Wednesday, 21 September 2016

Alasan Orang Yang Membantah Sunnah Qunut Dan Jawaban Atas Bantahannya

dalil bantahan qunut, jawaban yang membantah qunut
Artikel lanjutan dari postingan sebelumnya tentang Lafadz Doa Qunut Menurut Sunnah akan penulis ketengahkan, pembahasan lanjutan kali ini mengenai Alasan Orang-orang yang Membantah kesunnahan qunut beserta jawaban ulama syafi'iyyah akan bantahan tersebut.

a. Ada orang yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw. melakukan qunut satu bulan saja berdasarkan hadits Anas ra. :
“Bahwasanya Nabi Saw. melakukan qunut selama satu bulan sesudah ruku sambil mendoakan kecelakaan atas beberapa suku arab kemudian beliau meninggalkannya “. (HR. Bukhari Muslim) 

Jawaban : Bahwa hadits Anas tersebut kita akui sebagai hadits yang sahih karena terdapat dalam sahih Bukhari dan Muslim. Akan tetapi yang menjadi permasalahan sekarang adalah kata-kata : “Tsumma Tarokahu“ (Kemudian Nabi meninggalkannya). Apakah yang ditinggalkan oleh Nabi itu? Meninggalkan qunutkah? Atau meninggalkan berdoa yang mengandung kecelakaan atas suku arab? 

Untuk menjawab permasalahan ini marilah kita perhatikan baik-baik penjelasan Imam Nawawi dalam A1-Majmu’ III/505 : 
“Adapun jawaban terhadap hadits Anas dan Abi Hurairoh ra. dalam hal ucapannya dengan “Tsumma Tarokahu“, maka maksudnya adalah meninggalkan doa kecelakaan atas orang-orang kafir itu dan meninggalkan pelaknatan lerhadap mereka saja, bukan meninggalkan seluruh qunut. Atau maksudnya itu adalah meninggalkan qunut pada selain subuh. Penafsiran seperti ini harus dilakukan karena hadits Anas dalam ucapannya : “Senantiasa Nabi qunut dalam shalat Subuh sehingga beliau meninggal dunia” adalah sahih lagi jelas, maka wajiblah menggabungkan diantara keduanya” 

Imam Baihaqi meriwayatkan dari Abdurrahman bin Madiyyil Imam bahwasanya beliau berkata : “Innama Tarokta La’nu” (Hanyalah yang beliau tinggalkan itu adalah melaknat). Lebih-lebih lagi penafsiran seperti ini dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairoh r.a yang berbunyi :
“Kemudian Nabi menghentikan doa kecelakaan atas mereka”. 

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan babwa qunut Nabi yang satu bulan itu adalah qunut nazilah dan qunut inilah yang ditinggalkan bukan qunut pada waktu shalat Subuh. 

b. Ada juga orang-orang yang tidak menyukai qunut mengajukan dalil yakni Hadits Sa’ad bin Thariq yang juga bernama Abu Malik al-Asja’i :
“Dari Abu Malik al-Asja’i, beliau berkata : Aku pernah bertanya kepada bapakku, wahai bapak! Sesungguhnya engkau pernah shalat dibelakang Rasulullah Saw., Abu Bakar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib disini di Kufah selama kurang lebih lima tahun. Apakah mereka melakukan qunut? Dijawab oleh bapaknya : “Wahai. anakku, itu adalah bid’ah”. (HR. Turmuzi) 

Jawaban : Kalau benar Saad bin Thariq mengatakan demikian, maka sungguh suatu hal yang mengherankan karena hadits-hadits tentang Nabi dan para Khalifah Rosyidin yang melakukan qunut sangatlah banyak baik di dalam kitab Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Nasa’i dan Baihaqi. Oleh karena itu, maka ucapan Saad bin Thariq tersebut tidaklah diakui dan tidak terpakai dalam madzhab Syafi’i dan juga madzhab Maliki. Hal ini disebabkan karena beribu-ribu orang telah melihat Nabi melakukan qunut, begitu pula dengan sahabat-sahabat beliau. Sedangkan hanya Thariq sendiri yang mengatakan qunut itu sebagai amalan bid’ah. Maka dalam kasus ini berlakulah kaidah ushul fiqih yakni “Al-Mutsbit muqaddam ‘alan naafi” ( Orang yang yang menetapkan didahulukan alas orang yang menafikan). 

Terlebih lagi bahwa orang yang mengatakan “ada” jauh lebih banyak dibanding orang yang mengatakan “tidak ada” Seperti inilah jawaban Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ III/505. Beliau berkata sebagai berikut :
“Dan jawaban kita terhadap hadits Saad bin Thariq adalah bahwa riwayat orang-orang yang menetapkan qunut terdapat pada mereka itu tambahan ilmu dan juga mereka lebih banyak. Oleh karenanya wajiblah mendahulukan mereka”. 

Pensyarah hadits Turmuzi yakni Ibnul Arabi juga memberikan komentar yang sama terhadap hadits Saad bin Thariq itu. Beliau mengatakan “Telah tetap bahwa Nabi Muhammad Saw. melakukan qunut dalam shalat Subuh. Telah tetap pula bahwa Nabi pernah melakukan qunut sebelum ruku atau sesudah ruku’. Telah tetap pula bahwa Nabi pernah melakukan qunut nazilah dan para khalifah di Madinah-pun melakuan qunut serta sayyidina Umar mengatakan bahwa qunut itu sunnat, telah pula diamalkan di masjid Madinah. Oleh karena itu janganlah kamu ambil perhatian terhadap ucapan yang lain daripada itu”. 

