanan
Caranya : Sebelum keluar dari rumah, bacalah ayat Al Kursi. Insya Allah dalam perjalanan tidak akan menemui kesukaran atau bahaya apa pun sampai pulang kembali. 

8. Untuk melebur dosa-dosa kecil
Caranya : Bacalah ayat Al Kursi setiap habis salat. Faedahnya : dapat melebur dosa-dosa kecil yang telah dilakukan, kecuali dosa yang ada hubungannya dengan anak Adam. 

9. Untuk membungkam mulut orang yang ingin berlaku jahat
Caranya : Seandainya seseorang akan dipanggil menghadap kepada orang yang akan berlaku jahat, datangilah panggilan itu dengan tenang dan jangan takut, ikutilah petunjuk  ini :
Sebelum menghadap,. bacalah ayat Al Kursi. 

Setelah itu bacalah doa di bawah ini : 


“Ya hayyu qayyuum, yaa badiius samaawaati wal ardhi,  yaa dzal jalaali wal ikraam. As aluka bi haqqi haadzihil aayaatil kariimati wa maa fiihaa minal asmaail ‘adziimati an tuljima faahu ‘annii wa tukhrisa lisaanahu hatta laa yanthiqu illaa bi khairin au yashmur. Khairuka yaa haadzaa baina yadaika wa syarruka tahta qadamaika.” 

Artinya :
"Wahai Zat yang hidup kekal abadi, wahai Zat yang Mengurus semua urusan makhluk-Nya, wahai Zat yang Menciptakan langit dan bumi, wahai Zat yang memiliki segala kemuliaan dan kesempurnaan. Aku minta kepada-Mu dengan hak (kebenaran) ayat yang mulia ini (ayat Al Kursi) dan semua yang terkandung di dalamnya berupa nama-nama yang agung agar supaya Engkau kekang mulutnya (penguasa atau hakim yang zalim) dan Engkau bisukan lisannya sehingga dia tak akan berkata kecuali dengan uca pan yang baik, atau dia diam. Kebaikanmu ada di kedua tangan-Mu (hadapan-Mu) dan kekejianmu ada di bawah kedua telapak kaki-Mu.” 

Sehabis membaca demikian lalu menghadaplah dengan tenang, percayalah kepada diri sendiri bahwa kebenaran itu pasti akan menang. InsyaAllah, usaha ini akan membawa keberhasilan di dalam melepaskan diri dari hakim atau penguasa yang akan berbuat zalim. 

Demikianlah kehebtan khasiat yang terkandung dalam ayat Al Kursi. Mengapa demikian? Karena di dalam ayat Al Kursi menurut IbnuMajah, Hakim dan Thabrani terdapat “Al Ismul A’dzam” yaitu : 


“Allaahulaa Ilaaha illaa huwal hayyul qayyuum.”
Lagi pula didalam hadis disebutkan bahwa ayat Al Kursi itu adalah penghulu ayat-ayat Al Qur’an.


“Aayatul kursiyyi sayyidatu aayil qur’aani.” 

Artinya:
“Ayat Al Kursi itu adalah penghulu ayat-ayat Al Qu‘ran."

Khasiat Dan Manfaat Ayat Kursi (Al Kursi) Bagian 1

manfaat ayat kursi

Bacaan ayat Al Kursi :

lafad ayat kursi

“Allaahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyuumu Iaa ta’khudzuhuu sinatuwwa laa naum, lahuu maa fis samaawaati wa maa fil ardhi man dzal ladzii yasyfa’u ‘indahu illaa bi idznih, ya’lamu maa baina aidiihim wa maa khalfahurn wa laa yuhithuuna bi syai in min ‘ilmihii illaa bi maa syaa a wasi’a kursiyyuhussamaawaati wal ardli wa laa yauuduhuu hifdzuhumaa wa huwal ‘aliyyul ‘adziim “

Artinya :
“Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Hid up Kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada dilangit dan di bumi. Siapa yang dapat memberi syafat di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Baqarah: 255) 

