Monday, 12 October 2015

Apakah Menelan Ludah, Menyedot Ingus Dan Sengaja Muntah Membatalkan Puasa ?

Tanya : Apakah menelan ludah atau menyedot kembali ingus yang hendak keluar itu membatalkan puasa? Saya pernah dengar “bersengaja muntah” itu membatalkan puasa. Saya sering merasa mual baik karena sakit maupun karena kebanyakan makan, tapi makanan itu tak juga mau keluar meski sudah terasa dekat di tenggorokan. Biasanya saya lalu berusaha mendorongnya keluar. Apakah itu tergolong sengaja muntah tadi?

Jawab : Menelan ludah tidak membatalkan puasa, sama halnya dengan menyedot kembali ingus yang masih ada dalam hidung dengan catatan ludah atau ingus itu tidak bercampur atau membawa apapun, seperti sisa makanan atau ‘ayn lain yang terkadang tertinggal dalam mulut atau terdapat dalam hidung. Apabila ada ‘ayn yang ikut tertelan atau masuk, maka batallah puasa Anda.

Sedang sengaja muntah batasannya sangat jelas : muntah itu disengaja atau tidak?

Jika seseorang sengaja (menghendaki, bermaksud, dan melakukan upaya untuk) muntah, maka muntah yang terjadi membatalkan puasa. Dan sejauh saya tangkap dari pertanyaan Anda, yang Anda lakukan itu sudah termasuk istiqa‘ah atau sengaja muntah, sama dengan menekan otot perut atau leher sebagaimana lazim dilakukan untuk tujuan yang sama.

Bahwa Anda melakukan itu karena “terganggu” oleh rasa mual akibat sakit atau kebanyakan makan tidak cukup dapat dijadikan alasan atau pembenar untuk sengaja atau berusaha muntah.

Sunah-Sunah Dalam Shalat

1. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai tinggi ujung jari sejajar dengan telinga, telapak tangan setinggi bahu, keduanya dihadapkan ke kiblat. 

2. Mengangkat kedua tangan ketika akan rukuk, ketika berdiri dan rukuk, dan tatkala berdiri dari tasyahud awal dengan cara yang telah diterangkan pada takbiratul ihram.
Sabda Nabi :
“Dari Ibnu Urnar. Ia berkata, Apabila Nabi Saw. hendak melakukan salat, beliau mengangkat kedua tangannya sehingga keduanya satma tinggi dengan kedua belah bahunya, kemudian baru beliau takbir. Apabila hendak rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya seperti demikian; dan apabila bangun dari rukuk, beliau angkat pula kedua tangannya seperti demikian.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

“Beliau tidak rnengangkat kedua tangan ketika bangkit dan sujud, dan tidak pula ketika duduk antara dua sujud.” (RIWAYAT MUSLIM)
 
“Apabila beliau berdiri dan rakaat yang kedua, beliau mengangkat kedwi tangannya”. (RIWAYAT BUKHARI)
3. Meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, dan keduanya diletakkan di bawah dada. Menurut sebagian ulama diletakkan di bawah pusat.
Sabda Nabi :
“Dari Wail bin Hujrin, “Saya telah salat beserta Rasulullah Saw Beliau meletakkan tangan kanan beliau di atas tangan kirinya di atas dada beliau.” (RIWAYAT IBNU KHUZAIMAH)

4. Melihat ke arah tempat sujud, selain pada waktu membaca “Ashadu anlailaha illallah” dalam tasyahud. Ketika itu hendaklah melihat ke telunjuk.
 
