Khadijah ra. memang telah mengetaui akhlak Nabi saw. dengan baik dan banyak mendengar tentang kemuliaan dan keutamaan beliau yang begitu menyenangkan hati setiap orang yang mengenal beliau. Akan tetapi, dia juga tahu posisi Nabi saw. di tengah-tengah kaumnya yang pernah menjuluki beliau dengan julukan “Al-Ainin”. Bahkan, mereka seringkali meminta bantuan beliau untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di antara mereka.
Seperti yang terjadi ketika suku Quraisy membangun kembali Ka’bah A1-Musyarrafah (yang mulia). Hampir saja bangunan Ka’bah hilang. Sebuah riwayat mengatakan bahwa penyebabnya adalah banjir bandang yang terjadi lima tahun sebelum diutusnya Muhammad saw. sebagai nabi, dan ini adalah pendapat yang paling kuat. Maka tidak ada jalan lain bagi suku Quraisy selain harus membangun kembali Ka’bah.
Cukup banyak hadits shahih yang menceritakan peristiwa tersebut. Imam Al-Bukhari ra. meriwayatkan dari Aisyah ra. hahwa sesungguhnya, Rasulullah saw pernah bercerita kepadanya, “Tahukah engkau ketika kaummu membangun kembali Ka’bah, mereka mengabaikan fondasi yang telah diletakkan oleh Nabi Ibrahirn saw.” Maka aku bertanya kepada beliau, Wahai Rasulullah, tidakkah engkau mengembalikannya pada fondasi Nabi Ibrahim saw?” J awab beliau, “Kalau bukan karena kaummu melakukannya karena kekafiran mereka, aku pasti sudah melakukannya.”
Lalu Abdullah ra. berkata, Meski Aisyah ra. mendengar hal itu dari Rasulullah saw, aku tidak melihat bahwa Rasulullah saw. membiarkan penyerahan dua tiang di samping tempat peletakkan Hajar Aswad, kecuali kalau ternyata Baitullah (Ka’bah) tidak diselesaikan sesuai dengan fondasi yang telah diletakkan oleh Nabi Ibrahirn saw.”
Dalam upaya membangun kembali Ka’bah, kaum Quraisy mensyaratkan agar biaya pembangunannya harus berasal dari sumber yang baik dan tidak boleh dicampuri oleh dana-dana yang haram dan tidak jelas seperti hasil rampokan, riba, atau menzalimi seseorang.
Ibnu Ishaq menceritakan, “Kemudian, seluruh kabilah Quraisy pun bergotong-royong mengumpulkan batu untuk pembangunan Ka’bah. Setiap kabilah mengumpulkan batu-batu tersebut secara sendiri-sendiri, kemudian mereka langsung membangunnya.
Ketika pembangunan sampai ke bagian sudut bangunan, terjadi perselisihan di antara mereka. Setiap kabilah menginginkan agar sudut tempat peletakkan Hajar Aswad itu berada di bagian yang mereka bangun. Situasi pun sempat memanas sampai-sampai mereka telah bersiap-siap untuk berperang.
Kabilah Bani Abdud-Dar sempat membawa semangkuk besar berisi darah, lalu mereka bersepakat dengan Bani Adi bin Ka’ab bin Lu’ay untuk berperang sampai mati. Maka, mereka memasukkan tangan ke dalam mangkuk yang berisi darah tersebut. Peristiwa itu disebut dengan ‘Jilatan Darah’. Ketegangan tersebut berlangsung selama empat sampai lima hari, hingga kemudian mereka mengadakan musyawarah di masjid.
Seseorang dari mereka berseru, “Wahai bangsa Quraisy, buatlah sebuah kesepakatan untuk menyelesaikan perselisihan di antara kalian bahwa yang paling pertama masuk masjid besok adalah orang yang berhak memutuskan perkara ini.”
Mereka pun menyepakati hal itu. Ternyata orang yang pertama masuk masjid adalah Rasulullah saw. Ketika mereka melihatnya, mereka lantas berseru, “Itu adalah Muhammad, dia orang yang tepercaya. Kami rela kalau dia yang memutuskan perkara ini.”
Ketika semua telah sama-sama sepakat dan menyampaikan hal itu kepada Muhammad saw., beliau lalu berkata, “Beri aku selembar kain.” Maka, diberikanlah kepadanya selembar kain. Beliau lalu mengambil bagian sudut Hajar Aswad dengan tangannya dan meletakkannya di atas kain itu, kemudian berkata, “Setiap kabilah agar memegang ujung kain ini, lalu angkatlah bersama-sama.”
Mereka pun mengangkat kain tersebut besama-sama ke tempat peletakkan bagian sudut itu. Setelah itu, Rasulullah saw. mengambil batu itu dari kain dan meletakkannya di tempat yang seharusnya dengan tangannya sendiri. Lalu, dibangunlah sudut Hajar Aswad di atas batu itu.
Biografi selanjutnya bisa divaca pada artikel berjudul : Kebahagiaan Melingkupi Sebuah Rumah Yang Agung (Biografi Khadijah ra.).
0 komentar:
Post a Comment