Thursday, 25 August 2016

Tata Cara Shalat Orang Sakit Dan Hukumnya

tata cara shalat orang sakit, hukum shalat orang sakit, dalil shalat orang sakit, shalatnya orang sakit
Orang sakit wajib juga salat sekemampuannya selama akal atau ingatannya masih tetap. Kalau tidak mampu berdiri, ia boleh salat sambil duduk, kalau tidak mampu duduk, boleh berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat, kalau tidak kuat berbaring, boleh menelentang dengan kedua kakinya ke arah kiblat, dan kalau dapat kepalanya diberi bantal agar mukanya menghadap ke kiblat.

Termasuk dalam arti “tidak mampu” ialah apabila ia mendapat kesukaran berdiri atau mendapat kesukaran duduk dan seterusnya, atau takut sakitnya akan bertambah parah apabila ia berdiri; apalagi kalau ia takut binasa.

Sabda Rasulullah Saw.:
“Ali bin Abi Talib menceritakan hadis berikut langsung dari Nabi SaW Beliau telah bersabda, “Salat orang yang sakit sambil berdiri jika mampu. Kalau tidak mampu, salatlah sambil duduk. Jika ia tidak kuat sujud, isyaratkan saja dengan kepalanya, tetapi hendaklah sujudny lebih rendah daripada rukuknya. Kalau Ia tidak mampu salat sambil duduk, salatlah sambil berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat. Dan kalau tidak mampu sambil berbaring ke sebelah kanan, salat sambil menelentang, kedua kakinya ke arah kiblat.” (RIWAYAT DARUQUTNI).

Pengertian Shalat Jamak Dan Jenis Shalat Yang Bisa Dijamak

Pengertian Shalat Jamak, Jenis Shalat Yang Bisa Dijamak, waktu shalat jamak, syarat shalat jamak, jenis shalat jamak, dalil shalat jamak, jamak taqdim, jamak takhir, fikih islam
Sholat jamak adalah penggabungan antara dua waktu sholat kedalam satu waktu sholat.

Salat yang boleh dijamakkan hanya antara Lohor dengan Asar, dan antara Magrib dengan Isya, sedangkan Subuh tetap wajib dikerjakan pada waktunya sendiri.

Salat jamak artinya salat yang dikumpulkan. Yang dimaksudkan ialah dua salat fardu yang lima itu, dikerjakan dalam satu waktu. Umpamanya salat Lohor dan Asar dikerjakan di waktu Lohor atau di waktu Asar.

Hukum salat jamak ini “boleh” bagi orang yang dalam perjalanan, dengan syarat-syarat seperti yang telah disebutkan pada salat qasar. (baca : Shalat qasar)

Shalat jamak terdiri dari dua jenis, Jamak taqdim (dahulu) dan jamak ta’khir (terkemudian).

Jamak taqdim ialah salat Lohor dan Asar yang dikerjakan di waktu Lohor salat Magrib dan Isya dikerjakan di waktu Magrib.

Jamak ta’khir ialah salat Lohor dan Asar yang dikerjakan di waktu Asar, salat Magrib dan Isya dikerjakan di waktu Isya.

Hadis : “Dari Anas. la berkata, “Rasulullah Saw. apabila berangkat dalam perjalanan sebelum tergelincir matahari, maka beliau ta’khirkan salat Lohor ke waktu Asar, kemudian beliau turun (berhenti) Untuk menjamak keduanya (Lohor dan Asar). Jika matahari telah tergelincir sebelum beliau berangkat, maka beliau salat Lohor dahulu, kemudi baru beliau naik kendaraan.” (Riwayat Bukhari Dan Muslim)

“Dari Mu’ad “Bahwasanya Nabi Saw. dalam perang Tabuk, apabila beliau berangkat sebelum tergelincir matahari, beliau ta’khirkan Lohor hingga beliau kumpulkan ke Asar, beliau salat untuk keduanya (Lohor dan Asar di waktu Asar); dan apabila beliau berangkat sesudah tergelincir matahari, beliau kerjakan salat Lohor dan Asar sekaligus, kemudian beliau berjalan. Apabila beliau berangkat sebelum Magrib, beliau ta’khirkan Magrib hingga beliau lakukan salat Magrib beserta Isya; dan apabila beliau berangkat sesudah waktu Magrib, beliau segerakan Isya, dan beliau salatkan Isya beserta Magrib.” (RIWAYAT AHMAD. ABU DAWUD DAN TIRMIZI)

Syarat jamak taqdim
Syarat jamak taqdim menurut pendapat sebagian ulama ada tiga:
  1. Hendaklah dimulai dengan salat yang pertama (Lohor sebelum Asar, atau Magrib sebelum Isya) karena waktunya adalah waktu yang pertama.
  2. Berniat jamak agar berbeda dari salat yang terdahulu karena lupa.
  3. Berturut-turut, sebab keduanya seolah-olah satu salat.