Mengenai keutamaan ayat Al Kursi Nabi Muhammad Saw. telah bersabda:
Artinya :
“Dari Abu Hurairah ra., dia berkata, “Rasulullah Saw. memerintahkan diriku untuk menjaga zakat Ramadhan. Seseorang datang kepadaku seraya dia mencakup sebagian bahan makan (kurma yang sedang dijaga). Lalu saya tangkap dia dan saya katakan, “Sungguh saya akan melaporkanmu kepada Rasulullah Saw. Dia lalu mengisahkan sebuah cerita. (Dia berkata, “Aku sangat membutuhkannya, karena keluargaku banyak”.  Maka orang itu saya lepaskan dan kemudian berkata lagi, “Biarkan aku! Aku akan mengajarkanmu kalimat-kalimat yang Allah akan memberi manfaat kepadamu dengan kalimat itu.” LaIu aku bertanya, “Apa itu ?), Dia berkata, jika engkau menuju tempat pembaringan, maka bacalah ayat Kursi. Tidak henti-hentinya bersamamu penjaga dari Allah, dan setan tidak akan mendeka timu sampai pagi. “Nabi Muhammad Saw. bersabda. “Benarlah dia kepadamu (tentang ayat Al Kursi), hanya saja dia itu adalah pembohong. Dia adalah setan.” (HR. Bukhari dan Abu Hurairah ra.) 

Demikianlah keutamaan ayat “Al Kursi” sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas. Tentu saja banyak pula khasiar-khasiat yang terkandung di dalamnya, antara lain: 

1. Dapat menghindarkan gangguan setan dan orang yang zalim
Caranya : Bacalah ayat Al Kursi pada setiap permulaan siang dan setiap permulaan malam. Lakukanlah cara ini selamanya sebagai wirid, atau amalan rutin. Insya Allah, terjagalah kita dari gangguan setan dan maksud jahat orang zalim, karena selalu di dalam lindungan Allah. 

2. Dapat mengabulkan keinginan
Caranya : Bacalah ayat Al Kursi ini 100 kali pada tengah malam setelah menjalankan salat hajat. Kemudian berdoalah kepada Allah dengan mengutarakan hajat yang dimaksud. Insya Allah dengan mengamalkan cara seperti ini semua hajat akan dikabulkan oleh Allah Swt. 

3. Untuk menghilangkan banyak dahak
Terlalu banyak dahak dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit, terutama sakit kepala, seperti pusing dan lain-lain. Untuk itu perlulah mengamalkan ayat Al Kursi guna menghilangkan dahak. 

Caranya : Ambillah 7 gelintir garam putih. Lalu bacakanlah dan setiap gelintir garam itu 7 kali ayat Al Kursi. Jadi jumlah bacaannya menjadi 49 kali. Setelah itu dilakukan, maka kulumlah garam yang telah diberi bacaan ayat Al Kursi itu setiap hari 1 gelintir sehingga genap 7 hari. Insya Allah setelah selesai 7 hari semua dahak akan hilang dan sembuhlah kita dari gangguan sesak nafas, kepala pusing dan lain- lain yang disebabkan oleh banyaknya dahak. 

4. Terbebas dari gangguan impian yang menyeramkan
Caranya : Ketika hendak tidur bacalah ta’awudz 3 kali, yaitu :  


“A’uudzu billaahi minas syaithaanir rajiim.”
Lalu teruskan dengan membaca ayat Al Kursi 3 kali.
Apabila sampai pada bacaan :


“Wa laa yauuduhuu khifdzuhumaa wa huwal ‘aliyyul ‘adziim” ulangi sampai 3 kali. Insya Allah dalam tidur terbebas dari gangguan impian yang menyeramkan atau mcnakutkan.
Arti “Ta’awudz”:
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”

Khasiat dan keutamaan Ayat Kursi selanjutnya bisa dibaca pada posting yang berjudul : Khasiat Dan Manfaat Ayat Kursi (Al Kursi) Bagian 2

Wednesday, 12 October 2016

Kenapa Doa Tidak Kunjung Terkabul ?

doa tak terkabul
Tanya : Saya sudah sering berdoa, namun terasa hingga sekarang belum dikabulkan. Bagaunana menurut Kiyai, apakah ada yang tidak betul dalam doa saya sehingga Allah tidak meluluskannya ?

Jawab : Apa yang penanya keluhkan saya kira banyak juga dirasakan oleh orang lain. Acap kali kita merasa sudah sering berdoa, tetapi setelah sekian lama belum juga terasa hasilnya. Sehingga, orang yang beriman tipis atau kurang mengerti tentang agama dapat mengalami semacam kebosanan, putus asa, bahkan berburuk sangka (su’u azh-zhan) kepada Allah.

