Tuesday 20 October 2015

Arti Dan Hukum Masbuq

Masbuq ialah orang yang mengikut kemudian, Ia tidak sempat membaca Fatihah beserta imam di rakaat pertama.

Hukumnya yaitu: Jika ia takbir sewaktu imam belum rukuk, hendaklah Ia membaca Fátihah sedapat mungkin. Apabila imam rukuk sebelum habis Fatihah-nya, hendaklah Ia rukuk pula mengikuti imam. Atau didapatinya imam sedang rukuk, hendaklah Ia rukuk pula. Ringkasnya, hendaklah Ia mengikuti bagaimana keadaan imam sesudah ia takbiratul ihram. (baca juga : Syarat Sah Mengikuti Imam)

Apabila masbuq mendapati imam sebelum rukuk atau sedang rukuk dan Ia dapat rukuk yang sempurna bersama imam, maka ia mendapat satu rakaat; berarti salatnya itu terhitung satu rakaat. Kemudian hendaklah kekurangan rakaatnya ditambah jika belum cukup, yaitu sesudah imam memberi salam.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabi1a seseorang di antara kamu datang untuk salat sewaktu kami sujud, hendaklah kamu sujud, dan janganlah kamu hitung itu satu rakaat; dan barang siapa yang mendapati rukuk beserta imam, maka ia telah mendapat satu rakaat.” (RIWAYAT ABU DAWUD)

Adapun Fatihah-nya ditanggung oleh imam, ini adalah pendapat jumhurul ‘ulama. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa masbuq tidak mendapat satu rakaat kecuali apabila Ia dapat membaca Fatihah sebelum imam rukuk. Mereka beralasan dengan hadis berikut.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Bagaimana keadaan imam ketika kamu dapati, hendaklah kamu ikuti; dan apa yang ketinggalan olehmu, hendaklah kamu sempurnakan.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Orang yang lebih berhak menjadi imam ialah orang yang disebutkan dalam hadis berikut.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Uqbah bin Amr, “Rasulullah Saw. telah berkata, ‘Yang menjadi imam di antara kamu ialah mereka yang terbaik bacaannya. Kalau mereka sama bacaannya, maka yang terpandai dalam sunnah; kalau kepandaian mereka sama dalam sunnah, dilihat yang lebih dulu berhijrah (ke Madinah); kalau bersamaan pula, dilihat yang lebih tua. Janganlah diimamkan seseorang di tempat kekuasaan laki-laki lain (artinya tuan rumah lebih berhak menjadi imam), dan janganlah seseorang duduk di rumah orang lain di atas tikarnya kecuali dengan izin tuan rumah itu’.” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

Imam yang dibenci
Apabila seseorang menjadi imam masjid, langgar, atau tempat-tempat berjamaah yang lain, tetapi kaum (orang banyak) yang berjamaah di situ benci kepadanya, sedangkan kebencian mereka kepadanya disebabkan oleh keagamaan, maka hukum imam yang seperti itu menurut sebagian ulama haram, sebagian lagi berpendapat makruh. Dengan adanya kebencian itu mereka tentu akan menjauhkan diri darinya dan salat berjamaah di situ akan berkurang, ataupun mungkin juga menimbulkan fitnah yang tidak diinginkan oleh agama Islam.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abdulllah bin Umar,; “Rosulullah Saw. Telah berkata, Allah tidak menerima salat orang yang menjadi imam di antara satu kaum, sedangkan mereka benci kepadanyu.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN IBNU MAJAH).

Kaum Tsamud Membunuh Unta (Kisah Dalam Al-Quran)

Para pemuka kaum Tsamud mengadakan persekongkolan. Mereka mengatur rencana untuk membunuh unta Nabi Saleh.

Namun, di hati mereka tetap terbersit rasa takut akan datangnya hukuman dari Allah. Di tengah keraguan tersebut, seorang wanita bangsawan yang kaya raya menawarkan akan menyerahkan dirinya kepada siapa saja yang berhasil membunuh unta Nabi Saleh. Ada juga seorang wanita yang menawarkan putri-putrinya yang cantik bagi siapa pun yang bisa membunuh unta itu.