Syarat jamak ta’khir
Pada waktu yang pertama hendaklah berniat akan melakukan salat pertama itu di waktu yang kedua, supaya ada maksud bersungguh-sungguh akan mengerjakan salat pertama itu dan tidak ditinggalkan begitu saja. 

Orang yang menetap (tidak dalam perjalanan) boleh pula salat jamak taqdim karena hujan, dengan syarat seperti yang teah disebut pada jamak taqdim. Disyaratkan pula bahwa salat yang kedua itu berjamaah di tempat yang jauh dari rumahnya, serta ia mendapa kesukaran pergi ke tempat itu karena hujan.

Sujud Tilawah Dan Sujud Syukur

Sujud Tilawah Dan Sujud Syukur, syarat sujud tilawah, rukun sujud tilawah, bacaan sujud tilawah, tata cara sujud tilawah, manfaat sujud tilawah, dalil sujud tilawah.
Sujud tilawah artinya sujud bacaan. Disunatkan sujud bagi, orang yang membaca ayat-ayat Sajdah, begitu juga orang yang mendengarnya. Apabila orang yang membacanya sujud, maka yang mendengar atau makmum sujud pula; tetapi apabila yang membacanya tidak sujud, yang mendengar tidak disunatkan sujud pula.

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. telah berkata, “Apabila manusia membaca ayat Sajdah, kemudian Ia sujud, menghindarlah setan Ia menangis seraya berkata, ‘Hai celaka! Anak Adam (manusia) disuruh sujud, lantas Ia sujud, maka baginya surga; dan saya disuruh sujud juga. tetapi saya enggan (tidak mati), maka bagi saya neraka” (RIWAYAT MUSLIM)

“Dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Nabi Saw pernah membaca Qur’an di depan kami. Ketika bacaannya sampai pada ayat Sajdah, beliau takbir, lalu sujud, maka kami pun sujud bersama-sama beliau.” (RIWAYAT TIRMIZI)

Bacaan Sujud Tilawah  



Rukun Sujud Tilawah
 
Rukun sujud tilawah di luar salat, yaitu: (1) Niat, (2) takbiratul ihram, (3) sujud, (4) memberi salam sesudah duduk.

Syarat-Syarat Sujud Tilawah
 
Syarat-syarat sujud tilawah sebagaimana syarat salat, seperti suci dari hadas dan najis, menghadap ke kiblat serta menutup aurat.

Ini pendapat sebagian ulama. Mereka mendasarkan keadaan sujud itu sebagaimana keadaan dalam salat. Sebagian ulama yang lain berpendapat tidak disyaratkan suci dari hadas dan tidak pula diharuskan suci pakaian dan tempat.

Ayat-Ayat Sajdah


Di dalam. Al-Qur’an ayat-ayat tersebut diberi tanda dengan tulisan yang menunjukkan bahwa ayat itu adalah ayat Sajdah.

Sujud Syukur

Sujud syukur artinya sujud terima kasih karena mendapat nikmat (keuntungan) atau karena terhindar dari bahaya kesusahan yang besar.

Sujud syukur hukumnya sunat. Sada Nabi :
“Dari Abu Bakrah, “Sesungguhnya apabila datang kepada Nabi Saw. sesuatu yang menggembirakan atau kabar suka, beliau langsung berterima kasih kepada Allah.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN TIRMIZI)

Perbandingan Sujud Tilawah Dengan Sujud Syukur
  1. Syarat dan rukun keduanya sama, tetapi para ulama berselisih pendapat dalam hal syarat dan rukun kedua macam sujud itu.
  2. Kedua sujud itu hanya dilakukan satu kali.
  3. Sujud tilawah disunatkan dalam salat dan di luar salat, sedangkan sujud syukur hanya disunatkan di luar salat, tidak boleh dilakukan dalam salat.

Pengertian Dan Sebab Sujud Sahwi

pengertian sujud sahwi, sebab sujud sahwi, tata cara sujud sahwi, bacaan sujud sahwi,
Sujud sahwi adalah sujud tambahan dalam sholat yang dilakukan ketika ada kelupaan dalam gerakan sholat.

Sebab-sebab sujud sahwi adalah : 

1. Ketinggalan tasyahud pertama atau ketinggalan qunut, menurut pendapat-.pendapat yang telah dijelaskan terdahulu dalam pembahasan sunat yang lebih penting. 

