Artikel lanjutan dari postingan sebelumnya tentang Lafadz Doa Qunut Menurut Sunnah akan penulis ketengahkan, pembahasan lanjutan kali ini mengenai Alasan Orang-orang yang Membantah kesunnahan qunut beserta jawaban ulama syafi'iyyah akan bantahan tersebut.
a. Ada orang yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw. melakukan qunut satu bulan saja berdasarkan hadits Anas ra. :
“Bahwasanya Nabi Saw. melakukan qunut selama satu bulan sesudah ruku sambil mendoakan kecelakaan atas beberapa suku arab kemudian beliau meninggalkannya “. (HR. Bukhari Muslim)
Jawaban : Bahwa hadits Anas tersebut kita akui sebagai hadits yang sahih karena terdapat dalam sahih Bukhari dan Muslim. Akan tetapi yang menjadi permasalahan sekarang adalah kata-kata : “Tsumma Tarokahu“ (Kemudian Nabi meninggalkannya). Apakah yang ditinggalkan oleh Nabi itu? Meninggalkan qunutkah? Atau meninggalkan berdoa yang mengandung kecelakaan atas suku arab?
Untuk menjawab permasalahan ini marilah kita perhatikan baik-baik penjelasan Imam Nawawi dalam A1-Majmu’ III/505 :
“Adapun jawaban terhadap hadits Anas dan Abi Hurairoh ra. dalam hal ucapannya dengan “Tsumma Tarokahu“, maka maksudnya adalah meninggalkan doa kecelakaan atas orang-orang kafir itu dan meninggalkan pelaknatan lerhadap mereka saja, bukan meninggalkan seluruh qunut. Atau maksudnya itu adalah meninggalkan qunut pada selain subuh. Penafsiran seperti ini harus dilakukan karena hadits Anas dalam ucapannya : “Senantiasa Nabi qunut dalam shalat Subuh sehingga beliau meninggal dunia” adalah sahih lagi jelas, maka wajiblah menggabungkan diantara keduanya”
Imam Baihaqi meriwayatkan dari Abdurrahman bin Madiyyil Imam bahwasanya beliau berkata : “Innama Tarokta La’nu” (Hanyalah yang beliau tinggalkan itu adalah melaknat). Lebih-lebih lagi penafsiran seperti ini dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairoh r.a yang berbunyi :
“Kemudian Nabi menghentikan doa kecelakaan atas mereka”.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan babwa qunut Nabi yang satu bulan itu adalah qunut nazilah dan qunut inilah yang ditinggalkan bukan qunut pada waktu shalat Subuh.
b. Ada juga orang-orang yang tidak menyukai qunut mengajukan dalil yakni Hadits Sa’ad bin Thariq yang juga bernama Abu Malik al-Asja’i :
“Dari Abu Malik al-Asja’i, beliau berkata : Aku pernah bertanya kepada bapakku, wahai bapak! Sesungguhnya engkau pernah shalat dibelakang Rasulullah Saw., Abu Bakar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib disini di Kufah selama kurang lebih lima tahun. Apakah mereka melakukan qunut? Dijawab oleh bapaknya : “Wahai. anakku, itu adalah bid’ah”. (HR. Turmuzi)
Jawaban : Kalau benar Saad bin Thariq mengatakan demikian, maka sungguh suatu hal yang mengherankan karena hadits-hadits tentang Nabi dan para Khalifah Rosyidin yang melakukan qunut sangatlah banyak baik di dalam kitab Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Nasa’i dan Baihaqi. Oleh karena itu, maka ucapan Saad bin Thariq tersebut tidaklah diakui dan tidak terpakai dalam madzhab Syafi’i dan juga madzhab Maliki. Hal ini disebabkan karena beribu-ribu orang telah melihat Nabi melakukan qunut, begitu pula dengan sahabat-sahabat beliau. Sedangkan hanya Thariq sendiri yang mengatakan qunut itu sebagai amalan bid’ah. Maka dalam kasus ini berlakulah kaidah ushul fiqih yakni “Al-Mutsbit muqaddam ‘alan naafi” ( Orang yang yang menetapkan didahulukan alas orang yang menafikan).
Terlebih lagi bahwa orang yang mengatakan “ada” jauh lebih banyak dibanding orang yang mengatakan “tidak ada” Seperti inilah jawaban Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ III/505. Beliau berkata sebagai berikut :
“Dan jawaban kita terhadap hadits Saad bin Thariq adalah bahwa riwayat orang-orang yang menetapkan qunut terdapat pada mereka itu tambahan ilmu dan juga mereka lebih banyak. Oleh karenanya wajiblah mendahulukan mereka”.