Seorang ulama ahli fiqih dari Jakarta bernama KH.Syafi’i Hazami dalam kitabnya Taudhiihul Adillah mengatakan ketika mengomentari hadits Saad bin Thariq itu : “Sudah terang qunut itu bukan bid’ah menurut segala riwayat yang ada, maka yang bid’ah itu adalah meragukan kesunnatannya sehingga masih bertanya pula”. 

Dengan demikian dapatlah kita pahami ketegasan Imam Uqaili yang mengatakan bahwa Abu Malik itu jangan diikuti haditsnya dalam hal qunut. (Lihat Mizanul l’tidal Il/122). 

c. Ada juga yang mengetengahkan riwayat dari Ibnu Mas’ud yang mengatakan :
“Rasulullah Saw. tidak pernah qunut di dalam shalat apapun”. 

Jawaban : Riwayat ini menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ sangatlah dhaif karena diantara perawinya terdapat Muhammad bin Jabir as-Suhaili yang ucapannya selalu ditinggalkan oleh ahli hadits. Tersebut dalam kitab Mizanul l’tidal karangan Az-zahabi bahwa Muhammad bin Jabir as-Suhaimi adalah orang yang dhaif menurut perkataan Ibnu Mu’in dan Imam Nasai. Imam Bukhari mengatakan : “la tidak kuat”. Imam Ibnu Hatim mengatakan: “la dalam waktu terakhirnya menjadi pelupa dan kitabnya telah hilang”. (Mizanul I’tidal III/492). 

Dan juga kita dapat menjawab dengan jawaban terdahulu bahwa orang yang mengatakan “ada” lebih didahulukan daripada orang yang mengatakan “tidak ada” berdasarkan kaidah : “Al-Mutsbit muqaddam alan naafl”.

d. Ada yang mengajukan dalil bahwa Ibnu Abbas berkata :.
 “Qunut pada shalat Subuh itu bid’ah” 

Jawaban : Hadits ini dhaif sekali karena Baihaqi meriwayatkannya dari Abi Laila al-Kufi dan beliau sendiri mengatakan bahwa hadits ini tidak sahih karena Abu Laila itu adalah matruk (Orang yang ditinggalkan haditsnya). Terlebih lagi pada haditsnya yang lain Ibnu Abbas sendiri mengatakan :
“Bahwasanya Nabi Saw. melakukan qunut pada shalat Subuh”. 

e. Ada juga yang mendatangkan dalil bahwa Ummu Salamah berkata :
“Bahwasanya Nabi Saw. melarang qunut pada shalat Subuh”. 

Jawaban : Hadits ini juga dhaif karena diriwayatkan dari Muhammad bin Ya’fa dari Anbasah bin Abdurrahrnan dari Abdullah bin Nafi’ dari bapaknya dari Ummu Salamah. Berkata Daruqutni : “Ketiga-tiga orang itu lemah dan tidak benar kalau Nafi’ mendengar hadits itu dari Ummu Salamah”. Tersebut dalam Mizanul I‘tidal : “Muhammad bin Ya’Ia itu diperkatakan oleh Imam Bukharii bahwa ia banyak menghilangkan hadits. Abu Hatim mengatakannya bahwa ia matruk” (Mizanul I‘tidal IV/70). 

Anbasah bin Abdurrahman menurut Imam Bukhari haditsnya matruk. Sedangkan Abdullah bin Nafi adalah orang yang banyak meriwayatkan hadits mungkar. (Mizanul I’tidal II/422). 

Artikel selanjutnya mengenai pendapat 4 madzhab (Syafi'i, Hambali, Maliki, Hanafi) tentang kesunnahan qunut dalam shalat subuh, selengkapnya bisa dilihat disini : Pendapat Empat Imam Madzhab Tentang Qunut

Lafadz Doa Qunut Sesuai Sunnah

doa qunut, arti doa qunut, lafal doa qunut
Telah dibahas pada kesempatan sebelumnya mengenai Hukum Mengangkat Tangan Ketika Qunut menurut fikih islam, dan saat ini penulis akan berikan artikel tentang lafadz doa qunut sesuai tuntunan hadist dan para ulama.

Tersebut dalam sebuah hadits dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Beliau berkata :
“Aku telah diajari oleh Rasulullali Saw. beberapa kalimat yang aku ucapkan pada waktu witir yakni : Alloohummah dinii fiiman hadait….hingga akhirnya”. (HR. Abu Daud, Turmuzi, Nasai dan selain mereka dengan isnad yang sahih) 

Imam Baihaqi meriwayatkan dari Muhammad bin Hanafiah dan beliau adalah Ibnu Ali bin Abi Thalib ra. Beliau berkata :
“Sesungguhnya doa ini adalah yang dipakai berdoa oleh bapakku pada waktu qunut di shalat Subuh” (Al-Baihaqi II/209) 
Imam Baihaqi juga meriwayatkan dan beberapa jalan yakni dari Ibnu Abbas dan selainnya :
“Bahwasanya Nabi Saw. mengajarkan doa ini (Yakni Alloohummah dinii fiiman hadait….hingga akhirnya) kepada para sahabat agar mereka berdoa dengannya pada waktu qunut di shalat Subuh”. 
Dalam satu riwayat disebuikan :
“Bahwasanya Nabi Saw. melakukan qunut pada shalat Subuh dan pada witir dimalam hari dengan doa ini”. 

