Saturday, 3 September 2016

Apa Hukum Tradisi Memotong Rambut Bayi Menurut Fikih Islam ?

bilik islam, hkum islam, hukum fikih
Tanya : Dalam masyarakat kita, terutama di Jawa terdapat tradisi memotong rambut bayi sekaligus memberi nama bayi tersebut pada hari ke tujuh. Adakah ajaran agama yang mendasarinya dan bolehkah saya mengikuti tradisi itu? (Rohmah, Pasuruan) 

Jawab : Masyarakat Jawa memang terkenal dengan tradisinya yang beragam, mulai dari yang bersifat ritual yang berbau mistis sampai yang bersifat seremonial. Kalau kita cermati, tradisi yang ada sekarang itu tidak terbentuk dengan sendirinya. Tradisi di samping dipengaruhi oleh pola pikir sekarang, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh tradisi generasi pendahulu. Dengan demikian ia selalu menghubungkan pada generasi pendahulu yang pada saat itu memiliki paham dan agama atau kepercayaan yang berbeda-beda sehingga tidak semua tradisi sesuai dengan syariat. Oleh karena itu sebagai pewaris tradisi, hendaknya tidak mengadopsinya secara sporadis, tetapi selalu menimbang atau mengukur terlebih dahulu dengan ukuran syariat. 

Begitu pula dengan apa yang dilakukan orang tua untuk sang bayi. Pada hari ke tujuh kelahirannya, ada acara memotong rambutnya dan memberi nama. Tradisi ini sudah mengakar di masyarakat dan tidak semua tahu apa yang menjadi dasar dari tradisi itu. Padahal kalau kita runut, itu adalah bagian dari sunah Rasul. Memberi nama pada hari ke tujuh dan memotong rambutnya adalah sunah. (AI-Fiqh Al-Is1ami IV, 2751). 

Dalam sebuah hadis shahih riwayat Hakim, Rasul pernah mengatakan pada Sayyidah Fathimah setelah lahirnya Sayyidina Hasan “Potonglah rambutnya dan sedekahlah dengan al-wariq (perak) sesuai dengan timbangan rambut itu.”

Kisah Para Sahabat Hijrah Ke Abessinia (Habasyah)

sejarah nabi, bilik islam
Betapapun kejam dan kerasnya aniaya yang dilakukan kaum Quraisy, selama masih mengenai diri Nabi sendiri, beliau tidak menghiraukannya. Beliau tetap sabar dan semua itu disambutnya dengan balasan kebaikan dan doa kepada Tuhan agar kaumnya ditunjukkan jalan yang lurus. Beliau tetap menyiarkan Islam. Tidak sedikitpun kemurkaan musuh menggetarkan hatinya. 

Namun demikian, melihat para sahabatnya yang tidak bersalah itu dianiaya, hancurlah hati dan bercucuranlah air matanya. Nabi tidak tahan melihat pengikut-pengikutnya menderita karena penganiayaan yang dilakukan kaum Quraisy. Lebih baik melawan musuh seorang diri daripada tidak dapat melindungi para sahabatnya. Untuk itu, Nabi menganjurkan kepada para pengikutnya untuk berhijrah ke sebuah negeri di benua Afrika, di mana penduduk dan semua golongan mendapat perlindungan di sana. Nabi mengetahui hahwa Negus (Najasi) atau raja di negeri itu adalah seorang yang adil. Tidak pernah ada orang yang teraniaya di sana. Negeri itu adalah Abessinia atau Hahasyah. 

Sebagian kaum muslimin ketika itu lalu berangkat ke Abessinia untuk menghindari fitnah dan tetap berlindung kepada Tuhan dengan mempertahankan agama. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-5 dari kerasulan Muhammad saw. Rombongan pertama berangkat sejumlah 10 orang pria dan 4 orang wanita, di antaranya Utsman bin ‘Affan beserta istrinya Ruqayyah binti Rasulullah; Abu Huzai’ah bin Utbah bin Rabi’ah beserta istrinya; Zubair bin Awwam, dan Abdur Rahman bin Auf. 

Mendengar bahwa sebagian kaum muslimin dalam perjalanan hijrah, kaum Quraisy mengutus beberapa orang untuk menangkap orang-orang itu. Namun demikian, kaum muslimin itu telah berlayar lebih dahulu dan akhirnya utusan itu pun kembali dengan perasaan kecewa.

Sekembalinya mereka ke Mekah, kaum Quraisy kembali mengutus dua orang pahlawan mereka, yaitu Abdullah bin Rabi’ah dan Amru bin Ash ke Abessinia untuk memohon kepada raja negeri itu agar orang-orang Islam diusir kembali ke tanah airnya. 

