Sunday 6 September 2015

Bagaimana Mengulang Shalat Saat Bepergian ?


Tanya : Saat bepergian, kita diperkenankan menjama’ shalat, setelah sampai di tujuan temyata waktu masih ada. Apakah shalat tersebut wajib diulang ?

Jawab : Allah berfirman dalam Al-Quran tepatnya surat AnN isa’, 103 sebagai berikut:
Artinya: ‘Bahwa sesungguhnya shalat orang mukinin adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya.” (QS. An-Nisa’: 102)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada dasamya kewajiban menjalankan ibadah shalat adalah pada waktunya masing-masing yang telah ditetapkan, tidak dapat didahulukan atau diakhirkan dari semestinya.

Namun deinikian, ada kondisi khusus seseorang diperkenankan menjalankan shalat di luar waktu yang telah ditentukan, yaitu dengan melakukan cara shalat yang lazim disebut jama.

Yang dimaksud dengan menjama‘ shalat adalah melaksana kan shalat Ashar pada waktu Zhuhur atau Isya’ pada waktu Maghrib atau sebaliknya, yaitu Zhuhur pada waktu Ashar dan Maghrib pada waktu Isya’. Yang pertama disebut jama’ taqdim dan yang kedua jama’ ta’khir.

Diperbolehkannya melakukan jama’ shalat merupakan suatu rukhsah (dispensasi) dari Allah terhadap para hamba Nya. Karena itu merupakan suatu kemudahan, tidak dalam segala kondisi seseorang dapat melakukannya.

Dalam literatur fikih disebutkan adanya dua kondisi yang memperkenankan seseorang men-jama’ shalat. Pertama, bila berada dalam kondisi perjalanan. Kedua, seseorang yang terbiasa shalat jamaah di masjid, sementara keadaan hujan yang dikhawatirkan membasahi atau mengotori pakaiannya. Dalam keadaan demikian, dia diperbolehkan melakukan jama‘ shalat.

Khusus yang pertama (dalam perjalanan) seseorang boleh melakukan shalat jama’ bila perjalanannya mencapai batas diperbolehkannya melakukan shalat qashar (masafatu al-qashi) yaitu suatu perjalanan yang telah mencapai dua marhalah.

Menurut kitab Fath Al-Qadii dua marhalah sama dengan sekitar 90 kilometer. Dan mulai boleh menjamá’ shalat bila telah melewati batas daerahnya (saaru al-balad). Hal tersebut masih ditambah lagi dengan suatu ketentuan lain bahwa perjalanan itu bukanlah untuk suatu tujuan yang tidak diperbolekan oleh syariat. Demikianlah di antara ketentuan yang harus diperhatikan dalam menjalankan shalat jamak.

Keterangan di atas lebih mengacu pada kondisi seseorang diperbolehkan melakukan shalat jama’ Sementara cara pelaksanaan shalat tersebut masih ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan.

Dalam kitab Fath A1-Wahhab disebutkan empat syarat ketika seseorang bermaksud melakukan jama’ taqdim.
Pertama, shalat tersebut dilakukan secara urut (tartib), artinya mendahulukan shalat Zhuhur sebelum Ashar dan Maghrib sebelum Isya’. Tidak dapat dilakukan yang sebaliknya.

Kedua, niat akan melakukan shalat jama ‘pada saat melaksanakan shalat yang pertama, dalam hal ini saat melaksanakan shalat Zhuhur atau Maghrib. Bila niat tersebut tidak ada, maka seseorang tidak diperbolehkan melakukan shalat jama

Ketiga, dilakukan secara berkesinambungan (al-wila) dalam artian setelah melaksanakan shalat yang pertama lalu dilanjutkan dengan shalat yang kedua, tidak diselingi dengan kegiatan apapun yang menurut adat dianggap lama.

Yang (keempat) terakhir, seseorang masih berada di dalam perjalanan ketika waktu shalat yang kedua (Ashar atau Isya’) telah mulai masuk (dawamu as-safar ila ‘aqdin tsaniyah).

Dengan kata lain, ketika seseorang telah sampai tinggalnya, atau daerah lain yang dia niatkan akan bermukim dalam jangka waktu yang lama, sementara dia belum menjama shalat maka dia tidak dapat lagi melakukannya.

Sementara untuk jama ta’khir hanya dipersyaratkan berniat pada waktu yang pertama dia akan melakukan shalat jama’ ta’khir. Hal itu untuk membedakannya dari shalat qadha’yang notabene adalah juga meletakkan shalat di luar waktu yang telah ditentukan. Disyaratkan juga seseorang masih berada dalam perjalanan saat waktu yang kedua telah masuk, sebagaimana yang telah disebutkan pada bagian pertama.

Merujuk pada pertanyaan tersebut di atas, tentang wajib atau tidaknya mengulangi shalat yang dilakukan secara jama’ ketika telah sampai di tempat tujuan, sementara waktunya masih ada, kita dapat memperhatikan syarat yang terakhir dan kitab itu, yakni dawamu as-safar, dengan jalan mengambil mafhum dan keterangan tersebut. Yang dipersyaratkan hanyalah bahwa seseorang tersebut masih dalam perjalanan saat waktu yang kedua telah mulai masuk, bukan waktu kedua yang telah berakhir. Dengan demikian, bila memang shalat jama’ tersebut dilakukan melalui suatu perkiraan, yang kemudian memang terjadi seseorang masih berada dalam perjalanan saat waktu yang kedua telah masuk, shalat tesebut tidak perlu diulang, sekalipun waktu masih ada dan lama.

Bahkan tindakan tersebut (mengulangi) dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi sikap keberagamaan seseorang bila dibarengi dengan motivasi bermain-main dalam masala ibadah (tala‘ub fi Ad-din).

2 comments:

  1. ko jadi membahas Sujud tilawah????? kaga nyambung bro

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf sebelumnya, saya salah menginput tulisan, terimakasih sudah mengingatkan, sudah diperbaiki, saya menginput soal sujud tilawah yang seharusnya saya input disini
      Pengertian, Dasar Hukum Dan Tata Cara Sujud Tilawah

      Delete

Tabir Wanita