Dua jenis hadiah yang menggiurkan dari kedua wanita itu, ditambah hasutan dari pemuka kaum Tsamud membuat dua orang laki-laki bernama Mushadda’ bin Muharrij dan Gudar bin Salif bersedia membunuh unta Nabi Saleh. Mereka segera bersiap-siap akan membunuh unta itu untuk mendapatkan hadiah yang telah dijanjikan.

Kedua laki-laki itu dibantu oleh tujuh pria. Mereka bersembunyi di tempat yang biasa dilalui si unta ketika akan pergi ke tempat minumnya. Mereka menunggu dengan perasaan gelisah, takut rencana mereka akan gagal. Tak lama, suara langkah si unta mulai terdengar pelan. Ketika unta itu lewat di hadapan mereka, Mushadda’ segera mengacungkan panahnya. Anak panah meluncur dari busurnya dan mengenal betis si unta. Kemudian Gudar segera keluar dan menikamkan pedangnya di perut unta tersebut. Setelah itu, mereka menyembelih unta tadi.

Dengan bangganya, kesembilan orang itu lalu pergi ke kota untuk menyampaikan berita matinya unta Nabi Saleh. Keberhasilan mereka mendapat sambutan meriah dan teriakan kegembiraan dari orang-orang yang tidak beriman.

Mereka berkata kepada Nabi Saleh, “Wahai Saleh, untamu telah mati terbunuh. Coba datangkan ancaman yang telah kamu ucapkan, jika kamu termasuk orang yang jujur.” Nabi Saleh menjawab, “Aku telah memperingatkan kalian bahwa Allah akan menurunkan hukuman-Nya atas kalian jika kalian mengganggu unta itu. Peringatan yang telah Allah janjikan akan datang.”

Nabi Saleh memberi waktu tiga hari kepada kaumnya untuk bertobat. Namun, mereka malah mengejek Nabi Saleh dan menantang datangnya siksa Allah.

Nabi Saleh kembali memberi peringatan dengan memberitahu kepada kaumnya tentang hukuman yang dapat menimpa mereka.

“Wahai kaumku, ingatlah perkataanku! Bila kalian tidak bertobat kepada Allah, maka siksa Allah akan datang selama empat hari. Pada hari pertama, saat kalian bangun dari tidur, wajah kalian akan berubah menjadi kuning dan berubah menjadi merah. Hari kedua, wajah kalian akan menjadi hitam. Hari ketiga dan keempat, azab akan datang dan Allah.”

Mendengar peringatan tersebut. kesembilan orang yang telah membunuh unta Nabi Saleh segera mengadakan pertemuan penting.
“Bagaimana ini? Saleh kembali mengancam kita,” ucap salah seorang dari mereka.

“Kita harus membunuh Saleh pada saat dia lengah, yaitu pada malam hari.” “Kita harus bersumpah melakukan ini agar kita terbebas dari Saleh.” “Baiklah ... kita semua setuju.”

“Kita juga harus merahasiakan ini agar keluarga Saleh tidak menuntut kita.”

Akhirnya, mereka semua bersumpah akan membunuh Nabi Saleh secara diamd iam.

Pada malam yang telah disepakati, mereka mengendap-endap datang ke rumah Nabi Saleh. Ketika mereka akan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar di atas kepala mereka.
“BRAAAKK ....“ Batu besar itu langsung menimpa mereka. Mereka bahkan tidak sempat meminta tolong.

Keesokan harinya, Nabi Saleh dengan para pengikutnya segera meninggalkan Hijr. Mereka menuju Ramlah, sebuah tempat di Palestina.

Kaum Tsamud yang ditinggalkan binasa. Allah mendatangkan halilintar dan gempa bumi yang dahsyat bagi mereka.

Apa Hukum Menafkahi Istri Di Penjara ?


Beberapa waktu yang lalu telah dikabarkan, bahwa ada salah satu seorang istri dari artis yang tertangkap basah sedang pesta sabu-sabu. Sehingga sekarang dia harus mendekam di penjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya itu. Apakah masih wajib bagi seorang suami untuk menafkahi sang istri dalam kasus di atas?