Sesampainya kedua orang utusan itu di Abessinia, mereka memberikan berbagai hadiah kepada Raja Negus (Najasi). Setelah itu, mereka mengemukakan permohonan agar orang-orang Islam yang ada di Abessinia dipulangkan kembali atas tuduhan mereka telah mengadakan agama baru yang bertentangan dengan agama bangsa Arab dan agama Nasrani. 

Rupanya Negus tidak mau menerima laporan begitu saja secara sepihak. Sebagai seorang raja yang terkenal adil lagi bijaksana, ia memanggil wakil dari orang-orang Islam untuk didengar keterangannya. Ja’far bin Abu Thalib sebagai juru bicara dari orang-orang Islam tampil menyampaikan keterangannya secara panjang lebar.
Penjelasan yang disampaikan oleh Ja’far bin Abu Thalib adalah sebagai berikut. “Paduka Raja, dahulu kami adalah masyarakat yang bodoh; kami menyembah berhala; memakan bangkai; melakukan segala kejahatan; memutuskan hubungan silaturahim; saling bermusuhan; dan orang yang kuat di antara kami menindas yang lemah. 

Demikian keadaan kami sampai Tuhan mengutus seorang rasul dari kalangan kami yang kami ketahui asal-usulnya. Ia adalah seorang yang jujur dan dapat dipercaya serta bersih. Ia mengajak kami hanya menyembah Allah yang Maha Esa dan meninggalkan batu-batu serta berhala-berhala yang selama ini kami dan nenek moyang kami sembah. 

Ia mengajarkan kami untuk tidak berdusta; untuk berkata jujur; serta menyambung hubungan silaturahmi serta saling bertetangga dengan baik. Beliau juga meminta kami menyudahi pertumpahan darah dan meninggalkan perbuatan terlarang lainnya. 

Ia melarang kami melakukan segala kejahatan dan melarang kami berdusta; melarang kami memakan harta anak yatim; atau memfitnah wanita-wanita yang bersih. Ia meminta kami menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya. Ia memerintahkan kami melakukan shalat, membayar zakat dan berpuasa, lalu Ja’far menyebutkan beberapa ketentuan Islam. 

Kami pun membenarkannya. Kami taati segala yang diperintahkan Allah. Kami hanya menyembah Allah yang Maha Esa; tidak mempersekutukan-Nya dengan apa dan siapapun. Segala yang diharamkan kami jauhi dan segala yang dihalalkan kami lakukan. Karena itulah, masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami dan menghasud supaya kami meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala; agar kami membenarkan keburukan yang pernah kami lakukan dulu. 

"Karena mereka memaksa kami, menganiaya dan menekan kami; menghalang-halangi kami dan agama kami, maka kami pun keluar, pergi ke negeri Tuan ini, Tuan jugalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat Tuan. Dengan harapan, di sini tidak ada penganiayaan.” 

Raja kembali bertanya, “Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang dapat dijadikan bukti untuk memperkuat keterangan saudara?” 

“Ada Paduka Raja,” jawab Ja’far. Kemudian Ja’far membacakan beberapa ayat suci Al Qur’an. Alunan suara ja’far yang khusyu’ dan merdu menggema menggetarkan hati Negus (Najasyi), membuatnya terharu. Setelah mendengar semua itu, Negus dengan tegas menolak permohonan utusan Quraisy. Mereka yang telah meninggalkan tanah airnya demi mempertahankan kepercayaan agamanya diperkenankan menetap di sana dengan aman dan kebebasan menjalankan agamanya. 

Dengan hati kecewa, pulanglah utusan Quraisy itu. Keesokan harinya, datang kembali utusan dari Quraisy menghadap Raja. Mereka mengadukan kepada Raja bahwa orang-oran Islam itu tidak mengakui kesucian Nabi Isa. 

Mendengar laporan itu, Raja bertanya kepada Ja’far. Ja’far menjawab bahwa mereka mengakui bahwa Nabi Isa adalah utusan Tuhan yang termulia, hanya mereka tidak memandangnya sebagai tuhan dan anak Tuhan. 

Jawaban Ja’far sesuai dengan kayakinan Negus (Najasyi) dan ia menolak permohonan utusan Quraisy itu. Dua kali sudah mereka merasakan kekecewaan.