Imam Baihaqi menyimpulkan : “Semua riwayat ini menunjukkan bahwa Nabi mengajarkan doa Alloohummahdinii fiiman hadait hingga akhirnya itu adalah untuk qunut subuh dan qunut witir”. 
Doa qunut dengan delapan kalimat seperti tersebut diatas itulah yang dinashkan oleh Imam Syafi’i di dalam Mukhtashar Al-Muzanni. Kalau ditambah pada doa itu dengan “Wala Yaizzu Man ‘Adait” (Dan tidaklah mulia orang yang Engkau musuhi) sebelum “Tabaarokta Robbana wata’alaet”, dan ditambah dengan “Falakal Hamdu ‘Ala Maa Kodoit Astaghfiruka Wa’atubu Ilaika” sesudahnya, maka tidaklah mengapa. Berkata Syaikh Abu Hamid, Syaikh al-Bandaniji dan yang lainnya bahwa tambahan ini bagus.
Abu Thayyib tidak menyetujui penambahan “Wala Yaizzu Man ‘Adait” itu namun Ibnu Shabbagh dan para sahabat yang lain membantahnya dengan firman Allah Swt. :
“Wahai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia”. (QS. Al-Mumtahanah : 1)

Begitu juga dengan firman Allah :
“Sesungguhnya Allah menjadi musuh bagi orang-orang kafir”. (QS. A1-Baqarah : 98)

Kemudian sesudah doa ini, disunnahkan membaca shalawat atas Nabi Saw. berdasarkan hadits al-Hasan ra. Beliau berkata :
“Rasulullah Saw. mengajariku beberapa kalimat pada waktu qunut witir yakni “Alloohummahdini, lalu disebutlah hingga delapan kalimat itu dan berkata pada akhirnya dengan “Tabarokta wata’alait washallahu ‘alannabiyyi”. (Lafaz hadits ini terdapat pada riwayat Nasai dengan isnad yang sahih atau hasan) 

Begitu juga disunnatkan piembaca salam di akhir qunut. Hal mi -menurut Asnawi- berdasarkan firman Allah Swt. :
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya menyam paikan shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, sampaikanlah shalawat dan salam kepadanya“. 

Adapun disunnatkannya shalawat dan salam kepada keluarga adalah berdasarkan kepada hadits riwayat Ka’ab bin Ajroh yang bertanya kepada Nabi tentang bagaimana mengucapkan shalawat kepada beliau, lalu beliau bersabda :
“Ucapkanlah : Alloohumma shalli ‘alaa Muhammad wa alaa Muhammad“. 

Sedangkan disunnatkannya shalawat dan salam kepada para sahabat adalah karena qiyas kepada para keluarga. Hal ini berdasarkan ucapan para ulama :
“Kesunnatan shalawat kepada para sahabat dapat diambil pengertiannya dari kesunnatan shalawat kepada para keluarga karena apabila shalawat itu disunnatkan kepada para keluarga sedangkan diantara mereka ada yang tidak termasuk sahabat, maka menyampaikan shalawat kepada para sahabat adalah lebih utama”. 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa doa qunut pada shalat Subuh dan pada shalat witir di pertengahan bulan ramadhan adalah sebagai berikut : 

lafad doa qunut

Artikel selanjutnya kan membahas alasan orang yang membantah tentang adanya qunut, dan disertai juga jawaban-jawaban ulama syafi'iyyah atas bantahan tersebut, selengkapnya bisa anda liha disini : Alasan Orang Yang Membantah Sunnah Qunut Dan Jawaban Atas Bantahannya

Tuesday, 20 September 2016

Hukum Mengangkat Tangan Pada Waktu Qunut

cara qunut
Pembahasan sebelumnya telah kami sampaikan mengenai Kapan Qunut Dilakuan, Sebelum Ruku atau Sesudah Ruku (silahkan membacanya terlebih dahulu). Pada kesempatan kali ini penulis akan sampaikan tentang hukum mengangkat tangan saat membaca qunut.

Dalam masalah ini ada dua pendapat :
a. Tidak disunnatkan mengangkat tangan pada waktu qunut. Pendapat ini dipilih oleh as-Syairozi, Al-Qaffal dan Al-Baghawi serta dihikayatkan oleh Imam Haramain dan mayoritas sahabat Syafi’i. Alasan mereka : “Karena doa di dalam shalat tidak pakai angkat tangan seperti doa sujud, doa tasyahhud dan doa iftitah". 

b. Disunnatkan mengangkat tangan pada waktu qunut. Pendapat inilah yang sahih dikalangan madzhab Syafi’i dan dialah pilihan Abu Daud al-Marwazi, Al-Qadhi Abu Thayyib di dalam ta’liqnya dan dalam Al-Minhaj, Syaikh Abu Muhammad, Ibnus Shabbag, Al-Mutawalli, AI-Ghazali, Syaikh Nasrun Al-Maqdisi dalam tiga kitabnya yakni Al-lntikhab, At-Tahzib dan Al-Kafi. Begitu juga dengan para ulama yang lain. Pengarang Al-Bayan berkata : “Inilah pendapat mayoritas ulama-ulama Syafi’i” . Imam Hafiz Abu Bakar al-Baihaqi yang merupakan ulama ahli fiqih dan hadits juga memilih pendapat ini dan beliau berhujjah dengan riwayat Anas r.a sewaktu menceritakan para qurro’ yang terbunuh. Anas berkata :
“Sesungguhnya aku melihat Rasulullah SAW. setiap kali beliau shalat Subuh, beliau menganngkat kedua tangannya sambil mendoakan kecelakaan atas mereka yakni orang-orang yang membunuh para qurro”. (Hadits ini isnadnya sahih atau hasan) 

Imam Baihaqi mengatakan :
“Dan karena sekumpulan sahabat Nabi radhiallahu anhum mengangkat tangan mereka pada waktu qunut” (Al-Baihaqi II/211) 

Diriwayatkan dari Rofi’, beliau berkata :
“Aku pernah shalat dibelakang Umar bin Khattab ra. Beliau qunut sesudah ruku’ dan mengangkat kedua tangannya serta membaca doa dengan bersuara”. (Imam Baihaqi berkata : Hadis tentang Umar ini sahih) 

Dengan demikian dapatlah ditarik satu kesimpulan bahwa pendapat yang sahih dikalangan madzhab Syafi’i adalah : “Sunnat mengangkat tangan pada waktu qunut, baik itu qunut subuh, qunut nazilah maupun qunut witir di pertengahan bulan ramadhan sebagaimana yang akan dijelaskan berikutnya“. 