Sabda Rasulullah Saw. :
“Dari Al-Mugirah. Rasulullah Saw. telah berkata, “Apabila salah seorung dari kamu berdiri sesudah dua rakaat tetapi ia belurn sampai sempurna berdiri, hendaklah ia duduk kembali (untuk tasyahud pertama); dan, jika Ia sudah berdiri betul, maka ia jangan duduk kembali, dan hendaklah ia sujud dua kali (sujud sahwi)” (RIWAYAT AHMAD)


2. Kelebihan rakaat, rukuk, atau sujud karena lupa. 

Sabda Rasulullah Saw. :
“Dari Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya Nabi Saw. telah salat Lohor lima rakaat. Maka orang bertanya kepada beliau. Jawab beliau, ‘Tidak. Mereka yang melihat beliau salat berkata, ‘Engkau telah salat limu rakaat.’ Mendengar keterangan mereka demikian, maka beliau terus sujud dua kali.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

3. Karena syak (ragu) tentang jumlah rakaat yang telah dikerjakan. Umpamanya ragu apakah rakaat yang sudah dikerjakan itu tiga atau empat, maka hendaklah Ia tetapkan bilangan yang diyakininya, yaitu tiga rakaat, maka Ia tambah satu rakaat lagi, kemudian sujud sahwi sebelum memberi salam. 

Sabda Rasulullah Saw. :
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri. Nabi Saw. berkata, “Apabila salah satu dari kamu ragu dalarn salat, apakah ia sudah mengerjakan tiga atau empat, maka hendaklah dihilangkannya keraguan itu, dan diteruskan salatnya menurut yang diyakini, kemudian hendaklah sujud dua kali sebelum salam.” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

4. Apabila kurang rakaat salat karena lupa. 

Sabda Rasulullah Saw. :

“Abu Hurairah r.a. telah rnenceritakan hadis berikut: Nabi Saw melakukan salah satu dari dua salat sore hari hanya dua rakaat, lalu memberi salam kemudian beliau berdiri menuju ke sebuah tonggak kayu di depan rnasjid, lalu meletakkan tangan di atasnya, sedangkan diantara kaum (yang bermakmum) terdapat Abu Bakar dan Umar, tetapi keduanya merasa segan berbicara kepadanya Kemudian keluarlah (dari masjid) orang-orang yang tergesa-gesa seraya mengatakan “shalat telah dipersingkat”, diantara kaum itu terdapat seorang laki-laki yang dipanggil oleh Nabi Saw dengan nama julukan zu1 Yadain. Lalu laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah apakah engkau lupa, ataukah salat telah diperpendek?’ Nabi Saw menjawab’ “Aku tidak lupa dan salat tidak diperpendek.” Lelaki itu berkata “Memang benar, engkau telah lupa.” Maka Nabi Saw. salat (lagi) dua rakaat, lalu bersalam. Kemudian Nabi Saw. bertakbir dan melakukan sujud seperti sujud sebelumnya atau lebih lama (daripadanya), lalu beliau mengangkat kepalanya seraya hertakbir dan melakukan sujud lagi sama dengan sujud sebelumnya atau lebih lama lagi, lalu beliau mengangkat kepalanya seraya bertakbir. (MUTTAFAQ ‘ALAIH. LAFAZ HADIS INI MENURUT IMAM BUKHARI)
Yang dimaksud dengan “Salah satu dari dua salat sore hari” ialah, riwayat Imam Muslim menafsirkannya sebagai salat Asar. Al-’asyiyyi ialah waktu antara tergelincir hingga terbenamnya matahani. Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa salat yang dimaksud adalah salat Lohor. Perbedaan pendapat ini terjadi mungkin karena kisahnya banyak.

Dengan hadis ini sebagian ulama berpendapat bahwa sujud sahwi itu tempatnya sesudah memberi salam, bukan sebelumnya. Hukum sujud sahwi itu sunat, yang penting ialah untuk imam dan orang yang salat sendiri, sedangkan makmum wajib mengikuti imamnya. Berarti kalau imam sujud, ya wajib pula sujud mengikuti imamnya; dan apabila imam tidak sujud, ia tidak boleh sujud sendiri.

Bacaan sujud sahwi sama dengan bacaan sujud rukun. Begitu juga bacaan duduk antara dua sujud, sama dengan bacaan duduk antara dua sujud yang masuk rukun.

Wednesday, 24 August 2016

Kelahiran Nabi Muhammad SAW

sejarah kelahiran nabi muhammad saw, bilik islam
Beberapa wuktu setelah pernikahannya, Alhamdulillah dengan Aminah tinggal di rumah orang tuanya. Tidak lama kemudian, Abdullah berangkat ke Suriah membawa barang dagangan. Dalam perjalanan pulang, Abdullah jatuh sakit dan akhirnya meninggal di Yatsrib. Karena Abdullah meninggal pada masa yang relatife muda, ia tidak banyak meninggalkan warisan. Ia hanya meninggalkan sebuah rumah, lima ekor unta dan sejumlah kambing serta seorang budak perempuan, Ummu Aiman namanya. 

Mendengar suami yang amat dicintainya itu meninggal, Aminah terkejut dan sedih sekali. Kesedihan ini lebih menekan perasaannya karena ia dalam keadaan hamil. Hatinya meratap bila ia membayangkan nasib anaknya yang masih dalam kandungannya itu yang akan lahir sebagai anak yatim. Dengan sabar, ia menunggu kelahiran anaknya, karena setiduk-tidaknya anak yang akan lahir itu kelak menjadi pelipur lara serta penghibur duka yang selama ini meliputi dirinya. 