Pensyarah hadits Turmuzi yakni Ibnul Arabi juga memberikan komentar yang sama terhadap hadits Saad bin Thariq itu. Beliau mengatakan “Telah tetap bahwa Nabi Muhammad Saw. melakukan qunut dalam shalat Subuh. Telah tetap pula bahwa Nabi pernah melakukan qunut sebelum ruku atau sesudah ruku’. Telah tetap pula bahwa Nabi pernah melakukan qunut nazilah dan para khalifah di Madinah-pun melakuan qunut serta sayyidina Umar mengatakan bahwa qunut itu sunnat, telah pula diamalkan di masjid Madinah. Oleh karena itu janganlah kamu ambil perhatian terhadap ucapan yang lain daripada itu”.
Seorang ulama ahli fiqih dari Jakarta bernama KH.Syafi’i Hazami dalam kitabnya Taudhiihul Adillah mengatakan ketika mengomentari hadits Saad bin Thariq itu : “Sudah terang qunut itu bukan bid’ah menurut segala riwayat yang ada, maka yang bid’ah itu adalah meragukan kesunnatannya sehingga masih bertanya pula”.
Dengan demikian dapatlah kita pahami ketegasan Imam Uqaili yang mengatakan bahwa Abu Malik itu jangan diikuti haditsnya dalam hal qunut. (Lihat Mizanul l’tidal Il/122).
c. Ada juga yang mengetengahkan riwayat dari Ibnu Mas’ud yang mengatakan :
“Rasulullah Saw. tidak pernah qunut di dalam shalat apapun”.
Jawaban : Riwayat ini menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ sangatlah dhaif karena diantara perawinya terdapat Muhammad bin Jabir as-Suhaili yang ucapannya selalu ditinggalkan oleh ahli hadits. Tersebut dalam kitab Mizanul l’tidal karangan Az-zahabi bahwa Muhammad bin Jabir as-Suhaimi adalah orang yang dhaif menurut perkataan Ibnu Mu’in dan Imam Nasai. Imam Bukhari mengatakan : “la tidak kuat”. Imam Ibnu Hatim mengatakan: “la dalam waktu terakhirnya menjadi pelupa dan kitabnya telah hilang”. (Mizanul I’tidal III/492).
Dan juga kita dapat menjawab dengan jawaban terdahulu bahwa orang yang mengatakan “ada” lebih didahulukan daripada orang yang mengatakan “tidak ada” berdasarkan kaidah : “Al-Mutsbit muqaddam alan naafl”.
d. Ada yang mengajukan dalil bahwa Ibnu Abbas berkata :.
“Qunut pada shalat Subuh itu bid’ah”
Jawaban : Hadits ini dhaif sekali karena Baihaqi meriwayatkannya dari Abi Laila al-Kufi dan beliau sendiri mengatakan bahwa hadits ini tidak sahih karena Abu Laila itu adalah matruk (Orang yang ditinggalkan haditsnya). Terlebih lagi pada haditsnya yang lain Ibnu Abbas sendiri mengatakan :
“Bahwasanya Nabi Saw. melakukan qunut pada shalat Subuh”.
e. Ada juga yang mendatangkan dalil bahwa Ummu Salamah berkata :
“Bahwasanya Nabi Saw. melarang qunut pada shalat Subuh”.
Jawaban : Hadits ini juga dhaif karena diriwayatkan dari Muhammad bin Ya’fa dari Anbasah bin Abdurrahrnan dari Abdullah bin Nafi’ dari bapaknya dari Ummu Salamah. Berkata Daruqutni : “Ketiga-tiga orang itu lemah dan tidak benar kalau Nafi’ mendengar hadits itu dari Ummu Salamah”. Tersebut dalam Mizanul I‘tidal : “Muhammad bin Ya’Ia itu diperkatakan oleh Imam Bukharii bahwa ia banyak menghilangkan hadits. Abu Hatim mengatakannya bahwa ia matruk” (Mizanul I‘tidal IV/70).
Anbasah bin Abdurrahman menurut Imam Bukhari haditsnya matruk. Sedangkan Abdullah bin Nafi adalah orang yang banyak meriwayatkan hadits mungkar. (Mizanul I’tidal II/422).
Artikel selanjutnya mengenai pendapat 4 madzhab (Syafi'i, Hambali, Maliki, Hanafi) tentang kesunnahan qunut dalam shalat subuh, selengkapnya bisa dilihat disini : Pendapat Empat Imam Madzhab Tentang Qunut