Selama di Abessinia (Habasyah) kaum muslimin merasa aman. Ketika disampaikan kepada mereka bahwa permusuhan kaum Quraisy sudah berangsur reda, mereka kembali ke Mekah untuk yang pertama kalinya dan Muhammad pun masih di Mekah. Akan tetapi, setelah itu, penduduk Mekah (kaum Quraisy) kembali mengganggu. Maka, pada tahun ke-6 sesudah wahyu pertama turun, mereka kembali lagi ke Abessinia. Kali ini mereka berjumlah 80 orang tanpa wanita dan anak-anak.

Ketabahan Nabi Muhammad SAW Dan Para Pengikutnya Diawal Islam Muncul

sejarah nabi muhammad
Apabila muncul suatu gerakan yang rela memikul beban menyiarkan kebenaran dalam kalangan suatu umat yang telah binasa, biasanya muncul di sana suatu golongan yang memusuhi gerakan itu. Sudah menjadi kehendak Allah untuk menguji ketabahan hati dan kesucian maksud yang dikandung gerakan itu. Demikian pula dengan pimpinan Quraisy. Mereka melakan kampanye mengerahkan orang beramai-ramai menentang gerakan dakwah Rasulullah dengan dalil niempertahankan agama nenek moyang.

Mereka mengira bahwa salah satu kekuatan Nabi terletak pada adanya perlindungan dan pembelaan Abu Thalib yang disegani itu. Mereka mengira bahwa apablia Abu Thalib mau berlepas tangan tentulah gerakan Muhammad beserta pengikut-pengikutnya akan mudah dilumpuhkan. Oleh karena itu, pemuka-pemuka kaum Quraisy yang diketuai oleh Abu Sufyan bin Harb pergi menemui Abu Thalib. 

Mereka berkata, “Wahai Abu Thalib, kemenakanmu itu sudah mencela agama kita, memaki berhala-berhala kita, dan mcnganggap sesat nenek moyang kita. Karena itu, sekarang, kau harus menghentikan dia. Kalau tidak, biarlah kami sendiri yang akan menghadapinya. Karena engkau juga seperti kami, tidak sejalan dengan dia, maka cukuplah engkau dan pihak kami yang menghadapi dia.” 

Mendengar perkataan tersebut, Abu Thalib menjawab dengan baik sekali. Sementara itu, Muhammad juga tetap gigih menjalankan tugas dahwahnya dan dakwah itu pun mendapat pengikut yang bertambah banyak. Lalu, datang lagi utusan dan kaum Quraisy, Walid bin Mughirah dengan membawa seorang pemuda seraya berkata, “Wahai Abu Thalib, ini anak muda yang paling tampan di kalangan kaum Quraisy. Ia bernama Umarah bin Walid. Ambillah ia menjadi anak saudara dan serahkan kepada kami Muhammad untuk kami bunuh, karena ia telah menentang kami dan memecah-belah persatuan kita.” 

Usul orang Quraisy tersebut dengan cepat dijawab oleh Abu Thalib, “Sangat jahat pikiranmu. Kamu serahkan anak kamu agar aku memberinya makan dan aku berikan kemenakanku untuk kamu bunuh. Demi Allah, tidak akan pernah aku berikan ia kepadarnu!” 

Untuk yang kesekian kalinya mereka mendatangi Abu Thalib. Mereka berkata, “Wahai Abu Thalib, engkau sebagai orang yang terhormat, terpandang di kalangan kami. Kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek moyang kita, sebelum kau suruh ia diam atau sama-sama kita lawan hingga salah satu pihak menjadi binasa. 

Bagi Abu Thalib, ultimatum seperti itu merupakan dilema, berat rasanya bagi ia untuk berpisah atau bermusuhan dengan masyarakatnya. Demikian halnya rasa berat yang ia rasakan terhadap kemenakannya. Tidak sampai hati ia menyerahkan atau membuat kemenakannya itu kecewa. Karenanya, Abu Thalib meminta agar Muhammad jangan menempatkannya dalam kesulitan yang lebih gawat dalam menghadapi kaum Quraisy.

Sementara itu, pendirian Nabi tetap tegas. Sekali melangkah, pantang mundur. Nabi yang paham akan maksud pamannya tersebut dengan tegas berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berhenti memperjuangkan amanah Allah ini, kendati seluruh anggota keluarga dan sanak saudaranya akan mengucilkanku.” 

Demikianlah besarnya kebenaran serta kedasyatan iman. Abu Thalib gemetar mendengar jawaban Muhammad sehingga tergugahlah ia. Ternyata, ia berdiri di hadapan tenaga kudus dan kemauan yang begitu tinggi, di atas segala kemampuan tenaga hidup yang ada. 