Akhirnya, tibalah saat yang dinanti-nanti itu. Lahirlah bayi Muhammad. Aminah sendiri tidak menduga bahwa pada malam menjelang dini hari, Senin, 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah bertepatan dengan tanggal 22 April 571 M, ia akan melahirkan bayi yang dikandungnya itu. 

Abdul Muthalib, begitu mendengar cucunya lahir, langsung berlari-lari mendatangi rumah Aminah. Diangkatlah bayi yang baru lahir itu. Diciuminya. Didekapnya, lalu dibawanya ke Ka’bah. Ia thawaf setengah berlari mengelilingi Ka’bah menggendong bayi yang baru saja lahir itu. 

Sekembalinya dari Ka’bah, ia berkata kepada menantunya, “Bayi ini akan kuberi nama Muhammad. Aku berharap agar seluruh dunia sampai akhir memuji ia (Muhammad).” Sedangkan ibunya sendiri, juga sudah memberi nama bayinya itu, Ahmad. Nama Ahmad ini sudah disebut dalam Taurat dan Injil lebih dahulu. Kedua nama tersebut, yakni Muhammad dan Ahmad, juga telah disebut di dalam AL- Qur’anul Karim.

Peristiwa Luar Biasa Menjelang Lahirnya Nabi Muhammad SAW

Peristiwa Luar Biasa Menjelang Lahirnya Nabi Muhammad SAW, cerita nabi muhammad lahir, keanehan saat nabi muammad lahir, kejadian saat nabi muhammad lahir, pasukan gajah menyerang ka'bah, serita mabi mhammad lengkap.
Pada tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW., ada satu pasukan musuh dengan kendaraan gajah yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Kerajaan Hahsyim di Yaman. Ia hendak menghancurkan Ka’bah. OIeh karena itu, tahun tersebut dinamakan tahun Gajah. 

Ka’bah, sebagai rumah Tuhan, dalam setiap tahunnya selalu dikunjungi oleh umat manusia dari berbagai negeri untuk menunaikan ibadah haji. Hal ini menyebabkan negeri Mekah menjadi semakin ramai dan bangsa Quraisy yang menguasai Ka’bah itu makin terhormat dan mendapat penghidupan yang layak pula. Dengan keadaan yang demikian itu, timbul niat buruk di hati Abrahah. Ia berusaha membelokkan umat manusia agar tidak lagi datang ke Mekah setiap tahunnya, tetapi datang ke Yaman untuk menunaikan ibadab haji. Lalu, ia mendirikan gereja besar di Shan’a yang diberi nama Al-Qullais sebagai pengganti Ka’bah di Mekah itu. 

Namin demikian, tak seorang pun di antara manusia bangsa Arab yang mau menunaikan ibadah haji ke gereja itu. Hati Abrahah semakin panas setelah terbukti bahwa tak seorang pun dan bangsa Arab yang mau mengubah Ka’bah mereka ke Yaman. Abrahab hersumpah akan meruntuhkan Ka’bah yang ada di kota Mekah. Ia mengira jika Ka’bah telah dihancurkan, tentu tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk datang ke Mekah. Kemudian Abrahah mernpersiapkan tentara yang besar jumlahnya dengan berkendaraan gajah untuk meruntuhkan Ka’bah. 

Pasukan bergajah itu menuju ke Mekah. Di dekat Mekah, pasukan itu berhenti. Abrahah mengutus kurir untuk menemui Abdul Muthalib dengan pesan bahwa kedatangan mereka semata-mata hanya untuk meruntuhkan Ka’bah, sama sekali tidak untuk memerangi penduduk Mekah, kecuali bila ada perlawanan. Sementara itu, pasukannya telah merampas harta penduduk di sekitar tempat mereka herkemah termasuk seratus ekor unta milik Abdul Muthalib.

Peristiwa yang tidak mengenal adat orang Arab saat itu, menimbulkan kemarahan yang memuncak di kalangan bangsa Quraisy. Di antara mereka, banyak yang ingin membunuh Abrahah. Namun demikian, mengingat tentara Abrahah yang kuat itu, Abdul Muthalib dan rakyat Mekah sadar bahwa dirinya tidak akan mampu melawan. Karena itu, Abdul Muthalib menganjurkan kepada segenap penduduk mengungsi ke luar kota. 

Dengan tidak disangka-sangka, datanglah seorang utusan Abrahah, membawa sepucuk surat. Surat tersebut antara lain berisi bahwa Abrahah ingin bertemu dengan pimpinan kota Mekah. Tak lama kemudian datanglah Ahdul Muthalib dengan hati yang mantap memenuhi panggilan Abrahah. Dalam pertemuan itu, Abdul Muthalib diperlakukan sebagaj tamu terhormat. Abrahah berkenan duduk bersama-sama Abdul Muthalib. Dalam pembicaraan itu, Abdul Muthalib hanya meminta agar semua unta yang telah dirampas Abrahah dikembalikan kepadanya. 