Dalam hal ini, ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi. Pertama, harus diyakini Allah Swt. Maha sempurna, seperti ditegaskan dalam Al-Quran :
Artinya : “Allah tidak akan mengingkari janji-janji-Nya.” (QS. Ali Imran: 9) 

Mengingkari janji tidak sesuai dengan sifat kesempurnaan Allah. Manusia saja enggan berbuat demikian, apalagi Dia. Salah satu janji Allah, Dia akan mengabulkan doa yang dipanjatkan kepada-Nya. Allah adalah Mujib ad-da‘wah atau Dzat yang mengabulkan doa dan permohonan hamba-Nya. 

Pendapat mayoritas ulama, berdoa disunahkan (Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah: VII; 213). Berdoa merupakan salah satu upaya manusia mencapai tujuan yang nilainya tidak kalah dengan ikhtiar yang lain. 

Dalam sebuah hadis riwayat dari Ali Ibn Abi Thalib, Rasulullah Saw. Bersabda :
Artinya : “Doa adalah senjata orang mukmin, pilar atau tiang agama, cahaya langit dan bumi.” 

Lebih dari itu, doa adalah inti ibadah. Menurut pakar bahasa, shalat, rukun Islam yang kedua, secara harfiah artinya berdoa. Berdoa di samping diperintahkan oleh Allah, sekaligus menjadi kebutuhan manusia yang tidak lepas dari berbagai kekurangan. Manusia sering merasa tidak berdaya menghadapi bermacam kesulitan dalam hidupnya. Kesadaran itu akan mendorong seseorang memohon bantuan kepada Dzat yang diyakininya memiliki kekuatan dan kekuasaan yang absolut.

Menurut satu hadis, Allah justru tidak suka kepada hamba yang tidak mau berdoa dan meminta kepada-Nya. Berbeda dari kebanyakan manusia yang kadang marah kalau dimintai bantuan. 

Permasalahannya, jika doa diperintahkan dan Allah berjanji akan mengabulkan serta mengingkari janji sama sekali tidak laik bagi-Nya, lalu kenapa doa kita sering tidak kunjung terkabul ?

Sebelum pertanyaan ini kita bahas lebih lanjut, terlebih dahulu patut dimunculkan sebuah pertanyaan : Dari mana kita tahu doa tidak dikabulkan? Sering manusia tidak mengetahui kebaikan yang diperoleh. Serta kesusahan maupun bencana yang dihindarkan darinya merupakan berkah dari doanya.

Ketika seseorang memanjatkan doa, “Ya Allah, berilah aku rezeki.” Lalu tiba-tiba salah seorang tetangga datang membawa makanan kepadanya. Dia tidak menyadari hal tersebut akibat doa yang dipanjatkan. Begitu juga tatkala dia selamat dan kecelakaan bus yang ditumpangi. Bus tersebut menabrak kereta api dan mengakibatkan sebagian besar penumpangnya meninggal dunia.

Kalau memang demikian faktanya, bukan karena Allah tak mengabulkan doa itu, melainkan kitalah yang tidak mengetahui kapan dan bagaimana cara Allah meluluskan pinta dalam doa-doa kita. 

Bisa jadi doa yang dipanjatkan hari ini baru dikabulkan seminggu, sebulan atau setahun kemudian. Bahkan sebuah doa kadang baru dikabulkan di akhirat kelak. Anugerah yang kita dapatkan di akhirat sebagian merupakan balasan amal, sebagian yang lain berkah doa dan pemberian murni Allah. Itu kemungkinan pertama. 

Kemungkinan kedua, doa kita benar-benar tidak dikabulkan oleh Allah karena tidak memenuhi syarat. Hal ini sering kurang diperhatikan. Berdoa berbeda dan membaca teks doa. Berdoa bukan pula sekedar menyampaikan keinginan, harapan dan cita-cita semata dengan lisan. Sering dikatakan, “doa ini sangat manjur dan mustajab.”. Dan si Fulan telah membuktikannya berulang-ulang. Banyak pula doa yang dinisbatkan kepada nabi tertentu atau salah seorang wali dan oleh karena itu dinyatakan sebagai doa yang mustajab. Tetapi setelah dicoba, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. 