Adapun mengusap wajah sesudah qunut, maka menurut pendapat yang sahih tidak disunnatkan. Dalam Al-Majmu’ III/501, Imam Baihaqi mengatakan : “Aku tidak pernah menghafal dari seorang ulama salaf perihal mengusap wajah sesudah qunut walaupun mengusap wajah itu ada diriwayatkan dan sebagian mereka pada waktu berdoa di luar shalat. Adapun di dalam shalat, maka mengusap wajah adalah satu perbuatan yang tidak ada keterangannya baik dari hadits, atsar maupun qiyas, maka yang utama adalah tidak mengerjakannya dan mencukupkan saja dengan apa yang telah dinukil dari para ulama salaf yakni “mengangkat dua tangan dengan tanpa mengusap wajah”.

Artikel selanjutnya tentang bacaan qunut yang sisunnahkan sesuai syareat dapat and abaca dalam artikel : Lafadz Doa Qunut Sesuai Sunnah

Kapan Qunut Dilakukan, Sesudah Atau Sebelum Ruku’ ?

waktu qunut, saat qunut, pelaksanaan qunut
Tersebut dalam Al-Majmu’ jilid III/506 bahwa : “Tempat qunut itu adalah sesudah mengangkat kepala dari ruku’. Ini adalah ucapan Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab dan Utsman serta Ali radhialloohu ‘anhum”. 

Mengenai dalil-dalil qunut sesudah ruku’ :
Pertama, Hadits dari Abu Hurairah :
“Bahwa Nabi Saw. qunut sesudah ruku” (HR. Bukhari Muslim) 

Kedua, Hadits dari Ibnu Sinin, beliau berkata :
“Aku berkata kepada Anas : Apakala Rasulullah Saw. melakukan qunut pada shalat Subuh? Anas menjawab : Ya, begitu selesai ruku”. (HR. Bukhari Muslim) 

Ketiga, Hadits dari Anas ra. :
“Bahwa Nabi Saw. melakukan qunut selama satu bulan sesudah ruku’ pada shalat Subuh sambil mendoakan kecelakaan atas Bani ‘Ushayyah” (HR. Bukhari Muslim) 

Keempat, Hadits dari Awam bin Hamzah dan Rofi’ yang sudah disebutkan pada dalil-dalil tentang kesunnatan qunut subuh (baca : Dalil-Dalil Kesnunnahan Qunut Subuh). 

Kelima, Riwayat dari Ashim al-Ahwat dari Anas :
“Bahwa Anas berfatwa tentang qunut sesudah ruku”. 

Keenam, Hadits dari Abu Hurairah ra. beliau berkata : 
“Rasulullah Saw. jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ pada rakaat kedua shalat Subuh beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa : “Alloohummah dini fiiman hadait…hingga akhirnya”. (HR. Hakim dan dia mensahihkannya) 

Ketujuh, Riwayat dari Salim dan Ibnu Umar ra. :
“Bahwasanya Ibnu Umar mendengar Rasulullah Saw. apabila beliau mengangkat kepalanya dari ruku pada rakaat terakhir shalat Subuh, beliau berkata : “Ya, Allah. Laknatlah si fulan dan si fulan“, sesudah beliau mengucapkan sami‘alloohu liman hamidah robbana walakal hamdu. Maka Allah menurunkan ayat “Tidak ada bagimu sesuatupun dari urusan mereka itu atau dari pemberian taubat terhadap mereka atau juga daripada pengazaban mereka karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang zolim “. (HR. Bukhari) 

Hadits ini dan juga hadits yang menunjukkan qunut nazilah yang pernah dilakukan oleh Nabi. Qunut nazilah adalah qunut diketika turun bencana baik itu bencana peperangan, pembunuhan dan bencana-bencana lainnya. 

Terlihat jelas bahwa pada qunut nazilah pun Nabi melakukannya sesudah ruku’ seperti halnya qunut subuh. Memang ada dijumpai beberapa hadits yang menunjukkan pelaksanaan qunut sebelum ruku’ namun terhadap hal tersebut Imam Baihaqi mengatakan sebagaimana tersebut dalam Al-Majmu’ : 

“Dan orang-orang yang meriwayatkan qunut sesudah ruku’ lebih banyak dan lebih kuat menghafal hadits, maka dialah yang lebih utama dan inilah jalannya para khalifah yang memperoleh petunjuk, -semoga Allah meridhai mereka- pada sebagian besar riwayat dari mereka, walloohu a‘lam”. 

Selanjutnya akan dibahas tentang apakah pada saat qunut disyaratkan mengangkat tangan ?, untuk pembahasan tersebut dapat dibaca pada artikel : Hukum Mengangkat Tangan Pada Waktu Qunut

Dalil-Dalil Kesunnahan Qunut Subuh

hadist qunut subuh
Pada Postingan yang lalu telah disampaikan mengenai Hukum Membaca Qunut Subuh, dan pada kesempatan kali ini penlis akan menyajikan tentang dalil qunut. Berikut ini dikemukakan dalil-dalil tentang kesunnahan qunut subuh yang diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Hadits dari Anas ra.
“Bahwa Nabi Saw. pernah qunut selama satu bulan sambil mendoakan kecelakaan atas mereka kemudian Nabi meninggalkannya. Ada pun pada shalat Subuh, maka Nabi senantiasa melakukan qunut hingga beliau meninggal dunia”. 