Jawab : Tidak wajib.

Referensi : 
 
 
 

Sifat-Sifat Tercela Pasukan Gajah

Pasukan gajah yang dipimpin Abrahah akhirnya gagal menghancurkan Ka’bah. Mereka dihancurkan oleh Allah SWT, karena memiliki sifat-sifat yang tercela.

Beberapa sifat tercela yang dimiliki pasukan Abrahah adalah sebagal berikut:
a. Iri
Sifat iri adalah rasa tidak senang apabila orang lain mendapat nikmat atau kesenangan. Rasa iri dipihak Abrahah mulai muncul ketika Mekah berkembang menjadi kota yang ramai. Bahkan keramaian kota Mekah mengalahkan Kota San’a yang menjadi tempat tinggal mereka. Abrahah merasa tidak senang apabila kota Mekah menjadi kota yang ramai. Kota Mekah ramai karena adanya ka’bah yang dikunjungi penduduk negeni-negeri disekitar Jazirah Arab.

b. Dengki
Rasa iri itu bertambah menjadi dengki. Dengki adalah menginginkan kenikmatan yang didapat orang lain berpindah kepadanya. Oleh karena itu, Abarahah kemudian mendirikan gereja untuk menyaingi Kabah dan mengunjungi gerejanya dengan demikian, ia telah melakukan usaha agar keramaian di kota Mekah berpindah ke kota San’a.

c. Dendam
Namun, harapan Abarahah tidak menjadi kenyataan. Orang-orang tetap tidak mau mengunjungi gerejanya. Mereka tetap saja berduyun-duyun mengunjungi Ka’bah. Melihat kenyataan itu, Abrahah merasa sakit hati karena usahanya telah gagal. Ia menjadi dendam yakni keinginan yang kuat untuk membalas.

d. Sombong
Dalam perjalananya menuju Mekah, pasukan Abrahah melakukan perampasan dan keonaran. Mereka berjalan dengan penuh rasa sombong. Sombong adalah rasa tinggi hati dan meremehkan orang lain. Mereka menganggap dirinya yang paling hebat. Mereka merampas harta penduduk yang lemah.

Allah SWT, akhirnya menurunkan azabnya. Sifat-sifat tercela yang mereka tunjukkan dibalas Allah SWT, dengan azab yang pedih. Banyak diantara prajurit mereka yang mati. Pasukan mereka bercerai-berai tak tentu arah.

Rangkuman
  1. Abrahah adalah Gubernur Yaman untuk Kerajaan Habasyah (Etiopia). Abrahah membangun pusat pemerintahan di kota San’a. Pada waktu itu, yang menduduki tahta kerajaan Habasyah adalah Raja Najasyi. Yaman mempunyai letak yang strategis, oleh karena itu, Yaman menjadi rebutan Negara-negara lainnya.
  2. Pasukan gajah menyerang Ka’bah pada tahun 571 Masehi. Pasukan Abrahah merampas harta penduduk yang mereka jumpai sepanjang perjalanan.
  3. Pasukan gajah dihancurkan oleh Allah SWT, dengan mengirimkan burung Ababil. Pasukan gajah hancur dan gagal menghancurkan Ka’bah:
  4. Sifat-sifat tercela pasukan gajah adalah sebagai berikut:
  5. Iri adalah rasa tidak senang apabila orang lain mendapat nikmat atau kesenangan.
  6. Dengki adalah menginginkan kenikmatan yang didapat orang lain berpindah kepadanya.
  7. Dendam adalah keinginan yang kuat untuk membalas.
  8. Sombong adalah rasa tinggi hati dan meremehkan orang lain.

Monday 19 October 2015

Apa Hukum Istri Minta Nafkah Saat Suami Mau Pergi ?


Sungguh keterlaluan…!!, sudah ditinggal sendirian, tidak diberi nafkah lagi, itulah yang dialami oleh neng Nita. Padahal sebelum suaminya pergi keluar kota, dia sudah minta jatah, tapi suaminya tidak menghiraukannya. Apakah bagi suami wajib memenuhi permintaan sang istri sebagaimana dalam kasus di atas.

Jawab : Wajib.