5. Membaca doa iftitah sesudah takbiratul ihram, sebelum membaca AI-Fatihah.
Lafaznya :

Hadisnya:
“Abu Hurairah berkata, “Rasulullah Saw apabila telah mengucap takbir dalam salat, beliau diam sebentar sebelurn menibaca Fatihah. Saya bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu, apakah yang engkau baca di antara takbir dan Fatihah?’ Jawab beliau, ‘Saya membaca: Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dan kesalahanku sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, basuhlah kesalahanku dengan air es, dan embun’.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Atau dengan lafaz yang tersebut dalam hadis lain yaitu :


“Aku menghadapkan mukaku ke hadirat yang menjadikan langit dan bumi dengan tunduk menyerahkan diri. Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Sesungguhnya salatku, ibadatku, hidup dan matiku hanyalah untuk Tuhan semesta alam. Tuhan yang tidak bersekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (RIWAYAT MUSLIM)

6. Membaca “a’uzubillahi minasyaitoni rojim” yang artinya “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”(RIWAYAT ABU SA’ID AL-KHUDRI), sebelum membaca bismillah.
Firman Allah Swt.:
“Apabila kamu membaca AI-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (AN-NAFIL 98)

Diam sebentar sebelum membaca AI-Fatihah dan sesudahnya.
Hadis Nabi : “Dari Samurah, “Nabi Saw. diam sebentar apabila sudah takbir dan apabila sudah selesai dari membaca Al-Fatihah.” (RIWAYAT ABU DAWUD)

7. Membaca amin sehabis membaca Fatihah. Sebelum membaca amin. disunatkafn pula membaca: “robbigh firli”

Kalau Al-Fatihah dibaca dengan suara keras, amin juga demikian. Sebaliknya kalau Al-Fatihah tidak dibaca keras, amin pun tidak.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila imam berkata walad-dallin, hendaklah kamu berkata amn. Maka sesungguhnya malaikat berkata amin pula, dan imam juga berkata amin. Maka barang siapa yang sama-sama amifn-nya dengan amin malaikat, diampuni dosanya yang telah lalu.” (RIWAYAT AHMAD DAN NASAI)

“Dari Wail bin Hujrin. la telah mendengar Rasulullah Saw. ketika selesai membaca walad-dallin, beliau membaca rabbig firli ãmin. (RIWAYAI TABRAN1 DAN BAIHAQI)

9. Membaca surat atau ayat Qur’an bagi imam atau orang salat sendiri sesudah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama (ke-1 dan ke-2) dalam tiap-tiap salat. Surat atau ayat yang dibaca dalam rakaat pertama hendaklah lebih panjang daripada yang dibaca dalam rakaat kedua, dan kedua surat itu hendaklah berurutan sebagaimana urutan dalam Qur’an.
Hadist Nabi : “Dari Abu Qatadah, “Sesungguhnya Nabi Saw. membaca Al-Fatihah dan dua surat pada dua rakaat yang pertama waktu salat Lohor. Pada dua rakaat yang akhir (ke-3 dan ke-4) beliau membaca Al-Fatihah saja; ayat yang beliau baca itu sewaktu-waktu (kadang-kadang) beliau perdengarkan kepada kami; ayat yang beliau baca dalam rakaat pertama lebih panjang daripada yang beliau baca dalam rakaat kedua. Demikian pula pada salat Asar dan pada salat Subuh.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

10. Sunat bagi makmum mendengarkan bacaan imamnya.
Firman Allah Swt.:
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik.” (AL-A’RAF: 204)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila kamu salat di belakang saya (mengikuti saya), maka janganlah kamu baca apa-apa selain Ummul-Qur’an (A1-Fatihah) “ (RIWAYAT TIRMIZI)

11. Mengeraskan bacaan pada salat Subuh dan pada dua rakaat yang pertama pada salat Magrib dan Isya, begitu juga salat Jumat, salat Hari Raya, Tarawih, dan Witir dalam bulan Ramadan, beralasan dengan amalan Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari.

12. Takbir tatkala turun dan bangkit, selain ketika bangkit dari rukuk.

13. Ketika bangkit dan rukuk membaca “samiallahu liman hamidah”
 
14. Tatkala i’tidal membaca ”robbana walakal hamdu”
Hadis Nabi : “Dari Ahu Hurairah. Rasulullah Saw. apabila berdiri untuk salat, beliau takbir ketika berdiri, takbir ketika rukuk, kemudian membaca Samiallahu liman hamidah ketika bangkit dari rukuk, lalu membaca rabbana walakalhamdu ketika i‘tidal. Beliau takbir ketika turun akan sujud, kemudian takbir ketika bangun dari sujud, lalu takbir lagi ketika sujud kedua dan ketika bangkit dari sujud. Beliau lakukan demikian pada semua rakaat salat, dan beliau takbir ketika berdiri dari rakaat yang kedua sesudah tasyahud pertama.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