Hadits ini diriwayatkan oleh sekelompok huffaz dan mereka juga ikut mensahihkannya. Diantara ulama yang mengakui kesahihan hadits ini adalah Hafiz Abu Abdillah Muhammad Ali al-Balkhi dan Al-Hakim Abu Abdillah pada beberapa tempat di dalam kitabnya serta Imam Baihaqi. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Daraquthni dan beberapa jalan dengan sanad-sanad yang sahih. 

b. Hadits dari Awam bin Hamzah dimana beliau berkata :
“Aku bertanya kepada Utsman tentang qunut pada shalat Suhuh. Beliau berkata : Qunut itu sesudah ruku’. Aku bertanya : “Fatwa siapa?”. Beliau menjawab: “FawaAbu Bakar, Umar dan Utsman radhialloohu anhum“. 

Hadits ini riwayat Baihaqi dan beliau berkata : “isnadnya hasan”. Dan Baihaqi juga meriwayatkan hadits ini dari Umar dengan beberapa jalan. 

c. Hadits dari Abdullah bin Ma’qil at-Thabi’i
“Ali ra. Qunut pada shalat Subuh”. 

Diriwayatkan oleh Baihaqi dan beliau berkata : “Hadits tentang Ali ini sahih lagi masyhur” 

d. Hadits dari Barra’ ra:
“Bahwa Rasulullah Saw. melakukan qunut pada shalat Subuh dan magrib”. (HR. Muslim) 

Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud dengan tanpa penyebutan shalat magrib. Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ Ill/505 mengatakan : “Tidaklah mengapa meninggalkan qunut pada shalat magrib karena qunut bukanlah sesuatu yang wajib atau karena ijma’ ulama telah menunjukkan bahwa qunut pada shalat magrib itu sudah mansukh yakni terhapus hukumnya”. 

e. Hadits dari Abi Rofi’ :
“Umar melakukan qunut pada shalat Subuh sesudah ruku”. (HR. Baihaqi) 

Demikianlah beberapa dalil yang dipakai oleh ulama-ulama Syafi’iyah berkaitan dengan fatwa mereka tentang qunut subuh. 

Pembahasan lanjutan mengenai kapan qunut dilakukan ? dan dimana tempatnya ?, untuk pembahasan tersebut dapat anda baca pada artikel : Kapan Qunut Dilakukan, Sesudah Atau Sebelum Ruku’ ?

Hukum Membaca Qunut Subuh

hukum qunut, dalil qunut
Di dalam madzhab Syafi’i sudah disepakati bahwa membaca doa qunut dalam shalat subuh pada i’tidal rakaat kedua adalah sunnat ab’ad dalam arti diberi pahala orang yang mengerjakannya dan bagi yang lupa atau lalai mengerjakannya disunnatkan menambalnya dengan sujud sahwi. 

Tersebut dalam Al-Majmu’ Syarah Muhazzab jilid III/504 sebagai berikut :
“Dalam madzhab Syafi’i disunnatkan qunut pada shalat Subuh baik diketika turun bencana atau tidak. Dengan hukum inilah berpegang mayoritas ulaina salaf dan orang-orang yang sesudah mereka atau kebanyakan dari mereka. Dan diantara yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Barro’ bin Azib, semoga Allah meridhai mereka semua. Ini diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad-sanad yang sahih. Banyak pula orang-orang tabi’in dan yang sesudah mereka berpendapat demikian inilah madzhabnya Ibnu Abi Laila, Hasan bin Shalih, Malik dan Daud”.
Dalam kitab Al-Um jilid 1/205 disebutkan bahwa Imam Syafi’i berkata :
“Tidak ada qunut pada shalat lima waktu selain shalat Subuh. Kecuali jika terjadi bencana, maka boleh qunut pada semua shalat jika imam menyukai”.

Imam Jalaluddin al-Mahalli berkata dalam kitab Al-Mahalli jilid 1/157 :
“Disunnatkan qunut pada i‘tidal rakaat kedua dari shalat Subuh dan dia adalah “Alloohummah dinii fiiman hadait.....hingga akhirnya “ 

Demikian keputusan dan kepastian hukum tentang qunut subuh dalam madzhab Syafi’i. 

Monday, 19 September 2016

Permulaan Islam Tersiar Di Madinah

awal ula islam di madinah
Setibanya di Mekah, setelah menjalankan Isra’ dan Mi’raj, Nabi Muhammad hanya sewaktu-waktu menyiarkan agama Islam. Biasanya, ditujukan kepada orang-orang yang datang berkunjung dari tempat-tempat lain, seperti orang-orang yang berkunjung untuk menunaikan ibadah haji. 

Pada suatu saat di musim haji, Nabi berjumpa dengan enam orang dari suku Khazraj. Nabi pun menyampaikan ajaran Islam kepada mereka. Setelah berbincang-bincang dengan mereka, Nabi membacakan beberapa ayat A1-Qur’an dan beberapa pokok ajaran Islam. Mereka beriman kepada Nabi dan berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, ketahuilah bahwa Muhammad adalah Nabi Allah yang telah lama kita tunggu-tunggu sebagaimana tertulis dalam Taurat.

Kepada Nabi mereka berkata, “Kami beriman kepada engkau, wahai Nabi Allah. Di belakang kami sekarang ini, kaum kami terpecah-pecah menjadi dua golongan. Golongan Aus dan golongan Khazraj yang selalu bermusuhan dan saling membunuh. Pelajaran yang kami peroleh dari engkau ini akan kami siarkan kepada mereka. Mudah-mudahan semua ini dapat menghilangkan permusuhan yang telah berjalan lama itu.”
 
Setelah menerima ajaran Islam dari Nabi, mereka kembali pulang ke Madinah, mendakwahkan apa yang mereka peroleh dari Muhammad ke tengah-tengah masyarakat Yahudi, yaitu kaum mereka sendiri. Dakwah mereka mendapat sambutan yang baik dari penduduk Madinah. Mereka masuk agama Islam dengan ikhlas, sehingga Islam tersiar di Madinah lebih luas dibandingkan dengan penyebaran Islam di kota Mekah sendiri. Hampir di setiap rumah sudah ada yang masuk agama Islam. 

