Tanya : Saya pernah mendengar sujud itu bermacam-macam. Salah satunya adaiah sujud tilawah. Mohon jelaskan ihwal tentang sujud tilawah itu.
Jawab : Kita semua kaum muslimin sudah sangat akrab dengan kata sujud. Paling tidak, sujud kita pahami sebagai salah satu rukun shalat, yang paling tidak dikerjakan lima kali sehari semalam. Yaitu dengan cara meletakkan kedua telapak tangan, kaki, lutut dan dahi ke tanah atau alas tertentu. Sebenarnya sujud itu seperti dikatakan penanya, banyak macamnya. Paling tidak ada tiga di samping sujud sebagai rukun shalat. Ketiganya adalah sujud sahwi. sujud syukur dan titawah.
Sujud sahwi lebih dikenal dan lebih banyak dipraktikkan daripada sujud syukur dan tilawah. Pada zaman ini, sangat jarang kita temui kaum muslimin yang mengamalkan sujud syukur dan tilawah. Penyebab utamanya adalah kurangnya pengetahuan mereka tentang keduanya.
Dalam kesempatan ini kita akan mengkhususkan pembahasan pada sujud tilawah saja sesuai dengan pertanyaan penanya. Pembahasan tentang sujud tilawah meliputi status hukum serta tata cara pelaksanaannya. Tulisan ini sepenuhnya didasarkan pada kitab At-Tibyan fi Adab Hamalah Al-Quran, karya Imam Nawawi. Hal itu kami lakukan karena dalam kitab tersebut telah memberikan uraian yang sangat memadai mengenai sujud tilawah dalam satu pasal khusus.
Semua ulama sepakat. sujud tilawah diperintahkan oleh agama. Dalam hal ini tidak terdapat perbedaan pendapat. Kesepakatan semua ulama mujtahid tentang suatu masalah semacam ini, dalam ushul fikih dinamakan ijma’. Perbedaan timbul dalam menentukan jenis atau kadar perintah tersebut. Pendapat mayoritas ulama, menyatakan perintah sujud tilawah bersifat mandub atau sunah. Pendapat ini disokong oleh Imam Syafi’i, Ahmad, Auza’i, Ishaq, Dawud, dan lain-lain.
Pendapat ini disimpulkan dari pernyataan Umar Ibn Khaththab pada sebuah penyelenggaraan shalat Jumat. Beliau berseru: “Wahai manusia! Kita melewati ayat sajdah. Barangsiapa melakukan sujud tilawah maka Ia benar. Barangsiapa tidak mengerjakan maka tiada dosa baginya.” Sayyidina Umar sendiri pada saat itu, termasuk orang yang tidak melakukan sujud tilawah. (Shahih Bukhari, II: 260-261). Perkataan Umar tadi dapat dijadikan sandaran hukum karena para sahabat pada saat itu tidak ada yang menyangkal. Sementara itu, Imam Abu Hanifah dengan merujuk pada Al Quran surat Al-Insyiqaq, 20-21 menyatakan perintah tersebut bersifat wajib.
Sujud tilawah dilakukan ketika selesai membaca ayat-ayat sajdah. Hal itu juga dianjurkan ketika mendengar bacaan orang lain baik dalam keadaan shalat ataupun tidak. Jarak antara bacaan ayat sajdah dan sujud tilawah tidak boleh terlalu lama.
Menurut Imam Syafii dan kebanyakan ulama,ayat sajdah ada empat belas. Keempat belas ayat itu adalah A1-A’raf, 206, Ar-Ra’d, 15, An-Nahi, 50, Al-Isra’, 109, Maryam, 58, A1-Haj, 18, 77, Al-Furqan, 60, An-Naini, 26, As-Sajdah, 15, Shaad, 24, Fushilat, 38, An-Najm, 62, A1-Insyiqaq, 21, dan A1-Alaq, 19.
Persyaratan-persyaratari yang harus dipenuhi dalam mengerjakan shalat, juga berlaku untuk sujud tilawah. Orang yang mengerjakan sujud tilawah harus suci dari hadas dan najis, menghadap kiblat dan menutup auratnya.
Seperti saya sebutkan di atas, sujud tilawah dianjurkan bagi orang yang sedang shalat atau tidak. Bagi orang yang tidak sedang mengerjakan shalat, caranya adalah berdiri, kemudian takbiratul ihram seraya fiat dalam hati mengerjakan sujud tilawah dengan mengangkat kedua tangan sampai di atas pundak seperti halnya takbiratul ihram kala shalat. Setelah itu lalu turun untuk sujud dengan meletakkan kedua telapak tangan, kaki, lutut dan dahi di tanah atau alas tertentu. Ada baiknya, pada saat turun diiringi bacaan takbir.
Pada waktu sujud membaca bacaan yang biasa dibaca dalam shalat, yaitu “Subhaana rabiyal a ‘Ia” sebanyak tiga kali. Lalu disambung dengan membaca :
Dan diteruskan dengan “Subbuhun qudusun rabbul malakati warruh.”
Setelah itu, bangun dari sujud kemudian duduk dan diakhiri dengan salam tanpa membaca tasyahud terlebih dahulu.
Adapun ketika seseorang sedang menjalankan shalat, maka ketika berdiri langsung sujud sambil membaca takbir tanpa mengangkat kedua tangan. Dan setelah membaca “subhana rabiyal a‘la” tiga kali dan seterusnya, kemudian berdiri kembali meneruskan shalatnya. Intinya dari segi persyaratan, sujud tilawah tidak berbeda dengan shalat. Dan dari segi pelaksanaan sama dengan sujud yang menjadi rukun shalat.