Mengapa doa yang sama terkadang membuahkan hasil yang berbeda ? Hal itu mungkin juga karena perbedaan pelakunya, bukan lantaran Allah Swt. pilih kasih kepada hamba-Nya. Yang terjadi adalah karena cara yang dilakukan juga tidak sama. 

Sebab, ada beberapa persyaratan dan etika yang perlu diperhatikan demi terkabulnya sebuah doa. Di antaranya, memakan makanan halal, bertobat dari kemaksiatan, dipanjatkan dengan penuh kekhusyu’an dan konsentrasi. 

Perhatikan petunjuk dalam ayat Al-Quran berikut :
Artinya : “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al ’raf: 55) 

Dan yang tidak kalah penting adalah yakin bahwa doanya akan terkabul. 

Hal lain yang perlu diperhatikan saat sebelum memanjatkan doa adalah membaca hamdalah dan shalawat pada doa pembuka. Dianjurkan pula mengeluarkan sedekah terlebih dahulu. Demikian pula sebaiknya dipilih saat-saat yang mustajab, yakni sepertiga malam terakhir, ketika adzan dikumandangkan, waktu antara adzan dan iqamat, setelah shalat fardhu, ketika imam naik ke mimbar sampai shalat didirikan pada hari Jumat, dan lain-lain. 

Tentu saja yang diminta berupa hal-hal yang positif dan dapat diraih, dalam artian bukan hal yang mustahil. Di samping hal tersebut doa juga disampaikan secara kontinu. Dari sini menjadi jelas, mengapa doa para nabi, wali, dan orang-orang saleh sangat mustajab. Kemustajaban doa mereka bukan semata-mata karena lafal doanya, melainkan lebih karena kebenaran caranya dan faktor kedekatan mereka dengan Allah (Ad-Da‘wa Ad-Dawa 19, Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah: VII; 243). 

Hati yang lalai, perut yang dipenuhi barang haram, raga atau jiwa yang berlumuran dosa adalah beberapa faktor yang menghalangi terkabulnya doa. Kalaupun doa tidak segera dikabulkan padahal sudah memenuhi syarat dan etikanya, jangan sampai timbul rasa bosan, pesimistis, apalagi putus asa dan berkata, “Aku telah berdoa tapi Allah tak mengabulkan.” 

Sikap demikian dilarang oleh Rasulullah dan justru menjadi sebab doanya tidak terkabul. Kita semestinya tetap bersabar seraya terus menerus berdoa dan berbaik sangka kepada Allah. Allah tidak mengabulkan secara langsung, tentu saja terkandung hikmah besar yang tidak sepenuhnya kita ketahui.

Apa Pengertian Zuhud Dan Bagaimana Aplikasinya ?


Definisi zuhud dalam islam
Tanya : Apakah zuhud itu? Benarkah zuhud identik dengan sikap membenci dunia ? 

Jawab : Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berat. Bahkan hanya manusia saja yang mau menerima tugas dan tanggung jawab ini, sedangkan yang lainnya menolak. Dalam Al-Quran ditegaskan bagaimana makhluk-makhluk lain selain manusia tidak sanggup untuk memikul tugas berat tersebut. Perhatikan firman Allah surat A1-Ahzab, 72 berikut ini :
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat (tugas-tugas keagamaan) kepada langit, bumi dan gunung-gunung maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.” (QS. A1-Ahzab: 72)

Oleh karena itu, Allah memberi manusia suatu kemampuan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain yaitu kemampuan berpikir (quwah nazhariah) di samping memberi kemampuan fisik (quwah amaliah) seperti yang diberikan kepada makhluk makhluk Allah yang lain. Hal itu dimaksudkan untuk membantu manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya. 

Dengan kemampuan berpikirnya, manusia dapat membedakan hal-hal yang baik dan buruk. Demikian pula dengan anugerah tersebut manusia dalam kesehariannya dapat mengambil susuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain serta mampu mencegah susuatu yang bisa berakibat buruk atau yang memberikan mudharat bagi dirinya dan orang lain. Sedangkan dengan kemampuan fisik yang dimiliki manusia dapat berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tugas manusia sebagai khalifah adalah untuk beribadah, baik itu ibadah yang sifatnya individual maupun sosial. Jadi, semua tindakan yang dilakukan manusia baik yang berhubungan dengan dirinya sendiri maupun kaitannya dengan orang lain hanya diarahkan untuk beribadah kepada Allah. Allah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat, 56 sebagai berikut :
Artinya : “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat : 56) 

Selain itu, manusia juga mempunyai tanggung jawab untuk imarah al-ardhi (membangun bumi) bukan sebaliknya, merusaknya hanya untuk kepentingan-kepentingan duniawi atau memenuhi keinginan hawa nafsu. 