Referensi :

 

Apa Hukum Membayar Utang Puasa Orang Yang Meninggal ?

Tanya : Apa yang perlu dilakukan oleh ahil waris atau keluarga kalau ada orang meninggal dunia yang dalam hidupnya pernah mèninggalkan shalat atau puasa? (Z. Abidin, Juana)

Jawab : Shalat dan puasa termasuk rukun Islam. Kalau kita ibaratkan Islam itu sebuah rumah, shalat adalah tiangnya. Karena itu, siapa yang menunaikan shalat berarti menegakkan Islam, sebaliknya yang meninggalkan shalat secara tidak langsung telah merobohkan agamanya.

Meskipun demikian, dalam kenyataannya masih saja dijumpai orang yang menyepelekan dua kewajiban tadi -terutama shalat- dengan meninggalkan secara total atau mengerjakan sesuka hati.

Kalau keluarga kita meninggal dunia, padahal semasa hidupnya pernah meninggalkan puasa dan shalat, walinya atau anggota keluarga yang lain dapat mengqadha atas nama si mayit.

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim diceritakan, suatu ketika Rasulullah pernah ditanya seorang perempuan perihal ibunya yang meninggal dunia dalam keadaan masih menanggung puasa nadzar; apakah dia boleh mengqadha’atas namanya.

Akhirnya beliau menjawab, “berpuasalah sebagai ganti ibumu (suumiy ‘an ummiki)”. Dalam hadis lain riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Rasul juga bersabda, “Barang siapa meninggal dunia dalam keadaan masih menanggung puasa, maka walinya berpuasa atas namanya”.

Kedua hadis ini jelas memperbolehkan orang yang masih hidup mengqadha puasa orang yang telah meninggal dunia. Dalam hal ini shalat disamakan dengan puasa dengan jalan qiyas (analogi).

Selain mengqadha dapat pula dengan membayar fidyah, yakni satu mud (sekitar enam ons) beras yang diambil dari harta peninggalan si mayit itu lalu disedekahkan kepada fakir/miskin (I’anah Ath-Tholibin, Juz II, h. 244, Asy-Syaiwani Juz III. h.439).

Dengan diperbolehkan mengqadha dan membayar fidyah, bukan berarti lantas kita bisa dengan enteng meninggalkan shalat dan puasa, toh nanti kalau meninggal dunia ada yang mengganti. Tetapi hal itu harus dipahami sebagai bukti betapa tingginya kedudukan/nilai shalat dan puasa dalam Islam.

Di samping itu, menggantungkan nasib kepada orang lain, apalagi yang berhubungan dengan urusan agama yang berkaitan dengan kehidupan yang kekal di akhirat, sudah barang tentu tindakan yang sembrono dan berbahaya sekali. Lagi pula, kalau si mayit meninggalkan shalat atau puasa tanpa uzur, meskipun pada akhirnya ada wali/keluarga yang mengqadba’ atas namanya, ia tetap harus mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada Allah Swt. Sebab, meninggalkan shalat tanpa uzur di samping mengqadha yang bersangkutan harus bertobat. Padahal dengan datangnya ajal, kesempatan tobat telah tertutup (Madzahib A1-Arba’ah, I, h. 491)

Susu Unta Betina (Kisah Dalam Al-Quran)


Susu Unta Betina
QS. Asy-Syu’araa’: 155-159

Pada hari ketiga kehadirannya, unta betina itu melahirkan. Si unta pun mulai menyusui anaknya. Ternyata Kaum Tsamud juga ingin mencicipi susunya. Mereka mendatangi Nabi Saleh dan menceritakan tentang anak unta yang dilahirkan dan susu yang keluar dari si unta.

“Kami juga ingin menikmati susu unta betina itu. Mungkin air susunya dapat memberi berkah kepada kami.”

Nabi Saleh mengatakan bahwa mereka boleh meminum susu unta betina itu, namun tetap ada peraturannya. “Kalian sediakan air segar agar unta itu bisa minum, baru kalian bisa meminum Susunya. Pada hari kedua, kalian minum air biasa dan biarkan unta itu menyusui anaknya. Begitu seterusnya.”