Mendengar perkataan Abdul Muthalib, Abrahah menyahut dengan sinis, “Semula aku sangat segan kepadamu. Namun, setelah mendengar perkataanmu, akhirnya aku tahu hahwa kamu seorang yang berjiwa kerdil. Aku datang untuk meruntuhkan Ka’bah, mengapa unta yang kamu persoalkan, sedangkan agama dan Ka’bah yang kamu miliki itu kamu lupakan?” 

Abdul Muthalib menjawab, “Unta-unta itu adalah milikku. Aku wajib mempertahankan milikku, sedangkan Ka’bah itu adalah milik Tuhan. Tuhan sendirilah yang akan menjaga dan memeliharanya.” 

Lalu, seluruh unta milik Abdul Muthalib dikembalikan. Kemudian, Abdul Muthalib memohon kepada Allah SWT., “Ya Allah, tidak ada yang kami harapkan dari-Mu. Selamatkanlah rumah-Mu ini dari serangan mereka. Musuh rumah-Mu adalah musuh-Mu juga.”

Selesai berdoa, Abdul Muthalib beserta segenap penduduk kota berduyun-duyun mengungsi ke luar kota Mekah. 

Sementara itu, Abrahah merasa senang karena tidak ada perlawanan dari penduduk kota Mekah dan bahkan, Ahrahah menganggap mudah untuk menghancurkan rumah Allah itu. 

Kota Mekah tampak sunyi. Tentara Abraham mulai bergerak untuk memasuki kota Mekah. Sekonyong-konyong, Allah menurunkan balatentara dengan cara mengutus burung Abaabiil. Setiap burung bergerak dengan membawa batu kerikil yang bernama Sijjiil dengan paruhnya. Batu-batu kerikil itu, oleh burung-burung Abaabiil dijatuhkan tepat mengenai kepala setiap pasukan bergajah, hingga tembus ke otaknya lalu tembus ke badan kendaraannya, hingga pasukan-pasukan bergajah itu mati bersama gajah yang ditungganginya. Peristiwa tersebut membuat Abrahah panik lalu melarikan diri kembali ke Yaman. Akan tetapi, dirinya tak luput dari balatentara Allah, burung Abaabiil, hingga menemui ajal. 

Peristiwa pasukan bergajah yang diazab oleh Allah SWT. dengan mengirimkan sejenis burung yang menyerang mereka sampai binasa dapat disimak dalam surat Al-Fiil dari ayat 1 sampai 5 sebagai berikut.

Artinya : “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tana yang terbakar, lalu Dia jadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)” (Al Fiil {105} 1-5)

Demikianlah kisah peristiwa pasukan bergajah yang dipimpin oleh Abrahah yang hendak menghancurkan Ka’bah yang diazab oleh Allah sehingga mereka mengalami kehancuran yang sangat. 

wadi muhassir, tempat pasukan gajah dihancurkan Allah melalui burung ababil

Beberapa bulan setelah peristiwa serbuan pasukan bergajah itu, lahirlah bayi dari kandungan Aminah. Kelahirannya memberi rahmat bagi seluruh alam. Bayi tersebut adalah Muhammad SAW., Nabi serta Rasul penutup.

Menjelang kelahirannya, kakeknya, Abdul Muthalib bermimpi. Dalam mimpinya pada punggung Abdul Muthalib tumbuh sebatang pohon yang cabang atasnya mencapai langit dan cabang sampingnya merentang dari timur ke barat. Selanjutnya, seberkas cahaya yang lebih terang dari matahari bersinar dari pohon itu, baik orang Arab maupun orang Persia mempercayainya. 

Berdasarkan mimpi itu, para ahli tafsir mimpi menafsirkan mimpi tersebut seraya berkata kepada Abdul Muthalib, hahwa seseorang akan dilahirkan dalam keluarga yang akan menerangi timur dan barat, dan yang akan menjadi Nabi bangsa Arab maupun bangsa Persia. 

Demikian juga ibunya, Aminah, mengalami berbagai mimpi sejak pertama kali mengandung. Ia senantiasa mimpi didatangi oleh para Nabi dengan membawa kabar gembira, hahwa bayi yang dikandungnya itu kelak akan menjadi pelita duni yang menerangi seluruh jagat raya ini, dari timur sampai barat. 

Lebih ianjut, menjelang kelahirannya, Aninah juga bermimpi. Dalam mimpinya Ia mclihat seberkas cahaya yang sangat terang menyi1aukan mata, memancar keluar dari tubuhnya. Cahaya itu menebar dan meluas ke seluruli alam, hingga tidak ada satu sudutpun yang tidak disinarinya. Dengan sinar itu, seluruh permukaan bumi menjadi berubah, dari gelap menjadi terang.