Pada sisi lain, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang pokok, manusia membutuhkan makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Kenyataan itulah yang menyebabkan manusia mau bekerja dan berikhtiar untuk menutupi kebutuhan hidup.

Bekerja dan berikhtiar mencari biaya untuk hidup bukan berarti mencerminkan sikap senang kepada harta benda (dunia), tetapi hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan aktivitas itu manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk dengan baik yaitu beribadah. 

Dalani konteks seperti ini bekerja dan berikhtiar menjadi sesuatu yang wajib, karena beribadah adalah wajib. Sedangkan tanpa bekerja dan berikhtiar pada umumnya manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu sesuai dengan kaidah fiqih “ma la yatimmu al-wajib illa bihi fa huwa wajib”, sesuatu yang apabila suatu kewajiban tidak bisa sempurna tanpa sesuatu tersebut maka sesuatu tadi menjadi wajib.

Pengertian zuhud menurut sayid Abu Bakar dalam kitabnya Kifayah Al-Atqiya’ sebenarnya tidak beda jauh dengan gambaran di atas, yaitu :
Artinya : “Menghilangkan ketergantungan hati terhadap harta benda dan bukan tidak punya harta benda.” 

Sedangkan menurut Abu Sulaiman Ad-Darani, zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang bisa melupakan kita kepada Allah. (Ar-Risalah A1-Qusyainyah; 117). 

Pendapat lain mengatakan bahwa zuhud adalah “tarku addunya bi al-kuliyah: meninggalkan dunia sepenuhnya. Ada juga yang mengatakan zahid (orang yang zuhud) adalah seseorang yang menyibukkan dirinya dengan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah serta meninggalkan kesibukannya terhadap selain-Nya. (Al-Mu’jam Al-Falsafi; 142). Bahkan ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah meninggalkan dunia seperti tidak ada dunia. (Risalah Al-Qusyairiyah; 116). 

Perbedaan pengertian zuhud antara seseorang dan lainnya di atas sebenarnya berangkat dari perbedaan maqam atau tingkatan masing-masing dalam tasawuf. Ada yang ketika telah mencapai maqam tertentu seseorang hanya tsiqah bi Allah (percaya kepada Allah) dan berserah diri secara total (tanpa ikhtiar dan tidak mengharap selain Allah). Hal itu tercermin dari tiga definisi akhir tentang zuhud. 

Tapi dilihat dari dua pengertian zuhud sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa zuhud bukanlah berarti benci kepada dunia atau tidak punya harta benda. Tetapi zuhud adalah menghilangkan ketergantungan hati terhadap selain Allah (harta benda dan lain-lain). 

Jadi, zahid sebenarnya bukanlah seseorang itu tidak punya harta benda sama sekali. Meskipun dia punya harta benda banyak tetapi jika hatinya hanya bergantung kepada Allah, tidak kepada yang lain dapat dikategorikan zahid. Dan sebaliknya, walaupun seseorang tidak memiliki harta tetapi jika hatinya tidak bisa lepas dari dunia dan selalu mengharap pemberian orang lain, maka dia bukanlah zahid.

Secara umum kita semua memang membutuhkan harta benda untuk menjaga kelangsungan hidup. Tetapi hal itu jangan dijadikan alasan untuk menghabiskan seluruh waktu hanya untuk bekerja dengan melupakan kewajiban-kewajiban sebagai makhluk hidup.

Tujuan hidup manusia bukan hanya sekedar untuk mencari dan menumpuk harta benda, tetapi mencari kebahagiaan dunia dan akhirat (sa’adatu ad-daraini). Dunia hanyalah sebagai tempat menanam (mazra’ah) dengan melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya sebagai bekal untuk kehidupan selanjutnya. 