Berita ini sampai kepada Nabi. Beliau sangat senang, karena harapannya semakin nyata. Tetapi sayang, di Mekah, tempat yang terdiri dari kaumnya sendiri, Islam justru mendapatkan perlawanan yang sangat sengit. Setiap orang yang masuk Islam disiksa oleh kaum Quraisy.

Pada tahun berikutnya, datang pula 12 orang utusan yang terdiri dari suku Aus dan 10 orang suku Khazraj menghadap Nabi. Mereka menyatakan keislaman mereka di hadapan Nabi dan mereka bersumpah akan menjalankan syariat Islam dengan patuh; tidak akan menyekutukan Tuhan; tidak akan berbuat zina; dan akan menjauhkan diri dari segala kemungkaran. Sumpah itu terkenal dengan narna Bai’at Aqabah yang pertama. 

Mereka kembali ke Madinah dengan diikuti oleh seorang utusan Nabi yang pertama Mus’ab bin Umair. Ia sengaja diutus oleh Nabi atas permintaan mereka sendiri. Mus’ab bin Umair ini adalah seorang pemuda yang termasuk salah seorang sahabat Nabi yang pertama kali masuk Islam dan pernah ikut hijrah ke Abessinia sehingga ia banyak berpengalaman dalam menghadapi segala macam tantangan. Dengan semangat yang menggebu-gebu, mereka mendawahkan Islam di Madinah yang pada waktu itu terkenal dengan nama Yatsrib, sehingga Islam berkembang sangat pesat dari rumah ke rumah dan dari kabilah ke kabilah. 

Islam semakin tersiar di kota Madinah. Dua suku bangsa yang selama ini bermusuhan, sekarang hidup damai dan bersatu, bersama-sama menjalankan dan menyiarkan ajaran Islam di sana. 

Selanjutnya, pada musim haji tahun berikutnya, serombongan jamaah haji yang berjumlah 73 orang datang pula menemui Nabi yang bertempat di Aqabah, sehingga pertemuan ini dinamakan juga dengan Bai’at Aqabah kedua. Mereka yang telah menemui Nabi pada dua musim haji sebelumnya, ikut juga dalam rombongan ini. Atas nama rakyat Yatsrib, mereka meminta agar Nabi bersedia pindah ke Yatsrib. 

Abbas, paman Nabi yang masih kafir, ikut juga dalam pertemuan itu. Ia memberikan nasihat kepada mereka seraya berkata, “Kalian telah maklum, tentang kedudukan Muhammad di kalangan kami. Sampai saat ini, kami membela Muhammad dari musuh-musuhnya. Sekarang, kamu meminta supaya Muhammad menyertai dan hidup bersamamu. Jika kamu merasa dapat memenuhi perjanjian, kamu mengajak Muhammad hidup bersamamu karena kamu bersedia menanggung dan membela dia dalam segala hal, aku persilakan. Jika kamu merasa tidak sanggup, lebih baik jangan, dan jangan lupa kamu boleh mengajak dia apabila kamu sanggup menahan perlawanan bangsa Arab dan bangsa Yahudi.”

Bara bin Ma’rur, juru bicara rombongan, menjawab,“Ya, demi Allah kami akan melindunginya sebagaimana kami melindungi diri kami sendiri. Tetapi sebaiknya, kami pun ingin mendapat jaminan, apabila Muhammad saw. telah berkuasa, agar beliau tidak meninggalkan kami untuk selama-lamanya.” 

Nabi menyetujui usul mereka, kemudian semua yang hadir menjabat tangan Rasulullah saw. sambil bersumpah setia kepadanya. Mulai tersiarlah agama Islam di Madinah dan isi perjanjian itu pun akhirnya diketahui oleh bangsa Quraisy yang memusuhi Nabi. Mereka menjadi marah dan makin melipat gandakan ancaman dan siksaan mereka terhadap siapa saja yang memeluk Islam. Di mana saja mereka bertemu dengan orang Islam, mereka pukul, mereka lempar, dan kalau dapat, mereka bunuh. 

Keadaan menjadi begitu genting, sehingga kota Mekah menjadi neraka bagi umat Islam. Nabi menganjurkan setiap muslim yang tidak dapat mempertahankan diri untuk hijrah ke Madinah. Dengan sembunyi-sernbunyi, sedikit demi sedikit, mereka pun hijrah ke Madinah; meninggalkan anak-istrinya untuk mempertahankan agama dan keimanan yang telah mengakar dalam batinnya.

Kisah Isra’ Mi’Raj Nabi Muhammad

isra mi'raj
Tahun ke-10 dari kerasulan merupakan tahun duka cita yang paling berat dirasakan oleh Nabi. Beliau ditinggal oleh paman yang selama ini menjadi pelindungnya; ditinggal pula oleh istri yang begitu mencintai dan dicintainya. Dalam keadaan seperti itu, pada suatu malam, di saat beliau sedang tidur di rumah Ummi Hani binti Abu Thalib, datanglah Malaikat Jibril bersama Malaikat Mikail dan ditemani seorang Malaikat pengawal menemui Nabi. Tujuannya adalah untuk menjemput Nabi dan akan diajak berisra’ dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Palestina.
 
Dalam hal ini Allah berfirman :


Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Harani ke Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda- tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya, Dia adalah Maha Pelendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Israa’ [17]: 1)
 
Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa perjalanan Nabi dari Masjidil Hararn ke Masjidil Aqsha tersebut dengan mengendarai sebuah kendaraan yang dinamakan Buraq. Hal ini dinyatakan dalam sebuah hadits, “... telah didatangkan kepadaku seekor buraq dan itulah seekor binatang yang putih rupanya, panjang (tingginya) melebihi keledai, lebih pendek dari bighal. Jika ia melangkahkan kakinya kecepatnya sejauh mata memandang. 