Setelah gagal dengan Abu Thalib, kali ini orang-orang Quraisy membujuk langsung Nabi Muhammad saw. Mereka membujuk dan merayu Nabi dengan menawarkan kekayaan, pangkat dan kedudukan yang tinggi, serta dengan menjanjikan dan mencarikan wanita muda yang cantik, berapa pun yang disukainya; dengan syarat, beliau menghentikan segala bentuk kegiatannya dalam menyebarkan ajaran Islam. 

Namun demikian, semua tawaran itu dijawab oleh Rasulullah saw. dengan tegas, “Demi Allah kalau mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud aku meninggalkan amanah ini, sungguh, tidak akan kutinggalkan. Biar Allah yang akan membuktikan kemenangan itu nanti, atau aku biinasa Karenanya. 

Setelah melalui usaha yang mereka lakukan secara halus itu menemui jalan buntu, mereka mencobanya lagi melalui ja1an kekerasan, yaitu melalui teror dan penyiksaan, terutama kepada pemeluk-pemeluk Islam yang berasal dari kalangan bawah, sahabat-sahabat Muhammad yang miskin, yang terdiri dari budak. Jika mereka menemui budak-budak ini memeluk Islam, mereka tidak segan-segan memukulinya dengan kayu dan batu sampai babak belur dengan sepuas hati mereka. Budak-budak itu disiksa dan dipaksa melepaskan agamanya, sehingga di antara mereka ada yang mencampakkan budaknya di atas pasir, di bawah terik matahari yang membakar; dadanya ditindih batu dan dibiarkan dalam kondisi tersebut. 

Bilal adalah salah seorang sahabat yang mengalami hal ini. Namun, karena keteguhan hatinya, Bilal tetap bertahan dalam Islam. Dalam keadaan seperti itu, Bilal hanya herkata, “Ahad, Ahad.” Ia memikul semua siksaan itu demi agamanya. Sungguhpun demikian, imannya senantiasa semakin teguh, hingga musuh tercengang melihatnya. 

Sesungguhnya, sangatlah besar jasa Abu Bakar terhadap Islam dan nilai-nilai kemanusiaan. Bilal yang ketika itu disiksa oleh tuannya, begitu Abu Bakar melihatnya, langsung ia menolongnya. Saat itu juga, Abu Bakar membeli Bilal dan langsung memerdekakan nya. 

Intimidasi. yang dilakukan oleh pihak musuh rupanya tidak hanya terhadap budak-budak, melainkan juga mulai ditujukan kepada setiap muslim. Setiap suku diminta menghukum dan menyiksa anggota keluarganya yang masuk Islam sampai dia murtad kembali. Seperti halnya dengan Utsman bin ‘Affan. Oleh anggota keluarganya, ia dikurung dalam kamar gelap, lalu dipukuli hingga hampir mati. Meski demikian, keimanannya semakin kuat, ibarat besi tempaan, semakin dipukuli semakin membaja. 

Tak terkecuali Nabi Muhammad, Beliau juga mengalami berbagai gangguan, meskipun sudah dihalangi oleh Bani Hasyim dan Bani Muththalib. Ummu Jamil, istri Abi Jahal, melempar kotoran ke depan rumah beliau. Namun, beliau cukup membersihaknnya saja. Demikian juga pada waktu shalat, Abu Jahal melemparinya dengan isi perut kambing yang sudah disembelih untuk sesaji kepada berhala-berhala. Beliau menerima gangguan itu, lalu pergi ke rurnah Fatimah (putrinya) agar dicucikan dan dibersihkan pakaiannya. 

Hal seperti itu berlangsung cukup lama. Namun, kaum muslimin semakin teguh dengan agama mereka, Dengan lapang dada, mereka menerima siksaan dan kekerasan itu, demi akidah dan iman mereka.

Biografi Ibnu Al-Haitham (Pelopor Perdaban Islam)

Pelopor peradaban islam, tokoh isla, bilik islam

IBNU AL-HAITHAM
(354-430 H/965-1 038 M)

Ibnu Al-Haitham adalah salah seorang di antara sarjana-sarjana Arab terkemuka. Dia berjasa dalam memberikan kontribusi di bidang ilmu politik, ilmu matematika, ilmu alam, ilmu obat-obatan, dan ilmu filsafat.
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Hasan Ibnu Al-Haitham. Dia dikenal oleh orang-orang Eropa sebagai “Alhazen”. Dia dilahirkan di Bashrah, di mana Ia memperoleh pendidikan. Fatimid Cliph Al Hakim bi Amri Allah mendengar tentang metode Al-Haitham dalam mengatasi banjir Sungai Nil setiap tahunnya. Dia berkunjung ke Mesir dan bertanya kepadanya bagaimana cara mengatur arus Sungai Nil untuk mencegah banjir bandang. lbnu Al-Haitham gagal membuktikan pernyataannya sampai kematian khalifah, kemudian karya yang dimulai dengan mengopi buku-buku terdahulu dalam bidang matematika dan ilmu alam. Dia juga mulai menulis buku-buku mengenai materi-materi yang berbeda. 