Mereka menyepakati ketentuan dari Nabi Saleh. Seterusnya, unta betina itu memenuhi kebutuhan susu bagi kaum Tsamud. Namun, ternyata para pemuka kaum Tsamud tetap tidak mau mengakui kebenaran Nabi Saleh. Mereka kesal karena sekarang jumlah pengikut Nabi Saleh kian bertambah. Mereka mencoba menghasut para pemilik ternak dan pemilik ladang supaya membenci unta Nabi Saleh yang telah memakan rumput mereka.

Pasukan Gajah Menyerang Ka’bah

Dalam perjalanannya menuju Mekah, pasukan Abrahah berhenti di desa Mugammas dekat kota Taif. Pasukan ini merampas harta benda dan hewan peliharaan masyarakat desa itu dengan kejam. Sesampainya di Tihamah, mereka kembali melakukan aksi perampasan. Bahkan mereka juga merampas 200 ekor unta milik Abdul Muthalib kakek Nabi Muhammad SAW. Ia adalah seorang tokoh yang terkemuka dikalangan suku Quraisy. Abdul Muttalib diberi kepercayaan memegang kunci dan menjaga Ka’bah. (baca juga : Peristiwa Penting Pada Saat Nabi Muhammad Lahir)

Di lain pihak, penduduk Mekah seperti mendapat firasat akan terjadinya suatu peristiwa besar. Selama beberapa tahun, mata air zam-zam hilang. Menjelang peristiwa serangan pasukan gajah itu, Abdul Muttalib tiba-tiba menemukan kembali mata air itu. Penduduk Mekah kemudian berhasil menggali kembali sumur zam-zam.

Setelah mengetahui untanya dirampas oleh Abrahah, Abdul Muthalib menemui Abrahah dan mengajaknya berunding. Dalam perundingan itu, Abdul Muttalib berkata,” Wahai Abrahah! Apa tujuan tuan datang kemari dengan membawa pasukan yang besar”?

Abrahah menjawab dengan sombong,”Kami ingin menghancurkan Ka’bah. Ka’bah telah membuat orarig-orang tidak mau mengunjungi negeri kami. Padahal kami telah mendirikan bangunan yang lebih indah dan lebih megah daripada Ka’bah. Lalu apa maksudmu menemuiku?”
“Jadi kamu hanya ingin agar aku mengembalikan untamu?” Abrahah bertanya keheranan, “Bukankah kamu pemimpin kota ini? Mengapa kamu tidak menghalangiku untuk menghancurkan Ka’bah?”

Abdul Muttalib menjawab,” Saya hanya memiliki unta itu. Oleh karena itu, saya hanya meminta kembali unta-unta saya. Adapun Ka’bah itu ada Tuhannya sendiri. Dialah yang akan menjaganya.”

“Kalau begitu, Aku akan kembalikan unta-untamu, tetapi kalian pergilah menyingkir dan jangan menghalangiku!” Abrahah berkata dengan keras.

Benarlah, Abarahah kemudian mengembalikan unta-unta milik Abdul Muttalib. Abdul Muttalib dan penduduk Mekah kemudian mengungsi ke gunung-gunung disekitar Mekah untuk menghindari serangan Abrahah. Pasukan Abrahah kemudian mulai bergerak memasuki Mekah. 

Ajaib ketika pasukan gajah sampai diantara daerah Muzdalifah dan Mina, gajah-gajah mereka tidak mau berjalan lagi. Mereka hanya menderum. Pada saat itu, Allah SWT, mengutus burung Ababil. Mereka berterbangan diatas pasukan gajah itu. Setiap burung membawa tiga butir batu panas dari neraka. Satu diparuhnya dan dua di kakinya. Burung-burung itu kemudian menebarkan batu-batu panas itu. Apabila batu itu menimpa seseorang, sendi-sendi tulangnya akan hancur dan tak lama kemudian orang itu mati.

Pasukan gajah itu pun menjadi kacau balau. Mereka lari tunggang-langgang tidak tentu arah. Abrahah pun melarikan diri dan pulang ke Yaman. Sesampainya disana, ia akhirnya mati karena luka yang dideritanya.

Tabir Wanita