15. Meletakkan dua tapak tangan di atas lutut ketika rukuk. Keterangan yaitu amal Rasulullah Saw. (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
 
16. Membaca tasbih tiga kali ketika rukuk. Lafaznya “subhana rabbiyal adzimi” yang artinya“Mahasuci Tuhanku Yang Maha Agung.” (Riwayat Muslim)
 
17. Membaca tasbih tiga kali ketika sujud. Lafaznya “subhana rabbiyal a’la” yang artinya “Mahasuci Tuhanku Yang Maha Tinggi.” (RIWAYAT MUSLIM DAN ABU DAWUD)
 
18. Membaca doa ketika duduk antara dua sujud. Lafaznya: “Allahumaghfirli warhamni wajburni wahdini warzukni”
Hadis Nabi : “Dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Nabi Saw. membaca di antara dua sujud: Ya Allah, ampunilah aku, berilah rahmat kepadaku, cukupilah aku, pimpinlah aku, dan berilah rezeki kepadaku’.” (RIWAYAT TIRMIZI DAN ABU DAWUD)
 
19. Duduk iftirasy (bersimpuh- duduk di atas mata kaki kiri, tapak kaki kanan ditegakkan, ujung jari kaki kanan dihadapkan ke kiblat) pada semua duduk dalam salat, kecuali duduk akhir. Keterangannya yaitu amal Rasutullah Saw. (RIWAYAT TIRMIZI) 

20. Duduk tawarruk di duduk akhir (Seperti iftirasy juga, tetapi tapak kakinya yang kiri dikeluarkan ke sebelah kanan, dan pantatnya sampai ke tanah). Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw. (RIWAYAT BUKHARI)

21. Duduk istirahat (sebentar) sesudah sujud kedua sebelum berdiri. Beralasan kepada amal Rasulullah Saw. (RIWAYAT BUKHARI)

22. Bertumpu pada tanah tatkala hendak berdiri dari duduk. Keterangannya amal Rasulullah Saw. (RIWAYAT BUKHARI)

23. Memberi salam yang kedua, hendaklah menoleh ke sebelah kiri sampai pipi yang kiri itu kelihatan dan belakang.
Hadis Nabi “Dari Sa’id bin Abi Waqas. Ia berkata, “Saya lihat Nabi Saw. memberi salam ke kanan dan ke kiri sehingga kelihatan putih pipi beliau.” (RIWAYAT MUSLIM)

24. Ketika memberi salam hendaklah diniatkan memberi salam kepada yang di sebelah kanan dan kirinya, baik terhadap manusia maupun malaikat. Imam memberii salam kepada makmum, dan makmum berniat menjawab salam imam.

Apa Hukum Bervariasi Dalam Hubungan Intim ?

Sejak dini Islam telah mengajarkan juga dalam melakukan hubungan intim yang benar. Namun ketika getaran hasrat seorang pria mulai memuncak dan tidak dapat dikendalikan lagi, semuanya akan terlupakan. Sehingga dalam memenuhi hasratnya, terkadang sang suami meminta pasangannya untuk bervariasi ketika bersetubuh. Seperti; (maaf) bersetubuh sambil berdiri, jurus cakar elang dan sesamanya. Haruskah sang istri memenuhi permintaan sang suami dalam kasus di atas?

Jawab : Tidak harus. Artinya, dengan menolak hal tersebut, sang istri tidak termasuk tidak taat sama suami (tidak berdosa), kecuali dengan tanpa variasi s*x, sang suami tidak bisa mengeluarkan sperma.

Referensi : 
 
 

Sunday, 11 October 2015

Kalimat Dan Arti Hauqalah

Lafaz kalimat Hauqalah yaitu “Lahaula wala kuwata illabillah” Artinya “Tidak ada daya dan upaya kecuali dan Allah SWT
Diucapkan saat kita mengalami dari merasa tak mampu mencari jalan keluarnya.