Kontribusi Ibnu AI-Khaitham dalam Ilmu Optik
Para ahli sejarah Eropa mengakui kontribusi Ibnu Al-Haitham di dalam perkembangan ilmu optik. Dalam warisan Islam “The Heritage of Islam”, Arnold mengatakan “bidang ilmu optik telah mencapai puncaknya melalui Ibnu Al-Haitham.” Sarton mengatakan “Ibnu Al-Haitham, adalah ilmuwan terbaik yang memiliki kedudukan di dunia Islam pada Abad Pertengahan dalam bidang ilmu alam. Dia adalah salah satu di antara sekian banyak figur terkemuka dalam bidang ilmu optik di sepanjang zaman. Dia juga seorang astronot, seorang ahli matematika, dan seorang doktor. Ensiklopedia Britanika mempertimbangkannya sebagai figur pemimpin dalam ilmu optik setelah Ptolomeus.

Ibnu Al-Haitham adalah ilmuwan pertama yang menyimpulkan perbesaran hak milik sebuah lensa. Dia juga yang pertama kali mendeskripsikan secara tepat jenis bagian-bagian mata dan memberikan nama-nama yang diadopsi dari ilmuwani lmuwan Barat dan diterjemahkannya ke dalam bahasa mereka. lstilah inilah yang masih diterima sampai saat ini. Di antara istilah-istilah tersebut adalah “retina”, “cornea”, “humour aqueous”. Acuan mereka mengenai lensa-lensa pembesar diletakkan berdasarkan kegunaan mereka di dalam koreksi mata yang tidak berfungsi lagi (disfungsi mata). 

Ibnu Al-Haitham sampai kepada kesimpulan bahwa penglihatan itu dimulai dari cahaya yang dikirimkan oleh sebuah objek menuju mata. Cahaya tersebut dipantulkan oleh retina dan dikirimkan menuju otak melalui saraf yang berhubungan dengan mata, membuat gambar yang menjadi objeknya. Melalui konklusi ini, dia nienentang teorinya Ptolomeus dan Euclid tentang penglihatan bahwa mata mengedarkan cahaya visualnya menuju objek penglihatan. Ibnu Al-Haitham juga melakukan serangkaian penelitian tentang cahaya, warna, dan refleksi cahaya di dalam beberapa eksperimen mengenai pengukuran sudut masuk dan pembiasan. Sebagian para peneliti mengukuhkannya sebagai bapak ilmu optik. 

Kontribusi Ibnu Al-Haitham dalam Bidang Matematika

Ibnu Al-Haitham adalah seorang ahli matematika yang handal. Ia menggunakan geometri, persamaan, dan aijabar untuk memecahkan persamaan-persamaan teori astronomi. Dia juga menyelesaikan persamaan-persamaan kubik dan secara tepat mengalkulasikan aturan-aturan permukaan peluru, piramid-piramid, kecenderungan cakram, sektor-sektor keliling lingkaran, dan penambahan keliling lingkaran. 

Kontribusi lbnu Al-Haitham dalam Bidang Astronomi

Ibnu Al-Haitham tertarik dalam bidang astronomi dan ia menulis beberapa buku dalam bidang tersebut. Dia juga membuat sejumlah observasi. Di antara kontribusi utamanya adalah pengaturan sebuah metode terbaru untuk menentukan ketinggian kutub. Dia mengelaborasi sebuah teori mengenai gerak planet, Yang terus membawa pengaruh sampai sekarang. Sebuah tabel yang dibuat di Jerman sejak tahun 1942, yang menampilkan gerak planet-planet menurut teori Ibnu Al-Haitham, masih diekspos di Austria. Ibnu Al-Haitham menemukan bahwa seluruh benda-benda angkasa, termasuk bintang-bintang yang tak bergerak, adalah cahayanya sendiri dan menyebarkan cahaya mereka, kecuali pada bulan, yang menerima cahaya dan matahari.