Dimulailah perjalanan yang sangat bersejarah itu. Tidak lama kemudian sampailah beliau di suatu negeri yang bernama Thaibah. Negeri ini, pada masa lalu, di zaman para Nabi terdahulu, merupakan sumber pengetahuan dari ilmu, sehingga dapat disaksikan oleh Nabi saw. Di sana banyak gedung megah yang menjadi tempat-tempat menuntut ilmu pengetahuan. Negeri Thaibah begitu anggun dan megah, sehingga orang menyebut negeri itu dengan negeri Madinah, yang dapat diartikan sebagai negeri sumber segala pengetahuan. 

Beliau melanjutkan perjalanannya dan hanya sekejap sampailah di suatu tempat, yang bernama Syajarah Musa. Di tempat ini, beliau dan Jibril turun dan melakukan shalat dua rakaat. 

Usai melakukan shalat sunnah dua rakaat beliau meneruskan perjalanan. Tidak lama kemudian sampailah ke bukit Tursina, yaitu tempat Nabi Musa as. Menerima wahyu dari Allah swt. Di tempat ini, beliau turun, dan sebagaimana di tempat-tempat yang beliau singgahi sebelumnya, beliau pun melakukan shalat dua rakaat. 

Beliau meneruskan perjalanannya sehingga sampailah di sebuah tempat yang bernama Baitul Lahmi, yaitu tempat kelahiran Nabi Isa as. Di tempat ini, beliau turun dan melakukan shalat dua rakaat. Perjalanan diteruskan dan tidak lama kemudian sampailah ke Baitul Maqdis. 

Di Baitul Maqdis, ternyata telah berkumpul para Nabi terdahulu, menantikan kedatangan beliau. Nabi-nabi itu di antara lain: Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, Nabi Daud as, Nabi Sulaiman as, dan Nabi Isa as. Di tempat itu pula mereka bersama-sama melaksanakan shalat dua rakaat dan Nabi Muhammad saw. yang menjadi imamnya. 

Selesai melaksanakan shalat, para nabi secara bergantian menyampaikan sambutannya, dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah yang telah mengangkat mereka menjadi utusan Allah serta memberikan mukjizat kepada mereka masing-masing. Atas perintah Allah pula mereka sengaja turun ke bumi lalu berkumpul di Masjidil Aqsha, untuk menyambut kedatangan Nabi akhir zaman yang menjadi kekasih Allah. Sambutan terakhir disampaikan oleh Nabi Muhammad sendiri, yang juga menyampaikan ucapan puji syukur ke hadirat Allah swt. dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada mereka. 

Demikianlah sekilas mengenai Isra’ Nabi Muhammad saw, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Selanjutnya, akan dibahas pula mengenai Mi’raj Nabi Muhammad saw. Mi‘raj adalah perjalanan Nabi dari Masjidil Aqsha di Palestina naik ke langit tertinggi untuk menghadap Allah swt. di Sidratul Muntaha. 

Dalam perjalanan naik ke langit itu, telah disediakan kendaraan yang dinamakan Sulam Jannah, yaitu sebuah tangga dari surga yang secara otornatis bisa naik-turun, dan kecepatannya seperti kilat. Kedua kaki tangga tersebut terletak di atas sebuah batu besar yang terdapat di halaman masjid itu. Tangga otornatis yang istirnewa itu, mempunyai sepuluh anak tangga. Anak tangga pertama adalah melambangkan langkah untuk sampai ke langit pertama. Anak tangga kedua adalah melambangkan langkah untuk sampai ke langit kedua dan seterusnya. 

Dengan menginjakkan kakinya di anak tangga yang pertama, lalu sampailah di langit yang pertama. Langit pertama terbuat dari perak murni dengan bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas. Tiap lapisan langit dijaga oleh Malaikat agar jangan ada setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit yang pertama ini, Nabi berjumpa dengan Nabi Adam. Nabi memberi hormat kepada beliau. Di tempat ini pula semua makhluk memuja dan memuji Tuhannya. 

Lalu, Nabi naik tingkat ke langit yang kedua. Di langit yang kedua ini Nabi berjumpa dengan Nabi Isa as. Dan Yahya as. Nabi Muhammad saw. segera disambut dengan baik dan penuh hormat oleh kedua Nabi tersebut. Keduanya juga memberi doa restunya untuk keselamatan Nabi Muhammad saw. 

Selanjutnya, Nabi naik ke tingkat berikutnya, ke langit yang ketiga. Di langit yang ketiga ini, Nabi Muhammad berjumpa dengan Nabi Yusuf. Nabi Muhammad kagum melihat ketampanan Nabi Yusuf, sehingga Nabi bertanya kepada Jibril, “Siapakah orang yang sangat tampan ini ?“ Jibril menjawab, “Inilah Nabi Yusuf yang terkenal paling tampan di dunia.” 

Kemudian Nabi naik ke langit keempat. Di sini, Nabi Muhammad berjumpa dengan Nabi Idris as. yang telah memperoleh karunia yang tinggi dari Allah swt. 

Nabi melanjutkan naik ke langit yang kelima. Dengan iringan sambutan yang penuh hormat dari penjaga langit kelima, Nabi Muhammad beserta Jibril segera masuk. Di langit yang kelima ini Nabi Muhammad saw. berjumpa dengan Nabi Harun as. Beliau segera mengucapkan salam yang segera disambut oleh Nabi Harun as. dengan penuh hormat. Pertemuan ini pun tidak berbeda seperti pertemuan dua orang saudara, penuh keakraban dan saling hormat. 