Kalimat ini menegaskan bahwa Allah itu Kuat, tidak ada satupun yang dapat menandingi kekuatan Allah SWT, semua makhluk akan lemah, binasa dan tidak memiliki kekuatan apapun kecuali dengan pertolongan Allah.

Orang Islam yang meyakini bahwa Allah Maha Kuat, maka akan selalu tawadhu, tidak pernah sombong dan angkuh, kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki tidak berarti apapun bila dibandingkan dengan kekuatan Allah SWT.

Keutamaan dari bacaan hauqalah
1. Setelah shalat, Merupakan tabungan/simpanan untuk surga. Wahai Abdullah bin Qais, maukah engkau kuberitahu tentang salah satu tabungan/simpanan dan simpanan-simpanan surgawi? Abdullah bin Qais menjawab: ‘Tentu, wahal Rasulullah Ia bersabda: ‘Ucapkanlah laa haula wa Iaa quwwata illa billah” (Al-Hadis)

2. Merupakan salah satu pembuka pintu surga
“Maukah engkau aku tunjukkan salah satu dari pintu surga?Aku berkata, ‘tentu BeIiau bersabda, ‘Laa haula wala quwwata illa billah” (Al-Hadis)

3. Hauqalah hendaknya sering-sering dibaca oleh orang sakit
“Sebagian penjenguk orang yang sakit memberiikan nasihat agar sisakit banyak-banyak membaca hauqalah (Iaa haula wala quwwata illa billah)”

Kita mengucapkan kalimat hauqalah senatiasa untuk meminta perlindungan Allah. Setiap kita mengucapkan lafaz hauqalah bahwa kita yakin Allah ada bersama kita. Sehingga kita selalu berharap mendapatkan pertolongan Allah. Kita meyakini bahwa Allah maha kuat. Sehingga kita tidak pernah sombong dan angkuh.

Bacaan hauqalah kita ucapkan pada saat
1.Melakukan pekerjaafn yang berat
2. Pada saat akan bepergian jauh
3. Ketika kita mendapatkan amanah
4. Kita ingin menghadapi ujian untuk meminta kekuatan
5. Ketika dzikir

Membiasakan Membaca Kalimat Thayibah Dalam kehidupan sehari-hari kita membiasakan membaca kalimat thayibah, selalu kita membiasakan untuk mengucapkan hal yang baik, ketika kita melihat sesuatu yang indah, sesuatu yang menyeramkan, menakutkan, sesuatu yang menakjubkan dan sesauatu yang kurang enak juga kita selalu membiasakan mengucapkan kalimat thayibah.

Kalimat Thayyibah
  • Kalimat Ta’awudz adalah memohon perlindungan kepada Allah SWT
  • Kalimat Basmalah adalah ucapan yang dilakukan saat memuai pekerjaan
  • Kalimat Hamdalah kalimat yang diucapkan setelah mengakhiri pekerjaan
  • Kalimat Takbir kalimat yang sering kita dengrakan pada waktu azan
  • Kalimat Tasbih kita ucapkan ketika melihat sesuatu yang menakjubkan
  • Kalimat Tahill lafaz yang sering kita dengar dan lakukan ketika kita meminta ampunan kepada Allah untuk orang telah meninggal dunia
  • Kalimat Hauqallah kita ucapkan untuk memohon pertolongan Allah
Barangsiapa yang tidak memuliakan karena ketaqwaan. maka tidak ada kemuliaan baginya. (Imam Syafi’i)

Kaum ‘Ad Yang Sombong (Kisah Dalam Al-Quran)


Kaum ‘Ad Yang Sombong
QS. Asy-Syu’araa’: 123-140, Al-Mu’minuun: 32-4

Kaum Nabi Nuh yang selamat mulai memenuhi bumi. Dan keturunan mereka hiduplah kaum yang bertempat tinggal di sebelah utara Hadratulmaut dan negeri Yaman, yang disebut kaum Ad. Allah mengutus kepada kaum ‘Ad seorang Nabi bernama Hud yang merupakan keturunan Sam bin Nuh, cucu Nabi Nuh.