Karya-karya Utamanya
Ibnu Al-Haitham meninggalkan sebuah kekayaan wanisan ilmiah di berbagai bidang, di antara karya-karyanya adalah : 

“Kitab al-Manadhir’ sebuah acuan mengenai ilmu optik yang berisikan penelitian tentang cahaya, anatomi mata dan penglihatan. Buku ini menciptakan sebuah revolusi dalam ilmu optik dan dipengaruhi oleh ilmuwan-ilmuwan Barat seperti Bacon dan Kepler. Buku ini menjadi referensi selama beberapa abad dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada sekitar Abad Pertengahan. Buku tersebut berisi tujuh esai, esai pertama dan ketiga telah direvisi dan dipublikasikan di dalam sebuah buku oleh Abdul Hamid Sabrah sejak tahun 1983 di Kuwait. Dr. Rochdi Rashid membubuhi keterangan mengenai artikel ke tujuh dalam bukunya “Geometri dan ilmu optik di abad ke empat Hijriah”, kemudian diterbitkan di Beirut tahun 1996. Salinan tulisan tangan lengkap dari buku ataupun dari beberapa artikelnya masih ada di beberapa perpustakaan di Istambul, Turki.
• “Hal Shokouk Euclid”
• “Makalat al-Shokouk ala Batlimus”
• “Kitab Sharh Oussoul Euclid’s fi al-Handass wa al-Adad
• “Kitab al-Jamia fi Ousoul al-Hissab’;
• “Kitab fi tahlil al Massa’il Al-Handassia’


Kesemuanya itu adalah ungkapan penghargaan bahwa Ibnu Al-Haitham menulis 80 buku dan mengacu dalam bidang astronomi, berhubungan dengan gerakan planet, bulan, benda-benda angkasa, dan dimensi-dimensi terkait. 

Karya-karya Ibnu Al-Haitham yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin memberikan pengaruh yang hebat bagi ilmuwani lmuwan Barat, seperti Kepler dan Francis Bacon. Menurut Mustapha Nadhif, Ibnu Al-Haitham telah memberikan kontribusi dalam perkembangan metodologi eksperimental berdasarkan observasi, eksperimen, dan investigasi. Sebelum Francis Bacon. Di dalam “Pengaruh Arab tentang Peradaban Barat”, Abbas Mahmud Al-Akkad mengatakan, bahwa terjemahan buku-buku Ibnu Al-Haitham mengenai ilmu optik telah digunakan sebagai referensi oleh seluruh ilmuwan Eropa yang datang setelahnya.

Biografi Al-Zahrawi (Pelopor Peradaban Islam)

pelopor peradaban islam, tokoh islam, bilik islam




AL-ZAHRAWI 

(WAFAT TAHUN 404 H /1013 M)

Al-Zahrawi adalah salah satu ahli bedah Muslim dunia dan termasyhur. Abu al-Kacem Khalaf Ibnu Abbas al-Zahrawi dikenal sebagai Abulcassis di Barat, lahir di kota Al-Zahra di luar kota Cordoba di Andalusia. Dia dikabarkan berada di Andalusia pada abad ke-4 di mana dia melayani sebagai doktor pribadi Abderrahman III dan kemudian anaknya al-Mustansir. 

Meskipun tanggal lahirnya tidak diketahui, ahli sejarah percaya wafatnya terjadi tahun 404 H /1013 M.

Kontribusi Ilmiahnya

Kontribusi ilmiah dari al-Zahrawi adalah manifestasi dalam beberapa pencapaian ilmiahnya dalam ilmu obat-obatan secara keseluruhan, dan khususnya ilmu bedah. Dia merupakan yang pertama membedakan antara ilmu bedah dan topik lain tentang obat-obatan, membuat sebuah bidang ilmu yang berdiri sendiri didasarkan atas studi anatomi kehidupan dari tubuh. Dia juga yang pertama mengambil alih sebuah operasi mengangkat batu dari kandung kemih melalui vagina dan merupakan yang pertama membuat sebuah yang membelah dalam pembuluh pernapasan dalam sebuah operasi pada pegawainya. Dia juga sukses dalam memberhentikan haemorrhage dengan mencontohkan urat darah halus yang besar. Dia mengajarkan pelajarnya tentang bagaimana pencegahan luka-luka di bagian dalam tanpa meninggalkan bekas yang kelihatan, dan bagaimana membuat pencegahan-pencegahan dengan dua jarum dan satu benang tetap didalamnya.

Dalam bidang obat-obatan umum, dia yang pertama memberikan sebuah gambaran tentang kemampuan beberapa tubuh untuk haemoplia, seperti yang dia tekuni melalui penyakit encok dan punggung serta penyakit tuberkulosis. Dia juga mengenalkan metode baru dan instrumen baru untuk ginaekologi. Tentu saja, ahli bedah dan dokter gigi berkebangsaan Eropa diuntungkan dari gambaran yang dia buat untuk pola tentang instrumer penting yang berhubungan dengan pembedahan.