Harta benda hanyalah bagian dari dunia yang hanya sedikit nilainya dibandingkan dengan kebahagiaan akhirat yang kekal dan abadi (wa al-akhiratu khairun laka min al-ula).

Nabi Muhammad SAW. Memasuki Madinah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Biografi Lengkap Rasulullah SAW
Kaum muslimin di kota Madinah telah lama menunggu kedatangan Nabi, karena di antara semua orang Islam laki-laki hanya Nabi dan Abu Bakar yang masih tertinggal di kota Mekah yang kacau balau itu. Mereka khawatir akan nasib Nabi dan Abu Bakar, tetapi mereka yakin akan bantuan dan perlindungan Allah swt. terhadap Nabi yang mulia itu. 

Setiap hari, mereka mendengar berita bahwa kekejaman yang dilakukan oleh kaum Quraisy semakin menjadi-jadi. Mereka menjemput ke tempat yang jauh dari Madinah, untuk menyongsong kedatangan Nabi. Beberapa kali mereka pergi, lalu kembali dengan tangan hampa. 


Sebelum tiba di kota Madinah, Nabi dan Abu Bakar singgah di Quba, sebuah desa yang berjarak 5 kilometer dari Madinah. Di sini, Nabi singgah beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah itu nabi membangun masjid yang pertama, sebagai psat peribadatan, pembangunan masjid tersebut dilakuka secara gotong-royong, dimana Nabi pun ikut bekerja.

Nabi melanjutkan kunjungan ke plosok-plosok kota Madinah, yang ketika itu penduduk kota Madinah tua dan muda, laki-laki dan perempuan, besar dan kecil semuanya keluar dengan penuh sesak untuk menyambut kedatangan Nabi.

Setelah kurang lebih 8 hari lamanya menemuh perjalanan akhirnya Nabi beserta Abu Bakar memasuki kota Madinah, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun ke 3 dari keraslan atau ahun 1 hijriah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.

Ketika itu hari Jum’at. Nabi bersama dengan 100 orang melaksanakan shalat Jum’at di suatu tempat di sebuah lapangan. Sebelum shalat, beliau berkhutbah terlebih dahulu di hadapan para pengikut-pengikutnya. Itulah shalat Jum’at dan khutbah pertama yang dilakukan Nabi.

Demikianlah kisah kedatangan Nabi di kota Madinah yang disambut hangat oleh penduduk kota tersebut. Peristiwa hijrah adalah peristiwa berakhirnya masa Mekah dan mulainya masa Madinah, serta merupakan titik peralihan dari kehidupan Nabi Muhammad saw. 

Tahun penghinaan dan penindasan terhadap Nabi telah berlalu, kini berganti dengan masa-masa yang sukses. Nabi Muhammad pernah diabaikan dan disakiti oleh kaumnya sendiri di Mekah, sedangkan di Madinah dia tidak saja diterima sebagai seorang pimpinan yang terhormat, tetapi juga menjadi kepala negara Islam. Di Madinah, kekuatan dan kedudukannya mulai bertambah dan Islam memperoleh pengaruh yang tersebar luas hari demi hari. Di sini dia tidak lagi diganggu untuk menyampaikan ajaran- ajaran Islam kepada penduduk yang sesat; yang kemudian mau menerima ajaran dan keyakinan beliau. 

Biografi Nabi Muhammad slanjutnya dapat dibaca pada postingan yang berjudul :  Persaudaraan di Madinah (Biografi Lengkap Rasulullah SAW)

Nabi Muhammad SAW. Hijrah Ke Madinah (Biografi Lengkap Rasulllah SAW)

Biografi Lengkap Rasulllah SAW
Ancaman dan penganiayaan yang ditujukan kepada umat Islam Mekah semakin menjadi-jadi sehingga mereka tidak saja terancam jiwanya, tetapi juga sangat kesulitan menjalankan ibadah. Dalam keadaan seperti itu, Nabi menganjurkan kepada umat Islam yang belum berhijrah untuk segera berhijrah ke Madinah. Dalam waktu lebih kurang dari dua bulan hampir semua kaum muslimin yang berjumlah 150 orang telah meninggalkan Mekah, kecuali mereka yang tertangkap dan mereka yang tidak kuat pergi serta dua orang sahabat terdekat Nabi, yaitu Ali bin Abu Thalib dan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Mereka tidak mau meninggalkan Nabi. Mereka ingin membela Nabi sampai titik akhir perjuangan. 