Kaum ‘Ad merupakan kaum yang kuat. Sayangnya, mereka sangat suka berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka menyembah patung-patung. Mereka juga suka merampok harta benda orang lain dan menyiksa tawanan perang. Di sisi lain, mereka sangat pandai membuat bangunan-bangunan yang kuat di tempat tinggi.

Nabi Hud berseru kepada kaumnya, “Hai kaumku, sembahlah Allah karena tidak ada Tuhan selain Allah. Aku tidak minta upah apa-apa dari kalian, dan tidak ada yang mmberi upah kepadaku melainkan Allah yang sudah menjadikanku. Minta ampunlah kalian kepada Allah dan bertakwalah kepada-Nya,” ucap Nabi Hud.

Namun, kaum ‘Ad sangat sombong. Mereka tidak mau mendengarkan seruan Nabi Hud. Mereka malah berkata, “Sesungguhnya kami melihat engkau dalam kebodohan dan dusta.”

Nabi Hud menjawab, “Hai kaumku, aku bukan orang bodoh. Namun, aku seorang Rasul utusan Allah.”

Para pembesar kaum ‘Ad menjawab, “Kamu tidak pantas datang kepada kami dan menyuruh kami menyembah Allah serta meninggalkan berhala-berhala yang sudah lama kami sembah.

Nabi Hud memberi peringatan kepada mereka bahwa Allah dapat mendatangkan hukuman bila mereka tidak mau bertobat. Beliau memberi contoh tentang kejadian yang menimpa kaum Nabi Nuh yang membangkang. Banjir besar diturunkan kepada mereka sehingga dunia menjadi lautan dan semua orang yang durhaka kepada Allah musnah.

Nabi Hud juga mengingatkan kaum ‘Ad bahwa bila mereka berperilaku sama dengan kaum Nabi Nuh, maka Allah juga akan murka. Namun, kaum ‘Ad tidak percaya dengan ucapan beliau. Datangkan saja apa yang engkau janjikan kepada kami, bila engkau memang orang yang benar.” Kaum ‘Ad menantang Nabi Hud.

Peringatan Untuk Kaum ‘Ad
Nabi Hud berkata, “Sesungguhnya, peringatan dari Allah akan datang, baik kalian percaya ataupun tidak.” Akhirnya, Allah mendatangkan angin kencang selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus bagi kaum ‘Ad yang durhaka. Angin kencang itu merubuhkan pohon-pohon dan bangunan-bangunan kaum ‘Ad yang kokoh. Allah telah menurunkan azab-Nya dan memusnahkan kaum ‘Ad. Sementara itu, orang-orang yang beriman diselamatkan oleh Allah dari malapetaka hebat tersebut.

Peristiwa Penting Pada Masa Kelahiran Nabi Muhamamd SAW

A. Pasukan Gajah
Pernakah kamu mendengar cerita tentang pasukan gajah? Pasukan gajah adalah pasukan yang menyerang Ka’bah pada tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW. (baca juga : Pasukan Gajah Menyrang Ka'bah)

Mereka ingin menghancurkan Ka’bah. Oleh karena itu, tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW disebut tahun gajah.

Peristiwa penyerangan pasukan gajah ke Mekah merupakan peristiwa besar. Tentu kamu pernah mendengar cerita tentang pasukan gajah yang dipimpin Abrahah. Pasukan gajah itu hendak menghancurkan Ka’bah. Allah SWT mengabadikan peristiwa itu dalam Al Quran surah Al-Fiil ayat 1-5. Artinya:
  1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu Telah bertindak terhadap tentara bergajah?
  2. Bukankah dia Telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka‘bah) itu sia-sia?
  3. Dan dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
  4. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
  5. Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
 B. Abrahah
Abrahah adalah Gubernur Yaman untuk Kerajaan Habasyah (Etiopia). Abrahah membangun pusat pemerintahannya di kota San’a. Pada waktu itu yang menduduki tahta kerajaan Habasyah adalah Raja Najasyi. Yaman mempunyai letak yang strategis. Oleh karena itu, Yaman menjadi rebutan negara-negara lainnya.