Karya-karya Besarnya

Yang terbesar dan terkenal tentang penghimpunan al Zahrawi adalah sebuah risalah yang berjudul “al-Tasrif Liman Ajaza ani Ta’Iif”. Ini adalah sebuah jenis ensikiopedia terdiri dan 30 Volume, dijelaskan dengan gambar-gambar, dan dengan banyaknya gambar tentang instrumen yang berhubungan dengan pembedahan yang digunakan oleh al-Zahrawi. Sebagian dari buku ini yang berhubungan dengan pembedahan telah diterjemahkan oleh Gerard de Cremona ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12. Buku ini juga diterbitkan dalam banyak versi : pertama di Venice tahun 1497, kedua di Basel tahun 1541, dan ketiga di Oxford tahun 1778. Buku ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis pada abad ke-19 oleh Dr.Leclerck. 

Zigfried Hunkah berkata pada bagian buku ini :”Ketiga bagian buku ini memainkan peranan penting di Eropa, seperti dijadikan landasan bagi yang berhubungan dengan pembedahan. Buku tentang obat-obatan merupakan cabang yang ditinggikan kepada sebuah status yang lebih tinggi. Ilmu bedah kemudian menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri didasarkan atas anatomi. Lebih jauh, buku ini mempunyai pengaruh yang penting terhadap masa Renaisans bangsa Eropa selama lima abad. Buku ini diajarkan di universitas-universitas, dan dijadikan sebagai sebuah rujukan untuk para ahli bedah bangsa Eropa.

Biografi Al-Karkhi (Pelopor Peradaban Islam)

tokoh islam, bilik islam

AL-KARKHI
(WAFAT ANTARA 410-420 H /1019-1029 M) 

Al-Karkhi adalah salah satu ahli matematika Muslim yang terkenal, dan “salah satu ahli matematika yang termasyhur yang mempunyai pengaruh nyata terhadap perkembangan ilmu matematika.” Tetapi hanya sedikit informasi tentang dirinya yang tersedia. 

Dia adalah Abu Bakar Muhammad lbnu al-Hassan (atau Hussain) al-Hassib al-Karkhi (setelah Karakh, sebuah kota di bagian Baghdad). Dia tinggal di Baghdad pada masa Vizir Abu Ghalib Muhammad Ibnu Khalf Fakhr al-Malik, Menteri Baha’u Dawla al-Bouwayhi. 

Kontribusi Ilmiahnya

Buku-buku Al-Karkhi berisi tentang masa awal dalam sejarah bangsa Arab, penyelesaian tentang persamaan yang tidak menentukan seperti persamaan-persamaan menggunaka metode-metode yang diambil dari De Fuentes.

Al-Karkhi juga muncul dengan beberapa solusi terhadap persamaan-persamaan dua urutan dan mempersembahkan penelitian tentang perkiraan akar pangkat angka-angka dan bukti tentang penemuan total kuadrat dan pangkat tiga dan penomoran alami yang dia hitung.

Karya-karya Besarnya

Kitab “Al-Fakhri fi aI-Jabr” Buku ini disebut al-Fakhri di bawah Fakhr al-Mulk dan sudah dihimpun antara 401 dan 407. 

Smith berkata dalam bukunya yang berjudul History of Mathematics bahwa buku al-Fakhri adalah sebuah warisan yang bernilai dalam ilmu al jabar. Sebuah penerjemahan dilakukan pada tahun 1853 oleh orientalis berkebangsaan Prancis yang bernama Franz Woepcke. 

Al-Kafi fi al-Hissab (Dasar-dasar Kalkulus). Buku ini diterbitkan antara 401 dan 407 dan diberikan sebagai sebuah hadiah kepada Fakhr al-Mulk. Buku ini berhubungan dengan prinsipp rinsip kalkulus yang dikenal pada masa itu sejalan dengan beberapa aturan perubahan dan metode penghitungan untuk memfasilitasi beberapa operasi. Penulis tidak menggunakan penomoran India dalam bukunya melainkan menulisnya dalam surat. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman oleh Hocheim dan diperbaiki dalam tiga volume antara 1878 dan 1880.  

Kitab “AI-Badi’a fi al-Hissab.