Jawab : Kita semua kaum muslimin sudah sangat akrab dengan kata sujud. Paling tidak, sujud kita pahami sebagai salah satu rukun shalat, yang paling tidak dikerjakan lima kali sehari semalam. Yaitu dengan cara meletakkan kedua telapak tangan, kaki, lutut dan dahi ke tanah atau alas tertentu. Sebenarnya sujud itu seperti dikatakan penanya, banyak macamnya. Paling tidak ada tiga di samping sujud sebagai rukun shalat. Ketiganya adalah sujud sahwi. sujud syukur dan titawah.
Sujud sahwi lebih dikenal dan lebih banyak dipraktikkan daripada sujud syukur dan tilawah. Pada zaman ini, sangat jarang kita temui kaum muslimin yang mengamalkan sujud syukur dan tilawah. Penyebab utamanya adalah kurangnya pengetahuan mereka tentang keduanya.
Dalam kesempatan ini kita akan mengkhususkan pembahasan pada sujud tilawah saja sesuai dengan pertanyaan penanya. Pembahasan tentang sujud tilawah meliputi status hukum serta tata cara pelaksanaannya. Tulisan ini sepenuhnya didasarkan pada kitab At-Tibyan fi Adab Hamalah Al-Quran, karya Imam Nawawi. Hal itu kami lakukan karena dalam kitab tersebut telah memberikan uraian yang sangat memadai mengenai sujud tilawah dalam satu pasal khusus.
Semua ulama sepakat. sujud tilawah diperintahkan oleh agama. Dalam hal ini tidak terdapat perbedaan pendapat. Kesepakatan semua ulama mujtahid tentang suatu masalah semacam ini, dalam ushul fikih dinamakan ijma’. Perbedaan timbul dalam menentukan jenis atau kadar perintah tersebut. Pendapat mayoritas ulama, menyatakan perintah sujud tilawah bersifat mandub atau sunah. Pendapat ini disokong oleh Imam Syafi’i, Ahmad, Auza’i, Ishaq, Dawud, dan lain-lain.
Pendapat ini disimpulkan dari pernyataan Umar Ibn Khaththab pada sebuah penyelenggaraan shalat Jumat. Beliau berseru: “Wahai manusia! Kita melewati ayat sajdah. Barangsiapa melakukan sujud tilawah maka Ia benar. Barangsiapa tidak mengerjakan maka tiada dosa baginya.” Sayyidina Umar sendiri pada saat itu, termasuk orang yang tidak melakukan sujud tilawah. (Shahih Bukhari, II: 260-261). Perkataan Umar tadi dapat dijadikan sandaran hukum karena para sahabat pada saat itu tidak ada yang menyangkal. Sementara itu, Imam Abu Hanifah dengan merujuk pada Al Quran surat Al-Insyiqaq, 20-21 menyatakan perintah tersebut bersifat wajib.
Sujud tilawah dilakukan ketika selesai membaca ayat-ayat sajdah. Hal itu juga dianjurkan ketika mendengar bacaan orang lain baik dalam keadaan shalat ataupun tidak. Jarak antara bacaan ayat sajdah dan sujud tilawah tidak boleh terlalu lama.
Menurut Imam Syafii dan kebanyakan ulama,ayat sajdah ada empat belas. Keempat belas ayat itu adalah A1-A’raf, 206, Ar-Ra’d, 15, An-Nahi, 50, Al-Isra’, 109, Maryam, 58, A1-Haj, 18, 77, Al-Furqan, 60, An-Naini, 26, As-Sajdah, 15, Shaad, 24, Fushilat, 38, An-Najm, 62, A1-Insyiqaq, 21, dan A1-Alaq, 19.
Persyaratan-persyaratari yang harus dipenuhi dalam mengerjakan shalat, juga berlaku untuk sujud tilawah. Orang yang mengerjakan sujud tilawah harus suci dari hadas dan najis, menghadap kiblat dan menutup auratnya.
Seperti saya sebutkan di atas, sujud tilawah dianjurkan bagi orang yang sedang shalat atau tidak. Bagi orang yang tidak sedang mengerjakan shalat, caranya adalah berdiri, kemudian takbiratul ihram seraya fiat dalam hati mengerjakan sujud tilawah dengan mengangkat kedua tangan sampai di atas pundak seperti halnya takbiratul ihram kala shalat. Setelah itu lalu turun untuk sujud dengan meletakkan kedua telapak tangan, kaki, lutut dan dahi di tanah atau alas tertentu. Ada baiknya, pada saat turun diiringi bacaan takbir.
Pada waktu sujud membaca bacaan yang biasa dibaca dalam shalat, yaitu “Subhaana rabiyal a ‘Ia” sebanyak tiga kali. Lalu disambung dengan membaca :
Dan diteruskan dengan “Subbuhun qudusun rabbul malakati warruh.”
Setelah itu, bangun dari sujud kemudian duduk dan diakhiri dengan salam tanpa membaca tasyahud terlebih dahulu.
Adapun ketika seseorang sedang menjalankan shalat, maka ketika berdiri langsung sujud sambil membaca takbir tanpa mengangkat kedua tangan. Dan setelah membaca “subhana rabiyal a‘la” tiga kali dan seterusnya, kemudian berdiri kembali meneruskan shalatnya. Intinya dari segi persyaratan, sujud tilawah tidak berbeda dengan shalat. Dan dari segi pelaksanaan sama dengan sujud yang menjadi rukun shalat.
0 komentar:
Post a Comment