Untuk memantapkan kedudukannya, Abrahah mendorong pengembangan agama Kristen di Yaman. Abrahah juga membangun kembali bendungan Ma’rib serta menguasai jalur perdagangan Hijaz. Kota Mekah merupakan kota yang terletak di jalur perdagangan tersebut. Oleh karena itu. Mekah berkembang menjadi pusat perdagangan yang ramai.

Selain itu, Mekah mempunyai daya tarik lainnya, yaitu Ka’bah. Setiap tahun, ribuan pengunjung mendatangi Ka’bah untuk melakukan pemujaan. Hal itu menambah ramai kota Mekah. Bahkan keramaian kota Mekah melebihi kota San’a. hal itu membuat Abrahah dengki.

Selanjutnya, Abrahah memiliki rencana untuk membangun sebuah gereja guna menyaingi Ka’bah. Ia membangun gereja itu dengan megah dan indah. Gereja itu dihiasi ukiran-ukiran yang berciri khas Kristen. Gereja itu diberinya nama Al-Qulles.

Dengan adanya gereja itu, Abrahah bermaksud menarik perhatian masyarakat disekitarnya. Dengan demikian, kota San’a akan kembali menjadi ramai dan melebihi kota Mekah.

Akan tetapi, harapan Abrahah tidak menjadi kenyataan. Masyarakat tidak ada yang tertarik untuk mengunjungi gereja tu. Mereka tetap mengunjungi Ka’bah. Hal itu membuat kota Mekah tetap lebih ramai dari pada kota San’a. Kenyataan itu membuat Abrahah makin geram. Satu-satunya jalan ialah menghancurkan Ka’bah dan memusnahkan kota Mekah. Dengan demikian, tidak ada pilihan bagi masyarakat kecuali mengunjungi gerejanya.

Abarahah kemudian menyiapkan bala tentaranya. Pasukan itu terdiri dari prajurit-prajurit yang tangguh. Mereka menggunakan gajah untuk mengangkut segala peralatan perangnya. Oleh karena itu, pasukan ini terkenal dengan sebutan pasukan gajah. Pada awal tahun 571 Masehi mereka mulai bergerak menuju Mekah.

Saturday, 10 October 2015

Apa Hukum Tadarrus Bagi Perempuan Haid ?

Tanya : Pada bulan Ramadhan ini, saya ingin memperbanyak amal ibadah dengan membaca atau tadarrus Al-Quran, tetapi sebagai perempuan saya juga mengalami haid. Bolehkah membaca atau tadarrus Al-Quran dengan niat dzikir seperti pendapat Ibnu Abbas ?

Jawab : Ramadhan adalah bulan istimewa, di antaranya karena pahala beribadah dilipatgandakan sedemikian rupa. Di samping itu, Al-Quran juga sesuatu yang sangat istimewa, tidak saja dan sisi fungsionalnya sebagai sumber nomor satu untuk memahami dan menjalankan agama Islam, tetapi juga karena kedudukannya sebagai kalam (firman) Allah, mu’jizat terbesar yang diberikan kepada rasul terbesar pula.

Dari sisi fungsional, terhadap pembaca Al-Quran dituntut kemampuan untuk mengetahui dan memahami kandungan yang terdapat di dalamnya, karena hanya dengan kemampuan itulah seseorang mampu memetik hikmahnya. Tetapi karena keistimewaan Al-Quran tidak terbatas dalam pengertian fungsional, maka tanpa pemahaman yang memadaipun, setiap muslim tetap berhak untuk “menikmati” Al-Quran. Bentuk paling awam dan sederhana untuk menikmati Al-Quran adalah dengan membacanya, dan untuk amal ini dijanjikan pahala yang besar, karena salah satu unsur definisi Al-Quran adalah al-muta‘abbad bi tilawatihi, membacanya (meskipun tanpa pemahaman atas maknanya) termasuk ibadah. Seperti amal ibadah yang lain, dalam bulan Ramadhan pahala membaca Al-Quran juga dilipatgandakan. Tetapi membaca Al-Quran tidak selamanya berarti ibadah.

