Tanya : Jika seorang perempuan mulai haid pada 1 Ramadhan, kemudian pada 6-10 Ramadan dia suci dan pada 11-15 dia haid kembali. Pertanyaan saya bagaimana dia mengqadha’ puasa, apakah hanya sepuluh hari atau lima belas hari penuh? Padahal saat suci dia berpuasa. Bagaimana dia mengqadha’ shalat? (Imamudin, Tiogosari Semarang)
Jawab : Ada tiga macam jenis darah yang keluar dari farji (kemaluan depan) seorang perempuan, pertama darah nifas, kedua darah istihadhah, dan ketiga darah haid.
Darah nifas adalah darah yang keluarnya mengiringi kelahiran. Orang yang sedang mengeluarkan darah jenis ini, hukumnya sama dengan orang yang sedang haid, artinya dia tidak boleh melakukan segala aktivitas yang dilarang ketika seseorang sedang haid, dia juga wajib mandi apabila darah nifasnya telah berhenti (suci).
Kemudian darah istihadhah adalah darah penyakit yang keluar dari ujung urat di bawah rahim, pada saat seseorang tidak sedang haid atau nifas. Berbeda dengan yang telah saya katakan, orang yang mengeluarkan darah nifas atau darah haid wajib mandi apabila sudah suci, namun orang istihadhah tidak diwajibkan mandi setelah darahnya berhenti.
Sedangkan darah haid yaitu darah yang dikeluarkan perempuan dalam keadaan sehat, tidak luka dan telah mencapai umur genap sembilan tahun.
Rasulullah bersabda :
Artinya : “Hal itu memang sesuatu yang sudah digariskan Allah atas anak-anak perempuan Adam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Minimal bisa dikatakan darah haid, apabila darah keluar sehari semalam (24 jam) secara terus menerus, jika kurang dari ukuran ini darah yang keluar itu tidak dinamakan darah haid tetapi darah istihadhah.
Atau bisa juga lebih dan sehari semalam (selama tidak melebihi batas maksimal haid atau aktsaru al-haidhi), dan keluarnya dengan terputus-putus pada jam-jam tertentu.
Tetapi apabila jam-jam saat haid tadi, dikumpulkan waktunya bisa mencapai genap sehari semalam, darah itu juga disebut sebagai darah haid.
Sebaliknya, seorang perempuan mengeluarkan darah dalam waktu dua, tiga, lima atau tujuh hari dan seterusnya sampai batas maksimal haid, tetapi apabila jam-jam saat keluar darah dikumpulkan dan tidak mencapai 24 jam, darah itu bukan dinamakan darah haid melainkan darah istihadhah.
Batas waktu maksimal haid adalah 15 hari (di atas batas ini bukan dinamakan darah haid melainkan istihadhah), pada umumnya waktu haid yang paling banyak dialami oleh para perempuan antara enam dan tujuh hari.
Dari pertanyaan Anda di atas, ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, mulai tanggal 1-5 mengeluarkan darah dengan terputus-putus, jika jam-jam saat keluarnya darah tersebut dikumpulkan dan mencapai waktu sehari semalam, serta hal itu sesuai tradisi (biasanya dia haid selama 5 hari) darah itu dinamakan darah haid.
Sedangkan darah yang keluar mulai tanggal 11-15 berarti bukan darah haid melainkan darah istihadhah, karena masa suci atau tenggang antara dua haid minimal lima belas hari.
Kedua, jika ketika mengeluarkan darah tanggal 1-15, lalu dikumpulkan jam-jam keluarnya telah mencapai sehari semalam. Penjelasannya lima hari pertama mengeluarkan darah, namun setelah jam-jam keluarnya dikumpulkan belum mencapai 24 jam.
Selanjutnya baru mencapai 24 jam jika digabungkan dengan tanggal 11-15 dan hal itu sesuai dengan kebiasaannya, maka darah yang mulai keluar tanggal 1-15 itu dinamakan darah haid
Ketiga, dalam kebiasaannya seorang perempuan mengeluarkan haid hanya beberapa hari (tidak sampai 15 hari), dan ketika mengeluarkan darah mulai tanggal 1-5 apabila dikumpulkan jam-jam keluar darahnya tidak mencapai 24 jam, sedangkan ketika mulai mengeluarkan darah mulai tanggal 11-15 apabila dikumpulkan jam-jam haidnya bisa mencapai 24 jam, darah yang keluar mulai tanggal 1-5 bukan darah haid (darah istihadhah) melainkan darah yang keluar mulai tanggal 11-15 dinamakan darah haid.
Keempat, jika mengeluarkan darah dari tanggal 1-15 apabila dikumpulkan jam-jam waktu keluar darahnya tidak mencapai batas minimal haid, darah itu bukan darah haid melainkan darah istihadhah.
Jadi untuk kasus pertama, orang wajib mengqadha’ puasanya mulai tanggal 1-5, sedangkan mulai tanggal 6 sampai seterusnya dia wajib melakukan puasa dan shalat karena sudah dalam keadaan suci.
Dan untuk kasus yang kedua, seseorang wajib meng-qadha’ puasanya selama 15 hari penuh, jika terlanjur puasa atau shalat saat haid berhenti tetapi masih dalam masa haid (dalam kasus ini mulai tanggal 6-10), maka puasa dan shalatnya dianggap tidak sah, bahkan haram melakukan puasa atau shalat pada waktu seseorang tahu bahwa dia dalam keadaan sedang haid.
Sedangkan untuk kasus yang ketiga, seseorang wajib mengqadha’ puasa hanya mulai tanggal 11-15, sedangkan mulai tanggai 1-10 dia tetap wajib melakukan puasa dan shalat karena dia masih suci.
Kemudian untuk kasus yang terakhir, seseorang wajib melakukan puasa dan shalat mulai tangal 1 sampai seterusnya.
Berdasarkan uraian di atas, untuk menentukan apakah darah yang keluar itu darah haid atau bukan penting sekali seorang perempuan melihat bagaimana kebiasaan waktu perempuan tersebut dalam mengeluarkan haid.
Apakah biasanya di awal bulan, tengah bulan, atau akhir bulan? Atau apakah biasanya dia mengeluarkan haid hanya selama satu hari, enam hari, tujuh hari ataukah lima belas hari penuh, karena seperti kaidah yang terdapat dalam fikih “al ‘adah muhakkamah “ kebiasaan bisa dijadikan hukum.
Adapun untuk masalah shalat yang ditinggalkan selama berlangsungnya masa haid hal itu tidak perlu diqadha karena merupakan bagian dari rukhshah bagi haid (orang yang haid).