Aniinah merasa heran akan mimpi-mimpinya itu. Dia percaya bahwa mimpinya itu ada hubungannya dengan bayi yang sedang dikandungnya, tetapi ia tau maksud dari mimpi-mimpinya itu. Namun demikian, hati Aminah semakin yakin akan bayi yang sedang dikandungnya itu, bukanlah sembarang bayi. 

Dalam suatu riwayat diceritakan hahwa pada suatu malam, ketika Nabi Muhammad SAW. akan lahir, Aminah didatangi orang perempuan muda, cantik sekali parasnya. Mereka memakai pakaian-pakaian yang indah serta memakai wangi-wangian yang harum semerbak memenuhi ruangan rumahnya. Mereka memperkenalkan diri seraya berkata, “Kami adalah Asiyah dan Maryam. Kami sengaja datang ke sini atas perintah Tuhan untuk menyambut kelahiran putramu yang kelak menjadi Nabi akhir zaman.” 

Aminah menyambut kedatangan kedua tamu perempuan itu dengan senang hati. Seorang demi seorang, menjabat tangannya serta memandang dengan senyum mesra dan mendoakannya. Kedua perempuan itulah yang bertindak sebagai bidan mengurusi bayinya dengan dibantu oleh beberapa orang bidadari teman mereka. Sampai akhirnya, selesailah proses kelahiran itu. Mereka menemaninya hingga waktu subuh tiba kemudian mereka pamit meninggalkannya. Inilah beberapa kejidian luar biasa pada saat Nabi masih dalam kandungan ibunya hingga nenjelang kelahirannya.

Keturunan Nabi Muhammad SAW

Keturunan Nabi Muhammad SAW, silsilah nabi muhammad, nenek moyang nabi muhammad, kelahiran nabi muhammad, bulan kelahiran nabi muhammad, tahun kelahiran nabi muhammad, tanggal kelahiran nabi muhammad, kakek nabi muhammad, ayah nabi muhammad, ibu nabi muhammad.
Nabi Isma’il as. adalah putra Ibrahim dari perkawinannya dengan istri keduanya, Hajar. Suku Quraisy adalah cabang yang terkenal dari bangsa Arab keturunan Isma’il. 

Suku Quraisy adalah keturunan Fihr, yang dinamakan juga Quraisy. Artinya, saudagar,Ia hidup pada ahad ke-3 Masehi. Ia adalah keturunan Ma’ad anak Adnan, keturunan langsung dari Ismail as.

Qushay, salah seorang keturunan Fihr, pada ahad ke-5 Masehi herhasil mempersatukan semua suku Quraisy dan berangsur-angsur menguasai seluruh Hijaz. Ia memperbaiki Ka’bah, mendirikan istana yang dipergunakan sebagai tempat berkumpul dan membahas hal- hal yang menyangkut kepentingan umurn. Ia juga menarik pajak dan menyediakan makanan serta air untuk jamaah haji pada musim haji. 

Pada tahun 480 M, Qushay meninggal dunia. Sepeninggal Qushay, tanggung jawab kekuasaannya digantikan oleh anaknya, Ahdul-Daar. Setelah Abdul-Daar meninggal, terjadilah sengketa antara kedua belah pihak, yaitu antara cucu-cucu Abdul-Daar dengan anak-anak Abdul Manaf. Setelah peristiwa ini, diadakan pembagian tugas dan diputuskan bahwa Abdul Syam, anak Abdul Manaf bertugas menyediakan air dan mengumpulkan pajak, sedangkan cucu-cucu Abdul Daar bertugas menjaga Ka’bah, istana dan bendera peperangan. 

Narnun demikian, setelah beberapa waktu, Abdul Syam menyerahkan kekuasaannya kepada adiknya, Hasyirn yang dipandang pantas untuk memikul tanggung jawab ini. Hasyim adalah seorang tokoh terkenal di negeri Arab karena keberanian dan kejujurannya. Melihat keadaan Hasyim yang demikian itu, timbullah rasa iri dan dengki dalam hati Umayyah, anak Abdul Syam. Ia selalu berusaha hendak merebut dan menjatuhkannya. 

Hasyim meninggal pada tahun 510 M. Ia digantikan oleh saudaranya, Muthalib. Sepeninggal Muthalib tanggung jawab kekuasaannya dipegang oleh Ahdul Muthalib. Abdul Muthalib masih tetap mempunyai tugas sebagaimana tugas kakek-kakeknya di masa lalu, yakni memelihara keamanan dan ketertiban. Juga menyediakan makanan dan minuman hagi para jamaah yang datang, karena air minum pada waktu itu merupakan masalah yang sulit di sana.