Alangkah teguhnya kepercayaan Nabi Muhammad akan perlindungan Tuhannya. Beliau menyadari bahwa kaum Quraisy lebih marah kepadanya daripada kepada pengikut-pengikutnya. Beliau mengetahui bahwa kesejahteraan Islam tergantung atas kesejahteraan dirinya. Tidak ada orang yang menyalahkannya kalau beliau berhijrah lebih dahulu, meninggalkan pengikut-pengikutnya di belakang. Akan tetapi, beliau tidak berbuat demikian. Diperintahkannya para pengikutnya untuk lebih dahulu hijrah, sementara beliau tinggal di tengah-tengah musuhnya yang kejam itu. 

Melihat bahwa Nabi sekarang telah tinggal seorang diri, tidak ada kawan yang menemani, pimpinan-pimpinan Quraisy bermusyawarah tentang cara membunuh Nabi. Abu jahal mengusulkan supaya setiap kabilah mengirimkan seorang pemuda yang gagah berani dan bersenjatakan pedang. Mereka bersama-sama harus membunuh Nabi. Dengan demikian, Bani Hasyim tidak dapat mendakwa sesuatu kabilah sebagai pembunuhnya. Usul Abu jahal tersebut diterima dengan suara bulat. 

Lalu, Allah swt. menyampaikan rencana jahat kaum Quraisy itu kepada Nabi Muhammad saw. Di rumah Nabi yang tinggal hanyalah Nabi bersama Ali bin Abu Thalib. Lalu, Nabi meminta Ali tidur menggantikan dirinya di tempat tidurnya. 

Waktu itu musuh telah mengepung rumah beliau dari segala penjuru. Di depan pintu rumah Nabi, terlihat ada lima orang pemuda dengan pedang terhunus siap menerkam lawan. Sedangkan pemuda-pemuda lainnya mengintai dari celah-celah pintu untuk melihat ke tempat Nabi tidur. Mereka melihat ada seorang laki-laki dan mengira bahwa Muhammad sedang berada di tempat tidurnya. Mereka memastikan bahwa sekarang, Muhammad tidak akan lepas dari tangan mereka. 

rute hijrah nabi muhammad
Di tengah malam buta, Nabi menyelinap keluar di antara para pengepungnya tanpa dilihat oleh mereka. Dengan sembunyi-sembunyi, Nabi mendapati Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah gua di gunung Tsur, kira-kira lima kilometer di sebelah selatan kota. Mereka berdua bersembunyi di dalam gua itu selama tiga hari menunggu keadaan aman.
Tak seorang pun yang mengetahui tempat persembunyian mereka dalam gua itu selain Abdullah bin Abu Bakar dan kedua orang putrinya (Aisyah dan Asma’) serta pembantu mereka Amir bin Fahirah. Tugas Abdullah sehari-hari berada di tengah-tengah kaum Quraisy sambil mendengarkan persengkongkolan mereka terhadap Muhammad. Pada malam harinya, ia sampaikan berita itu kepada Nabi dan ayahnya. Sedangkan Amir bertugas mengembalakan kambing Abu Bakar. Sore hari, kambingnya diistirahatkan, kemudian mereka memerah susu untuk diminum oleh Nabi dan Abu Bakar. Apabila Abdullah bin Abu Bakar keluar kembali dari tempat mereka, datang Amir mengikutinya dengan kambingnya untuk menghapus jejak. Sementara itu, Asma’ binti Abu Bakar bertugas mengirim makanan untuk Abu Bakar dan Rasulullah saw. 

Sementara itu, Ali bin Abu Thalib tinggal seorang diri di rumah Nabi. Pemuda-pemuda Quraisy yang mengepung sekeliling rumah Nabi, masih tertidur nyenyak. Fajar pun menyingsing, maka bangunlah Ali dari tempat tidurnya. Musuh-musuh yang sedang menunggu Nabi di luar terkejut karena Nabi sudah tidak ada di sana. Karena itu, pergilah mereka ke seluruh tempat untuk mencari beliau. 