Biografi Abu Sahl Al Quhi (Pelopor Peradaban Islam)

tokoh islam, bilik islam

ABU SAHL AL-QUHI
(WAFAT TAHUN 405 H /1014 M)
Al-Quhi adalah salah satu sarjana Muslim terkenal yang cerdas dalam ilmu astronomi dan ilmu matematika sekitar abad ke-4 H/abad ke-10 M. Namanya adalah Abu Sahi Wijen Ibnu Rustum al-Quhi. Tanggal kelahirannya tidak diketahui, sementara kematiannya terjadi tahun 405 H / 1014 M. Dia berasal dari Kuh di Gunung Tabaristan dan tinggal di Baghdad. Ketika Sharafu Dawla al-Bouaihi naik takhta untuk berkuasa, dia kesayangannya dan ditunjuk sebagai kepala pemantauan tahun 378 H/988 M yang dibentuk di Baghdad. Dia memintanya untuk menyiapkan sebuah studi atas observasinya tentang tujuh planet, orbit mereka dan pergerakan dengan zodiak mereka.
Kontribusi Ilmiahnya
Al-Quhi adalah di antara ahli astronomi yang terkenal pada abad ke-4 H/ abad ke-1 0 M. Dia membuat angka observasi yang mana para sarjana pada masanya biasa memercayakan dan mengkritik beberapa hipotesis ahli astronomi yunani. Kepopulerannya juga datang dari keahliannya dalam membuat instrumen observasi.
Dalam ilmu matematika, “al-Quhi terfokus dengan Archimedes dan permasalahan Appolonius yang menyebabkan persamaan lebih tinggi daripada titik persamaan kedua. Dia mampu memecahkan beberapa masalah dan mendiskusikan persyaratan tentang setiap sebuah operasi. Penemuannya dapat dipertimbangkan sebagai yang terbaik yang pernah ditulis tentang ilmu geometri di dunia Muslim. 
Al-Quhi juga menyumbangkan pelajaran tentang berat, sebuah bidang di mana dia mempunyai kewenangan lebih tinggi. Ia menggunakan bukti geometrik untuk memecahkan banyak permasalahan yang syarat penentuan tentang berat. Lebih jauh, dia meninggalkan penelitian yang bernilai dalam menemukan prinsip-prinsip daya angkat.
Karya-karya Besarnya 
Dr. Abdullah ad-Difa’ dan az-Zarkali menyebutkan beberapa karya al-Quhi dalam ilmu astronomi dan matematika, buku-buku tersebut sebagai berikut :
- “Kitab Marakiz al-Akr”
- “Kitab al-Ussul ala Tahrikat Euclides”
- “Kitab San’at al-Usturlab bi al-Barahin”
- “Kitab aziyadat ala Archimedes fi al-Maqala Tania”
- “Ikhraj al-Khatayn min Nuqta ala zaouiya Maaluma”
-
Tatlit azzaouiya wa ‘ammal al-Musaba’ al-Mutassaoui al Adla’ fi Da’era”
 
Dr. Abdullah ad-Difa’ berkata dalam bukunya “Exact Science in Arab Islamic Civilization”: “Bagaimanapun, hampir semua karya-karya al-Quhi hilang dan hanya sedikit rujukan yang ditemukan dalam karya berbahasa Latin.

Friday, 2 September 2016

Waktu Yang Dilarang Untuk Shalat

bilik islam
Sebagaimana telah diterangkan, salat sunat Mutlaq itu tidak mempunyai waktu yang tertentu, tetapi semua waktu boleh dimanfaatkan untuk salat sunat Mutlaq, kecuali beberapa waktu berikut ini : 

1. Shalat sesudah shalat Subuh sampai terbit matahari.
“Dari Abu Hurairah, “Nabi Saw. telah melarang salat sesudah shalat Subuh hingga terbit matahari.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

2. Shalat sesudah shalat Asar sampai terbenam matahari.
“Dari Abu Hurairah, “Rasulullah Saw. telah melarang shalat sesudah shalat Asar.” (RIWAYAT BUKHARI) 

3. SHalat tatkala istiwa (tengah hari) selain hari Jumat.
“Dari Abu Hurairah, “Rasulullah Saw telah melarang shalat pada waktu tengah hari tepat, sampai tergelincir matahari kecuali hari Jumat.” (RIWAYAT ABU DAWUD) 

4. Shalat tatkala terbit matahari sampai matahari setinggi tombak (pukul 8.00-9.00) jam zawaliyah. 

5. Shalat tatkakala matahari hampir terbenam sampai terbenamnya.
“Dari Uqbah bin Amir, “Rasulullah Saw. melarang shalat pada tiga saat. 1. Tatkala terbit matahari sampai tinggi. 2. Tatkala hampir Lohor sampai tergelincir matahari. 3. Tatkala matahari hampir terbenam (RIWAYAT MUSLIM)

Tabir Wanita