Untuk mengatasi kesulitan air tersebut, Abdul Muthalib bercita-cita dan merencanakan menggali kembali sumur yang telah lama tertimbun. Rencana tersebut tampaknya bukan pekerjaan yang mudah. Diperlukan tenaga yang cukup banyak, padahal waktu itu Abdul Muthalib haru mempunyai seorang anak, Harits. Ia berpikir, meminta bantuan orang lain dirasa sulit diharapkan. Oleh karena itu, Abdul Muthalib mernohon kepada Allah SWT. agar diberi anak yang banyak. Ia pun bernazar, apabila di kemudian hari ia dikaruniai anak yang banyak, ia akan menyembelih salah seorang anaknya untuk kurban sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT. 

Tuhan yang Maha Kuasa mengetahui rencana hamba-Nya itu, sehingga dikabulkanlah apa yang menjadi cita-cita Abdul Muthalib. Tiga puluh tahun kemudian, lahirlah beberapa orang anak. Di antaranya adalah Abu Thalib, Abbas, Hamzah, Abu Lahab, Zubair, dan Abdullah. 

Dilaksanakanlah rencana penggalian kembali sumur tersebut. Setelah menggali sumur tersebut, tibalah saatnya hagi Ahdul Muthalib untuk menunaikan nazarnya berupa kurban. Orang beramai-ramai menyaksikan Abdul Muthalib membawa anak-anaknya ke dekat Ka’bah kepada seseorang yang pandai untuk diundi, siapakah di antara mereka yang akan dijadikan sebagai kurban. 

Pada saat yang telah ditentukan, dilakukanlah undian yang kemudian keluarlah nama Abdullah. Abdul Muthalib membawa Abdullah ke tempat penyembelihan di dekat sumur Zamzam. Tanpa ragu, Abdullah pun menuruti kehendak ayahnya itu. Namun, kerumunan orang banyak itu mengajukan keberatan atas rencana penyembelihan 

Abdullah, putra Abdul Muthalib. Masalah ini dibawa kepada seorang dukun wanita di Yatsrib. Dukun wanita itu menyuruh Abdul Muthalib untuk melakukan undian kembali. Namun, nama Abdullah yang kembali keluar. Ia memerintahkan Abdul Muthalib menyembelih seratus ekor unta sebagai ganti pembatalan penyembelihan Abdullah. 

Peristiwa tersebut menjadikan Abdul Muthalib dan Abdullah semakin terkenal di seluruh tanah Arab. Sedangkan Abdullah menjadi idola dikalangan gadis-gadis di sana. Setiap gadis mendambakan ingin dipersunting oleh pemuda yang selamat dari penyembelihan itu. Akhirnya, seorang gadis yang paling berbahagia adalah Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah yang menjadi istri Ahdullah bin Abdul Muthalib. Dari pernikahan ini, lahinlah Muhammad SAW., sebagai pembawa rahmat bagi seluru alam.

Mengenai silsilah Nabi Muhammad SAW., penulis buatkan secara sederhana dari Nabi Ibrahim as. Hingga Nabi Muhammad SAW. dengan maksud untuk memudahkan pembaca memahaminya. Silsilah tersehut adalah sehagai berikut. 

silsilah nabi mhammad

Apa Hukum Menikah Dilarang Orang Tua Menurut Fikih Islam

Apa Hukum Menikah Dilarang Orang Tua Menurut Fikih Islam, hukum menikah, hukum menikah dilarang orang tua, pandangan islam tentang pernikahan yang dilarang, pernikahan dilarang orang tua, bilik islam
Tanya : Saya seorangpemuda, ingin menikahi seorang gadis yang saya cintai dan mencintai saya. Kehidupan kami sepadan, saya pun mampu memberikan maskawin dan nafkah, tetapi orang tua gadis menangguhkannya beberapa tahun lagi karena alasan masih kuliah. Padahal kami benar-benar ingin menikah dari pada pacaran terus. Kami takut fitnah dan khawatir terjerumus dalam jurang dosa. Bagaimana baiknya hubungan kami Kiai? (Fadli, Manado) 

Jawab : Manusia oleh Allah dalam hidup dan kehidupannya dibekali nafsu di samping akal dan intuisi atau perasaan. Dengan nafsu manusia punya syahwat, kecenderungan, dorongan, semangat dan kemauan. Salah satu dorongan nafsu yang dimiliki manusia adalah pemenuhan kebutuhan biologis, yang menurut A1-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin disebut sebagai satu satunya nikmat surga yang diturunkan Allah di dunia. Dalam kehidupan manusia, nafsu jugalah yang menimbulkan inspirasi fujur (penyimpangan) dan inspirasi takwa (ketakwaan dan kebenaran). Dan oleh karenanya ia harus dikendalikan oleh syariat, akal dan perasaan, agar dorongan takwanya dapat mengalahkan dorongan fujurnya. Meskipun dalam Al-Quran ditegaskan bahwa sesungguhnya nafsu itu banyak dan sering mengajak kepada kejelekan kecuali yang mendapat rahmat Allah. Dan satu-satunya tuntunan untuk memenuhi kebutuhan biologis adalah pernikahan. 