Ada berbagai kondisi di mana membaca Al-Quran sebaiknya dihindari (makruh) bahkan dilarang (haram). Termasuk yang dilarang adalah membacanya dalam keadaan hadas besar : junub maupun haid. Dari sisi hukum fikih, dasar larangan ini adalah hadis riwayat At-Turmudzi:
Artinya: “Janganlah orang junub dan haid membaca sesuatu dari Al-Quran.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibn Majah)

Di luar itu ada juga pertimbangan etis. Al-Quran adalah wahyu, kalam suci, maka membacanya dalam keadaan tidak suci (dari hadas besar) tidak pantas dilakukan. Kecuali, kalau membacanya dengan niat berdzikir. Jadi tergantung niatnya. Rasulullah dalam satu hadis bersabda:
Artinya: “Keabsahan amal tergantung pada niat. Dan seseorang mendapat balasan sesuai niatnya. “(HR. Bukhari)

Dari hadis ini lalu tirnbul kaidah fikih : al-umur bi maqathidiha, hukum sebuah perbuatan ditentukan oleh niat yang mendasari. Jadi, ketika seorang perempuan haid membaca Al-Quran dengan niat berdzikir maka hukumnya tidak haram. Dan tentu saja, pahala yang didapat adalah pahala dzikir, bukan pahala membaca Al-Quran. (Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuh: I, 538, Asy-Syarqawi I, 85).

Oleh karenanya, membaca basmalah sebelum makan, hamdalah Sesudahnya, atau istirja’ (membaca innalillah wa inna ilaihi raji’un) ketika ditimpa musibah ketika menyandang hadas besar juga tidak dilarang. Meskipun ketiga bacaan itu terdapat dalam (dan memang bersumber dari) Al-Quran, tetapi orang membacanya sebagai doa atau dzikir, bukannya membaca Al-Quran itu sendiri.

Hanya saja, pengecualian seperti ini tidak dapat membenarkan keinginan Anda untuk tadarius dalan keadaan haid. Bagaimanapun, Anda sejak semula memang berniat membaca atau tadarrus Al-Quran karena mempertimbangkan pahalanya di bulan Ramadhan. Jadi, bagaimana mungkin Anda dapat menganggapnya sebagai dzikir, sementara Anda memang secara spesifik bermaksud membaca Al-Quran? Jadi, niat dan motivasi Anda perlu ditinjau kembali: apakah bertadarrus Al-Quran ataukah sekadar berdzikir. Padahal niat itu tidak bisa direkayasa.

Maksud Anda untuk memperbanyak pahala di bulan Ramadhan sungguh amat mulia, dan itu tetap bisa ditempuh meskipun tidak dengan membaca Al-Quran. Toh, amal ibadah tidak terbatas hanya membaca Al-Quran saja. Mempelajari hadis, mendalami ilmu keagamaan, membaca kalimah thayyibah (laa ilaaha ilallaah), bershalawat kepada Rasulullah juga ibadah yang berbasis pada aktivitas membaca. Kalau mau yang lebih bernilai sosial, bersedekah juga ibadah yang sangat dianjurkan.

Jadi, pintu pahala masih terbuka sangat lebar bagi Anda. Bahkan tidak membaca Al-Quran karena haid juga sebuah kesempatan pahala, jika itu Anda niatkan untuk menjauhi larangan. Karena, seperti pernah saya sampaikan di sini beberapa hari lalu, separuh pengertian larangan (haram) adalah berpahala jika ditinggalkan. Selamat beribadah.

Tata Cara Orang Tua Mencarikan Jodoh Anaknya (Fikih Islam)

Orang tua di zaman sekarang, harus ekstra hati-hati dalam mencari calon suami anak perempuannya. Sebab banyak orang-orang yang berpura-pura baik, padahal mereka itu adalah buaya darat (crocodile) yang berubah wujud. Dan sewaktu-waktu akan menampakkan bentuk aslinya, jika merasa aman. Bagaimana sebaiknya sikap orang tua dalam mencari calon bagi anak perempuannya?

Jawab : Orang tua harus mencarikan jodoh anak perempuannya dengan seseorang yang sholeh dan disunnahkan untuk menawarkannya pada orang sholeh, seperti ; Kang Santri.

Referensi :


Tabir Wanita