Musuh yang telah terkelabui oleh muslihat Nabi, merasa sangat kecewa dan marah, karena Nabi dapat lolos dari kepungan mereka. Mereka menduga bahwa Nabi lari ke Yatsrib. Mereka mengumumkan untuk mengadakan sayembara: barangsiapa yang dapat menangkap Muhammad, hidup atau mati akan diberi hadiah 100 ekor unta. 

gua tsur
Beberapa orang di antara mereka, dengan mengikuti jejak Nabi, sampai di gua Tsur. Melihat itu, Abu Bakar merasa ketakutan. Bukan takut atas dirinya sendiri, melainkan takut kalau Nabi dapat ditangkap musuh. Dia menahan napas, tidak bergerak, dan hanya menyerahkan nasibnya kepada Allah. 

Mulailah orang-orang Quraisy menaiki gua itu. Tetapi, tidak lama kemudian, mereka turun lagi. Mereka berkeyakinan bahwa tidak mungkin Nabi bersembunyi di dalam gua segelap itu, apalagi letaknya di sebelah selatan kota. Lagi pula, mereka melihat ada sarang laba-laba di tempat itu yang hampir menutupi lubang gua. Juga ada 2 ekor burung di mulut gua itu. 

Melihat kesedihan hati Abu Bakar, Nabi berkata, “Jangan sedih, sesungguhnya, Allah beserta kita.” Dengan dua kalimat dari Nabi, Abu Bakar menjadi tenang kembali. 

Adapun mengenai pengejaran kaum Quraisy untuk menangkap dan membunuh Muhammad itu serta tentang cerita gua tempat Muhammad bersembunyi digambarkan di dalam firman Allah yang berbunyi : 

“Dan (ingtalah) ketika orang-orang kafir (Quraisy)memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Al-Anfal [8]: 30)

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya, Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkan (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua di waktu dia berkata kepada temannya, janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita. Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah [9]: 40) 

Tiga malam lamanya, Nabi dan Abu Bakar bersembunyi di dalam gua itu. Setelah itu, keduanya berangkat menuju Madinah. Mereka mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan membuntuti mereka. Karena itu, dalam perjalanan ke Yasrib mereka mengambil jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah bin ‘Uraiqith dari Bani Du’il, sebagai penunjuk jalannya, mengantar mereka berhati-hati sekali ke arah selatan di bawah Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai laut Merah. Karena melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, Abdullah bin ‘Uraiqit membawa mereka ke sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauh, mengambil jalan yang paling jarang dilalui orang.
Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang hari, siang-malam berada di atas kendaraan. mereka tidak lagi memperdulikan kesulitan dan rasa lelah. Bagi mereka, tiada kesulitan yang lebih mereka takuti daripada tindakan kaum Quraisy yang akan merintangi mereka mencapai tujuan yang hendak mereka capai untuk berada di jalan Allah dan kebenaran. Muhammad sendiri tidak pernah mengalami keraguan bahwa Allah senantiasa akan menolongnya. meski demikian, beliau tidak akan mencampakkan diri ke dalam bencana. Allah menolong hamba-Nya selama hamba menolong dirinva dan menolong sesamanya. 

Di tengah perjalanan, mereka dibuntuti seorang laki-laki berkuda yang terus membayangi di belakang, sedang mengejar Nabi. Orang itu bernama Suraqah. Ia mengejar hadiah sayembara, Larena jika ia dapat menangkap Nabi dalam keadaan hidup atau mati, ia akan mendapat hadiah yang besar dan sayembara yang diselenggarakan oleh orang-orang Quraisy Mekah. yaitu 100 ekor unta. 

Akan tetapi. ketika Suraqah sudah mendekati Nabi, ia tersungkur sehingga jatuh. Kemudian, terbentang awan dan debu sehingga menutup pandangannya dari Nabi dan Abu Bakar, Akhirnya, Suraqah menyadari bahwa ia tidak diperbolehkan Tuhan membunuh Muhammad. Lalu, Nabi datang menghampirinya. Dia duduk bersimpuh memohon ampun dan memohon perlindungan kepada Nabi. Nabi pun memberi maaf kepadanya. Dia diperbolehkan kembali ke rumahnya dan peristiwa ini tidak Suraqah ceritakan kepada kaumnya yang sedang mencari Muhammad saw. 

Baca juga biografi Rasulullah SAW selanjutnya pada judul :  Nabi Muhammad SAW. Memasuki Madinah (Biografi Lengkap Rasulllah SAW)

Tabir Wanita