Nabi saw. bersama Jibril naik ke langit yang keenam. Di langit keenam ini, Nahi Muhammad saw. menyaksikan suatu keanehan, karena tiba-tiba Nabi Musa as. menangis tersedu-sedu. Ketika ditanyakan, Nabi Musa as. pun menjawah, “Karena aku tidak mengira bahwa ada seorang Nabi yang diutus Allah sesudahku, umatnya akan lebih banyak masuk surga daripada umatku.” 

Pada saat Nabi hendak meneruskan perjalanannya ke langit yang ketujuh Nabi Musa berpesan kepada Nabi Muhammad agar singgah sebentar di tempatnya setibanya dari langit ketujuh karena Nabi Musa ingin mendengarkan hasil-hasil yang diperoleh dari sisi Tuhannya. 

Lalu, Nabi naik tingkat ke langit yang ketujuh. Di langit yang ketujuh ini Nabi Muhammad berjumpa dengan Nabi Ibrahirn as. Saat itu, Nabi Ibrahim sedang bersandar di Baitul Ma’mur, yaitu sebuah masjid yang sangat besar, yang berada di langit itu. Dalam pertemuan itu, Ibrahim memberikan nasihat kepada Nabi Muhammad saw. Nasihat Nabi Ibrahim, “Wahai Muhammad, aku nasihatkan agar engkau menyuruh umatmu untuk memperbanyak tanaman surga.” 

Nabi saw. bertanya, “Apakah yang kau maksudkan dengan tanaman surga?” Ibrahim as. Menjawab, “Tanaman surga ialah ucapan La haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil azhim.”

Nabi Muhammad saw. bersama Jibril naik ke Sidratul Muntaha. Di Sidratul Muntaha ini Nabi Muhammad saw. menyaksikan keindahan panorama yang tiada bandingnya dan tidak terdapat di tempat mana pun, terlebih di dunia. 

Selesai menyaksikan keindahan panorama di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad saw. diajak oleh malaikat Jibril untuk menyaksikan keadaan surga dan neraka. Lalu, Nabi melanjutkan Mi‘raj sampai ke tingkat yang kesepuluh yang dinamakan Mustawa. Dalam perjalanan ke mustawa Nabi Muhammad melakukannya seorang diri tanpa ditemani oleh Malaikat Jibril, karena Jibril merasa tidak sanggup untuk melangkah ke tingkat yang lebih tinggi lagi. 

Kernudian, Nabi Muhammad saw. diangkat naik setingkat lagi sampai ke ‘Arasy. Di ‘Arasy inilah Nabi Muhammad saw. menerima perintah shalat sebanyak 50 kali dalam sehari semalam. Namun, ketika Nabi akan kembali ke dunia, Nabi terlebih dahulu singgah sebentar di tempat Nabi Musa as. sebagaimana yang telah dipesannya. Nabi Musa mengusulkan kepada Nabi Muhammad agar meminta keringanan. 

Sebanyak 9 kali Nabi Muhammad naik-turun dari langit keenam (tempat Nabi Musa) ke Sidratul Muntaha, sujud di hadapan Ilahi memohon keringanan. Setiap kali Nabi kembali menemui-Nya, dan sujud di hadapan-Nya untuk memohon keringanan, dikurang-Nya lima kali dan akhirnya tersisa lima kali. Tetapi, nilai dari pahala shalat yang lima kali itu sebenarnya sama dengan yang 50 kali. 

Selesai melaksanakan Mi’raj, Muhammad kembali ke bumi dengan tangga Sulam Jannah. Buraq pun dilepaskan, lalu dia kembali dari Baitul Maqdis ke Mekah naik hewan bersayap itu. 

Perjalanan Mi’raj dengan segala yang dilihat Nabi di dalamnya adalah kebenaran yang membawa pelajaran yang sangat berharga, dan itu bukan mimpi yang tidak memiliki arti apa-apa. Inilah salah satu cara yang berasal dari Allah swt. untuk menyatakan kebesaran diri-Nya dan memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada hamba-Nya yang terpilih. Ketika itu, dapatlah hamba itu berhubungan dengan Penciptanya hingga teguh keyakinannya kepada-Nya dalam menjalankan kewajibannya yang suci menjadi utusan Allah. 

Keesokan harinya, datanglah Jibril kepada Nabi saw. mengajarkan cara melakukan shalat yang lima kali dalam sehari semalam, di mana sebelumnya Nabi saw. melakukan shalat dua rakaat pada waktu pagi dan dua rakaat pada waktu petang, sebagaimana ibadah Nahi Ibrahim as. di masa lalu. 

Berita tentang Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. telah menggemparkan masyarakat Mekah. Kebanyakan umat Islam pada waktu itu tetap mernpercayai Nabi. Mereka selalu yakin akan kebenaran setiap perkataan Nabi. Abu Bakar misalnya, ketika ditanya oleh orang-orang Quraisy, dengan tegas ia menjawab, “Kalau memang Muhammad berkata demikian, maka sesungguhnya dia berkata benar. Aku mempercayainya, bahkan saya membenarkan yang lebih dari itu.” 

Karena keyakinan Abu Bakar inilah, sejak saat itu ia diberi gelar Ash-Shiddiq. Artinya, orang yang membenarkan Nabi tanpa sedikit keraguan. Akan tetapi, di antara mereka ada yang mengingkari kerasulan serta kebenaran berita itu. Bahkan, ada beberapa orang yang baru masuk Islam, setelah mendengar cerita dari Nabi tentang Isra’ Mi’raj telah pulang pergi antara Mekah dan Baitul Maqdis dalam waktu kurang dari satu malam, mereka berbalik tidak mempercayai Nabi lagi.

Tabir Wanita