Dalam pandangan Islam, menikah bukan sekedar cara untuk pemenuhan kebutuhan biologis, tapi lebih dari itu adalah sunah Rasul. Oleh karenanya ia merupakan salah satu bentuk ibadah bila dimotivasi oleh sunah Rasul itu. Begitu juga menyetubuhi istri. Barangkali persetubuhan semacam itulah satu-satunya ibadah yang sesuai dengan tuntutan hawa nafsu manusia, karena selain itu semua ibadah betapapun ringannya selalu berhadapan dengan nafsu. Hal ini perlu dipahami oleh siapa saja yang berhubungan langsung dengan pernikahan terutama calon mempelai dan orang tua sebagai walinya.

Pada dasarnya menikah untuk mencari kenikmatan adalah mubah. Tak bisa menjadi kesunahan apabila diniatkan untuk mendapatkan anak atau mengikuti sunah Rasul. Bahkan menikah menjadi wajib bagi orang yang mampu, yang khawatir terjerembab dalam lubang dosa (perzinaan) karena dorongan nafsu yang tak terkendalikan. (Al-Fiqh ‘ala Madzahib Al Arba‘ah: I 7, Nizham AJ-Usrah)

Dalam sebuah pernikahan tidak bisa tidak harus ada calon mempelai pria dan perempuan yang berlainan mahram, ada akad yang dilakukan wali atau wakilnya, ada dua orang saksi dan ada maskawin atau mahar.
Namun dalam realitas, tidak semua persyaratan itu saling mendukung. Yang sering terjadi adalah ketidaksesuaian antara anak dan walinya dalam menentukan pilihan pasangan. Kadang wali bersikeras dengan pilihannya, dan sebaliknya pula dengan si anak yang bersikukuh dengan pilihannya sendiri. Atau ketidak sesuaian itu hanya masalah waktu saja, anak ingin cepat-cepat menikah sementara wali ingin lebih lama karena alasan-alasan tertentu.

Wali nikah itu ada dua macam. Pertama, wali mujbir (ayah dan kakek), keduanya berhak memaksa anaknya menikah. Kedua, bukan mujbir, yaitu semua wali selain ayah dan kakek. Mereka tidak berhak memaksakan pernikahan. Baik wali mujbir atau bukan mujbir, menikahkan anak gadis yang sudah cukup umur dan berkeinginan menikah adalah wajib hukumnya. Apabila wali enggan atau menolak tanpa alasan-alasan syari’i untuk menikahkan anak gadisnya, maka wali hakimlah sebagai walinya. Jika ayah dan anak gadis sama-sama memiliki pilihan yang sama-sama sepadan (kufu), maka ayah boleh memaksakan pilihannya pada anaknya dan wali hakim tidak boleh menikahkannya dengan pria pilihan si gadis karena itu bukan termasuk penolakan wali. ( Al-Fiqh Al-Manhajr  II, 64-65, I’anah Ath-Thalibin, 3).

Adapun jika perselisihan itu terjadi dalam hal penentuan waktu seperti yang penanya ajukan, maka perlu diperhatikan bahwa waktu menikah adalah ketika seseorang sudah baligh, berakal dan berkeingman untuk menikah. Dan bagi laki-laki, sudah mampu memberikan nafkah dan maskawin. Saat itu tak ada lagi alasan lain untuk menunda pernikahan termasuk alasan kuliah apalagi dengan sederetan kekhawatiran fitnah dan terjerumus ke lembah dosa. Dalam keadaan seperti ini jika wali menolak, boleh dengan wali hakim. (Al-Fiqh Al-Manhajr II, 64). 

Di satu sisi belajar adalah penting, tapi di sisi yang lain di tengah masa belajar yang panjang, dorongan nafsu semakin kuat, itu tidak bisa kita ingkari. Apalagi di sekitarnya terdapat tampilan yang mengusik nafsu seperti p*rn*grafi, p*rn*aksi dan pengawasan orang tua yang tidak bisa menjangkau pergaulan putra putrinya. OIeh karena itu bagi orang tua yang memandang penting kuliah hendaknya juga tidak menafikan kepentingan anaknya untuk menikah sehingga dapatlah diambil jalan tengah. Bagi orang tua dengan menikahkan anaknya, dan bagi anak kuliah jalan terus. Toh dalam perkuliahan tidak diharuskan lajang. Atau altematif lain si anak ikut orang tua untuk tidak menikah saat kuliah dengan syarat ia mampu mengendalikan nafsunya. Kalau tidak bisa maka masing masing pihak perlu menyadari akan adanya kebutuhan biologis. Pernikahan adalah fitrah manusia sebagaimana Adam dan Hawa.

Tabir Wanita